Pesawat yang membawa Michael dan tiga pengawal mendarat mulus di kota Nice, Perancis Selatan. Lokasinya cukup jauh dari tempat kejadian yang menewaskan kakaknya Michelle.
"Di mana informanmu, Damien?"
"Aubert Bailey berada di sebuah cafe di tengah kota, kita segera menuju ke sana."
Dua mobil telah menanti kedatangan mereka di bandara. Damien memerintahkan pengawal dari perusahaan cabang di Perancis menjemput dan mengantarkan mereka sampai tujuan.
Bruno dan Bernie mengangguk hormat sang pewaris Michael Delano Carleone, menyiapkan segala sesuatu dibutuhkan selama berada di kota ini. Kendaraan meluncur begitu tenang di sepanjang perjalanan terlihat pemandangan indah laut Mediterania.
Nice termasuk kota termahal di dunia bagi konglomerat, artis hingga bangsawan. Kapal pesiar megah berjejer di dermaga dari ukuran kecil hingga besar dan berfasilitas mewah dengan bar, teater, kolam renang hingga landasan helikopter di atas dak kapal.
Michael memiliki beberapa dari kapal tersebut dan disewakan harga fantastis demi keuntungan bisnis semata. Kedatangannya kali ini bukan berlibur tapi memburu pelaku pembunuhan keluarganya.
Tiba di sebuah cafe. Damien mengawal Michael sampai ke dalam.
Sementara Milano dan Leo berjaga di luar bersama Bernie dan Bruno. Pilihan sang mafia malah duduk di teras luar, berpayung warna warni menggugah selera menghabisi seseorang di pagi yang cerah seperti ini.
Asap putih mengepul keluar dari mulutnya, dan secangkir kopi pahit disuguhkan di atas meja.
"Michael!" tegur seorang pria asing.
Sang mafia muda menoleh sejenak lalu berpaling lurus memandangi pantai di seberang cafe.
Aubert Bailey sudah berada di sini sejak tadi. Damien mempersilakannya duduk di dekat Michael kemudian bercerita tentang pelaku yang mereka cari selama ini.
"Maaf menyita waktumu sampai datang ke sini," ujarnya berbasa-basi.
"Katakan cepat apa yang telah kau ketahui soal kecelakaan yang menewaskan Michelle dan Nicholas!" desak Michael tak sabar, sepagi ini dia harus terbang ke kota lain menemui pria yang tak dikenal sama sekali.
Dengan penuh keyakinan Aubert menyampaikan informasi penting. "Michael, aku sangat mencurigai Alain Wood melakukan sesuatu keji terhadap sahabatku Nicholas dan istrinya."
Kontan saja sang pewaris memandang tegas ke lawan bicara, "Darimana kau tahu semua itu?"
Senyum licik Aubert Bailey menyembunyikan rahasia. Kini sang pewaris Delano Carleone tertarik menyimak setiap perkataan darinya. Upayanya berhasil membuat pria berkuasa itu datang ke kota Nice secepat ini.
"Kita berbisnis di bidang yang sama. Namun, aku akui kekuasaan dan kekayaanmu sangat jauh dariku. Yang terdengar dari kolegaku yang lain, Alain Wood telah menjalin kerja sama memproduksi narkoba di Perancis."
"Aku tak berbisnis barang haram lagi sejak orang tuaku tewas!"
Pandangan Michael menusuk tajam ke informan brengsek mencoba mengusik ketenangan dirinya.
Aubert langsung gugup, serba salah menyinggung sang pewaris Delano Carleone.
"Oh maaf, maksudku keparat itu mengejar wilayah yang pernah dikuasai saat Tuan Delano Carleone masih hidup, dan tetap diperebutkan sampai sekarang."
Michael menoleh ke Damien yang langsung memahami sang mafia mulai bosan terhadap Aubert seolah-olah bersikap sebagai informan hebat padahal ada sesuatu dibalik semua itu.
"Nicholas memiliki perusahaan pengiriman barang, dia juga dijebak untuk menyelundupkan narkoba milik Alain Wood dan koleganya ke seluruh Eropa Barat."
Aubrey menjelaskan bila sahabatnya menjadi korban karena alasan tersebut.
"Sebutkan seluruh nama yang kau ketahui, biar aku yang menghancurkan satu persatu!" tekan Michael untuk terakhir kalinya.
"Aku akan menyebutkan semua nama tersebut untukmu tapi dengan satu syarat!" tantang Aubert Bailey.
Kota ini memang semakin membosankan bertemu pria meminta imbalan keuntungan, bukan datang menjalin kepercayaan bisnis dengan mafia seperti dirinya.
Michael mengernyitkan dahi, semakin berhati-hati.
"Apa yang kau inginkan, brengsek?!"
"Belevia Avryl!" Pungkas Aubert Bailey sangat menginginkan gadis itu.
Dua pria muda beradu pandang, saling bermusuhan. Negoisasi berjalan semakin tidak seimbang. Gadis cantik mempesona memang sumber masalah bagi para pria.
Bastardo! Desis Michael tajam.
"Ada hubungan apa kau dan dokter itu?" tanya sang pewaris kesal.
Aubert mulai berani melangkahi aturan main dari perjanjian mereka berdua.
"Nicholas ingin aku menjaganya tapi sejak beberapa hari lalu kau membawa gadis itu jauh ke Milan. Belevia itu kekasihku, dia milikku, Michael!"
"Aku tak akan pernah menyerahkan gadis itu padamu sampai kapanpun, Aubert! Dia dalam pengawasanku, termasuk putri Nicholas dan Michelle. Menyingkirlah darinya, atau aku habisi kau sekarang juga!"
Hah! Aubert Bailey tersentak dan memandang marah sang pewaris Delano Carleone.
"Kau tak berhak atas kehidupan adik Nicholas dan putrinya Bianca Elenora, mereka lebih aman bersamaku di Nice, jauh dari kota Marseille. Bukankah kau pun tak mampu menyelamatkan nyawa orang tuamu sendiri!"
Deg-! Damien langsung melirik ke arah sang pewaris, berjaga-jaga dan memantau situasi.
Cafe belum ramai pengunjung. Wisatawan belum berdatangan. Dia menghitung korban jiwa dan material saat baku tembak terjadi andai putra bungsu Delano Carleone melesatkan satu peluru langsung ke jantung Aubert Bailey yang berani menghina dan merendahkan harga dirinya.
Senyum sinis Michael secara jelas balik mengejek pria yang dilihat pertama kali, sekaligus yang terakhir ingin mengakhiri hidupnya detik ini juga.
"Kau bilang sendiri tadi, kekuasaan dan kekayaanku jauh dari kemampuanmu. Jauhi Belevia dan Bianca, jika berani kau mendekati mereka, tamatlah riwayatmu!"
Secangkir kopi pahit miliknya menjadi dingin ditinggalkan Michael begitu saja tak mau lagi berurusan dengan cecunguk yang merebut dua gadis cantik miliknya di Puri Lombardy.
Kau tak ada apa-apanya dariku, Aubert!
Setiap tetes darah mengalir di tubuh Bianca Elenora adalah bagian dari Michelle Delano Carleone. Dan Belevia Avryl adik suaminya, mau tak mau harus dilindungi Michael karena mereka satu keluarga tidak terpisahkan.
Bianca tak akan mau lepas dari Tante Belevia, dan Om Michael baru saja menemukan hadiah istimewa, balita cantik sang pewaris Delano Carleone berikutnya.
Dia tak mau keponakannya hidup bersama orang asing yang tidak sanggup melindungi dari ancaman musuh keluarga mereka. Aubert Bailey, pecundang kecil telah lancang merusak keharmonisan klan Delano Carleone.
Michael akan terus mengingat pria itu sebaik kata-kata hinaan tadi padanya.
Damien buru-buru mendampingi sang pewaris menuju mobil. Dari kejauhan melihat Aubert Bailey sedang tersenyum saat menerima panggilan penting dari gawainya.
Raut wajah gembira, tak seperti sebelumnya ketika berbicara dengan Michael tadi. Negoisasi mereka kacau balau, informasi yang diberikan Aubert tak lengkap sama sekali.
Tidak lama dering gawai Damien berbunyi, langsung mengangkat panggilan anak buahnya yang berada di Puri Lombardy, Milan.
"Ada apa, Benvolio?"
"Damien, ada masalah di sini!" seru Benvolio di ujung sambungan telepon mereka.
Grr--! Damien menggerutu kesal.
"Cepat katakan ada masalah apa, aku masih banyak urusan di Nice mendampingi Tuan Muda berbisnis!"
Suara Benvolio berubah gugup, karirnya di ujung tanduk karena lalai dalam tugas.
"Hmm ... Nona Belevia dan Nona kecil Bianca menghilang, tadi aku dan pengasuh Gina pergi mengantar ke pusat perbelanjaan. Sudah dua jam kami mencari namun tak juga menemukan mereka!"
Sial! Damien semakin emosi mendengarnya.
"Mengapa kau bisa lepaskan mereka begitu saja, seharusnya kau hubungi Tuan Michael meminta ijinnya lebih dulu, dasar bodoh!"
"Tapi, Damien ..."
Benvolio mengelak dipersalahkan.
"Aku melihat sendiri Nona Belevia sedang menghubungi Tuan Michael sebelum kami keluar Puri Lombardy, membuatku percaya jika sudah mendapatkan ijinnya."
Oopss!
"Segera kalian cek ke bandara Malpensa, kabari aku secepatnya sebelum kami pulang ke Milan hanya untuk menembakmu, brengsek!"
Damien menutup panggilan Benvolio sambil menghela nafas yang begitu berat.
Dia tak pernah sempat menembak anak buahnya, karena sang pewaris Michael sendiri menghabisi dirinya saat mendengar berita menjengkelkan ini.
Di dalam mobil Michael menunggu kesal, pengawal setia keluarganya begitu lambat datang. Sesaat pintu tertutup, Damien menyampaikan pesan secara hati-hati.
"Ada berita buruk, Belevia dan Bianca kabur dari Milan sejak dua jam lalu!"
"Hmm ... "
Michael begitu tenang mendengarkan kabar darinya.
Disulutnya sebatang rokok dan membuka kaca jendela membiarkan udara luar menerpa ke wajahnya. Asap putih melayang ke udara di kota Nice.
Senyumnya mengembang lebar. Pelukan hangat gadis itu di kamar pribadinya begitu dalam membekas di benak. Awas kau, Belevia! Aku akan menghukummu lebih kejam!
Dia sangat tahu kemana dokter sialan itu membawa keponakannya Bianca pergi.
"Damien, hubungi Captain Leroy bersiap lepas landas, kita berangkat ke Marseille sekarang-!" perintah sang pewaris tegas tanpa terbantah.
***
"Tante Belevia-aa, kita mau kemana?" Bianca menoleh ke kanan dan kiri kebingungan setelah merasa bukan berada di Puri Lombardy lagi.Sebelumnya mereka pergi berbelanja di Milan, tapi sekarang sudah berada di Marseille di Perancis Selatan. Dua negara yang dilintasi hanya beberapa jam saja.Bianca Elenora masih kecil untuk memahami semua, dan tertidur karena kelelahan dalam perjalanan panjang. Sebuah taksi mengantar mereka ke tujuan kota berikutnya lewat jalan darat.Cupp! Belevia mengecup lembut kening ponakannya."Sayang, kita pulang ke rumah sendiri, bukankah tadi kamu bilang ingin kembali ke Perancis?"Bianca mengangguk-anggukkan kepala. "Aku mau ketemu Mama dan Papa! Mereka pulang hari ini ya kan, Tante Belevia?!"Mata kecilnya berbinar terang, mengerjap-ngerjap senang.Tak kuasa Belevia menjawab. Hatinya berduka memeluk erat keponakan tersayang. Dia belum memberi tahu ayah dan ibu Bianca sudah tiada.Di pemakaman orang tuanya, Bianca tak menangis sama sekali, sibuk bermain boneka
Michael tak membiarkan Belevia sendirian sejak saat ini, mengikuti kemanapun dia pergi. Dan di dalam mobil berdua saja membuat raut wajah gadis cantik itu semakin masam membenci."Pergilah, kau pasti punya kesibukan lain daripada mengawasiku seperti ini!" gerutu Belevia tak senang selalu dicurigai bagai penjahat yang menculik keponakan sendiri.Sungguh keterlaluan perlakuan mafia brengsek dari ruang praktek rumah sakit sampai ke area parkir mobil, tangannya tak berhenti diseret seperti bagasi.Tak ada jawaban. Cuma kepulan asap putih dari mulut Michael dibiarkan keluar jendela.Dia sangat menikmati perjalanan. Di belakangnya, dua buah mobil pengawal mendampingi mereka. Damien, Leo, Milano, Bernie dan Bruno bersiap siaga melindungi sang pewaris serta kerabatnya."Kenapa kau tak pulang saja ke Puri Lombardy, kehadiranmu di sini sangat mengganggu kehidupan aku dan Bianca!" Belevia menghentak kemudi saking kesalnya.Di sampingnya, sang pewaris Delano Carleone malah tersenyum sinis menghad
Damien segera mengambil alih mobil Belevia. Gadis itu mengalami ketakutan karena motif busuk pengacara yang tak lain sahabat Nicholas ternyata berani berbuat nista padanya. Sang mafia Michael Delano Carleone menggenggam jari jemari Belevia memberi kekuatan dan kehangatan yang dibutuhkannya. Tak sampai hati dia memarahi kebodohan adik Nicholas setelah kejadian tadi. Andai saja mereka tak mengikuti sampai ke kantor pengacara keparat itu, mungkin ceritanya akan berbeda. Michael dapat menyesal selamanya karena tak dapat melindungi adik ipar Michelle Delano Carleone. "Damien!" serunya keras menakutkan. "Ya, Michael, ada apa?" Pengawal senior menoleh sebentar lalu fokus mengemudi lagi, memasang telinga baik-baik menyimak setiap perintah dari sang pewaris. "Suruh Bernie dan Bruno mencari tahu tentang bajingan Aubert Bailey! Apa yang dilakukan di Nice tadi pagi, dan mengapa sampai tahu kepulangan Belevia dan Bianca ke Marseille?!" "Aku melihat sebelumnya, Aubert sedang menerima telepon,
"Pengawalku hanya menerima perintah dariku, kau duduk tenang atau pilih aku lempar dirimu dari mobilmu sendiri!" gertak Michael agar gadis itu terdiam. Adik Nicholas Dupuis bersikeras menghempas cengkraman adik Michelle Delano Carleone. "Tapi ini kesempatan mengetahui lebih banyak tentang pelaku yang membuat Nicholas dan Michelle tewas. Aku tidak rela atas kematian mereka, bila kejadian itu sungguh bukan kecelakaan biasa!" "Diamlah Belevia, itu urusanku, jangan turut campur!" Michael membentak kasar kehilangan kesabaran. "Kenapa kau diam saja, apa kau takut dengan Aubert Bailey?" kecam Belevia kesal. Hap! Sengaja, sang pewaris menangkap leher jenjang gadis itu, menangkup dagu tirus untuk berhadapan langsung ke wajahnya. "Jangan pernah merendahkan kemampuanku, Belevia! Kau hanya gadis bodoh lebih baik tak tahu apa-apa. Aubert Bailey ingin menggodamu, menikahimu dan merampas harta kekayaan milik kakakmu!" "Grr-- Michael, lepaskan tanganmu, kau menyakitiku!" jeritnya terus memukul
"Om Michael!" pekik kegembiraan dari mulut kecil Bianca Elenora. Bocah kecil itu berlari kencang menyambut kedatangan adik mamanya, meminta digendong seperti biasanya. Kedua tangannya menepuk pipi pamannya ditumbuhi janggut dan kumis tipis. "Duh, ponakan Om Michael yang manja!" sindir sang pewaris sengaja di depan Belevia. Menggendong, mencium lembut kedua pipi gembul menggemaskan replika Michelle saat kecil dulu. Michael terlihat sangat bahagia melupakan perseteruan siang tadi. Dokter pediatric itu langsung memandang sebal. Ponakannya senang sekali bersama sang mafia begitu dekat dengannya. Padahal baru beberapa jam saja tak bertemu meninggalkan kota Milan. Grr ... kau itu paman mafia yang kasar dan angkuh! Desisnya pelan. Tanpa disuruh masuk pun Michael sudah menghambur ke dalam rumah kecil milik Belevia Avryl. Pengasuh Gemma beranjak pulang sesaat melihat tamunya pernah membentak mereka kemarin. Pria mengerikan termasuk para pengawal kekar yang datang bersamanya. Wajah-wajah
"Buatkan aku makan malam, Belevia!" Perintah sang pewaris sebelum menutup mata dengan satu tangan."Ku lihat Damien dan Milano memasak sesuatu di dapur. Kau itu, bukan tuan rumah yang baik, membiarkan pengawalku mengambil minuman sendiri huh!" Apa-apaan ini! Dengus Belevia marah. Seenaknya saja Michael menyuruh di rumah miliknya sendiri! Baru saja ingin membalas tapi pria brengsek itu malah berpura-pura tidur membalikan punggung darinya.Sialnya, dia memang harus menyiapkan makan malam bagi Bianca, mau tidak mau untuk komplotan mafiosi Sicilia. Sungguh menyebalkan sekali. Bergegas Belevia pergi ke dapur bertemu kedua pengawal yang tersenyum dan menunduk hormat padanya. Damien melirik ke Milano agar pergi, dia dan adik ipar Michelle butuh berbicara sejenak sekaligus memasak makanan untuk mereka. "Nona, biarkan aku yang membantumu." "Hmm-- memangnya kau bisa memasak?" Terdengar Belevia meragukan kemampuannya. Pengawal senior itu mengangkat bahu. "Aku tak bisa membuktikan semua itu,
Malam menjelang larut di sebuah kota kecil di Perancis Selatan di saat Michael selesai menemani Bianca dan membaca buku dongeng kesukaan. Kelopak mata kecil perlahan terpejam mendengarkan suara paman yang pandai menirukan suara banyak tokoh cerita membuatnya kelelahan tertawa gembira. Bianca Elenora merasa nyaman dan aman tertidur di dalam buaian sang mafia begitu sayang dan perhatian padahal baru beberapa hari bertemu langsung memberikan segala untuknya. Kecupan lembut di kening mengantar balita itu ke mimpi yang indah melupakan kesedihan atas kehilangan ayah ibunya untuk sementara ini. Raut wajah Belevia mengamati di depan pintu bagaimana Michael memperlakukan ponakan mereka sepenuh hati. Lampu tidur kecil dinyalakan di samping ranjang kecil. Cahaya berpendar berputar memantulkan gambar hewan di dinding kamar balita. Di luar kamar dia mendesak sang mafia untuk pergi besok pagi dari kediamannya. "Aku tak ingin kau berada di sini lagi, pergilah kami tak membutuhkan kehadiranmu!"
Esok pagi. "Gemma, aku titip Bianca," pesan Belevia sudah berpakaian rapi dan sarapan lalu bergegas mengambil kunci mobil keluar dari kediamannya. "Aku ikut denganmu!" Michael selesai menyuapi Bianca, mengecup keningnya lalu diserahkan ke pengasuh. Dokter pediatric itu menatap kesal. "Ada perlu apa kau pergi di rumah sakit, aku tak perlu pengawal, hidupku baik-baik saja sampai sekarang." Sang pewaris mengacuhkan malah menyuruh Damien mengantarkan mereka. Sementara Bernie dan Bruno tetap di rumah mengawasi putri Michelle. Pengawal Leo dan Milano ditugaskan ke Marseille mengambil berkas perusahaan milik Nicholas Dupuis, sang pewaris ingin memeriksa seluruh aset yang diwariskan ke Bianca Elenora. Setengah jam perjalanan ke rumah sakit tak ada pembicaraan lagi. Gadis itu sedang sibuk membaca dokumen penting mengenai kasus pasien ditangani olehnya. Michael terus mendampingi dokter anak sampai ke ruang praktek. Belevia protes keras, melirik tajam ketika membuka pintu ruang prakteknya.
Perjalanan pulang dari rumah sakit diiringi rasa galau. Pengawal Damien melirik ke kaca melihat situasi aneh terjadi dalam diri istri Michael yang berada di belakang kursi pengemudi. "Kau tak apa-apa, Nyonya Delano?" sidiknya penasaran. "Apakah ada masalah?" "Entahlah," jawabnya gusar memalingkan keluar jendela. "Mungkin Michael pernah bilang padamu ingin pergi berbulan madu, semua orang membicarakan pernikahan kami di rapat tadi. Dokter Henry pun hampir percaya rumor bersiap mengubah wakil pimpinan rumah sakit ke Dokter Carlotta." Tegas Damien menggeleng ikut kebingungan. "Suamimu tak pernah mengatakannya, darimana pihak rumah sakit tahu soal kalian pergi berlibur merayakan usai pernikahan berminggu-minggu berlalu?" Kesibukan di kantor Michael dan Belevia hampir tidak sempat keluar dari Eropa, apalagi setelah menghadapi pengadilan Perancis Selatan demi merebut hak asuh putri Michelle dan Nicholas dari keparat Aubert Bailey. "Sesuatu sedang terjadi dalam kepemimpinan rumah sakit," t
Menyelinap di kamar pasien kosong, Carlotta dan Justino membicarakan kejadian akhir pekan di klub malam. Michael dan Belevia memang berseteru namun hingga pagi ini belum ada kabar selanjutnya. Harapan mereka pasangan itu bercerai secepatnya. "Sungguh sial, istrinya memergoki mencium Michael malam itu," sungut Carlotta. "Seandainya aku segera membawa pulang maka ceritanya akan berbeda." "Uhmm .. masalahmu sama denganku," umpat Justino. "Belevia pergi meninggalkanku di meja bar, pengawal dan penjaga klub malam menghajarku sampai babak belur." Masih terlihat memar di wajah walaupun sudah dikompres beberapa kali dalam dua hari tetap saja lebam itu tak hilang juga. Keduanya merasakan kesialan yang serupa. "Kita tidak bisa tinggal diam," desak Carlotta tak sabar. "Gunakan akalmu agar Michael cemburu memisahkan mereka." Jas putih Justino dicengkram kuat. Desah nafas memburu, nafsunya mengalahkan logika. Bayangan meraih kekuasaan putra Delano Carleone tanpa harus berbagi dengan dokter Belevi
Matahari bersinar menerangi kamar. Hari mulai beranjak siang ketika Michael terbangun mendengar dering gawai mengganggu tidur mereka. Tak sengaja tangannya bergerak membuat kepala Belevia sedikit terusik. Huff-! Manik biru Michael melirik wajah cantik istri tertidur lelap lagi. Putri mereka di Puri Lombardy sedang menghubungi menanyakan keberadaan orang tuanya. "Papa ada di mana, sekarang?!" jerit Bianca. "Mama juga tidak ada di kamarnya!" Terdengar nada kesal dan kecewa dari suara balita saat mereka tidak ada waktu makan pagi tadi. "Hai sayang," sapanya pelan. "Kau sudah sarapan?" "Iya, tapi aku tak menemukan Papa dan Mama, memangnya sekarang ada di mana?" desak Bianca lagi. "Maafkan sayang, Papa dan Mama sedang menginap di hotel," jawab Michael jujur. "Bukankah kamu ingin punya adik bayi secepatnya?" Yes-! Terdengar keras pekik gembira balita di ujung sambungan gawai. Melonjak-lonjak kesenangan hampir saja menjatuhkan gawai milik Paman Damien bila tak segera diambil alih. Suara
Sikap Michael Delano Carleone di luar dugaan. Tubuh mungil Belevia Avryl direngkuh dibopong keluar dari klub malam saat itu juga. Mereka harus menyelesaikan masalah di tempat yang lebih tenang. "Michael, cepat turunkan aku!" seru Belevia memukuli punggung suami. "Tidak, kita harus bicara soal ancamanmu tadi," balas Michael kesal. "Seenaknya saja kau menamparku, seolah dirimu tak bersalah mengapa akhirnya aku pergi mencari hiburan di sini!" Oh, tidak! Giliran Belevia merasa ketakutan sang mafia membalas dendam atas sikapnya di ruang VVIP tadi. "Aku mau pulang sendiri!" desaknya sesaat mereka tiba di lobi menunggu porsche hitam suaminya datang. "Ya, kita pulang bersama-sama!" tegas Michael menerima kunci mobil dari penjaga dan langsung meletakkan tubuh istrinya di kursi lalu memasangkan seatbelt erat. Wajah pias adik Nicholas Dupuis makin rona memerah akibat mabuk dan emosi. Kesadarannya menghilang yang tinggal hanya kemarahan semata. Di depan pintu lobi, Damien memandang bingung. Se
"Andai aku tahu kau suka pergi ke klub malam, tadi sore kita tidak perlu berseteru," bisik Justino di samping Belevia sedang duduk meneguk tandas segelas minuman. Hampir saja dia tak mampu menelan saliva ketika memandang istri cantik mempesona milik sang pewaris Delano Carleone. "Pergilah, aku tak perlu ditemani siapapun!" Belevia geram. "Biarkan aku sendiri di sini!" "Wow! Ternyata kau masih menyimpan kekesalan padaku, ayolah kita nikmati saja malam ini dengan minum dan berdansa," tukas Justino memesan tambahan minuman mereka berdua. Lirikan tajam adik Nicholas Dupuis tak berarti bagi lawan bicara. Pria itu senang mencari masalah cuma untuk meraih puncak karirnya di rumah sakit. Setelah beberapa minggu mereka bekerja di tempat yang sama terus mengamati Belevia penuh seksama. "Justino, aku peringatkan kau terakhir kali," ancamnya tegas. "Michael dan pengawalnya segera bertindak bila kau berani macam-macam lagi denganku!" "Belevia, tenangkan dirimu dulu, jujur aku menyukaimu dari aw
Malam telah larut Belevia membereskan berkas-berkas penting di atas meja. Tugas sebagai wakil pimpinan rumah sakit berikut dokter praktik menyita banyak waktu hingga melupakan anak dan suami. Rasa bersalah mendera karena dia sendiri memaksa kembali berkarir bukan cuma berumah tangga bersama sang pewaris Delano Carleone. Ketika membuka kamar terlihat pengawal Damien lalu lalang di depan pintu. "Hai, kenapa kau belum tidur?" tegur Belevia heran. "Di mana Michael, bukankah kalian tadi sedang membicarakan bisnis?" "Maaf mengganggu, Nyonya," ujar Damien sopan. "Ku pikir Michael sedang bersamamu saat ini." "Tidak, aku baru selesai mengerjakan berkas rumah sakit," gelengnya kuat. "Memangnya ada apa?" Sial-! Umpat pengawal senior. "Aku harus segera membawa adik Michelle pulang dari klub malam jika tidak dia akan meracau di sana," kata Damien cemas. "Sungguh berbahaya baginya karena banyak wanita jalang mengincar sampai detik ini." "Aa-paa!" teriak Belevia terkejut. "Tunggu aku ganti baju
Laporan Damien cukup jelas bagi Michael begitupun kesaksian dari anak buahnya, Milano. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka berdua," tanyanya curiga. "Belevia telah berselingkuh dariku?" "Tidak Tuan, sikap Nyonya Belevia begitu marah dan muak saat dokter Justino lancang menyentuh bahunya," bela Milano cepat tak ingin membuat sang mafia gusar karena laporan mereka. "Kau ingat percakapan yang dibicarakan mereka sebelumnya?" Mata biru Michael Delano Carleone berkilat tajam bagai pedang. Kesalahan utama dilakukan Milano tidak menemani setiap saat istrinya membutuhkan pengawalan membiarkan kejadian itu terdengar olehnya. "Tak semua, tapi terakhir Nyonya mengancam untuk menceritakan prilaku busuk dokter bajingan itu padamu, disitulah datang menemui sampai ke ruang kantor dan pulang ke Puri Lombardy." Wajah Milano tunduk malu. Sebelumnya dia melapor ke pengawal senior Damien diteruskan malam ini juga ke sang mafia untuk mencari jalan keluar demi keselamatan istri dan adik Nicholas D
"Papa Michael, kapan aku memiliki adik bayi?" rajuk Bianca Elenora di sela makan malam. "Papa dan Mama 'kan sudah janji sejak lama!" Bibirnya tertekuk cemberut tak mau menghabisi isi piringnya lagi. Giliran sang mafia kebingungan menjawab, menoleh ke arah Belevia yang juga tertegun atas pertanyaan dan permintaan putri mereka. Bagaimana memiliki bayi jika mereka tak pernah melakukan hubungan suami istri sampai detik ini. "Aku mau bayi kembar, Papa!" desak Bianca lagi. "Semuanya harus berasal dari perut Mama!" Hah! Kelopak mata Michael dan Belevia membelalak lebar. Putri mereka mulai pintar berbicara beradu debat dengan orang tuanya, dan tak lama akan bersekolah. "Baiklah, sayang," sahut sang pewaris Delano Carleone mengakhiri ketegangan. "Nanti Papa dan Mama berdiskusi dulu karena keluarga di sini tak satupun memiliki keturunan kembar." "Michael," bisik Belevia mengalihkan perhatian. "Keluarga Mama memiliki saudara kembar tapi mereka jarang bertemu karena bermukim di Spanyol dan Jer
"Nyonya Belevia," sapa Milano penuh hormat. "Apa sudah waktunya untuk pulang?" "Tunggu sebentar," sergahnya terburu-buru menahan pengawal diam berdiri di luar ruang praktik. "Aku harus mengambil mantel dan berkas dulu di ruang atas untuk dibawa pulang." Milano menggeleng, mendebat istri sang mafia. "Sebaiknya aku temani Nyonya ke lantai atas sesuai perintah Tuan Michael agar menjagamu kemanapun kau pergi." Grr-- dasar konyol! Ruang praktik dan kantor wakil kepala rumah sakit hanya beda dua lantai. Belevia merasa dikekang suaminya sendiri, diamati kebebasan selama bekerja pengawal suruhan Michael Delano Carleone. "Aku baik-baik saja, kau terlalu kaku dan baku terhadap aturan suamiku!" lontarnya kesal pergi meninggalkan seorang diri. Jubah putih praktik masih dikenakan segera diganti mantel hangat mengusir hawa dingin musim salju ini. Terlihat semburat wajah kesal pengawal setia keluarga Delano Carleone sambil melirik jam tangan menanti dirinya kembali. Rumah sakit besar yang terke