"Tante Belevia-aa, kita mau kemana?" Bianca menoleh ke kanan dan kiri kebingungan setelah merasa bukan berada di Puri Lombardy lagi.
Sebelumnya mereka pergi berbelanja di Milan, tapi sekarang sudah berada di Marseille di Perancis Selatan. Dua negara yang dilintasi hanya beberapa jam saja.
Bianca Elenora masih kecil untuk memahami semua, dan tertidur karena kelelahan dalam perjalanan panjang. Sebuah taksi mengantar mereka ke tujuan kota berikutnya lewat jalan darat.
Cupp! Belevia mengecup lembut kening ponakannya.
"Sayang, kita pulang ke rumah sendiri, bukankah tadi kamu bilang ingin kembali ke Perancis?"
Bianca mengangguk-anggukkan kepala. "Aku mau ketemu Mama dan Papa! Mereka pulang hari ini ya kan, Tante Belevia?!"
Mata kecilnya berbinar terang, mengerjap-ngerjap senang.
Tak kuasa Belevia menjawab. Hatinya berduka memeluk erat keponakan tersayang. Dia belum memberi tahu ayah dan ibu Bianca sudah tiada.
Di pemakaman orang tuanya, Bianca tak menangis sama sekali, sibuk bermain boneka baru dibelikan Om Michael. Mereka tak sampai hati menjelaskan situasi yang terjadi, ponakannya pun belum tentu mengerti.
"Sayang, Mamma dan Papamu sudah pergi jauh, kamu mau kan sekarang tinggal bersama Tante Belevia?!" tanyanya lembut sambil mengusap-usap rambut Bianca.
"Ya aku mau! Tapi mereka pergi kemana, kenapa tak mengajak aku?" Kepala kecil Bianca diam bersandar dipelukan sang Bibi.
Deg! Belevia mengira keponakannya mulai merasakan suatu kehilangan.
Boneka baru dari Om Michael dipeluk Bianca erat, menghilangkan kerinduan ke Mamma Michelle dan Papa Nicholas. Hanya itu satu-satunya yang terbawa dari Puri Lombardy.
"Bianca nanti diasuh oleh Gemma lagi ya di rumah, saat Tante sedang bekerja di rumah sakit. Sepulang nanti, aku bawakan makanan kesukaanmu atau mainan baru," bujuknya halus supaya tak terlalu sedih.
Balita itu balik merengut kesal, protes terdengar dari mulut kecilnya.
"Di Puri Lombardy semuanya ada, kenapa kita tidak tinggal di sana saja?"
"Oh tidak, sayang!" Belevia langsung menggeleng. "Itu bukan rumah kita, tapi punya Om Michael. Kita tidak mungkin berlama-lama tinggal di sana, di sinilah rumah milik kita sendiri."
"Kenapa Tante tidak menikah saja dengan Om Michael, jadi aku bisa punya kamar yang besaarr dan baanyakk mainan!" celoteh Bianca penuh kegembiraan.
Hmm ... skakmat!
Bocah usia tiga tahun tak mengerti arti pernikahan yang sebenarnya.
Dia hanya mendengar yang dikatakan orang tua atau tantenya sebagai dokter anak bahwa seorang bayi yang dilahirkan karena kedua orang tuanya yang menikah dan hidup bahagia.
Sayangnya itu hanya sebuah kisah.
Kehidupan anak kecil itu sangat menyedihkan, tak pernah melihat mamma dan papanya ada di sampingnya hingga dewasa. Keponakanku yang malang!
"Maaf mengganggu, Nona, kita berhenti di rumah yang mana?"
Supir taksi menoleh ke kursi penumpang di belakang, bertanya ke alamat yang tepat.
"Yang itu," tunjuk Belevia. "Ada pohon besar dan mobil putih terparkir di sana!"
"Ah okay!"
Supir melanjutkan sedikit lagi perjalanan ke arah yang ditunjukkan seorang gadis cantik yang memangku balita. Taksi pun meluncur pelan, melalui tiga rumah sebelum sampai tujuan.
Home sweets home. Rumahku, Surgaku! Desah Belevia pelan.
Tiada yang menyenangkan selain kembali ke rumah kecil miliknya.
Bukan tinggal di puri yang besar seperti di Milan Utara. Dia bebas melakukan apapun tanpa harus diawasi para pengawal setiap waktu. Ini rumahnya, tanah airnya.
"Ayo Bianca sayang, kita sudah pulang!" teriaknya senang, menggendong balita itu ke rumah mereka berdua. Kembali menjalankan kehidupan yang sesungguhnya. Pekerjaannya di rumah sakit telah memanggil.
Belevia tak mungkin mengambil cuti panjang beralasan urusan keluarga. Pemakaman Nicholas dan Michelle sudah usai tiga hari lalu, waktu berkabung pun selesai baginya.
Tidak lama kemudian pengasuh Gemma datang menjaga Bianca Elenora, sementara dia mengambil berkas tertinggal di rumah sakit sebelum siap bekerja esok hari. Lalu pergi ke kantor pengacara untuk mengurus aset warisan milik Nicholas dan Michelle.
"Gemma, aku titip Bianca, jangan bawa keponakanku keluar dan menerima tamu siapapun yang tak dikenal!" pesan Belevia sebelum berangkat, mengecup kening keponakan dan bergegas menuju ke mobil.
Suasana sekeliling rumah sepi. Tidak ada yang mencurigakan membuatnya merasa aman dan tenang. Mobil putih itu meluncur ke jalan menembus keheningan yang sesungguh menegangkan.
----
Knock! Knock!
Pintu kantor pimpinan rumah sakit diketuk pelan.
Terdengar balasan di dalam menyuruhnya masuk. Sesaat dia melongokkan wajah, dokter kepala rumah sakit langsung berdiri menyambut hangat.
"Hai Belevia, kau sudah kembali dari Milan?"
"Ya, Dokter Hans, aku baru saja tiba siang tadi dan besok sudah bekerja lagi."
"Kami turut berduka cita atas kehilangan keluargamu. Beristirahat saja dulu, kapanpun kau sudah siap kembali bertugas, rumah sakit ini selalu terbuka untukmu."
"Merci - terima kasih, besok aku sudah siap menjalankan tugasku lagi."
Belevia mengangguk hormat sebelum keluar ruangan.
Dokter Hans tersenyum atas kegigihan dokter anak itu. Dia mendengar jelas dari staff rumah sakit, Nicholas dan istrinya tewas dalam kecelakaan mobil. Jasad mereka dibawa pulang ke Milan Utara dimakamkan di sana.
Gadis muda itu tinggal bersama keponakan, putri Nicholas dan Michelle. Sungguh teramat menyedihkan, tapi aura semangatnya begitu besar di mata dokter Hans.
Aset berharga yang dimiliki rumah sakit, seorang dokter anak yang lincah dan gesit disukai para pasien dan keluarga. Kesedihan gadis itu dapat teralihkan dengan kembali bekerja.
Di lorong rumah sakit, hati Belevia terasa tersayat lagi. Langkahnya berat menuju sesuatu.
Dia belum mempunyai gambaran masa depan Bianca Elenora. Dirinya bukan seorang ibu yang baik baginya, sekarang harus menjadi orang tua menanggung beban tanggung jawab kakaknya sebagai ibu dan ayahnya Bianca.
Seorang dokter anak yang belum sempurna. Belum pernah melahirkan bayi dari rahimnya sendiri membuat niatnya semakin bulat. Bianca Elenora akan diadopsi menjadi putrinya dengan begitu dia menjadi orang tua sempurna untuknya.
Senyum manis terlukis di raut wajah dokter Belevia Avryl. Sebuah solusi sudah terpecahkan. Sekarang hanya tinggal menunggu keputusan pengadilan dan membiarkan pengacara mengurus semuanya.
Ketika Belevia pelan-pelan membuka pintu ruang kerja miliknya, betapa terkejut melihat ada seorang pria sedang berdiri di depan kaca jendela lalu memalingkan tubuh ke arahnya.
"Hai, Belevia!"
Seringai senyum ejekan bukan sapaan tulus dari mulutnya.
"Mau apa kau ke sini lagi huh?!"
Sahut Belevia kesal sambil menutup pintunya rapat-rapat agar tak seorangpun mendengar perseteruan sengit mereka. Buru-buru mengambil berkas penting di atas meja, dan mencoba lari secepat mungkin darinya.
"Aku datang untuk menjemput kalian berdua, kita segera pulang ke Milan Utara!"
"Tidak! Puri Lombardy itu bukan rumah kami berdua, di sinilah rumahku, surgaku. Pergilah Michael, kau tak diinginkan lagi!" usir Belevia tegas tak mau kompromi.
"Brengsek kau! Bianca Elenora itu keponakanku juga, seenaknya saja kau merampas dariku membawanya ke Perancis tanpa seijinku. Aku tak segan membuat hidupmu menjadi neraka, jika berani mengajak putri Michelle tinggal bersamamu di sini!"
Grr--! Belevia menatap sang pewaris Delano Carleone penuh kemarahan.
"Aku segera mengadopsi Bianca menjadi putriku, supaya kau tak datang mengusik kehidupan kami lagi. Tak usah repot-repot membicarakan garis keturunan keluargamu, aku sendiri yang membesarkannya nanti!"
Pandainya dokter cantik itu berbicara ke sang pewaris, melupakan kekuasaan dan kekayaan Michael Delano Carleone yang lebih mampu mengalahkan rencananya dengan segala cara.
"Kau pikir semudah itu, Belevia?" gertaknya mengancam. "Aku yang lebih pantas mengambil Bianca menjadi putriku, bukan kau!"
Tidak mungkin! Adik Nicholas Dupuis tak percaya mendengarnya.
"Biarkan pengadilan memutuskan siapa yang berhak merawatnya. Kau bertemu pengacaraku secepatnya!"
Senyum tersungging di bibir Michael merendahkan kemampuan adik ipar Michelle Delano Carleone. Kita lihat nanti siapa yang akan menjadi pemenangnya, Belevia!
***
Michael tak membiarkan Belevia sendirian sejak saat ini, mengikuti kemanapun dia pergi. Dan di dalam mobil berdua saja membuat raut wajah gadis cantik itu semakin masam membenci."Pergilah, kau pasti punya kesibukan lain daripada mengawasiku seperti ini!" gerutu Belevia tak senang selalu dicurigai bagai penjahat yang menculik keponakan sendiri.Sungguh keterlaluan perlakuan mafia brengsek dari ruang praktek rumah sakit sampai ke area parkir mobil, tangannya tak berhenti diseret seperti bagasi.Tak ada jawaban. Cuma kepulan asap putih dari mulut Michael dibiarkan keluar jendela.Dia sangat menikmati perjalanan. Di belakangnya, dua buah mobil pengawal mendampingi mereka. Damien, Leo, Milano, Bernie dan Bruno bersiap siaga melindungi sang pewaris serta kerabatnya."Kenapa kau tak pulang saja ke Puri Lombardy, kehadiranmu di sini sangat mengganggu kehidupan aku dan Bianca!" Belevia menghentak kemudi saking kesalnya.Di sampingnya, sang pewaris Delano Carleone malah tersenyum sinis menghad
Damien segera mengambil alih mobil Belevia. Gadis itu mengalami ketakutan karena motif busuk pengacara yang tak lain sahabat Nicholas ternyata berani berbuat nista padanya. Sang mafia Michael Delano Carleone menggenggam jari jemari Belevia memberi kekuatan dan kehangatan yang dibutuhkannya. Tak sampai hati dia memarahi kebodohan adik Nicholas setelah kejadian tadi. Andai saja mereka tak mengikuti sampai ke kantor pengacara keparat itu, mungkin ceritanya akan berbeda. Michael dapat menyesal selamanya karena tak dapat melindungi adik ipar Michelle Delano Carleone. "Damien!" serunya keras menakutkan. "Ya, Michael, ada apa?" Pengawal senior menoleh sebentar lalu fokus mengemudi lagi, memasang telinga baik-baik menyimak setiap perintah dari sang pewaris. "Suruh Bernie dan Bruno mencari tahu tentang bajingan Aubert Bailey! Apa yang dilakukan di Nice tadi pagi, dan mengapa sampai tahu kepulangan Belevia dan Bianca ke Marseille?!" "Aku melihat sebelumnya, Aubert sedang menerima telepon,
"Pengawalku hanya menerima perintah dariku, kau duduk tenang atau pilih aku lempar dirimu dari mobilmu sendiri!" gertak Michael agar gadis itu terdiam. Adik Nicholas Dupuis bersikeras menghempas cengkraman adik Michelle Delano Carleone. "Tapi ini kesempatan mengetahui lebih banyak tentang pelaku yang membuat Nicholas dan Michelle tewas. Aku tidak rela atas kematian mereka, bila kejadian itu sungguh bukan kecelakaan biasa!" "Diamlah Belevia, itu urusanku, jangan turut campur!" Michael membentak kasar kehilangan kesabaran. "Kenapa kau diam saja, apa kau takut dengan Aubert Bailey?" kecam Belevia kesal. Hap! Sengaja, sang pewaris menangkap leher jenjang gadis itu, menangkup dagu tirus untuk berhadapan langsung ke wajahnya. "Jangan pernah merendahkan kemampuanku, Belevia! Kau hanya gadis bodoh lebih baik tak tahu apa-apa. Aubert Bailey ingin menggodamu, menikahimu dan merampas harta kekayaan milik kakakmu!" "Grr-- Michael, lepaskan tanganmu, kau menyakitiku!" jeritnya terus memukul
"Om Michael!" pekik kegembiraan dari mulut kecil Bianca Elenora. Bocah kecil itu berlari kencang menyambut kedatangan adik mamanya, meminta digendong seperti biasanya. Kedua tangannya menepuk pipi pamannya ditumbuhi janggut dan kumis tipis. "Duh, ponakan Om Michael yang manja!" sindir sang pewaris sengaja di depan Belevia. Menggendong, mencium lembut kedua pipi gembul menggemaskan replika Michelle saat kecil dulu. Michael terlihat sangat bahagia melupakan perseteruan siang tadi. Dokter pediatric itu langsung memandang sebal. Ponakannya senang sekali bersama sang mafia begitu dekat dengannya. Padahal baru beberapa jam saja tak bertemu meninggalkan kota Milan. Grr ... kau itu paman mafia yang kasar dan angkuh! Desisnya pelan. Tanpa disuruh masuk pun Michael sudah menghambur ke dalam rumah kecil milik Belevia Avryl. Pengasuh Gemma beranjak pulang sesaat melihat tamunya pernah membentak mereka kemarin. Pria mengerikan termasuk para pengawal kekar yang datang bersamanya. Wajah-wajah
"Buatkan aku makan malam, Belevia!" Perintah sang pewaris sebelum menutup mata dengan satu tangan."Ku lihat Damien dan Milano memasak sesuatu di dapur. Kau itu, bukan tuan rumah yang baik, membiarkan pengawalku mengambil minuman sendiri huh!" Apa-apaan ini! Dengus Belevia marah. Seenaknya saja Michael menyuruh di rumah miliknya sendiri! Baru saja ingin membalas tapi pria brengsek itu malah berpura-pura tidur membalikan punggung darinya.Sialnya, dia memang harus menyiapkan makan malam bagi Bianca, mau tidak mau untuk komplotan mafiosi Sicilia. Sungguh menyebalkan sekali. Bergegas Belevia pergi ke dapur bertemu kedua pengawal yang tersenyum dan menunduk hormat padanya. Damien melirik ke Milano agar pergi, dia dan adik ipar Michelle butuh berbicara sejenak sekaligus memasak makanan untuk mereka. "Nona, biarkan aku yang membantumu." "Hmm-- memangnya kau bisa memasak?" Terdengar Belevia meragukan kemampuannya. Pengawal senior itu mengangkat bahu. "Aku tak bisa membuktikan semua itu,
Malam menjelang larut di sebuah kota kecil di Perancis Selatan di saat Michael selesai menemani Bianca dan membaca buku dongeng kesukaan. Kelopak mata kecil perlahan terpejam mendengarkan suara paman yang pandai menirukan suara banyak tokoh cerita membuatnya kelelahan tertawa gembira. Bianca Elenora merasa nyaman dan aman tertidur di dalam buaian sang mafia begitu sayang dan perhatian padahal baru beberapa hari bertemu langsung memberikan segala untuknya. Kecupan lembut di kening mengantar balita itu ke mimpi yang indah melupakan kesedihan atas kehilangan ayah ibunya untuk sementara ini. Raut wajah Belevia mengamati di depan pintu bagaimana Michael memperlakukan ponakan mereka sepenuh hati. Lampu tidur kecil dinyalakan di samping ranjang kecil. Cahaya berpendar berputar memantulkan gambar hewan di dinding kamar balita. Di luar kamar dia mendesak sang mafia untuk pergi besok pagi dari kediamannya. "Aku tak ingin kau berada di sini lagi, pergilah kami tak membutuhkan kehadiranmu!"
Esok pagi. "Gemma, aku titip Bianca," pesan Belevia sudah berpakaian rapi dan sarapan lalu bergegas mengambil kunci mobil keluar dari kediamannya. "Aku ikut denganmu!" Michael selesai menyuapi Bianca, mengecup keningnya lalu diserahkan ke pengasuh. Dokter pediatric itu menatap kesal. "Ada perlu apa kau pergi di rumah sakit, aku tak perlu pengawal, hidupku baik-baik saja sampai sekarang." Sang pewaris mengacuhkan malah menyuruh Damien mengantarkan mereka. Sementara Bernie dan Bruno tetap di rumah mengawasi putri Michelle. Pengawal Leo dan Milano ditugaskan ke Marseille mengambil berkas perusahaan milik Nicholas Dupuis, sang pewaris ingin memeriksa seluruh aset yang diwariskan ke Bianca Elenora. Setengah jam perjalanan ke rumah sakit tak ada pembicaraan lagi. Gadis itu sedang sibuk membaca dokumen penting mengenai kasus pasien ditangani olehnya. Michael terus mendampingi dokter anak sampai ke ruang praktek. Belevia protes keras, melirik tajam ketika membuka pintu ruang prakteknya.
Dasar bodoh kalian!Makian Alain Wood terus menerus sepanjang malam memarahi anak buah tak becus bekerja. Sasaran mereka lolos begitu saja, selamat tanpa terluka dan meninggalkan Perancis Selatan terbang langsung ke Milan Utara."Siapa yang mengirimkan paket ke rumah adik Nicholas tadi?" bentaknya kuat-kuat.Pengawal senior, Constantine menunduk malu. Pengantar paket bagian anak buahnya mengirim hadiah berisi peledak di dalam kotak yang diterima pengasuh putri Nicholas Dupuis sore tadi.Meledak tepat waktu namun sasaran utama Belevia dan Michael termasuk Bianca gagal dihabisi. Dua mobil melaju kencang menjauhi rumah terbakar hebat tiada tersisa lagi. Tugas mereka gagal total dipermalukan intuisi sang pewaris Michael Delano Carleone."Kalau begitu, biar aku yang membalas langsung ke Milan," sahut Constantine menyakinkan Alain Wood agar menyerahkan tanggung jawab yang belum selesai.Duar-rr! Satu timah panas melesat tepat di kening pengawal senior Constantine."Sudah terlambat, brengsek
Perjalanan pulang dari rumah sakit diiringi rasa galau. Pengawal Damien melirik ke kaca melihat situasi aneh terjadi dalam diri istri Michael yang berada di belakang kursi pengemudi. "Kau tak apa-apa, Nyonya Delano?" sidiknya penasaran. "Apakah ada masalah?" "Entahlah," jawabnya gusar memalingkan keluar jendela. "Mungkin Michael pernah bilang padamu ingin pergi berbulan madu, semua orang membicarakan pernikahan kami di rapat tadi. Dokter Henry pun hampir percaya rumor bersiap mengubah wakil pimpinan rumah sakit ke Dokter Carlotta." Tegas Damien menggeleng ikut kebingungan. "Suamimu tak pernah mengatakannya, darimana pihak rumah sakit tahu soal kalian pergi berlibur merayakan usai pernikahan berminggu-minggu berlalu?" Kesibukan di kantor Michael dan Belevia hampir tidak sempat keluar dari Eropa, apalagi setelah menghadapi pengadilan Perancis Selatan demi merebut hak asuh putri Michelle dan Nicholas dari keparat Aubert Bailey. "Sesuatu sedang terjadi dalam kepemimpinan rumah sakit," t
Menyelinap di kamar pasien kosong, Carlotta dan Justino membicarakan kejadian akhir pekan di klub malam. Michael dan Belevia memang berseteru namun hingga pagi ini belum ada kabar selanjutnya. Harapan mereka pasangan itu bercerai secepatnya. "Sungguh sial, istrinya memergoki mencium Michael malam itu," sungut Carlotta. "Seandainya aku segera membawa pulang maka ceritanya akan berbeda." "Uhmm .. masalahmu sama denganku," umpat Justino. "Belevia pergi meninggalkanku di meja bar, pengawal dan penjaga klub malam menghajarku sampai babak belur." Masih terlihat memar di wajah walaupun sudah dikompres beberapa kali dalam dua hari tetap saja lebam itu tak hilang juga. Keduanya merasakan kesialan yang serupa. "Kita tidak bisa tinggal diam," desak Carlotta tak sabar. "Gunakan akalmu agar Michael cemburu memisahkan mereka." Jas putih Justino dicengkram kuat. Desah nafas memburu, nafsunya mengalahkan logika. Bayangan meraih kekuasaan putra Delano Carleone tanpa harus berbagi dengan dokter Belevi
Matahari bersinar menerangi kamar. Hari mulai beranjak siang ketika Michael terbangun mendengar dering gawai mengganggu tidur mereka. Tak sengaja tangannya bergerak membuat kepala Belevia sedikit terusik. Huff-! Manik biru Michael melirik wajah cantik istri tertidur lelap lagi. Putri mereka di Puri Lombardy sedang menghubungi menanyakan keberadaan orang tuanya. "Papa ada di mana, sekarang?!" jerit Bianca. "Mama juga tidak ada di kamarnya!" Terdengar nada kesal dan kecewa dari suara balita saat mereka tidak ada waktu makan pagi tadi. "Hai sayang," sapanya pelan. "Kau sudah sarapan?" "Iya, tapi aku tak menemukan Papa dan Mama, memangnya sekarang ada di mana?" desak Bianca lagi. "Maafkan sayang, Papa dan Mama sedang menginap di hotel," jawab Michael jujur. "Bukankah kamu ingin punya adik bayi secepatnya?" Yes-! Terdengar keras pekik gembira balita di ujung sambungan gawai. Melonjak-lonjak kesenangan hampir saja menjatuhkan gawai milik Paman Damien bila tak segera diambil alih. Suara
Sikap Michael Delano Carleone di luar dugaan. Tubuh mungil Belevia Avryl direngkuh dibopong keluar dari klub malam saat itu juga. Mereka harus menyelesaikan masalah di tempat yang lebih tenang. "Michael, cepat turunkan aku!" seru Belevia memukuli punggung suami. "Tidak, kita harus bicara soal ancamanmu tadi," balas Michael kesal. "Seenaknya saja kau menamparku, seolah dirimu tak bersalah mengapa akhirnya aku pergi mencari hiburan di sini!" Oh, tidak! Giliran Belevia merasa ketakutan sang mafia membalas dendam atas sikapnya di ruang VVIP tadi. "Aku mau pulang sendiri!" desaknya sesaat mereka tiba di lobi menunggu porsche hitam suaminya datang. "Ya, kita pulang bersama-sama!" tegas Michael menerima kunci mobil dari penjaga dan langsung meletakkan tubuh istrinya di kursi lalu memasangkan seatbelt erat. Wajah pias adik Nicholas Dupuis makin rona memerah akibat mabuk dan emosi. Kesadarannya menghilang yang tinggal hanya kemarahan semata. Di depan pintu lobi, Damien memandang bingung. Se
"Andai aku tahu kau suka pergi ke klub malam, tadi sore kita tidak perlu berseteru," bisik Justino di samping Belevia sedang duduk meneguk tandas segelas minuman. Hampir saja dia tak mampu menelan saliva ketika memandang istri cantik mempesona milik sang pewaris Delano Carleone. "Pergilah, aku tak perlu ditemani siapapun!" Belevia geram. "Biarkan aku sendiri di sini!" "Wow! Ternyata kau masih menyimpan kekesalan padaku, ayolah kita nikmati saja malam ini dengan minum dan berdansa," tukas Justino memesan tambahan minuman mereka berdua. Lirikan tajam adik Nicholas Dupuis tak berarti bagi lawan bicara. Pria itu senang mencari masalah cuma untuk meraih puncak karirnya di rumah sakit. Setelah beberapa minggu mereka bekerja di tempat yang sama terus mengamati Belevia penuh seksama. "Justino, aku peringatkan kau terakhir kali," ancamnya tegas. "Michael dan pengawalnya segera bertindak bila kau berani macam-macam lagi denganku!" "Belevia, tenangkan dirimu dulu, jujur aku menyukaimu dari aw
Malam telah larut Belevia membereskan berkas-berkas penting di atas meja. Tugas sebagai wakil pimpinan rumah sakit berikut dokter praktik menyita banyak waktu hingga melupakan anak dan suami. Rasa bersalah mendera karena dia sendiri memaksa kembali berkarir bukan cuma berumah tangga bersama sang pewaris Delano Carleone. Ketika membuka kamar terlihat pengawal Damien lalu lalang di depan pintu. "Hai, kenapa kau belum tidur?" tegur Belevia heran. "Di mana Michael, bukankah kalian tadi sedang membicarakan bisnis?" "Maaf mengganggu, Nyonya," ujar Damien sopan. "Ku pikir Michael sedang bersamamu saat ini." "Tidak, aku baru selesai mengerjakan berkas rumah sakit," gelengnya kuat. "Memangnya ada apa?" Sial-! Umpat pengawal senior. "Aku harus segera membawa adik Michelle pulang dari klub malam jika tidak dia akan meracau di sana," kata Damien cemas. "Sungguh berbahaya baginya karena banyak wanita jalang mengincar sampai detik ini." "Aa-paa!" teriak Belevia terkejut. "Tunggu aku ganti baju
Laporan Damien cukup jelas bagi Michael begitupun kesaksian dari anak buahnya, Milano. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka berdua," tanyanya curiga. "Belevia telah berselingkuh dariku?" "Tidak Tuan, sikap Nyonya Belevia begitu marah dan muak saat dokter Justino lancang menyentuh bahunya," bela Milano cepat tak ingin membuat sang mafia gusar karena laporan mereka. "Kau ingat percakapan yang dibicarakan mereka sebelumnya?" Mata biru Michael Delano Carleone berkilat tajam bagai pedang. Kesalahan utama dilakukan Milano tidak menemani setiap saat istrinya membutuhkan pengawalan membiarkan kejadian itu terdengar olehnya. "Tak semua, tapi terakhir Nyonya mengancam untuk menceritakan prilaku busuk dokter bajingan itu padamu, disitulah datang menemui sampai ke ruang kantor dan pulang ke Puri Lombardy." Wajah Milano tunduk malu. Sebelumnya dia melapor ke pengawal senior Damien diteruskan malam ini juga ke sang mafia untuk mencari jalan keluar demi keselamatan istri dan adik Nicholas D
"Papa Michael, kapan aku memiliki adik bayi?" rajuk Bianca Elenora di sela makan malam. "Papa dan Mama 'kan sudah janji sejak lama!" Bibirnya tertekuk cemberut tak mau menghabisi isi piringnya lagi. Giliran sang mafia kebingungan menjawab, menoleh ke arah Belevia yang juga tertegun atas pertanyaan dan permintaan putri mereka. Bagaimana memiliki bayi jika mereka tak pernah melakukan hubungan suami istri sampai detik ini. "Aku mau bayi kembar, Papa!" desak Bianca lagi. "Semuanya harus berasal dari perut Mama!" Hah! Kelopak mata Michael dan Belevia membelalak lebar. Putri mereka mulai pintar berbicara beradu debat dengan orang tuanya, dan tak lama akan bersekolah. "Baiklah, sayang," sahut sang pewaris Delano Carleone mengakhiri ketegangan. "Nanti Papa dan Mama berdiskusi dulu karena keluarga di sini tak satupun memiliki keturunan kembar." "Michael," bisik Belevia mengalihkan perhatian. "Keluarga Mama memiliki saudara kembar tapi mereka jarang bertemu karena bermukim di Spanyol dan Jer
"Nyonya Belevia," sapa Milano penuh hormat. "Apa sudah waktunya untuk pulang?" "Tunggu sebentar," sergahnya terburu-buru menahan pengawal diam berdiri di luar ruang praktik. "Aku harus mengambil mantel dan berkas dulu di ruang atas untuk dibawa pulang." Milano menggeleng, mendebat istri sang mafia. "Sebaiknya aku temani Nyonya ke lantai atas sesuai perintah Tuan Michael agar menjagamu kemanapun kau pergi." Grr-- dasar konyol! Ruang praktik dan kantor wakil kepala rumah sakit hanya beda dua lantai. Belevia merasa dikekang suaminya sendiri, diamati kebebasan selama bekerja pengawal suruhan Michael Delano Carleone. "Aku baik-baik saja, kau terlalu kaku dan baku terhadap aturan suamiku!" lontarnya kesal pergi meninggalkan seorang diri. Jubah putih praktik masih dikenakan segera diganti mantel hangat mengusir hawa dingin musim salju ini. Terlihat semburat wajah kesal pengawal setia keluarga Delano Carleone sambil melirik jam tangan menanti dirinya kembali. Rumah sakit besar yang terke