Home / CEO / Ok, Aku Nyerah Bos! / Bab 86. Mati Gak, yah?

Share

Bab 86. Mati Gak, yah?

Author: Lavinka
last update Last Updated: 2024-03-17 13:15:36

Sudah lebih dari 10 menit tak ada yang membuka suara. Tanganku sudah berkeringat, bahkan aku merasakan keringat sudah membasahi bagian punggungku.

Aku melirik ke arah Tama dan pria itu juga sedari tadi hanya duduk diam. Aku mendengkus. Katanya dia mau bicara pada Kakek, tapi dia malah hanya diam saja.

Aku jadi ragu.

“Jadi, apa saya boleh tahu kenapa cucu saya ada di rumahmu, Tama?”

Suara Kakek memecah keheningan dengan sebuah pengakuan yang ternyata mampu membuat seorang Tante Anggun memekik kaget.

“C-cucu? D-dia cucu Anda?”

Aku tidak tahu bagaimana ekspresi Tante Anggun sekarang. Karena aku memilih untuk melihat ke arah Kakek. Aku meremas tanganku sendiri. Ada perasaan takut yang membuatku tak bisa berpikiran.

Aku bisa mendengar Kakek berdecih. “Kenapa Anda menatap cucu saya dengan tatapan seperti itu? Atau, air mata cucuku tadi karena ulah Anda?”

Skakmat!

“Kakek.” Aku langsung duduk bersimpuh di kaki Kakek. Kepalaku menggeleng sambil menatapnya memelas. “Tolong jangan katakan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lavinka
udah ya kak
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
mana lanjutannya ini? thor.. kok belum update
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 87. Harus Berpisah

    Sayangnya, aku tak jadi mati hanya karena tak makan semalaman. Inginku merajuk pada Kakek hingga satu minggu kemudian untuk mogok makan. Realitanya, pagi ini aku sudah duduk cantik dibalik meja makan bersama dengan Kakek.Plin-plan banget gak, sih? Tapi, yaudahlah daripada makanan seabrek di atas meja kagak ada yang makan, nanti mubazir, dosa. Emang siapa yang mau menanggung dosanya? Gak ada yang mau pasti. Sama, aku juga ogah.Aku melirik sebentar wajah Kakek yang sama sekali tak terusik sedikit pun akan kehadiranku yang ogah-ogahan. Bibirku cemberut. Kenapa, sih, para lelaki tajir sifatnya harus kek kutub semua? Masa meleleh nunggu mau kiamat, ya, gak mungkin, dong. Keburu koid nih ane. Huhuhu, sedih bet dah, ah, kalau kayak gini terus.Tak ada percakapan, hanya denting sendok dan garpu yang bertemu dengan piring memenuhi ruang makan yang bisa ditempati oleh 20 orang. Namun, kursi yang terisi sekarang hanya 2 saja.Apa seperti ini suasana makan Kakek setiap hari? Jika iya, aku gak

    Last Updated : 2024-03-23
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 88. Good Bye

    Kini, aku sudah berada di depan kantor Mas Tama, tentunya setelah Kakek memberikanku izin untuk bertemu dengannya. Sengaja aku tak langsung naik ke atas dan meminta satpam untuk memberitahukan padanya jika ada tamu di bawah. Tidak berselang lama, Mas Tama datang. “Sayang, kok kamu gak langsung naik, sih?” Kurasakan pelukan dan juga kecupan manis di puncak kepalaku. Aroma parfumnya langsung merasuk ke indra penciumanku, dan itu selalu membuatku nyaman. Ah, sial! Belum pergi saja aku sudah merindukannya. Sekarang, aku mulai bertanya-tanya pada diri sendiri. Apa aku bisa hidup tanpa Mas Tama 2 tahun besok? Atau, apakah Mas Tama akan tetap setia menungguku hingga aku kembali? Lalu, bagaimana jika besok … tidak-tidak. Aku gak bilang banyak berpikiran jelek. Hentikan pikiran bodohmu itu, Naina. Kau hanya akan memperburuk keadaan jika bersikap begini. Come on, semangatlah! Namun, aku tak bisa untuk tak memaki pada keadaan yang selalu saja tak berpihak pada kami. Hatiku yang selembut mar

    Last Updated : 2024-03-27
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 89. Kembali, tapi Tidak Ada

    Sebuah perpisahan adalah hal yang sangat dibenci oleh setiap pasangan kekasih, ataupun suami-istri. Namun, jika memang ada alasan yang mendasarinya, why not? Anggap saja itu takdir. Karena setiap manusia tidak akan mungkin hidup dalam kebahagiaan setiap waktu. Akan selalu ada saat di mana air mata dan emosi menghampiri mereka hingga sulit untuk mencapai sebuah rasa bahagia.Butuh waktu bagi manusia untuk melupakan seseorang yang pernah singgah dalam hatinya. Bisa satu hari? seminggu? Sebulan? Atau, bahkan tahunan? Entahlah. Itu semua tergantung dari berapa lama si insan move on.Sementara, hubunganku dengan Mas Tama sendiri dibilang end, tetapi gak. Dibilang baik-baik saja, tidak juga. Mungkin kami berada di fase tengah-tengah, menggantung bagaikan jemuran tetangga yang enggan untuk diangkat.Awalnya, aku harus menuntut ilmu selama 2 tahun di luar negeri. Akan tetapi, molor dan tambah satu tahun menjadi 3 tahun karena suatu hal.Kini, aku sudah kembali pulang ke tanah kelahiranku, In

    Last Updated : 2024-03-29
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 90. Bertemu Kembali

    Setelah menghabiskan waktu satu jam hanya dengan menangis di kamar. Kini, perutku meronta minta diisi. Hebat bukan diriku? Pada saat seseorang sedang patah hati, galau, atau memiliki masalah maka mereka tak akan bisa menelan makanan barang sedikit pun. Sementara diriku, justru makin gacor buat ngisi perut. Entah sebuah keberuntungan atau memang hanya kebetulan. Tubuhku tak bisa gemuk, walau sudah makan sebakul. Kalau dibilang cacingan sih, gak mungkin. Lah wong aku ngerasa sehat bugar, kok.Aku bangun, mencari di mana keberadaan benda canggih yang berbentuk pipih di sekitar. Ternyata, ponselku ada di atas nakas. Aku segera mengambilnya, lalu mulai menjelajah ke salah satu aplikasi gofood. “Kayaknya nasi goreng spesial enak, deh. Terus, minumnya air mineral aja. Ish, kok ada cake-nya juga, sih? Kan, aku jadi laper mata!” Aku memasukkan beberapa macam cake dan kemudian membayarnya.Selesai dengan makanan, kini aku mulai bangun dari atas ranjang menuju kamar mandi. Mematut kondisi waj

    Last Updated : 2024-03-30
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 91. Bersimpuh

    “Naina,” panggil Mas Tama, lirih. Aku langsung melengos, bergegas mengembalikan jas yang sempat aku pegang ke tempat semula. “Sayang, kamu amj ke mana? Hei, jangan tinggalin gue!”“Lepas! Dan bukankah aku sudah bilang ke kamu, kalau kita itu gak ada hubungan apa pun. Jadi, please! Hentikan semua omong kosong mu itu!”“Sayang! Tunggu dulu … Tama!”Aku segera berjalan menjauh dari jangkauan mereka. Kuabaikan keributan yang terjadi di belakang dan kupilih melangkahkan kaki dengan cepat menuju meja kasir. “Tolong gunakan ini!” Sebelum si kasir sempat bertanya, aku langsung meletakkan black card di atas mejanya.“Pakai ini saja!”Aku langsung menoleh padanya. Mataku melotot tak terima saat Mas Tama mengambil kartuku dan mengganti dengan miliknya. “Aku bisa bayar sendiri,” tolakku.Dia tetap diam saja seolah tak terganggu dengan mataku yang menyorot protes padanya. Mas Tama justru sibuk bertransaksi di samping tubuhku. Aku menghela napas pasrah. Jujur, aku sangat merindukannya, bahkan i

    Last Updated : 2024-03-31
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 92. Mau Bertemu

    Njir, ini laki kenapa makin tua malah makin edan, sih. Apa dia gak tau kalau kelakuannya bikin banyak orang pada kepo? Atau, dia itu sengaja melakukan itu supaya aku berempati kepadanya?Oh, Tuhan. Bagaimana bisa aku mencintai lelaki macam si perjaka tua di depanku, tapi kelakuan masih kek bocil Paud yang hobinya merengek. Aku lelah Bestie!Boleh tuker kehidupan gak sih, Tuhan? Capek, beut, kalau kayak gini.“Bangunlah! Atau, aku gak akan pernah mau memaafkanmu!” Aku balik mengancamnya. Tak kupedulikan lagi tatapannya yang berbinar saat mendengar ucapanku.“Jadi, kamu beneran man maafin aku kan, Na?” tanya Mas Tama, masih gak percaya. Dia lantas berdiri, memegang bahuku dengan mata berbinar cerah.Aku hanya berdeham, menepis tangannya kemudian melangkah terlebih dahulu tanpa memedulikan dia yang terus berjalan di belakangku. Namun, aku juga tidak gak bisa menutupi rasa bahagiaku. Dasar jablay! Baru disenyumin dikit doang aja udah meleleh. Dasar kuampret!Tiba-tiba, tangan Mas Tama s

    Last Updated : 2024-04-02
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 93. Kiss

    Gara-gara Mas Tama aku gak bisa tidur. Mataku menolak untuk terpejam dan terus terbuka hingga sekarang, bahkan pada saat jarum jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Asem! Apa tak makin gila diriku? Hanya karena sebuah janji yang entah jadi atau tidak, tetapi aku yang murahan ini justru menjadi tak sabar untuk segera menjemput hari esok.Aku mengerang kesal, menendang-nendang selimut sambil tersenyum seperti orang gila karena ingin bertemu Mas Tama esok malam. “Kya, kenapa aku jadi kek ABG labil gini, sih? Ayolah, Na! Please, sadar!” Aku menepuk pipiku agar segera terbangun dari kegilaan ini, berteriak layaknya Tarzan yang ada di hutan. Aku mendengkus dengan deru napas yang memburu. “Kakek, cucumu butuh suami!” teriakku sambil menatap langit-langit kamar.Namun, bukannya jawaban yang aku dapatkan, melainkan hanya suara krik-krik-krik yang membuat keadaan ruang kamarku makin tidak jelas. Aku lalu memilih duduk dengan rambut yang acak-acakan dan pandangan memelas. Lingkaran mata bahkan s

    Last Updated : 2024-04-03
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 94. Diajak Nikah, kok, diam.

    “Yup. Kamu emang paling tau diriku, Sayang. Karena aku akan berubah gila jika berada di dekatmu,” jawab Mas Tama sambil mengerling.Aku menatapnya horor. “Sumpah, yah! Aku gak tau jika dirimu sekarang berubah makin gila, Mas.”Aku mengibaskan rambut dengan perasaan dongkol. Bagaimana tidak, Mas Tama dengan seenak jidat main injak rem, terus nyelonong nyium pipi aku. Siapa yang gak kaget coba? Untung ini jantung buatan Tuhan. Coba kalau manusia itu sendiri yang buat, palingan udah rontok, dan berceceran di jalanan karena tidak kuat menahan rasa kejut.Mas Tama mengedikkan bahu. “Ya, mau gimana lagi. Butuh kegilaan yang hakiki agar bisa meluluhkan hati cucu Kakek Darman, sih!”“Whatever!” Aku terlalu malas meladeni. Ku palingkan wajah ke arah depan sambil mencibir kelakuan Mas Tama yang semakin absurd, tapi ngangenin.Tuhkan, aku mulai ketularan gila.Mas Tama terkikik, lalu kembali melajukan mobilnya setelah tadi sempat berhenti. Ia bahkan tak berniat melepaskan genggaman tangan kami.

    Last Updated : 2024-04-06

Latest chapter

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 121. End

    “Mama! Di mana kaos Abang?”“Huwaa! Abang kenapa buang dasi Nina?”Suara teriakan dan tangisan mengawali pagiku hari ini. Astaga! Kepalaku hampir pecah mengurus dua bocil kesayangan Tama. Setiap hari, bahkan setiap pagi telingaku hampir berdengung mendengar teriakan duo kembar itu.Itu sebenarnya anak siapa, sih? Sumpah berisik banget.“Mah, gak usah dumel dalam hati, deh! Buruan bantu Abang cariin kaos kaki!” Teriakan dari dalam kamar anak pertamaku kembali terdengar. Aku menghela napas. Tangan yang sedang memegang spatula rasanya sudah gatal ingin melempar benda tersebut. Namun, jika teringat bagaimana aku mengandung, melahirkan, dan menyusui, semua amarahku langsung luruh.Berganti menjadi rasa sayang. “Mama lagi masak, Abang,” balasku berteriak. Berharap Nino mau mengerti akan kesibukan mamanya juga.Ya, Nina dan Nino adalah anakku dan Mas Tama. Mereka kini sudah besar, bahkan sudah belajar di sekolah swasta, kelas 2. Usia mereka 8 tahun dan sedang aktif-aktifnya. Jadi, ibunya ju

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 120. Menyambut Kelahiran Penerus Wirasesa

    Masa kehamilan adalah masa di mana semua para ibu harus bekerja extra untuk menjaga diri serta calon jabang bayi di dalam kandungan. Dia tidak boleh stres, tidak boleh makan makanannya yang terlalu manis, atau pedas, dan masih banyak pantangan lainnya.Seperti yang sedang kurasakan sekarang. Pada trimester pertama dan kedua, aku tak begitu banyak keluhan. Namun, ketika trimester akhir, aku jadi sulit tidur, tidak leluasa bergerak, bahkan ketika bangun tidur pun kesulitan bangun.Oh my God. Ini jelas sangat menyiksa. Namun, tidak semua ibu hamil buruk, kok. Ada kalanya aku merasa menjadi orang yang spesial, yaitu ketika semua keluarga memberikan apa pun yang aku inginkan. Dari perhatian hingga semua kasih sayang tercurah untukku.I’m so happy.Kini di usia kehamilanku yang sudah mencapai 37 minggu, perutku sudah beberapa kali mengalami yang namanya kontraksi palsu. Aku sedikit ada cerita. Waktu itu, pada saat pertama kali mengalami kontraksi palsu, aku sampai heboh dan memanggil Mas T

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 119. Kunjungan

    “Ya, aku memang gila karena dirimu. Jadi, jangan pernah bermain-main denganku! Mengerti!”Aku terkikik, mengangguk sambil menangkupkan kedua tangan dengan menundukkan kepala sebagai tanda menyerah. “Ok, aku takut dikutuk eh kamu, Sayang. Jadi, kita akhiri inis emua sebelum merembet ke mana-mana!”“Nah, gitu, dong! Itu baru istri Gratama Wirasesa.” Senyumnya culas. Perdebatan kecil itu pun berakhir dengan kemenangan Mas Tama. Lebih tepatnya aku yang mengalah.Astaga, random banget emang itu calon bapak satu. Dia pikir manusia bisa memilih? Jelas tidak. Takdir itu sudah diatur oleh Tuhan. Jodoh, rezeki, anak, hidup, dan mati seseorang semua hanyalah Tuhan yang tahu. Jadi, daripada perdebatan kami tak selesai, akhirnya aku mengalah. “Mas, kita telpon kakek, yuk!”“Ah, benar. Sebentar, biar aku ambilkan ponselmu.”Aku menunggu dengan kaki selonjor yang digoyang-goyang, lucu. Apalagi sandal bulu dengan kepala boneka kelinci yang besar semakin membuat gak henti memainkannya.Mas Tama data

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 118. Dikutuk Suami

    Setelah aku mengusir Mas Tama, aku tidak mendengar suara apa pun lagi. Aku pikir, dia pergi dan lebih memilih mementingkan egonya. Tanpa sadar, aku mendengkus dan menitikkan air mata.Bodoh.Akan tetapi, aku langsung menghentikan tanganku yang hendak mengusap mata. Mataku mengerjap ketika merasakan sisi ranjang di belakang punggungku bergerak. Aku sedikit berjengit kala kepalaku diangkat olehnya.Akan tetapi, yang membuat bibirku tak bisa menahan senyum adalah saat tangan Mas Tama dijadikan bantalan untuk kepalaku. Semua emosi yang sempat mengisi relung hatiku seketika luruh. Digantikan oleh rasa hangat dan nyaman di mana darahku berdesir mendapati perhatian-perhatian kecil itu. Aku tetapi, aku tetap bergeming. Tak mengatakan apa-apa, walau kini tubuhku sudah ditarik untuk didekap erat olehnya. Bibir bagian bawahku seketika turun. Ragu, antara ingin tetap diam, atau bicara padanya.“Maaf, Naina,” bisiknya tepat di sisi telingaku.Aku melipat bibir ke dalam, menunggu kelanjutan ucapa

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 117. UGD

    Sebuah kecelakaan baru saja terjadi. Mobil yang kami tumpangi ditabrak oleh mobil yang lawan arah. “Ada apa ini?” Mas Tama keluar dari mobil untuk mengecek kondisi di luar.Sementara diriku hendak menyusul dan membuka pintu, tetapi mulutku langsung merintih kesakitan sambil memegang bagian perut. “Arkh, kenapa sakit sekali?” tanyaku bingung.Aku menarik napas, membuangnya lewat mulut, berusaha untuk menetralisir rasa sakit itu. Namun, hal itu sama sekali tidak membantu. Perutku terasa melilit, seperti diaduk-aduk hingga membuat keringat mulai keluar dari pori-pori kulitku.“M-mas,” panggilku tertatih. Aku mendongak, menatap Mas Tama dari kaca jendela. Dia sedang berdebat di luar. Aku kembali menunduk, memelukku perutku sendiri. Rasanya, aku ingin meraung dan menangis sejadi-jadinya. Ini benar-benar sakit sekali.“Nona.”Kepalaku mendongak saat mendengar bunyi pintu dibuka dan ditutup dari depan. Jack–supir pribadi Mas Tama– masuk untuk mengecek keadaanku. “Nona? Nona kenapa?” Wajah

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 116. Kecelakaan

    "Bagaimana, Dok?” tanya Mas Tama tak sabar.Aku sendiri baru saja duduk di kursi samping Mas Tama, setelah dokter memeriksa perutku. Entah cream apa yang digunakan karena terasa dingin di kulit perutku. Tangan kami saling bertaut satu sama lain di bawah meja. Aku yakin Mas Tama juga merasakan apa yang sedang kurasakan. “Sebentar, yah!” Dokter bernama Karina tersenyum sambil menulis sesuatu di kertas catatan milikku. Untuk sementara waktu, kami semua dilingkupi keheningan hingga perasaan gugup dan juga deg-degan begitu terasa. Dokter Karina sendiri tetap santai di kursinya dan jujur aku kesal.Dia tak tahu saja jika sekarang jantungku dugun-dugun gak jelas, kayak lagi nungguin Mas Tama nyatain cinta sama aku. Jadi, please, deh, Dok! Gak usah bikin anak orang mati penasaran.“Dok,” panggil Mas Tama sekali lagi.Aku melirik Mas Tama yang juga sudah tak sabar menunggu hasil pemeriksaan. Aku menepuk punggung tangannya dan mengusapnya lembut. Dia lalu mengangguk, tersenyum kecil sambil m

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 115. Cek Kandungan

    Tiga hari kemudian, aku dikejutkan dengan suara seseorang yang tengah muntah-muntah. “Itu siapa, sih?” keluhku. Aku meraba ke sisi ranjang, mencari keberadaan suami tercintaku. Namun, kosong. Sontak, mataku terbuka. Rasa kantukku langsung hilang tatkala menyadari jika Mas Tama tak ada di mana-mana. “Mas, kamu di mana?” Suaraku serak. Aku segera bangun, duduk di atas ranjang dengan sedikit sisa kantuk. Aku mengucek kelopak mataku, lalu bergumam, “Mas Tama ke mana, sih? Masa iya, dia udah ke kantor?”Mulutku menguap, tetapi segera kututup dengan lengan. Setelah itu, mataku mengedar dengan tangan menggaruk rambut, linglung. Sekitar kosong, dan lagi-lagi suara itu kembali terdengar. “Itu siapa, sih, yang lagi muntah? Atau, jangan-jangan….”Mas Tama.Sontak, perasaanku dilingkupi cemas. “Mas, apa kamu di dalam?” Aku segera turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Rambut segera ku gelung ke atas agar tidak mengganggu. Ketika tiba di depan pintu kamar mandi yang terbuka, suara

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 114. Tama Berubah

    Sepanjang perjalanan, Mas Tama tak pernah melepaskan tautan tangan kami. Dia bahkan melakukan pemindahan perseneling saja masih dengan tangan kami seperti itu.Seneng, sih, dapat perhatian, dan merasa disayang. Tapi, ngeri-ngeri sedep juga, kalau terjadi sesuatu. Apalagi, kita kan lagi di jalan raya, dan tahu dong, bagaimana kondisi lalu lintasnya? Mau heran, tapi dia suamiku. “Kita mau makan apa, Dear?” tanya Mas Tama. Dia melirik ke arahku sekilas, lalu kembali melihat ke arah depan.“Mas. Bukankah kita baru saja makan tadi di rumah mama?” Aku bertanya heran. Ya, kali perutnya yang udah kek roti sobek itu mau dihancurkan dengan makan malam, lagi. “Aku lapar, Sayang. Aku pengin makan di tempat langganan aku beli. Kamu mau ikut, kan?” Wajahnya begitu memelas. Aku pun menggaruk belakang kepala. Mau menolak, tetapi gak enak. Tapi, kalau aku iyakan, mau ditaruh mana itu makanan. Secara, aku masih kenyang. Kalaupun diisi, palingan hanya minuman saja yang muat.“Apa aku punya pilihan?”

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 113. Apaan, sih?

    Menjadi seorang istri adalah hal yang baru buatku. Namun, untuk membuatkan sarapan, menyiapkan teh, dan juga baju untuk Mas Tama, itu sudah menjadi kebiasaan untukku beberapa tahun lalu. Maksudnya, aku hanya menyiapkan roti panggang dengan selai saja. Untuk memasak, aku masih harus menjalani kursus agar tidak membakar apartemen suamiku.Tidak lucu, kan, kalau pasangan suami istri yang baru saja menikah dikabarkan mati, dikarenakan si istri membakar rumahnya karena lupa cara mematikan kompor. Itu jelas nanti akan sangat mencoreng nama baik Naina. Jadi, hari ini aku berkesempatan untuk mengikuti les memasak dengan para mama muda yang usianya di bawahku. Iya, kalian gak salah lihat. Seorang Naina rela meluangkan waktunya hanya untuk membuat dirinya dianggap sebagai istri yang pandai memasak. Aish, tolong jangan melihatku dengan syirik begitu. Santai saja.Tapi, aku sedikit canggung karena, you know lah, usiaku paling tua di sini. Huhuhu, nyesel banget sekarang. Kenapa gak sedari dulu

DMCA.com Protection Status