Menurut kalian, apa hal yang paling menakutkan di dunia ini?Punya pacar kaya, baik, royal, tapi punya calon mertua yang super duper bawel?Atau,Punya calon suami dingin, nyebelin, suka ninggalin pas lagi sayang-sayangnya, tapi calon mertua super duper baik pakai telor?Duh, kayaknya kok hidupku ribet banget, yah. Mau dapat cowok saja rasanya susah seperti mau kencan sama bias. Oh, mending berhalu yang pastinya gak bikin sakit hati. Jika dalam dunia nyata, justru ternyata lebih perih dan pahit.Taehyung~ah, tarik aku ke duniamu!Jiah, mulai lagi kan kegilaanku. Semua bermula dari kejadian tadi siang di kantor. Saat itu nyonya Anggun yang main nyelonong masuk ruangan Tama memergoki aku dan Tama sedang dalam posisi yang pasti akan membuat orang tua salah paham. Tapi, please! Kami tidak melakukan hal lain, selain main pangku-pangkuan saja. Jika pun hendak bertindak lebih, salahkan saja Tama Kacrut itu. Dia yang mesum. Dia juga yang selalu membuatku terbang, tetapi juga sering dihempas
Mataku mengerjap kaget saat mendapati Bang Kai berada di lantai paling atas. “Oh, aku baik-baik saja. Kamu ngapain di sini?” “Aku mau–”Belum selesai Bang Kai mengatakan tujuannya, satu tangan besar tiba-tiba menarik tubuhku dari dekapan Bang Kai. “Ada apa, Pak? A-apa Anda membutuhkan sesuatu?” tanyaku linglung.Ada apa dengan dua lelaki ini. Bang Kai datang secara tiba-tiba, sedangkan lelaki di depanku justru menatapku dengan tatapan sulit kuartikan. Pria itu bukannya menjawab, tetapi semakin mendekatkan wajahnya ke arahku dan hal itu tepat di depan 3 orang yang ada di sana. “P-pak, Anda mau ngapain? I-itu– ada orang di belakang kita,” ujarku berusaha mengingatkan.Akan tetapi, Tama sama sekali tak terusik dan tetap mendekatkan wajah kami hingga bibir kami saling bertemu. Cup. Aku terdiam, shock, hingga sulit berkata-kata sampai lumatan-lumatan kecil itu menyadarkanku. “P-pak,” ujarku berusaha lepas dari pelukannya.Akan tetapi, tangan pria itu semakin mengerat di pinggangku dan da
Setelah 6 tahun aku mengabdi di kantor ini, baru kali ini aku mendengar sebuah pemecatan yang sangat tidak masuk akal. Aku berkali-kali berusaha untuk mencari tahu letak di mana kesalahanku, tapi tidak ada. “Apa alasan kamu memecatku?” Sudah muak aku beramah tamah selama ini. Kupandang wajah bos yang selama ini sudah membuat hidupku tidak karuan. Namun, karena sebuah kesalahan yang tidak ku ketahui, nasib pekerjaanku berada di ujung tanduk.“Aku hanya tidak ingin mempunyai sekretaris yang suka mencuri barang milik orang lain?”“What? Mencuri?” Tuduhan itu membuyarkan semua harapan dan juga keinginanku untuk menjadi seorang wanita sukses. Aku tertawa gamang, lalu kutatap wajah Tama dengan sorot mata kecewa. “Serius kamu menganggap aku mencuri?” tanyaku sekali lagi.Tama masih mempertahankan wajah datarnya dan itu benar-benar membuatku tak habis pikir. Jika memang ini adalah kenyataan, alias bukan mimpi, atau sekadar prank maka dia berhasil membuatku kecewa.“Dengar, Gartama Wirasesa. A
Aku sudah seperti jalang handal yang pandai memuaskan lelaki mana pun. Padahal, ini adalah kali pertama aku bersikap di luar nalarku. Semua berawal dari perasaan muak dan juga emosi hingga terus membiarkan ciuman kami berlangsung panjang. Aku bahkan terus mendorongnya hingga bibir kami terus saling serang tanpa peduli di mana kami sedang berada. Sampai ketika aku merasa tubuhku didorong olehnya.“Tidak, Naina!” Tama melepaskan pagutan yang sedang kami lakukan. Matanya berkilat takut dan juga cemas. Dia bahkan tak berani menatapku dan lebih memilih melihat ke arah lain.Aku mencebik. “Kenapa? Ini aku Naina, Tama. Seorang sekretaris yang sering menggoda para karyawan, bahkan klien.” Tanganku kini sengaja kutaruh di atas bahunya, lalu menari-nari di atasnya sampai ketika tanganku dengan berani melepaskan jas milik si bos.Kegilaanku sepertinya sudah menutupi kewarasanku sampai-sampai aku tak peduli sedang di mana kami berada sekarang. Cctv? Ah, aku langsung mendongak ke bagian pojok r
Bayangan akan melakukan hal yang sama sekali tidak pernah kulakukan membuatku merinding, bahkan aku langsung berjengit kaget ketika tangan pria itu menyusup ke belakang kepalaku. Ada rasa asing yang menyelinap masuk ke dalam perasaanku, tetapi membuatku seolah ketagihan. Aku membuka mata dan melihatnya sedang menatapku dengan tatapan sayu dan hal itu menghipnotisku hingga sebuah benda kenyal kembali merangkum bibirku.Kupejamkan mata saat Tama kembali mengabsen isi rongga mulutku. Geli, aneh, tetapi aku suka. Bukankah ini salah? Tapi, kenapa aku tak bisa menghentikannya? Astaga! Sepertinya aku memang benar-benar sudah haus akan belaian pria tua di hadapanku.Ciumannya yang begitu lembut dan tanpa tanpa nafsu ini semakin membuatku terlena. Aku mulai terbuai hingga tanpa sadar tangan ini ikut mengalung indah di belakang kepalanya seolah memintanya memperdalam ciuman kami.Akan tetapi, ketika tangan pria itu mulai menyusup di balik blouse yang kugunakan, aku segera mendorong tubuhnya.
Hari ini adalah hari ke-7 aku menjadi seorang pengangguran. Menyedihkan sekali memang nasibku sekarang. Jika ditanya senang atau tidak menjadi pengangguran maka aku akan menjawab, 50:50. Why? Senangnya aku tidak perlu bertemu dan mengurusi hidupnya si pak tua itu lagi.Kabar buruknya, sekarang rekeningku tidak akan ada yang menyuntikan dan pastinya akan membuat hidupku dua bulan kedepan akan menjadi masa-masa paling suram.Untuk dua bulan ini sih, kehidupanku masih terjamin karena ada uang sisa pesangon. Untuk masalah cicilan apartemenku semua sudah kulunasi kemarin. Bersyukur banget sih aku. Mengingat akan saat di mana waktu itu bernego di kantor satu minggu kemarin, membuatku tertawa. Di mana aku meminta pesangon atas kerja kerasku dan juga kesetiaanku selama mengabdi di perusahaan Wirasesa dan apa yang diberikan oleh Tama?Coba tebak!Jika kalian mengira dia akan memberikanku pesangon puluhan juta salah. Salah besar! Karena kenyataannya dia justru memberikan black card. Iya, Bla
“Aku gak mau!” tolakku keras. Gengsi, dong aku. Masa iya udah minta duit pesangon tiba-tiba balik lagi ke tempat kerja yang kemarin.Sebenarnya sah-sah saja, sih. Tapi, gak elit juga aku balik lagi, padahal baru saja satu Minggu tak bekerja di sana. Nanti, yang ada mereka yang tidak suka denganku semakin mencibir. “Tapi, aku gak bisa kerja seperti ini terus, Na.”Aku tahu, kalau dirimu sudah cukup bergantung denganku. Bukankah aku terlalu percaya diri? Tapi, semua orang juga sudah tahu dan banyak buktinya juga. Di mana Tama yang tidak bisa tanpa aku. Aku tersenyum bangga pada diriku sendiri. Akan tetapi, aku masih punya harga diri untuk menerima ajakan si bos. “Pak–” Belum sempat aku berbicara, tetapi Tama sudah memotong ucapanku. Emang benar-benar ini laki satu. Untung duitnya banyak. Huft.“Bisakah jangan panggil aku Pak! Kita tidak sedang dalam sebuah perjanjian kontrak kerja, Na!”Kalau bukan bapak, atau Pak, mau situ aku panggil kakek? Bibirku cemberut. Aku melengos dan mencib
Kalau nyumpahin bos jadi miskin boleh gak, sih? Gak boleh, yah? Sial! “Naina, bukankah ini cocok buatku?” Aku melirik malas pria yang baru saja keluar dari ruang ganti salah satu butik terkenal dengan mengenakan pakaian yang harganya bikin. Menjerit dompetku. “Perfect!” ujarku tersenyum, tapi setelahnya mencibir. “Mau pakai baju atau gak juga gak bakalan ngaruh di aku, Pak.”“Kamu emang paling tahu aku!” Sebuah kedipan mata ditujukkan untukku dan aku langsung menunduk ngeri. Namun, satu tangan tiba-tiba mengusap rambutku.Aku mendongak dan melihat Tama yang hari ini begitu banyak mengumbar senyum. “Apa kamu udah selesai, Tam?”Pria itu melepaskan jas yang tadi dicobanya, tanpa melepaskan kemeja dan juga celananya. Lah, kok, otakku mulai gila. Lagian gak mungkin juga Tama melakukan itu di sini Naina. Ngaco banget sih itu otak. “Udah, sih. Tinggal bayar aja. Lagian aku juga gak beli banyak,” jawabnya sambil mengedikkan bahu acuh.Whatever! Situ mau beli sama butiknya juga aku gak ped