“Jadi kamu berpikir begitu? Oke baiklah. Aku lebih mantap menceraikanmu. Kou jangan khawatir, Kalau kau ingin rumah ini maka aku akan pergi dari sini.” Ajisaka melepaskan cekalan tangan Sabrina kemudian masuk ke dalam kamarnya. Sabrina hanya bisa tersenyum miring karena perubahan suaminya tapi sejurus kemudian dia menyesalinya.
Sepertinya Rara memang sudah masuk ke dalam pikiran Ajisaka. Lelaki itu sekarang sedang melepas jasnya dan membuang asal ke arah keranjang pakaian. Tapi sekelebat terus saja, senyum Rara menghampiri pikirannya. Setelah itu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang nomor satu itu. ranjang yang dulu menjadi saksi pergulatannya dengan sang istri. Rancang yang menjadi madu dan malam-malam penuh keindahan bersama Sabrina. Selalu dia rindukan saat berangkat kerja, dan tidak ingin beranjak saat tubuh seksi itu ada dalam pelukannya. Tapi sekarang, tidak lagi.
Dia menepuk kepalanya sendiri karena lup
“Ya nggak papa, Mas.” Sabrina yang menjawab.“Nadia? Bagaimana?”“Iya, Pa. Nggak apa-apa.” Ajisaka mencium kening Nadia kemudian melenggang pergi.Ajisaka melenggang pergi keluar rumah. Dia menaiki mobil mewahnya untuk pergi ke restoran yang ingin dikunjungi. Dengan sedikit bersiul dia memutar lagu-lagu, lagu Jatuh Cinta sebagai perwakilan dari hatinya. Setelah yakin itu restoran yang ingin dituju, maka dia memarkirkan mobilnya dan turun untuk menuju masuk ke dalam restoran itu. Sepertinya sebuah kebetulan yang cantik, di sana sudah ada Rara Dan juga ayahnya.“Assalamualaikum,” sapa dari Ajisaka. Rara melonjak karena kaget, sedang Handoyo hanya menatap mengernyitkan dahi.“Waalaikumsalam.” Jawab Handoyo dan Rara hampir bebarengan.“Selamat malam, Om. Boleh saya bergabung
Esok harinya, Sabrina mulai beraksi. Dia mencari informasi sedetail-detailnya tentang wanita yang dekat dengan suaminya. Rasanya, dia ingin mencekik wanita itu. Dia mengenakan topi lebar untuk menyamarkan wajahnya. Dia duduk diam di seberang jalan, menunggu Rara untuk keluar.Dari kejauhan, Sabrina melihat Rara keluar. Dia belum beraksi, hanya masih menyelidiki saja. Terlihat Rara dengan seorang laki-laki keluar dari gedung itu. Dia mengikuti dari belakang.“Dia dengan siapa, ya? Mungkin bosnya. Kau tidak akan lolos dariku, wanita sundal. Kamu sudah membuat ATM berjalanku berpaling padamu.” Sabrina tersenyum miring. Wanita itu mengikuti mobil yang membawa serta Rara dan juga lelaki itu. Lelaki yang tampak gagah dan kaya. Sabrina tiba-tiba ingin sekali memiliki lelaki itu. Sepertinya, kalau dia melepaskan Ajisaka tidak masalah, tapi akan sebaiknya mendapatkan lelaki tinggi tegap itu. Juga sepertinya lebih kaya dari suaminya itu.
Ajisaka kebetulan melihat aksi dari istrinya yang sebenarnya mantan. Dia akan memberitahukan Bayu, agar sahabatnya itu tidak terkena tipu daya wanita licik itu. Memang seharusnya Bayu sudah mengenali Sabrina. Karena mereka dulu satu SMA. Namun, sepertinya Sabrina sendiri pangling dengan Bayu.“Sorry baik gue telat,” ucap Ajisaka. Dia bersalaman dengan Bayu dan juga dengan Rara. Saat bersalaman dengan Rara, pandangannya fokus tertuju ke matanya. Sepertinya ada getaran berbeda antara mereka. Beberapa detik kemudian Bayu membuyarkan pandangan. Mereka saling melepaskan diri dengan satu deheman yang di lakukan Bayu.“Terpesonanya nanti ya, Ji? Kita kerja dulu.” Aji melepaskan tangannya, kemudian duduk di sebelah sekertarisnya, Davina. Davina memulai presentasinya sedangkan Bayu mendengarkan dengan seksama. Sepanjang presentasi, Aji selalu memandang ke arah Rara sehingga membuat wanita itu salah tingkah. Hingga akhirn
Sabrina sangat kesal ketika tadi akan mengerjai Bayu tapi tidak jadi. Namun dalam otaknya, ada berbagai rencana. Pokoknya, dia akan meraih Bayu.“Tidak boleh gagal, Bayu yang dulu sangat dekil, sekarang begitu tampan dan menggairahkan. Sepertinya, saat di ranjang juga demikian. Dia akan sangat perkasa. Ah, sepertinya aku butuh pelampiaasan.” Sabrina memang termasuk yang hyper, hanya mendengar tentang berhubungan badan, atau membayangkan saja dia bisa terangsang. Dia mengambil mainan yang digunakan untuk bermain saat kepingin tapi tidak ada lawan.“Ah, sepertinya malam ini pake ini dulu.” Wanita itu mulai merasakan panas diseluruh tubuhnya. Dia seperti tersengat listrik tegangan tinggi. Keringat mulai memabanjirinya, seiring dengan mulutnya merancau nggak karuan. Desahan-desahan terdengar, membuat siapa yang mendengarnya pasti menyangka jika dia bermain dengan pasangan.“Uuhhhh, kasihan
Sabrian kalap, dia mmemberikan seluruh tubuh dan kenikmatannya kepada pria asing itu. Namun Satpam itu punya nyali juga. Lelaki itu melarikan diri dari rumah Sabrina. Wanita itu sudah gila, demikian pikir satpam itu. Dia lari tunggang langgang.“Ya Allah, gusti. Ada wanita begitu.” Dia ngos-ngosan setelah sampai di pos.“No, kamu kenapa?” Teman satpam itu kemudian menanyakan dengan menepuk bahunya. Seno yang baru saja lari tunggang langgang kaget dan terperanjat.“Ya Allah Amin, aku kaget. Hiii ….”“Kamu kenapa ketakutan?”“Nyonya Sabrina gila! Dia telanjang tadi.” Seno begidig.***Meyyis_GN***Ajisaka gencar mendekati Rara. Kali ini saja, dia sudah ada di depan rumahnya Rara. Ceritanya, dia mau apel. Dia mengetuk pintu rumah Rara.“Waalaikumsala
“Kamu benar, kebersamaan seperti ini sangat langka. Apalagi, Rara akhir-akhir ini meeting sampai larut.” Aji memandang ke arah Rara. Seakan dia meminta konfirmasi. Tapi Rara hanya mengembuskan napas saja. Sepertinya, memang Rara benar-benar sibuk. Ajisaka tidak lagi meminta konfirmasi. Embusan napas lelahnya, sudah membuktikan bahwa yang dia katakan memang benar.Di meja makan terhidang masakan Jawa kesukaan Handoyo. Namun, karena masakan banyak berlemak, lelaki sepuh itu tidak berani makan banyak. “Aku terkadang merasa kesepian.” Handoyo mengatakan sesekali terdengar bunyi dentang sendok. Yang menyapa piring warna putih itu. Setelah Rara bergabung dengan perusahaan, praktis memang dia jarang sekali menemani sang ayah.“Benarkah?Aku akan menemani Om malam ini. Kita main catur.” Rara memutar bola matanya. Sebenarnya, dia juga sudah mulai menyukai Ajisaka. Hanya saja, batinnya tidak mau men
“Saya minta maaf, Om.”“Tidak masalah.”“Maksudnya, saya menang.”“Hahaha ya,ya,ya anak muda yang cukup lihai dalam perhitungan.” Mereka terkekeh bersama.Ajisaka pamit pulang karena sudah malam. Rara mengantarkan sampai ke tempat parkir mobil Aji. Sedangkan Handoyo hanya mengintip dari celah horden.“Ra, tidak semua selesai hanya dengan diam. Terima kasih makan malamnya. Lain kali, aku undang kamu makan di rumah, sekaligus kenalan dengan Elsa. Semoga kamu menyukainya. Dia anakku, berumur enam tahun. Kau bersedia?” Rara hanya tersenyum. Ajisaka mengerti, bagi seorang gadis, apalagi semandiri Rara, tentu butuh pemikiran yang matang, untuk menerima ajakannya. Terutama, karena Aji sudah tidak lagi sendiri. Ada anak di sampingnya.“Baiklah, aku mengerti. Pamit pulang dulu, ya?” Ajisaka masuk
“Kalau, ya? Memang kenapa? Dia lebih segalanya dari kamu, satu lagi, dia tidak pernah menjadikanku barang taruhan.” Rara menghempaskan tangan Rendi. Dia setengah berlari memasuki rumahnya. Gerbangnya belum dia kunci, karena masih ada Rendi. Dadanya penuh dengan sesak. Handoyo sudah melihat dan mendengar semua saat Rara dan Rendi berantem tadi. Jadi dia tidak menanyakan mengapa putrinya menangis.***Meyyis_GN***“Ra, Ra! Aku belum selesai ngomong, Ra. Aku akan menunggumu sampai kamu mau memaafkanku dan kita baikan.” Rara tidak menggubris ucapan Rendy. Dia menutup pintunya dengan dentuman, hingga hampir saja Rendi kejedot pintu tersebut. Dia masuk ke dalam rumahnya kemudian berlari menuju kamarnya. Dia menutup pintu kamarnya dan bersandar di pintu yang tertutup tersebut. Tumbuhnya merosot ke bawah, berguncang karena tangis yang semakin menguasai diri.“Memang sepertinya aku tidak boleh j