Angel menggigit kuat bibir bawahnya, dengan rasa sakit itu ia berharap mampu menekan getaran hebat dalam hati, dan berkata. "Maka matilah!."
"Apa katamu?." Kini giliran Anggara yang membulatkan mata, serta memberikan tatapan tajam untuk sosok di depan ranjang.Baginya wanita ini sungguh bermulut sial dan tidak tahu batasan."Coba katakan sekali lagi!." Lanjut handoko dengan suara yang penuh penekanan."Kenapa apa Anda tersinggung?, apa hanya anda saja yang bisa marah?." Angel menatap balik tatapan manik mata itu dengan ketajaman yang berupaya ia kuatkan.Sejujurnya saat ia menerima pandangan dari Anggara hati dan pikirannya mulai menciut, bahkan kaki penopang tubuhnya yang baik-baik saja beberapa saat lalu, mungkin akan runtuh dan lemah sebentar lagi.Namun, perasaan terhina dan merasa di rendahkan jauh lebih hebat menguasai hatinya.Ia merasa tidak terima dengan apa yang ia terima, hatinya berontak dan mengeluh dengan kuat.Angel tersenyum mengejek, dan mencibir pelan. "Maka yang anda butuhkan untuk rasa sakit itu adalah wanita-wanita biasanya, saya tidak akan pernah bisa membantu.." Anggara benar-benar tak percaya, bahwa sampai pada penjelasan yang demikian, Angel masih saja salah paham terhadap dirinya."Wanita ini pasti ketiduran, saat tuhan membagikan kecerdasan." Ejeknya dalam hati."Hei ...wanita Alien, apa otakmu di makan Anjing gila?, mengapa banyak kebodohan keluar dari mulut dan kepalamu?."Mendengar perkataan tersebut, Angel yang telah kesal semakin di buat geram.''Kamu yang Alien, bapakmu Alien, nenekmu Alien, dan seluruh keluargamu adalah Alien." Angel ingin meneriakkan itu semua dengan sekencang-kencangnya. Namun entah mengapa ada sedikit ragu yang membebani, sehingga perkataan barusan hanya terhenti di tenggorokan.Dalam hati ada ketidak nyamanan, seperti sebuah kesenjangan yang menggantung. Akan tetapi, entah itu apa dan mengapa ia tidak tahu."Ap
"Jika tidak merasa risih, biar saya kompres untuk menurunkan demamnya dulu, setelah pagi kita bisa menghubungi dokter." Perkataan dan bahasa Angel, menjadi sedikit santai.Bahkan ia tidak lagi menggunakan panggilan "Pak" atau "Anda" untuk membuka percakapan, dengan sosok yang kini terlihat lemah di atas ranjang.Menggunakan dua sapu tangan dan satu lembaran kain katun kecil, yang ia peroleh dari barang-barang pribadinya, Angel mengompres kening, dan kedua ketiak Anggara.Maklum, ia datang kesana dengan semua bawaan yang di persiapkan untuk menemani Bagas di rumah sakit. Bagaimanapun ketika menerima telepon panggilan Anggara, hari sudah sepertiga pagi.Dan dengan pengetahuan, bahwa kamar rawat inap atas nama Bagas yang terjadwal keluar di pagi keesokannya, Angel sekalian membawa semua barang bawaan menuju apartemen Anggara.Wanita tersebut mendesah perlahan, dan meminta maaf kepada Anggara.Bagaimanapun dalam situasi beberapa
"Ya Tuhan...ini bercanda kan?." Reaksi Angel yang skeptis atas bunyi bel pintu, membuat Anggara yang baru saja terbangun, tanpa sadar menyunggingkan senyum tipis."Ternyata kau takut dengan yang beginian" Gumam Anggara dalam hati.Wajah yang masih tetap tampan meski dengan rambut acak-acakan gaya bangun tidur, semakin terlihat natural. Mungkin justru terlihat semakin natural, dengan hiasan lengkung tipis di bibir yang terlihat seksi.Di mata pria tersebut, Angel yang tampak ketakutan seperti kucing kecil yang terinjak ekornya, menjerit dengan keterkejutan serta rasa takut pad akhirnya. Dengan langkah lebar, Angel menuju arah pintu mengintip dari lubang ajaib yang terpasang, dan semakin gelisah ketika mendapati sosok Handoko-lah yang berdiri di depan sana."Habis aku....benar-benar habis aku kali ini...aduuuuh....bagaimana ini?." Wanita itu bergumam untuk diri sendiri, di sela langkah kakinya kembali menuju kamar Anggara.
"Merepotkan!, bahkan sangat merepotkan, jika bukan karena kontrak konyol yang telah ku tanda tangani, mana mungkin masih bersedia berkerja untuk seorang Flamboyan konyol, paranoid seperti anda." Angel ingin berteriak dengan keras, tepat di depan Anggara. Menyadarkan kesombongan, arogan dan kepercayaan diri yang parah serta sudah mencapai ambang batas, yang mungkin sulit untuk bisa di perbaiki lagi.Namun apa boleh di kata, semuanya hanya dapat ia simpan sendiri tanpa bisa di dengar oleh orang lain, khususnya sosok sombong yang senang berbangga diri di depannya saat ini."Bukannya merepotkan pak, saya takut akan menjadi sebuah masalah untuk anda." Bibir Angel menampilkan senyum selembut sutra, dan seringan kapas.Seolah di sana, pada wajah cantik miliknya, tengah menampilkan cerminan hati yang tulus memuji, dan dengan sedikit tampilan rasa khawatir."Sedangkan untuk saya....mungkin tidak banyak berpengaruh, lagi pula siapa saya
"Apa yang harus di takutkan?, bukankah hanya rumor saja." Anggara bangun dari tempat tidur, meski kepalanya masih sedikit pusing, dan rasa lemas menjalar di setiap sendi, tapi dorongan kuat dari pikiran yang menggelitik hati, membuatnya memiliki tenaga ekstra.Sementara Angel yang telah sampai di depan pintu, tangan itu perlahan terulur untuk memutar tuas kecil pengunci "klik..klik." Dua kali bunyi terdengar, Angel meraih pegangan pembuka pintu. "Cekleeek." "Nggi....?". Suara akrab terdengar di pendengaran kedua orang di sana(Anggara dan Angel).Baik Anggara, Angel bahkan juga Handoko sendiri, sejenak seperti tugu yang membisu.Terkejut, tentu saja mereka semua terkejut. Namun, dengan opsi serta pemikiran yang berbeda-beda."Nggi?." Ulangnya dalam diam.Anggara mengernyit dengan panggilan sahabatnya tersebut untuk Angel. Seolah panggilan itu, tengah menyatakan ada sebuah kedekatan yang tidak bisa di pahami sejak kapan
"Kau benar tentang dia." Handoko menyatakan persetujuannya, untuk setiap ucapan kasar Anggara di hari-hari lalu.Tentang Angel yang ceroboh, bodoh dan bahkan kurang bijak.Bagiamana mungkin semua ini terjadi jika wanita itu tidak bodoh dan ceroboh.Bagiamana ia bisa di katakan sebagai seorang yang bijak, jika bisa terjebak dan datang ke apartemen Anggara di malam hari.Mengingat perkataan penjaga apartemen di loby bawah, bahwa ada seorang wanita yang datang tadi malam dengan dua tas bawaan, Handoko berpikir wanita yang di maksudkan oleh sang penjaga, adalah sama seperti biasanya. Ia tidak pernah menyangka sosok itu akan menjadi Angel, sehingga ketika ia melihat wanita yang menjadi pembuka pintu apartemen milik Anggara, hatinya seperti jatuh ketanah dalam sekali hentakan."Mengapa ia di sana, mengapa ia yang membuka pintu, dan ada apa diantara keduanya?." Meskipun kunci rumah berada di tangannya, dan Angel tidak bisa ma
"Sepertinya aku terlalu menganggap mu tinggi, Nggi." Dalam pikiran Handoko, tidak pernah berharap bahwa wanita ini akan menjadi sosok yang bodoh, atau ceroboh seperti dalam gambaran serta perkataan kasar Anggara.Akan tetapi, melihat ia berada di sana sekarang semuanya menjadi jelas, dan tentu saja dirinya harus menyerah mengganggap Angel sebagai wanita yang pintar dan bijak.Meski demikian itu bukan berarti dirinya, memiliki pikiran buruk tentang Angel, dengan berada di sana.Handoko mengangkat kepala perlahan, melirik kearah wajah Angel yang penuh kecemasan serta malu, dan berbalik melihat sosok Anggara yang kini duduk di atas ranjang.''Ngga...jangan salahpaham dengan tindakannya, sedikit banyak ini semua karena keteledoran ku juga." Lanjut Handoko lagi.Kini kedua orang yang tadinya berbeda pikiran, mengernyit bingung dan berekspresi sama mendengar baris kalimat barusan. Bahkan mereka hampir berseru dengan kalimat yang serupa ju
"Bukankah begitu Nggi?." Lanjutnya lagi.Ketika perkataan tersebut meluncur ringan dari bibir Handoko, Angel dan Anggara secara reflek memutar mata secara bersamaan.Seolah keduanya berseru secara keras "Bodoh" untuk pria tersebut.Akan tetapi kapan Anggara akan menahan apa yang ada dalam pikirkan, tanpa merasa canggung ataupun sungkan bibirnya meletuskan sebuah kata sarkas untuk Handoko. "Sok tahu."Sebenarnya itu 11:13 dengan pendapat Angel, namun melihat kepercayaan dan penjelasan Handoko, yang bermakna memberi pembelaan secara membabi buta untuk diri sendiri, kemarahan dan kekecewaan dalam hati yang mulai tumbuh, langsung menghilang secara tuntas.Berubah menjadi sebuah kehangatan hati menyeruak dengan lembut. Dalam tatapannya untuk sosok itu Angel berpikir, membiarkan kesalahpahaman berlanjut, dan mungkin ini adalah yang terbaik.Sejauh yang di pahami, jika masalah kehadirannya di sana di jelaskan, mungkin justru akan mengundang banyak pertanyaan yang lain.Dan tidak mungkin juga,