Share

Salah paham.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Angel menggigit kuat bibir bawahnya, dengan rasa sakit itu ia berharap mampu menekan getaran hebat dalam hati, dan berkata. "Maka matilah!."

"Apa katamu?." Kini giliran Anggara yang membulatkan mata, serta memberikan tatapan tajam untuk sosok di depan ranjang.

Baginya wanita ini sungguh bermulut sial dan tidak tahu batasan.

"Coba katakan sekali lagi!." Lanjut handoko dengan suara yang penuh penekanan.

"Kenapa apa Anda tersinggung?, apa hanya anda saja yang bisa marah?." Angel menatap balik tatapan manik mata itu dengan ketajaman yang berupaya ia kuatkan.

Sejujurnya saat ia menerima pandangan dari Anggara hati dan pikirannya mulai menciut, bahkan kaki penopang tubuhnya yang baik-baik saja beberapa saat lalu, mungkin akan runtuh dan lemah sebentar lagi.

Namun, perasaan terhina dan merasa di rendahkan jauh lebih hebat menguasai hatinya.

Ia merasa tidak terima dengan apa yang ia terima, hatinya berontak dan mengeluh dengan kuat.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Oh...Jandaku tersayang.   Sakit.

    Angel tersenyum mengejek, dan mencibir pelan. "Maka yang anda butuhkan untuk rasa sakit itu adalah wanita-wanita biasanya, saya tidak akan pernah bisa membantu.." Anggara benar-benar tak percaya, bahwa sampai pada penjelasan yang demikian, Angel masih saja salah paham terhadap dirinya."Wanita ini pasti ketiduran, saat tuhan membagikan kecerdasan." Ejeknya dalam hati."Hei ...wanita Alien, apa otakmu di makan Anjing gila?, mengapa banyak kebodohan keluar dari mulut dan kepalamu?."Mendengar perkataan tersebut, Angel yang telah kesal semakin di buat geram.''Kamu yang Alien, bapakmu Alien, nenekmu Alien, dan seluruh keluargamu adalah Alien." Angel ingin meneriakkan itu semua dengan sekencang-kencangnya. Namun entah mengapa ada sedikit ragu yang membebani, sehingga perkataan barusan hanya terhenti di tenggorokan.Dalam hati ada ketidak nyamanan, seperti sebuah kesenjangan yang menggantung. Akan tetapi, entah itu apa dan mengapa ia tidak tahu."Ap

  • Oh...Jandaku tersayang.   Penyesalan tujuh kehidupan.

    "Jika tidak merasa risih, biar saya kompres untuk menurunkan demamnya dulu, setelah pagi kita bisa menghubungi dokter." Perkataan dan bahasa Angel, menjadi sedikit santai.Bahkan ia tidak lagi menggunakan panggilan "Pak" atau "Anda" untuk membuka percakapan, dengan sosok yang kini terlihat lemah di atas ranjang.Menggunakan dua sapu tangan dan satu lembaran kain katun kecil, yang ia peroleh dari barang-barang pribadinya, Angel mengompres kening, dan kedua ketiak Anggara.Maklum, ia datang kesana dengan semua bawaan yang di persiapkan untuk menemani Bagas di rumah sakit. Bagaimanapun ketika menerima telepon panggilan Anggara, hari sudah sepertiga pagi.Dan dengan pengetahuan, bahwa kamar rawat inap atas nama Bagas yang terjadwal keluar di pagi keesokannya, Angel sekalian membawa semua barang bawaan menuju apartemen Anggara.Wanita tersebut mendesah perlahan, dan meminta maaf kepada Anggara.Bagaimanapun dalam situasi beberapa

  • Oh...Jandaku tersayang.   Flamboyan paranoid.

    "Ya Tuhan...ini bercanda kan?." Reaksi Angel yang skeptis atas bunyi bel pintu, membuat Anggara yang baru saja terbangun, tanpa sadar menyunggingkan senyum tipis."Ternyata kau takut dengan yang beginian" Gumam Anggara dalam hati.Wajah yang masih tetap tampan meski dengan rambut acak-acakan gaya bangun tidur, semakin terlihat natural. Mungkin justru terlihat semakin natural, dengan hiasan lengkung tipis di bibir yang terlihat seksi.Di mata pria tersebut, Angel yang tampak ketakutan seperti kucing kecil yang terinjak ekornya, menjerit dengan keterkejutan serta rasa takut pad akhirnya. Dengan langkah lebar, Angel menuju arah pintu mengintip dari lubang ajaib yang terpasang, dan semakin gelisah ketika mendapati sosok Handoko-lah yang berdiri di depan sana."Habis aku....benar-benar habis aku kali ini...aduuuuh....bagaimana ini?." Wanita itu bergumam untuk diri sendiri, di sela langkah kakinya kembali menuju kamar Anggara.

  • Oh...Jandaku tersayang.   Seburuk itukah?.

    "Merepotkan!, bahkan sangat merepotkan, jika bukan karena kontrak konyol yang telah ku tanda tangani, mana mungkin masih bersedia berkerja untuk seorang Flamboyan konyol, paranoid seperti anda." Angel ingin berteriak dengan keras, tepat di depan Anggara. Menyadarkan kesombongan, arogan dan kepercayaan diri yang parah serta sudah mencapai ambang batas, yang mungkin sulit untuk bisa di perbaiki lagi.Namun apa boleh di kata, semuanya hanya dapat ia simpan sendiri tanpa bisa di dengar oleh orang lain, khususnya sosok sombong yang senang berbangga diri di depannya saat ini."Bukannya merepotkan pak, saya takut akan menjadi sebuah masalah untuk anda." Bibir Angel menampilkan senyum selembut sutra, dan seringan kapas.Seolah di sana, pada wajah cantik miliknya, tengah menampilkan cerminan hati yang tulus memuji, dan dengan sedikit tampilan rasa khawatir."Sedangkan untuk saya....mungkin tidak banyak berpengaruh, lagi pula siapa saya

  • Oh...Jandaku tersayang.   Salah paham.

    "Apa yang harus di takutkan?, bukankah hanya rumor saja." Anggara bangun dari tempat tidur, meski kepalanya masih sedikit pusing, dan rasa lemas menjalar di setiap sendi, tapi dorongan kuat dari pikiran yang menggelitik hati, membuatnya memiliki tenaga ekstra.Sementara Angel yang telah sampai di depan pintu, tangan itu perlahan terulur untuk memutar tuas kecil pengunci "klik..klik." Dua kali bunyi terdengar, Angel meraih pegangan pembuka pintu. "Cekleeek." "Nggi....?". Suara akrab terdengar di pendengaran kedua orang di sana(Anggara dan Angel).Baik Anggara, Angel bahkan juga Handoko sendiri, sejenak seperti tugu yang membisu.Terkejut, tentu saja mereka semua terkejut. Namun, dengan opsi serta pemikiran yang berbeda-beda."Nggi?." Ulangnya dalam diam.Anggara mengernyit dengan panggilan sahabatnya tersebut untuk Angel. Seolah panggilan itu, tengah menyatakan ada sebuah kedekatan yang tidak bisa di pahami sejak kapan

  • Oh...Jandaku tersayang.   Sakit, tidak buruk.

    "Kau benar tentang dia." Handoko menyatakan persetujuannya, untuk setiap ucapan kasar Anggara di hari-hari lalu.Tentang Angel yang ceroboh, bodoh dan bahkan kurang bijak.Bagiamana mungkin semua ini terjadi jika wanita itu tidak bodoh dan ceroboh.Bagiamana ia bisa di katakan sebagai seorang yang bijak, jika bisa terjebak dan datang ke apartemen Anggara di malam hari.Mengingat perkataan penjaga apartemen di loby bawah, bahwa ada seorang wanita yang datang tadi malam dengan dua tas bawaan, Handoko berpikir wanita yang di maksudkan oleh sang penjaga, adalah sama seperti biasanya. Ia tidak pernah menyangka sosok itu akan menjadi Angel, sehingga ketika ia melihat wanita yang menjadi pembuka pintu apartemen milik Anggara, hatinya seperti jatuh ketanah dalam sekali hentakan."Mengapa ia di sana, mengapa ia yang membuka pintu, dan ada apa diantara keduanya?." Meskipun kunci rumah berada di tangannya, dan Angel tidak bisa ma

  • Oh...Jandaku tersayang.   Kunci.

    "Sepertinya aku terlalu menganggap mu tinggi, Nggi." Dalam pikiran Handoko, tidak pernah berharap bahwa wanita ini akan menjadi sosok yang bodoh, atau ceroboh seperti dalam gambaran serta perkataan kasar Anggara.Akan tetapi, melihat ia berada di sana sekarang semuanya menjadi jelas, dan tentu saja dirinya harus menyerah mengganggap Angel sebagai wanita yang pintar dan bijak.Meski demikian itu bukan berarti dirinya, memiliki pikiran buruk tentang Angel, dengan berada di sana.Handoko mengangkat kepala perlahan, melirik kearah wajah Angel yang penuh kecemasan serta malu, dan berbalik melihat sosok Anggara yang kini duduk di atas ranjang.''Ngga...jangan salahpaham dengan tindakannya, sedikit banyak ini semua karena keteledoran ku juga." Lanjut Handoko lagi.Kini kedua orang yang tadinya berbeda pikiran, mengernyit bingung dan berekspresi sama mendengar baris kalimat barusan. Bahkan mereka hampir berseru dengan kalimat yang serupa ju

  • Oh...Jandaku tersayang.   Sok tahu.

    "Bukankah begitu Nggi?." Lanjutnya lagi.Ketika perkataan tersebut meluncur ringan dari bibir Handoko, Angel dan Anggara secara reflek memutar mata secara bersamaan.Seolah keduanya berseru secara keras "Bodoh" untuk pria tersebut.Akan tetapi kapan Anggara akan menahan apa yang ada dalam pikirkan, tanpa merasa canggung ataupun sungkan bibirnya meletuskan sebuah kata sarkas untuk Handoko. "Sok tahu."Sebenarnya itu 11:13 dengan pendapat Angel, namun melihat kepercayaan dan penjelasan Handoko, yang bermakna memberi pembelaan secara membabi buta untuk diri sendiri, kemarahan dan kekecewaan dalam hati yang mulai tumbuh, langsung menghilang secara tuntas.Berubah menjadi sebuah kehangatan hati menyeruak dengan lembut. Dalam tatapannya untuk sosok itu Angel berpikir, membiarkan kesalahpahaman berlanjut, dan mungkin ini adalah yang terbaik.Sejauh yang di pahami, jika masalah kehadirannya di sana di jelaskan, mungkin justru akan mengundang banyak pertanyaan yang lain.Dan tidak mungkin juga,

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati.Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, pasalnya di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke arahnya. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir tersebut, wanita itu sadar bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya lagi dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah dirinya memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu sebelumnya, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan."Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dan sontak ruangan menjadi hening, bahkan Angel yang beberapa saat lalu hendak mencari lubang sembunyi, ikut terkejut serta merasa gugup. "Maaf tuan, saya sudah lancang." Jawab sang pelayan dengan rau

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

  • Oh...Jandaku tersayang.   Han..jangan harap!.

    "Jangan khawatir di jamin bapak akan kembali bugar, dan tenaga yang terkuras akan terisi kembali." Ucap Angel ringan. Tak ada maksud apapun dari perkataan yang meluncur, ia hanya ingin menyampaikan kepedulian secara transparan apa adanya, tentu saja tulus perduli sebagai seorang sekertaris pribadi. Namun dalam penerimaan Anggara jelas sangat berbeda, pria tersebut diam sejenak berusaha untuk mencari penjabaran baik dari inti perkataan barusan. Akan tetapi semakin di cermati kalimat tersebut, semakin jelas kekesalan hatinya. "Apa wanita ini sedang meragukan kemampuanku?", Kurang lebih demikian pemikiran Anggara. Ia menatap wanita di depannya dengan tajam sembari bertanya. "Apa maksudmu?". "Apa ini lelucon?." Sambungnya dalam hati. Seolah tidak mendengar, Angel tidak menjawab dan masih fokus pada dasi di lehernya. "Sudah pak." Ucap wanita itu setelah selesai membantu memakaikan dasi. "Apa menurutmu aku lemah?." Tanya Anggara lagi dengan nada dalam, serta wajah yang se

  • Oh...Jandaku tersayang.   Nikah di bawah tangan.

    "Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan. Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?yang keluar dari bibir, baris yang lain di rasa tidak perlu. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat. Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung menghabiskannya. Wanita itu memutar-mutar gelas pelan seraya kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena status sia*an ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan. "Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi. Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di paha

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bersihkan tubuhmu.

    Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan

DMCA.com Protection Status