"Sepertinya aku terlalu menganggap mu tinggi, Nggi." Dalam pikiran Handoko, tidak pernah berharap bahwa wanita ini akan menjadi sosok yang bodoh, atau ceroboh seperti dalam gambaran serta perkataan kasar Anggara.Akan tetapi, melihat ia berada di sana sekarang semuanya menjadi jelas, dan tentu saja dirinya harus menyerah mengganggap Angel sebagai wanita yang pintar dan bijak.Meski demikian itu bukan berarti dirinya, memiliki pikiran buruk tentang Angel, dengan berada di sana.Handoko mengangkat kepala perlahan, melirik kearah wajah Angel yang penuh kecemasan serta malu, dan berbalik melihat sosok Anggara yang kini duduk di atas ranjang.''Ngga...jangan salahpaham dengan tindakannya, sedikit banyak ini semua karena keteledoran ku juga." Lanjut Handoko lagi.Kini kedua orang yang tadinya berbeda pikiran, mengernyit bingung dan berekspresi sama mendengar baris kalimat barusan. Bahkan mereka hampir berseru dengan kalimat yang serupa ju
"Bukankah begitu Nggi?." Lanjutnya lagi.Ketika perkataan tersebut meluncur ringan dari bibir Handoko, Angel dan Anggara secara reflek memutar mata secara bersamaan.Seolah keduanya berseru secara keras "Bodoh" untuk pria tersebut.Akan tetapi kapan Anggara akan menahan apa yang ada dalam pikirkan, tanpa merasa canggung ataupun sungkan bibirnya meletuskan sebuah kata sarkas untuk Handoko. "Sok tahu."Sebenarnya itu 11:13 dengan pendapat Angel, namun melihat kepercayaan dan penjelasan Handoko, yang bermakna memberi pembelaan secara membabi buta untuk diri sendiri, kemarahan dan kekecewaan dalam hati yang mulai tumbuh, langsung menghilang secara tuntas.Berubah menjadi sebuah kehangatan hati menyeruak dengan lembut. Dalam tatapannya untuk sosok itu Angel berpikir, membiarkan kesalahpahaman berlanjut, dan mungkin ini adalah yang terbaik.Sejauh yang di pahami, jika masalah kehadirannya di sana di jelaskan, mungkin justru akan mengundang banyak pertanyaan yang lain.Dan tidak mungkin juga,
Anggara menatap Angel dan berkata dengan intonasi seperti seorang atasan, yang seolah merangkap sebagai kekasih. "Mandilah dan berganti pakaian di kamar sebelah, kita akan berangkat bersama." Di tengah rasa tak nyaman dalam hati, hanya itu yang bisa di lakukan olehnya.Jujur Anggara tak habis pikir, jika itu menyangkut perihal Angel, kemungkinan untuk bisa tenang dan merasa nyaman hampir nihil.Terlebih lagi ketika menyadari bahwa keakraban Handoko dan Angel saat ini, yang berkembang semakin baik. Ada rasa tidak terima, kesal, sekaligus cemas dalam hatinya."Mengapa?, dan kenapa perasaan itu harus dimilikinya?." Pertanyaan itu telah membayangi pikiran Anggara, setidaknya beberapa hari terakhir ini.Siapa yang tidak mengenal seorang Anggara Aditama, pembisnis muda yang di takuti serta di segani semua kalangan. Lalu mengapa wanita yang sering di panggilnya sebagai Alien ini, lebih peduli dan ramah kepada sahabatnya tersebut?, apa yang kurang dari dirinya?, dan apa kelebihan Handoko yang
"Dasar topeng beku.""Hei...sedang apa?, menunggu seseorang?." Rista di kejutkan dengan sapaan Angel yang juga hendak menggunakan lift menuju lantai atas.......................Angel yang segera turun dari mobil, mengabaikan kedua pria di dalam mobil hanya dengan satu baris pendek ucapan terimakasih, begitu mobil berhenti.Wanita tersebut, seperti sedang menghindari sesuatu yang mungkin akan segera memburu, dan melumatnya menjadi abu.Angel masuk kedalam gedung perkantoran, tanpa menoleh lagi kearah belakang, meskipun ia memahami bahwa tindakannya termasuk dalam kategori kurang sopan, apa yang bisa dilakukannya?. Semua demi kenyamanan dan ketenangan setidaknya untuk beberapa tahun kedepan nanti.Kurang sopan, atau di anggap tidak memiliki rasa terimakasih, serta di anggap sebagai wanita bodoh tidak lagi membuatnya perduli. Demi menghindari kesalahpahaman, serta menimbulkan masalah untuknya, semua harus tetap di lakukan.
"Wanita inilah kelak yang akan menjadi calon istri Presdir di masa mendatang."Pemikiran yang datang secara tiba-tiba tersebut, ibarat sebuah gemuruh yang terbungkus lapisan tipis tanah, yang siap menyembur keluar hanya dengan satu hentakan kaki.Terlebih lagi, dengan saksi mata hidup yang kini terperangah dan jelas menunjukkan sisi antusias tinggi, untuk sosok yang baru saja melintas di depan mata keduanya.Namun, mengingat apa yang menjadi topik utama dan siapa pemerannya, seberapa besar dentuman dan getaran dalam pikiran tersebut, akankah keduanya berani membuka bibir serta berkicau.Para penjaga yang berdiri di depan pintu masih termangu, bahkan setelah tubuh langsing Angel menghilang di balik balik pintu lift gedung, serta berganti menjadi sosok keduanya lah yang berada di bawah tatapan Handoko serta Anggara, satu diantara keduanya masih menatap lekat kearah menghilangnya punggung Angel, melalui kaca bening tembus pandang gedung tersebut.
Baik wajah Handoko maupun Anggara terlihat semakin suram. Penjaga lain yang berada di samping Agung bahkan, juga ikut berkeringat dingin hanya dengan mendengar beberapa pertanyaan barusan."Datang keruangan saya." Handoko."Jeblaaar..." Seperti sebuah sambaran petir di siang hari, serta-merta meluluhkan ketegapan tubuh Agung secara langsung."Pak...pak, maafkan saya." Ucap Agung dengan suara tergagap.Dirga yang berada di sampingnya juga menjadi lemas kaki. Bagaimanapun, dirinya juga berada di tempat yang sama serta melakukan apa yang di kerjakan oleh temannya tersebut.Akan tetapi, karena Dirga tidak menerima pukulan kunci mobil, atau bisa di katakan mata buruk sedang tidak mengincarnya, maka kesialan hanya menyambangi sosok agung.Tapi, bukan berarti Dirga tidak ketakutan juga, hanya dengan mendengar serta menyaksikan teguran untuk Agung, kedua kaki itu hampir saja limpung seperti daging tak bertulang.Ada ap
Langkah Anggara terjeda sejenak ketika mendengar sapaan tersebut. Dalam hati ia merasa lucu dan sedikit terusik akibat sikap dari sekertaris pribadinya ini."Baagus." Jawabnya ringan, dengan senyum sinis tercetak sekilas di bibir."Huh...apa maksudnya itu?." Angel bergidik melihat sikap Anggara barusan.Sebuah kalimat singkat meluncur datar dengan arti yang baik.Akan tetapi, entah mengapa ia justru merasa di balik pujian kata "bagus" dibibir sang atasan, seolah benda tajam tengah di tekan kuat di balik punggung.Angel berusaha menutupi rasa tak nyaman dalam hati dan berpikir positif. Meskipun bahasa dan tindakan di sana menggaruk hati serta membangkitkan rasa cemas, wajah cantiknya tetap di tampilkan dengan kelembutan senyum.Sementara, Handoko yang jauh lebih mengenal Anggara tetap diam tak bergeming.Baginya, meski tindakan pencegahan Angel masih bisa dimaklumi, namun di hadapan Anggara ia juga tak bisa memihak kepada wanita tersebut.Jika tid
Sementara di sisi lain, Agung yang tidak mendapatkan respon baik sinyal SOS nya, hanya bisa pasrah dan menghela nafas."Maaf mbak Heny, saya harus segera menghadap pak Handoko." Ucapnya kuyu setelah menoleh sejenak ke arah sosok Heny yang masih setia menatap dengan penuh perhatian.Tentu saja pria tersebut memahami serta menangkap perhatian khusus dari wanita itu. Namun, dalam situasi serta suasana hati Agung sekarang, perhatian dan kehadiran Heny tidak akan dapat membantu sama sekali.Sebab badai yang sedang di hadapi atau lebih tepatnya akan segera menimpanya beberapa saat lagi, sungguh mengambil seluruh ruang pikiran.Bagaimana mungkin, ada waktu serta tenaga untuk memperdulikan sebuah perasaan sentimentil dari sosok di balik punggungnya saat ini. Tubuh gagah Agung yang tampak tegas pada hari-hari biasanya, kini terlihat tidak memiliki aura semangat. Sosok heroik di pagi hari tadi seakan tak pernah ada pada dirinya, ketika menuju