Sepanjang keluar dari ruang rapat, Bhaskara tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ia terus berjalan tak memedulikan sosok Nirmala yang senantiasa mengikutinya.Nirmala yang membuntuti sesekali menatap Bhaskara dengan berdecih kecil. Setelah Nirmala mengucapkan perkataan konyol dalam rapat tadi, Bhaskara terus saja terdiam. Bhaskara tak mampu membantah apalagi melihat respon para pemegang saham yang justru terlihat mempertimbangkan.Tibalah mereka di lantai dasar di mana lobi berada. Bhaskara masih belum sadar dan mengucapkan sepatah kalimat. Hal itu membuat Nirmala mengacak rambutnya frustrasi. Ia menjadi malu sendiri melihat respon Bhaskara yang terlihat menolaknya mentah-mentah."Argh! Gimana aku harus menghadapinya sekarang?" gumamnya mengacak rambut. "Mulut sialan!" umpatnya kecil menabok mulutnya sendiri.Tanpa disadari Bhaskara menghentikan langkahnya, Nirmala yang sibuk mengomeli dirinya sendiri tentu tak tahu jika pria di depannya berhenti dan ...Dugh!"ASTAGA?!" pekik Nir
Suara lantai berderit terdengar ketika roda bankar menyusuri lorong rumah sakit. Bankar berisi seorang wanita paruh baya yang tak sadarkan diri itu dilarikan celat ke UGD."Mohon maaf, Mas, bisa tunggu di sini saja," tegur seorang perawat yang hendak menutup pintu UGD.Wajah pria penuh kekhawatiran itu akhirnya berhenti pasrah menatap nanar ruangan gawat darurat yang perlahan tertutup. Saat ia tengah kalut dalam kekhawatiran, tangannya menghangat merasakan seseorang menyentuhnya."Duduklah, tenang aja Tante Veda akan baik-baik saja," ucap wanita di belakangnya menatapnya lembut.Baladewa memandang jajaran kursi tunggu di seberang tempatnya berdiri. Ia akhirnya menghela napas kemudian terduduk lemas."Ini semua gara-gara Nirmala," gumam pria itu mengepalkan tangannya kuat-kuat.Mendengar sesuatu yang menarik, Viola yang tadinya duduk berjarak kini mendekat. Menyadari sosok lain disebelahnya, Baladewa menoleh."Terima kasih, Viola. Tanpa kau sepertinya bunda tak akan bisa dibawa ke rum
Surya bergegas bangkit dari duduknya. Hal itu tentu mengundang kekhawatiran Bhaskara."Ayah, aku tak akan menerimanya jadi ... "Sorot tajam seketika diterimanya. Sang ayah menatap lamat anaknya yang ikut berdiri dengan takut. Surya memandang penuh perhitungan. "Ayah akan bicara dengan Nirmala," putusnya mencoba menggali lebih lanjut maksud Nirmala itu.Bhaskara terbelalak, ia segera menahan lengan ayahnya berniat mencegah. "Tunggu ayah, aku sudah menolaknya jadi ayah nggak perlu terlibat lebih jauh. Bhaskara bisa mengatasinya kok," sergah Bhaskara ketar-ketir."Kau tidak berpacaran dengannya, kan?!"Lelaki berkepala dua itu menelan ludahnya susah payah. "Ng—nggak loh, Yah. Di antara kami nggak ada hubungan apa-apa."Ayahnya sepertinya salah paham. Ia pikir antara anaknya dengan anak mantan atasannya menjalin hubungan. Wajar saja karena ia sebenarnya dari jauh-jauh hari mengkhawatirkan hal itu terjadi."Kalau begitu jangan halangi ayah."Surya berlalu begitu saja menyisakan Bhaskara y
"Sedang mengisi rumah, ya? Berapa banyak sih uang yang kau peroleh dari merebut warisanku itu?"Deg.Suara itu kembali terdengar setelah sekian lama tak menusuk gendang telinganya. Dengan perlahan Nirmala meletakkan mejanya dan berbalik. Dan jantungnya seketika berdegup cepat melihat sosok Baladewa lagi dengan jarak sedekat ini.Pria berambut twoblock itu menarik salah satu sudut bibirnya membentuk kurva miring. "Apakah hidupmu setenang dan sebahagia itu setelah membuat keluargaku hancur, Nirmala?" Perkataan sindiran dari pria berlidah tajam itu membuat Nirmala terpaku. Ia tak dapat membantah apalagi membela diri.Langkah Baladewa maju mendekat hingga menyisakan beberapa senti saja wajah mereka dapat bersentuhan. "Apa kau pikir aku akan membiarkanmu bahagia, Nirmala?" ancamnya dengan suara rendah yang mampu membuat bulu kuduk Nirmala seketika berdiri.Nirmala beringsut mundur ketika gejala kecemasan kembali menyerangannya. Ganesha yang sedari tadi hanya memperhatikan sang kakak den
Sensasi pening seketika menyergap begitu pandangannya mulai terbuka. Intensitas cahaya yang begitu tinggi membuat Nirmala berkedip beberapa kali menyesuaikan."Engggg," lenguhnya merasakan nyeri bagian belakang tubuhnya. Matanya seketika terbelalak begitu mendapati langit-langit kamarnya. "Apa yang terjadi?" gumamnya kebingungan. Ia lupa kejadian yang menimpanya beberapa saat lalu.Ia hendak bangkit, namun segera menyerah ketika kepalanya berdenyut hebat. "Ashhh," ringisnya memijat pelipisnya pelan. Saat sejenak menengkan diri, ia akhirnya teringat kejadian sebelum ia tersadar di kamarnya ini."Anes?!" pekiknya teringat adiknya itu sempat di dorong keras oleh mantan pacarnya hingga membentur tembok. Perasaannya khawatir tak karuan. Tanpa mengidahkan sensasi nyeri pada kepalanya, ia bergegas bangkit. Ia berjalan keluar kamar mencari keberadaan adiknya, sayangnya tak ada tanda-tanda keberadaan orang lain selain dirinya di rumah."ANES! KAU DIMANA, HEY?!" "NES ... ANES!" Sekali l
"Dokter, anda tidak bercanda, kan?!" pekik Nirmala histeris. "Tolong adik saya, Dok. Jangan sampai adik saja lumpuh. Kumohon sembuhkan dia, aku akan membayar berapapun asalkan dokter bisa mengembalikkan kondisi adik saya."Nirmala lepas kendali, serangan paniknya kembali kambuh. Ia menarik-narik jas dokter itu memohon dengan teramat.Bhaskara yang menyadari kondisi Nirmala tidak stabil segera menangkap tubuh wanita itu dan menjauhkan dari sang dokter."Terima kasih, Dokter. Mohon maaf. Lakukan tindakan apa saja untuk Ganesha, saya akan mengurus administrasinya," ucap Bhaskara sempat dibuat kewalahan dengan Nirmala yang terus memberontak.Usai kepergian sang dokter, tubuh Nirmala melemas. Ia merosot dan segera dibopong oleh Bhaskara untuk didudukkan di kursi tunggu.Ia menatap prihatin Nirmala yang berwajah tak karuan. Meski kondisinya telah melemah, tangis wanita itu tak kunjung juga berhenti. "Nirmala, semua belum pasti. Masih ada kemungkinan Ganesha baik-baik saja," ujar Bhaskara m
Perkataan membutuhkan validasi yang diucapkan Nirmala seketika membuat Bhaskara membeku. Ia mendadak terdiam memperhatikan wanita di depannya yang semakin diperhatikan seperti ada yang tak biasa dari tingkahnya."Oh iya kata Om Surya kamu punya banyak kenalan cowok, ya?" Bhaskara terbelalak, pertanyaan itu sungguh tak masuk akal. Rasanya wanuia di depannya ini bukanlah Nirmala yang ia kenal. Bisa-bisanya ia yang tadinya bersedih seperti ditinggal mati oleh adiknya, kini malah membahas sosok lelaki lain?'Apa wanita ini sungguh gila?' pikir Bhaskara."Heh? Kamu Nirmala, kan?" tanya Bhaskara dengan hati-hati.Yang semula Nirmala nampak sendu dan tak bersemangat, tiba-tiba ia terkekeh geli. "Iya aku Nirmala lah yakali," timpalnya menanggapi Bhaskara dengan santai.Gerak gerik Nirmala di mata Bhaskara seperti ada yang salah."Terus kenapa kalau aku punya banyak kenalan cowok? Kamu mau minta dikenalin gitu terus mau kamu suruh jadi CEO Rajya Corp?" tanya Bhaskara tanpa sadar bersungut-sun
"Om Surya? Apa dia mencari Bhaskara?"Nirmala bangkit dari duduknya kemudian mengusap wajahnya yang telah penuh air mata. Ia juga berdeham menetralkan suaranya yang parau."Halo Om Surya?""Halo Nirmala apa kamu sedang senggang?" Pertanyaan Surya itu membuat Nirmala tertegun. Jika pria paruh baya itu bertanya seperti ini biasanya ada hal penting yang hendak dikatakan."Senggang, Om. Ada apa?" Sembari menunggu penjelasan Surya, Nirmala berjalan menjauhi ruangan ICU. "Tentang pernyataan kamu di rapat perusahaan, itu tidak benar, kan?" Langkah Nirmala seketika terhenti. Sejenak terhenyak mencerna pertanyaan itu. Bagaimana ayah dari Bhaskara itu tahu? Apakah Bhaskara yang menceritakannya? 'Arghhh jika seperti ini aku tidak memiliki muka untuk bertemu Om Surya dan Tante Vani lagi,' ucap Nirmala dalam benaknya."Halo, Nirmala?"Lamun wanita itu tergugah dan segera mengambil kesadarannya kembali."Iya, Om, itu tidak benar. Saya hanya asal menceletuk saja. Maaf jika hal tersebut menggang