"Dokter, anda tidak bercanda, kan?!" pekik Nirmala histeris. "Tolong adik saya, Dok. Jangan sampai adik saja lumpuh. Kumohon sembuhkan dia, aku akan membayar berapapun asalkan dokter bisa mengembalikkan kondisi adik saya."Nirmala lepas kendali, serangan paniknya kembali kambuh. Ia menarik-narik jas dokter itu memohon dengan teramat.Bhaskara yang menyadari kondisi Nirmala tidak stabil segera menangkap tubuh wanita itu dan menjauhkan dari sang dokter."Terima kasih, Dokter. Mohon maaf. Lakukan tindakan apa saja untuk Ganesha, saya akan mengurus administrasinya," ucap Bhaskara sempat dibuat kewalahan dengan Nirmala yang terus memberontak.Usai kepergian sang dokter, tubuh Nirmala melemas. Ia merosot dan segera dibopong oleh Bhaskara untuk didudukkan di kursi tunggu.Ia menatap prihatin Nirmala yang berwajah tak karuan. Meski kondisinya telah melemah, tangis wanita itu tak kunjung juga berhenti. "Nirmala, semua belum pasti. Masih ada kemungkinan Ganesha baik-baik saja," ujar Bhaskara m
Perkataan membutuhkan validasi yang diucapkan Nirmala seketika membuat Bhaskara membeku. Ia mendadak terdiam memperhatikan wanita di depannya yang semakin diperhatikan seperti ada yang tak biasa dari tingkahnya."Oh iya kata Om Surya kamu punya banyak kenalan cowok, ya?" Bhaskara terbelalak, pertanyaan itu sungguh tak masuk akal. Rasanya wanuia di depannya ini bukanlah Nirmala yang ia kenal. Bisa-bisanya ia yang tadinya bersedih seperti ditinggal mati oleh adiknya, kini malah membahas sosok lelaki lain?'Apa wanita ini sungguh gila?' pikir Bhaskara."Heh? Kamu Nirmala, kan?" tanya Bhaskara dengan hati-hati.Yang semula Nirmala nampak sendu dan tak bersemangat, tiba-tiba ia terkekeh geli. "Iya aku Nirmala lah yakali," timpalnya menanggapi Bhaskara dengan santai.Gerak gerik Nirmala di mata Bhaskara seperti ada yang salah."Terus kenapa kalau aku punya banyak kenalan cowok? Kamu mau minta dikenalin gitu terus mau kamu suruh jadi CEO Rajya Corp?" tanya Bhaskara tanpa sadar bersungut-sun
"Om Surya? Apa dia mencari Bhaskara?"Nirmala bangkit dari duduknya kemudian mengusap wajahnya yang telah penuh air mata. Ia juga berdeham menetralkan suaranya yang parau."Halo Om Surya?""Halo Nirmala apa kamu sedang senggang?" Pertanyaan Surya itu membuat Nirmala tertegun. Jika pria paruh baya itu bertanya seperti ini biasanya ada hal penting yang hendak dikatakan."Senggang, Om. Ada apa?" Sembari menunggu penjelasan Surya, Nirmala berjalan menjauhi ruangan ICU. "Tentang pernyataan kamu di rapat perusahaan, itu tidak benar, kan?" Langkah Nirmala seketika terhenti. Sejenak terhenyak mencerna pertanyaan itu. Bagaimana ayah dari Bhaskara itu tahu? Apakah Bhaskara yang menceritakannya? 'Arghhh jika seperti ini aku tidak memiliki muka untuk bertemu Om Surya dan Tante Vani lagi,' ucap Nirmala dalam benaknya."Halo, Nirmala?"Lamun wanita itu tergugah dan segera mengambil kesadarannya kembali."Iya, Om, itu tidak benar. Saya hanya asal menceletuk saja. Maaf jika hal tersebut menggang
Ceklek ...Pintu segera terbuka begitu seorang wanita mendorongnya. Ganesha yang tadinya memejamkan mata lekas membuka kembali."Kakak kok lama sih beli eskrimnya di mana? Di mars atau dimana?" tanya Ganesha dengan asal memberondong pertanyaan humor.Tanpa merespon ucapan konyol sang adik, Nirmala mengambil sebuah cangkir kemudian membuka bungkus eskrim yang telah mencair."Kak?" panggil Anes merasa aneh dengan gerak-gerik kakaknya. Padahal sebelum pergi kakaknya terlihat baik-baik saja bahkan sudah mampu melontarkan candaan.Beberapa saat sebelum memasuki ruangan Ganesha ..."Apa yang banci itu lakukan di sini?"Dengan penasaran tingkat tinggi, Nirmala nekat mendekat tapi ketika baru dua langkah maju, matanya membeliak. "Viola?" gumamnya lantas beringsut mundur kembali ketika menyadari Viola celingukan merasa diperhatikan.Bergerak cepat, Nirmala nekat melangkah lebih dekat dan bersembunyi di cekungan tembok yang berjarak lebih dekat dengan posisi mereka berbincang."Tunggu ... apa
---------"Halo, Surya, denger-denger putramu akan menikah dengan calon CEO baru Rajya Corp, ya?"Surya yang saat itu sibuk memasukkan beberapa berkas sengketa tanah melirik sekilas. "Siapa bilang? Bhaskara dan Nirmala itu sahabatan sejak kecil, tidak mungkin mereka menikah," jawabnya santai.Rekan kerja yang bertanya itu mengernyitkan keningnya. "Iya, kah? Aku dengar dari temanku yang juga pemegang saham di Rajya Corp katanya calon CEO mereka membuat pernyataan mengejutkan akan menikahi Bhaskara dan menjadikannya menjadi CEO mereka."Aktivitas Surya seketika terhenti. Ia tak mengerti ucapan kawannya yang bernama Jiman itu. "Kapan rapat itu terjadi?""Tadi siang. Aku baru saja diberitahu. Mungkin anakmu belum sempat memberitahumu."Kabar mencengangkan itu membuat Surya dilanda kegusaran seharian. Ia ingin cepat pulang dan menanyakan secara langsung kebenarannya. "Apa aku coba tanya lewat telpon? Tapi ... sepertinya mending bertanya secara langsung," gumamnya hapal betul dengan watak
"Ayah, tapi tidak benar seperti ini. Bagaimana jika nanti Nirmala bertemu pria berengsek? Bagimana jika nanti lelaki yang Nirmala pilih justru memanfaatkannya?" ucap Bhaskara justru merasa semakin khawatir dengan kondisi wanita itu. Surya berdecak kesal merasa sia-sia berbicara dan membujuk anaknya yang selalu keras kepala. Namun mau bagaimana pun dia harus melakukan hal ini sebelum terlambat."BHASKARA, PERNIKAHAN ITU BUKANLAH MAINAN!"Dari arah pintu, terlihat Vani yang ikut menyimak dari balik pintu. Ia khawatir jika anak dan suaminya justru berakhir saling cekcok dan baku hantam."Ayah, apa ayah sungguh berpikir menjodohkan Nirmala dengan pria asing itu lebih baik? Nirmala telah melewati semua hal berat, apa Ayah tidak khawatir jika ada yang memanfaatkannya?" sentak Bhaskara tanpa sadar telah ikut meninggikan suaranya.Surya menatap nanar anaknya yang tampak emosional. Ia menghela napas kemudian menjawab dengan nada suara lebih rendah. "Lalu apa bedanya dengan kamu yang rela meni
Seorang pria tengah termenung menatapi hamparan langit hitam. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya membuat hawa dingin seketika terasa pada sekujur tubuhnya. Tangan kanannya terangkat berusaha meraup bulan yang tengah menampakkan eksistensi keelokan bulat sempurnanya."Siapa sangka bulatan kecil seperti permen itu memiliki wujud jauh lebih besar dari jangkauanku," gumamnya sembari menutup bulatan bulan itu hingga tenggelam dalam telapak tangan besarnya itu."Dan siapa sangka bulan yang digambarkan menerangi gelapnya malam itu sebetulnya bukanlah sinarnya sendiri," lanjutnya menengadahkan kepalanya.------"Dunia memang penuh dengan penipu, kau jangan mudah percaya dengan orang asing, okey?" ucap seorang gadis kecil berkucir kuda mengulurkan tangannya pada seorang bocah laki-laki yang terduduk menangis.Bocah lelaki itu tak kunjung menyambut uluran tangan sang gadis hingga akhirnya gadis itu nekat menarik lengan bocah itu memaksa untuk berdiri."Jangan jadi cengeng nanti air di rumahmu c
Pagi itu seperti biasa, Surya menjalani rutinitas kerja seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini ia tak punya janji dengan klien, jadi ia bisa menghabiskan waktu sepenuhnya di kantor. Meski pekerjaan hari ini terasa lebih ringan, pikirannya tak kunjung tenang. Kejadian kemarin terus saja menghantuinya. Semakin ia mencoba mengabaikannya, rasa cemas itu malah makin menghimpit."Uhuk!"Sebuah dehaman tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Surya menoleh dan mendapati Jiman, salah satu rekan kerjanya, sudah duduk di sampingnya dengan ekspresi penasaran.Merasa ketahuan melamun, Surya segera membalik berkas laporan yang sedari tadi hanya ia pandangi kosong.Sedangkan Jiman yang peka dengan perubahan sikap Surya, langsung bersuara pelan."Ada masalah apa?" tanyanya sambil menatap tajam, seolah ingin menembus pikiran rekannya itu.Surya tak menjawab, ia berusaha membenamkan diri dalam laporan yang nyaris sudah ia hafal di luar kepala.Jiman tersenyum kecil, lalu bersandar santai. "Biar kutebak... Ka
Malam itu, Bhaskara duduk sendirian di kamarnya, menatap ponsel yang tergeletak di meja. Pandangannya kosong, tetapi sorot matanya menunjukkan hatinya tengah penuh kegelisahan. Kegelisahannya bukan tanpa alasan, iatelah mengirimkan pesan demi pesan kepada Nirmala, tetapi tak satu pun yang mendapat balasan.Pikirannya terus melayang ke arah percakapan terakhir mereka, ketika Nirmala, dengan nada lelah dan penuh tekanan, mengatakan bahwa dia butuh waktu untuk sendiri. Bhaskara tahu betul bahwa semuanya bukan karena cinta mereka memudar, melainkan karena tekanan yang mereka hadapi selama berbulan-bulan terakhir ini—dari skandal Aditama, ditambah dengan dirinya harus menstabilkan kembali keadaan perusahaan, hingga beban tanggung jawab yang tak pernah surut.“Apa aku terlalu menekannya?” gumam Bhaskara, menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya.Ponselnya bergetar, tetapi hanya notifikasi pesan otomatis dari operator. Tidak ada pesan dari Nirmala. Tidak ada kabar sama sekali.Bhaskara men
Hari itu tibalah waktunya untuk rapat dewan pemegang saham di Rajya Corp. Suasana dalam rapat itu berlangsung tegang. Aditama duduk di kursinya dengan senyum penuh kemenangan, sementara Nirmala, Bhaskara, dan kini hadir pula Surya berdiri di depan ruangan.“Baiklah,” ujar Aditama dengan nada sinis. “Anda mengatakan memiliki sesuatu yang ingin disampaikan kepada dewan, Pak Surya?”Surya menatap Aditama dengan dingin. “Aku tahu apa yang kau lakukan selama ini, Aditama. Dan aku di sini untuk memastikan semua orang tahu.”Nirmala melangkah maju, meletakkan dokumen di meja dewan. “Ini adalah bukti bahwa Aditama telah memanipulasi proyek Narpati dan menggunakan dana perusahaan untuk keuntungan pribadinya.”Para pemegang saham mulai bergumam, suasana ruangan menjadi semakin gaduh.Aditama tetap tenang. “Bukti ini tidak cukup untuk menjatuhkanku. Kalian tidak punya saksi yang dapat mendukung klaim kalian.”Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan seorang pria masuk dengan langkah mantap. Semua o
Di sebuah ruangan yang remang-remang, Aditama duduk di belakang meja besar dengan segelas anggur di tangannya. Senyumnya dingin, menandakan keyakinannya bahwa permainan ini hampir mencapai puncaknya. Di hadapannya, beberapa dokumen berserakan, sementara layar komputer menampilkan data-data rahasia dari Rajya Corp. “Apa laporan terakhir?” tanya Aditama kepada Arya, yang berdiri di sudut ruangan. Arya, dengan raut wajah serius, mendekat dan menyerahkan sebuah map berisi laporan terkini. “Surya telah kembali bersama Nirmala. Mereka pasti sedang menyusun langkah untuk melawan kita.” Aditama membaca laporan itu dengan seksama, lalu menutup map tersebut dengan keras. “Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan kendali atas informasi ini. Waktunya memutar balikkan fakta.” “Bagaimana caranya?” tanya Arya dengan hati-hati. Aditama mengangkat salah satu dokumen dari meja, lalu melemparkannya ke arah Arya. “Kita buat mereka terlihat seperti dalang di balik kehancuran proyek Narpati. Publ
Malam itu, hujan turun deras, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Mobil yang dikendarai Bhaskara melaju di jalanan gelap menuju lokasi yang tertera dalam email misterius. Di dalam mobil, Nirmala duduk di kursi penumpang, sesekali menatap layar ponselnya dengan gelisah. “Ini pasti jebakan,” kata Bhaskara, memecah keheningan. Tangannya mencengkeram setir mobil erat-erat. “Aku tahu,” balas Nirmala tanpa menoleh. Ia mendesah pelan berusaha meredakan dadanya yng berdegup cepat. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Jika Om Surya benar-benar ada di sana, kita harus mencarinya.” Vira yang sedari tadi duduk di kursi belakang, menambahkan, “ya memang, kita harus tetap waspada. Aditama bukan orang yang akan menyerah begitu saja.” Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya tiba di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Bangunan itu tampak usang, dengan pintu besi besar yang hampir sepenuhnya tertutup karat. Bhaskara mematikan mesin mobil dan memandang gedung itu dengan ragu. “Seberapa yakin
Pagi yang tegang menyelimuti Rajya Corp. Di ruang rapat utama, Nirmala duduk sendirian, memandang kursi kosong di seberangnya. Pikirannya berputar, membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. “Dia akan datang,” gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sebenarnya ia masih menyimpan keraguan ketika menjalankan strategi ini, namun jika Aditama tidak dipancing, ia tak dapat memiliki bukti kuat. Jadi ini lah waktunya, ia harus yakin usahanya akam berhasil. Beberapa menit kemudian, pintu ruang rapat terbuka, dan Aditama masuk dengan langkah mantap. Wajahnya memancarkan kepercayaan diri yang tinggi. Wajah penuh wibawanya itu menampakkan senyuman miring. “Kau benar-benar berani mengundangku, Nirmala,” ucapnya sambil mengambil tempat di seberang meja. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?” Tak ingin terintimidasi, Nirmala menatapnya dengan penuh tekad. “Aku ingin tahu di mana kau menyembunyikan Pak Surya.” Aditama tersenyum tipis, seolah menikmati momen itu. “Surya? Aku
Vira masuk dengan ekspresi serius, membawa dokumen yang baru saja ia periksa.“Kita punya bukti kuat,” katanya. “Namun, untuk menjatuhkan Aditama, kita butuh lebih dari ini. Dia punya banyak pengaruh di luar sana.”Bhaskara mengangguk. “Kita harus memastikan bahwa semua bukti ini dipublikasikan secara luas. Tidak ada jalan keluar baginya.”“Tapi bagaimana dengan Om Surya?” tanya Nirmala. “Aku merasa dia tahu lebih banyak daripada yang ia ceritakan. Dan aku tidak bisa mengabaikan keterlibatan ayahku dalam semua ini.”Vira menghela napas. “Kita memang membutuhka Surya untuk bersuara. Jika dia tidak berbicara, permainan ini tidak akan pernah berakhir.”"Tapi di mana ayahku. Aku juga tak tahu sekarang dia ada dimana," ujar Bhaskara frustrasi."Kita harus menemukan ayahmu, Bhaskara," tandas Nirmala tak terbantahkan.***Langit malam tampak kelabu, seolah menandakan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Bhaskara duduk di ruang tamu apartemen dengan wajah tegang, matanya terus menatap layar po
Nirmala dan Bhaskara saling bertukar pandang tanpa sadar menahan napas saat langkah kaki Aditama semakin mendekat. Suara pintu besi yang terbuka sepenuhnya bergema di ruangan kecil itu. Cahaya lampu senter menyapu dinding, nyaris mengenai tempat mereka bersembunyi.“Aku tahu kalian ada di sini,” ujar Aditama dengan nada rendah, tetapi penuh ancaman. “Kalian pikir bisa menggali masa lalu tanpa konsekuensi?”Pria yang bersama Aditama menyisir ruangan dengan cermat. Sementara itu, Nirmala menggenggam tangan Bhaskara erat-erat, berharap keheningan mereka cukup untuk menghindari deteksi.“Apa kalian ini ingin menjadi anak kecil? Aku tidak suka bermain petak umpet,” lanjut Aditama. “Tapi aku juga tidak keberatan. Semakin lama kalian bersembunyi, semakin aku menikmati permainan ini.”Nirmala menatap Bhaskara, memberikan isyarat agar mereka bersiap. Namun, sebelum mereka sempat bergerak, pria yang bersama Aditama berbicara.“Pak, ada dokumen di sini. Sepertinya mereka sudah menemukannya.”Adi
Nirmala dan Bhaskara berdiri di tengah ruang kerja Surya yang berantakan. Dokumen-dokumen berserakan di lantai, kursi terbalik, dan tanda-tanda mencurigakan terlihat jelas.“Dia tidak mungkin pergi begitu saja meninggalkan ruangannya seberantakan ini,” lirih Bhaskara, matanya penuh kekhawatiran.Nirmala memungut sebuah dokumen dari lantai, lalu menatap surat Rajendra yang tertinggal di meja. Sesuatu terasa tidak beres.“Kita harus menemukannya, Bhaskara,” kata Nirmala, suaranya gemetar. “Kepergian Om Surya dalam keadaan seperti ini, ditakutkan karena ulah seseorang. Kau tahu kan Aditama orangnya nekat, dia bisa saja merencanakan penculikan ayahmu untuk menggagalkan rencana kita.”Bhaskara nampak termagu sejenak. “Aku akan menghubungi orang-orang kepercayaan Ayahku. Mungkin mereka tahu di mana dia berada.”Namun, jauh di dalam hati, Bhaskara merasa cemas. Jika benar Surya telah diculik, maka ini bukan lagi sekadar permainan kekuasaan. Ini adalah perang total.***Keesokan harinya, Nirm
Di tengah malam, di sebuah kafe kecil yang sepi di pinggir kota, Bhaskara dan Nirmala bertemu dengan Vira lagi. Kali ini, mereka sedang menyusun rencana yang lebih berani yaitu memanfaatkan bukti-bukti sementara untuk menjebak Aditama dan memancingnya ke langkah berikutnya.“Aku telah menelusuri lebih dalam,” ujar Vira sambil membuka laptopnya. Ia lantas memutarkan laptopnya membuat Nirmala juga Bhaskara mampu melihat isinya. “Ada jaringan transaksi gelap yang melibatkan Aditama, PT Laksana Bhumi, dan sebuah perusahaan cangkang di luar negeri. Tapi ini hanya pucuk dari keseluruhan jaringan.”Nirmala dan Bhaskara melihat secara saksama.“Berapa banyak waktu yang kita punya sebelum mereka menyadari kita sudah menemukan ini?” tanya Bhaskara.Sejenak wanita berambut panjang itu menganalisa. “Tidak lama,” jawab Vira. “Tapi kita bisa memanfaatkan waktu ini untuk melancarkan serangan kecil.”“Serangan kecil seperti apa?” tanya Nirmala yang sedari tadi memilih bungkam.Vira tersenyum tipis. “