"Jadi? ada perlu apa Kak Hana?" Tanya Ze.
"Silahkan duduk dulu..." Hana mempersilahkan.
"Erika? lu gapapa?" Tanya teman nya Ze.
*Aku menggelengkan kepala
"Jadi gini... kita mau tanya tanya perihal Zulfa. Aku, Icha sama Erin udah bahas ini barusab, tetapi masih ada yang belum kita ketahui tentang dia" Hana memperjelas.
"Bukan untuk memperburuk suasana, aku benar benar ingin tau alasan jujur kalian dan anggota lain membully Zulfa" Sambungku.
"Aku gatau ini bisa disebut pembullyan atau tidak. Karna kami hanya meminta mengganti bola basket kami yang sudah rusak pada Zulfa" Ze mulai menjelaskan.
"Lalu?"
"Ya... kan kita tau, anggaran eskul hanya diberi dua kali dalam sebulan. Dan saat eskul lain udah dapat anggaran saat minggu kedua bulan ini, kami buru buru menagihnya ke Zulfa dong?!" Sambung teman nya Ze.
"Sedangkan Zulfa baru mengambil uang anggaran nya hari ini. Itupun karna suruhan Icha ya kan?" Tanya Hana kepadaku.
"Iya..."
"Tunggu Cha, kenapa kamu tau kalau Zulfa belum mengambil anggaran nya?" Tanya Erin.
"Karna kalau Zulfa udah ngambil uang anggaran nya minggu kemarin bersamaan dengan ketua eskul lain, maka hari kemarin kamu gak akan menangis disini gara gara dituduh korupsi oleh eskul basket" Jelasku.
"Dan ngomong ngomong, saat kalian minta untuk menggantikan bola basket yang udah rusak, alasan apa yang dipake Zulfa ke kalian?" Aku memberanikan diri bertanya langsung pada mereka.
"Dia bilang... anggota osis belum membagikan nya..." Kata ze
"HAH?!!" Aku, Hana dan Erin terkejut.
Bagaimana tidak, orang sepolos Zulfa pun mengkambing hitamkan kami hanya untuk keegoisan nya. Aku mulai canggung dengan keberadaan Ze dan kawan kawan nya. Ternyata aku salah mengira jika ini adalah ulah Ze dan bawahan nya, tidak disangka alasan semua ini terjadi adalah Zulfa sendiri.
"Ya karna itulah kami menganggap anggota osis yang melakukan korupsi. Makanya saat melihat Erin kami langsung ngejek dia" kata teman nya Ze
"Btw Hana... kok kamu bisa tau aku bakal berantem sama mereka?" Tanyaku.
"Emm... karna apa ya? Oh iya! aku ingat. Kalo ga salah karna aku lihat luka lebam di pipinya"
"Luka lebam?" Ze dan teman nya tampak keheranan.
"Apa apaan muka sok tidak mu itu? bukan nya itu ulah kalian?" Bentak Hana
"Sudahku bilang, kami hanya meminta ganti bola basket yang sudah rusak. Selebihnya ya... kami cuma ngejek dia. Kita gak berani main fisik" Ze mengelak.
"Berarti? kalau bukan kalian siapa?" Tanya Erin.
"Gak ada jalan lain selain tanya pada orangnya langsung" Saranku.
"Oke, besok pulang sekolah datang aja kerumahku. Kalian bertiga juga." Sambung Hana.
"Eh? kita? kerumah kak Hana? seriusan? kenapa ga disini aja?" Kata orang disebelah kiri Ze.
"Iya, btw Ze rumahmu dimana?" Tanya Hana
"Yakali Kak Hana gak tau rumah ketua tim basket terganteng disekolah ini?" Jawab Ze dengan Pedenya.
Biar kuperjelas, dia Zeinal Zein. Ketua Tim basket sekolah kami. Dengan wajah yang cukup memikat para cewek dan tubuh yang tinggi Dia pantas menjadi idaman cewek cewek kelas satu sejauh ini. Meskipun begitu, ada beberapa sifat yang tak disukai para cewek ini, yaitu emosi dan tempramen nya. Entah sudah berapa kali dia adu jotos karna hanya bawahan nya tidak becus memasukan bola dalam Ring.
"Kalian tau sendiri kan Icha gabisa datang ke sekolah besok gara gara di skors tiga hari?" Jawab Hana.
"Eh Icha di skors? trus kenapa kalian engga?" Tanya Erin keheranan.
"Udah jangan dibahas lagi..." Aku menenangkan Erin
"Iya BTW maaf ya Cha, gara gara kita lu jadi di skors" Ze meminta maaf.
"Ah... enggak enggak, lagian salahku juga bertindak gegabah tanpa pikir panjang" Aku meminta maaf
"Yaudah ya, kita pulang duluan. Btw pukulan lu lumayan juga Cha" Ze memujiku.
"Ahaha bisa aja" Aku sedikit bercanda dengan nya.
*Ze dan teman teman teman nya pergi...
"Jadi gimana? kita pulang aja?" Tanya Erin.
"Bentar, Icha udah bisa jalan?" Tanya Hana.
"Udah bisa, tapi aku masih pengen tiduran disini" Jawabku.
Tak tau apa yang akan terjadi nanti saat aku sampai dirumah. Meskipun ibuku jarang berbicara denganku, tapi dia paling sensitiv dengan yang namanya sekolah. Mungkin dia akan memarahiku lagi, sekuat apapun Hana mencoba menutupi lukaku, ujung ujungnya ibu akan tau juga.
"Yaudah aku anter kerumah ya? aku yang bonceng kamu pakai sepeda"
"Iya iya Mashiro Hana-San ayo" Jawabku dengan nada sedikit bercanda.
"Berhenti pakai 'San' di ujung namaku Aizawa Erikachan" Balasnya.
"Ahaha, ayo Erin. Kita pulang aja..." Ajak ku
"Iya, kalian duluan aja. Aku perlu mengunci lemari lemari ini"
*Aku dan Hana pun pulang bersama
"Eh iya gimana kalau Tante Raisa marah?" Tanya Hana.
Raisa adalah ibuku, nama panjangnya Raisa Renanta. Dia seorang single parent atau ibu rumah tangga yang mengurus anaknya sendirian. Dia tak pernah membicarakan tentang siapa ayahku, atau kemana dia sekarang. Sampai saat ini pun aku masih belum berani bertanya, bukan karna takut. Hanya saja aku tak punya waktu atau momen yang pas untuk membicarakan ini dengan nya.
"Entahlah, gapapa..." Jawabku.
"Gimana kalo nginep dirumahku?" Tanya Hana.
"Eh serius? Tante Anna sama om Anwar Gak keberatan?"
Om Anwar adalah ayah Hana. Nama panjangnya Anwar Musyadad. Dia bertemu tante Anna di salah satu platform sosial media, om anwar nekat pergi ke jepang hanya untuk menemui tante Anna. Hana pernah menceritakan ini padaku, kisah Romansa mereka hampir sama seperti kisah yang ada di film film dan drama.
"Ayahku Shift malam, dia berangkat sore ini, pulangnya besok pagi. Ibuku juga paling tidur" Jawab Hana.
"Gimana kalo tante Anna lihat bajuku yang penuh darah?"
"Ya pake lah jas mu".
*Sesampainya dirumah Hana...
"Aku pulang..." Teriak Hana
"Okaerinasai... ara? ada Erika san?" Tanya Tante Hana.
Dia lebih cantik dari terakhir kali aku melihatnya. Rambutnya putih bergelombang... aku tak bosan memandangi wajahnya.
"Oh iya bu, ini Icha mau nginep disini semalem. Gapapakan?"
"Ah... udah bilang ke Raisa-san dulu? takutnya dia nyariin" Tanya Tante Anna.
"Belum... nanti aku kirim pesan" Jawabku.
Sebenarnya aku enggan memberi tau ibuku, tetapi yang dibilang tante Anna ada benarnya juga. Takutnya ibu nyari sampai kesekolah, walaupun aku tak yakin dia akan melakukan nya.
"Yaudah, Erika wa mo tabemashita ka?"
Tante Anna bertanya menggunakan bahasa jepang yang tentu saja aku tak mengerti.
"Oka-san yamete yo. Erika Gak bakal ngerti"
"Ahaha Gomen gomen, Erika udah makan belum?" Tanya Tante Anna dengan sedikit tertawa.
"Ah, eng... belum tante" Aku malu malu.
"Yaudah makan bareng yuk, tante masak kare hari ini"
Ini pertama kalinya aku mencoba masakan jepang. Walau awalnya tak begitu yakin, tetapi akhirnya aku memakan nya sampai habis. Beruntungnya Hana mempunyai orang tua sebaik dan seperhatian ini. Kadang aku iri, tetapi aku juga bersyukur masih mempunyai ibu yang walaupun kelihatan nya galak, tetapi sebenarnya perhatian.
"Eh, Icha bukan nya kamu harus kerja part time hari ini?" Tanya Hana.
"Iya, tapi aku udah Izin ke bosku tadi kok" Jawabku.
"Eh...? Erika-san udah kerja? kerja dimana?" Tanya Ibu Hana.
"Aku kerja di perpustakaan umum dekat alun alun, bagian shift malam".
Walaupun Gajinya tidak terlalu besar. Tapi setidaknya Cukup untuk biaya hidup kami. Tapi kadang juga ibuku selalu membantu menjaga toko Grosir pamanku saat siang hari.
*Selesai makan...
"Tante biar saya aja yang nyuci piringnya, hitung hitung sebagai tanda terimakasih"
"Eh? gapapa Erika-san? aduh arigato... terimakasih banyak. Tante juga agak lelah hari ini. Mohon bantuan nya ya..."
"Cha, aku duluan. Nanti langsung naik aja ke kamarku diatas". Kata Hana.
*Selesai mencuci piring...
*Tok tok tok Aku mengetuk pintu
"...Hana?..."
"Masuk aja Cha, gak dikunci"
Aku membuka pintu kamar Hana yang tertata rapih... Ada Rak buku, meja komputer dan beberapa foto keluarga yang dipajang di meja dan tembok yang pastinya tak pernah aku dapatkan bersama keluargaku. Wangi pengharum ruangan yang sama seperti di ruang osis. Aku merasa nyaman disini.
"Eh iya, aku ada baju ganti. Bentar..." Hana membuka lemari baju.
"Kamu mau piyama atau kaos biasa?" Tanya Hana.
"Kaos aja, aku gak biasa pakai piyama"
"Yaudah aku juga pakai kaos biar samaan" Hana menyerahkan baju.
*Kami mulai buka baju...
"E-erika? punyamu kok... gede?" Hana menatap Kearah dadaku.
"Eh??!! Hanaa?!" Aku kaget.
"Enggak enggak, tadi pas pake seragam perasaan gak sebesar ini..." Ungkapnya.
"Udah udah jangan bahas ginian heh..." Aku mengelak.
tiba tiba...
*Tring... tring... tring... suara ponsel Hana berdering.
"Erin?..." Gumam Hana.
"Iya halo Erin? kenapa?"
"HANA! HANA! AKU LIAT ZULFA SAMA TIGA COWO LAGI JA-" Telfon nya terputus.
"Eh kenapa kenapa? Erin kenapa?" Tanyaku.
"Ada sesuatu yang terjadi..."
TO BE CONTINUED....
Malam ini aku menginap dirumah Hana. Setelah kesalah pahaman yang terjadi tadi siang di sekolah, aku terpaksa untuk tidak pulang kerumah. Walaupun sebenarnya bisa saja aku berkata jujur pada ibuku, tetapi sepertinya ini jalan yang tepat agar aku tidak menambah beban pikiran ibuku.Entah apa yang terjadi pada Erin di telfon tadi, tapi aku dan Hana sudah berusaha menghubungi Erin kembali dan hasilnya tetap sama.Lalu aku juga sudah menghubungi ibu bahwa aku akan menginap dirumah Hana malam ini. Respon nya tetap dingin. Kemanapun aku pergi asalkan meminta izin terlebih dahulu, pasti ibu izinkan. Dia juga tak pernah bertanya alasanku pergi ke suatu tempat, seperti sekarang. Padahal aku menginap dirumah Hana, tetapi dia tak bertanya sedikitpun alasanku menginap."Erika-San? udah mau tidur?" Hana menyadarkanku dari lamunan."Ah iya, kamu duluan aja" Jawabku."Enggak maksudku ini kasurnya kan cuman ada sat
"Bu... kami berangkat ya..." Hana berteriak dari luar."Iya, Hati hati dijalan..."Kami pun berangkat menuju sekolah, ah tidak. Maksudku hanya Hana. Biasanya aku yang membonceng dia, sekarang giliran dia yang memboncengku. Hana akan mengantarkanku terlebih dahulu menuju kerumah."Eh iya. Kalau kamu gak kesekolah, berarti aku harus jalan kaki dong hari ini?" Tanya Hana."Iya juga. Em... Hana bawa aja sepedaku nanti ke sekolah" Jawabku."Emang gapapa? tante Raisa gak akan marah?"."Memangnya semenakutkan apa sih ibuku di pikiranmu?" Jawabku dengan becanda."Enggak gitu Icha..., yang namanya orang tua pasti khawatir sama anaknya. Apalagi ini kan satu satunya sepeda yang kamu punya""Iya juga, ibuku bilang ini punya ayahku. Tapi entah kemana dia sekarang. Gapapa kamu bawa aja, nanti sore kan kita mau kumpul dirumah mu..." Jawabku."Ngom
Setelah Hana pergi berangkat ke sekolah. Akupun kembali masuk ke rumah.Ibu terlihat masih membaca surat dari sekolah yang kuberikan tadi. Benar apa yang dikatakan Hana, wajahnya tak terlihat seperti sedang marah. Tapi walaupun begitu, aku masih harus berjaga-jaga agar tak dimarahi olehnya.Akupun berniat untuk pergi ke kamar lalu mengunci nya supaya ibu tidak bisa masuk dan memarahiku. Tapi seperti yang kupikirkan sebelumnya, ibu pasti sudah menyadari rencana klasik yang sudah kuulangi beberapa kali ini."Erika, kesini sebentar..." Ibuku memanggil dengan suara yang nyaris tak bisa kudengar saking kecilnya.Akupun menghampirnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan sedih. Kepalaku menunduk dan mencoba untuk tak memandang sorot matanya yang lebih menyeramkan dari penyihir abad pertengahan."Hana nya udah berangkat kan? duduk!...".Akupun mulai duduk di sofa. Aku masih saja tak
"Oke oke, jadi gimana? langsung kita mulai aja?"Aku keluar dari kamar.Semua orang sudah berkumpul di rumahku. Setidaknya sampai adikku juga ikut bergabung dalam diskusi ini. Semua orang tampak serius. Belum juga dimulai, aku sudah mempunya prasangka buruk tentang dua teman Zulfa ini. Kenapa mereka yang awalnya mendukung Zulfa mendadak ikut dengan diskusi ini yang sudah jelas jelas akan membicarakan sahabatnya itu. Apakah sebelumnya mereka berdua tidak diberitahu oleh yang lain tentang apa yang akan kita bahas sekarang?."Eh iya, kalian temannya Zulfa kan? Nama kalian siapa?" Aku memulai percakapan."Namaku Zahra, dan dia Alika. Rumah kami berdekatan, jadi kami selalu berangkat sekolah bersama-sama" Ujar salah satu dari mereka."Lalu kalian mulai kenal Zulfa dari kapan?" Tanya Hana."Sekitar tiga tahun lalu, pas baru pertama kali kita masuk SMK. Awalnya aku sama Zahra yang udah temenan dari k
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...
*Kring kring kring...Ponsel yang dipegang adikku berbunyi."Kak, ini ada telfon dari mamah""Kamu angkat aja, bilangin kakak lagi beli makanan ke warung"Jawabku."Kenapa gak Icha aja yang angkat?"Tanya Hana."Lagi males aja, palingan juga nanti dia marah marah terus nyuruh pulang, kalo yang angkat si Rei gabakal buru buru disuruh pulang"Sambungku.*******"Halo mah? kenapa?""Kakakmu kemana?""Ini emm... lagi ke warung beli makanan sama kak Hana""Kamu lagi dimana sekarang?"Tanya ibuku."Eng... lagi ditaman deket komplek... kenaoa mah?""Kalo kakakmu udah balik kalian langsung pulang ya, ada yang mau kita omongin"Sambung ibuku."Kita?"Aku bergumam.Aku tau arti kata 'kita' yang dimaksud adalah ibu dan ayahku, tapi entah kenapa aku masih b
"Kak bangun... kata mamah anterin Za ke sekolah"Seseorang membangunkanku dari nikmatnya tidur."Ahh iya iya, kamu mandi duluan, kakak siapin sarapan"Jawabku Sambil menarik kembali selimut.Hari kedua sejak aku di skorsing dari sekolah, aku yang biasa kerja paruh waktu sekarang memutuskan untuk bekerja full time. Setidaknya sampai aku mengingat sesuatu."Eh Rei pulang sekolah nya siang kan? mamah udah berangkat kerja?""Udah, makanya... Aku udah mandi dari tadi, sarapan udah dibuatin sama ayah, tinggal kakak yang siap siap"Jawabnya sambil meninggalkan kamarku.Ah iya, dia tinggal disini sekarang, aku tak perlu repot-repot menyiapkan sarapan lagi. Tapi tetap saja aku masih merasa canggung karena ucapanku padanya kemarin, secara kita baru pertama kali bertemu setelah bertahun-tahun, dan kalimat yang pertama kali muncul di bibirku malah terkesan seperti tak menerima
Gelap malam menjadi titik tumpu pandanganku hari ini, membiarkan pikiran melayang bebas mencari jawaban setelah apa yang terjadi sejauh ini sebelum akhirnya dering telpon menyadarkan ku dari lamunan."Iya Halo?," aku mengambil ponsel di sebelahku."Erin ngajak keluar, ikut gak?" Suara serak Hana mulai terdengar."Kenapa dia gak langsung bilang aja?," Tanyaku. "Pulsa dia gak bakal cukup buat nelpon kamu yang dari tadi di spam gak bales bales".Benar saja, setelah mengecek kembali, Erin mengirim puluhan pesan sejak dua puluh menit yang lalu. Dia mengajak kami berdua untuk datang berkunjung kerumahnya dengan alasan kesepian karena orang tua nya sedang tidak ada di rumah."Iya-iya, tapi kita gak pernah pergi kerumahnya, katanya kemarin Deket perumahan?" Tanyaku."Pokoknya bawa sepeda mu".Dia menutup telfon tanpa menjawab pertanyaan ku, sekali lagi pandanganku teralih pada malam deng
"Eh eh eh ini seriusan?" Aku memegang erat pundak Hana sambil melihat ke lantai dasar."Tenang dulu Cha, kita periksa dulu ke bawah" Hana menarik tanganku yang disusul oleh Erin.Kami berlari menuruni tangga satu persatu menuju lantai bawah tempat Ze terjatuh. Rasa cemas terus menyelimuti, berharap satu satunya petunjuk yang kami punya tidak hilang begitu saja."OSIS mana OSIS?! Bantu ibu sini!" Seseorang dari kerumunan memanggil-manggil kami sambil melambaikan tangannya."Hadir bu, kita harus bagaimana?" Tanya Erin sebagai ketua kami."Emm..., gini. Erika sama Hana tolong bilang ke murid yang lain untuk masuk kelas terlebih dahulu, Erin bantu ibu menghubungi orang tuanya" Perintah guru BK kami."Tapi bu, kita harus bilang apa sama murid lain?" Tanyaku."Ah Iya, oke gini aja deh. Biar semua gak pada ribut, kamu suruh mereka kumpul di lapangan belakang, karna ini udah mau jam terakhir juga, nan
Akhirnya hari ini aku sudah bisa masuk sekolah setelah tiga hari diskors, sampai akhirnya aku harus menerima fakta bahwa sebelum kita menyelesaikan kasus uang hilang ini, kita akan menjadi bahan untuk orang orang melampiaskan emosinya."Tumbenan Hari ini gak ada yang manggil manggil koruptor" Ujar Hana yang baru kembali dari kantin.Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, aku pribadi memang tak terlalu peduli dengan omong kosong mereka, begitu pun Erin dan juga Hana. Sepertinya mereka sudah mulai terbiasa dengan hal hal semacam itu sehingga orang orang ini sepertinya sudah mulai bosan mempermainkan kami, walaupun sebenarnya Hana cenderung tak mendapat ejekan apa-apa."Orang pada bosen... emang apa yang mereka harapkan dari ngatain kayak gitu kalo bukan reaksi marah dari kita?" Jawabku sambil mengeluarkan beberapa camilan yang dia bawa."Terus, yang kemarin udah ditanyain belum? yang kelas B sama F?" Sambungku.
Hari ini kami melanjutkan membahas tentang masalah yang baru muncul lagi hari ini, masih tentang hal yang sama."Uang sumbangan kelas perbulan ilang? seriusan?" Aku bertanya seakan tak percaya dengan apa yang kudengar barusan."Iya, uang sumbangan itu kan tadinya buat gantiin peralatan sekolah yang udah rusak" Erin mencoba menjelaskan."Aku takut kita dituduh korupsi lagi Cha..." Sambungnya."Iya aku tau, maksudku... ya masa ilang lagi? lagian kan uang itu disimpan di setiap ketua masing masing kelas?""Tapi Cha, yang kehilangan uang cuman beberapa kelas doang, termasuk kelasnya si Ze" Hana memperjelas."Eh, gimana maksudnya cuman beberapa kelas?" Tanyaku kembali."Cuman tiga kelas doang yang kena. Kelas dua belas B, dua belas D sama Kelas kita bertiga, kelas F" Ze mulai angkat bicara."Ahh....." Kami menghela nafas panjang sambil me
Mata kami saling bertemu, sebuah kebetulan dia bisa datang ke tempat dimana aku bekerja selama bertahun-tahun, atau mungkin bukan sebuah kebetulan.Dia memakai setelan hoodie dan juga topi. Hampir saja aku tak mengenalinya kalau bukan karna tas merah yang dia pakai di punggungnya."Hei tunggu!" Aku mengejar dia yang berlari keluar meninggalkan toko buku.Dia berlari perlahan, mencoba untuk tidak menarik perhatian orang-orang disekitar. Aku terus mengikutinya sampai tiba disebuah gang buntu nan sempit."Gausah main kejar-kejaran lagi... " Aku menyandarkan tubuhku di tembok kotor yang sepertinya tidak pernah disentuh oleh makhluk hidup manapun."Kenapa kak Erika ada disana?" Dia bertanya dengan kepala yang masih menunduk, tak mau menatapku."Maksudmu toko buku itu? itu tempat aku kerja, lagian yang harusnya bertanya itu aku, kenapa kamu ada disini saat jam seko
"Kak bangun... kata mamah anterin Za ke sekolah"Seseorang membangunkanku dari nikmatnya tidur."Ahh iya iya, kamu mandi duluan, kakak siapin sarapan"Jawabku Sambil menarik kembali selimut.Hari kedua sejak aku di skorsing dari sekolah, aku yang biasa kerja paruh waktu sekarang memutuskan untuk bekerja full time. Setidaknya sampai aku mengingat sesuatu."Eh Rei pulang sekolah nya siang kan? mamah udah berangkat kerja?""Udah, makanya... Aku udah mandi dari tadi, sarapan udah dibuatin sama ayah, tinggal kakak yang siap siap"Jawabnya sambil meninggalkan kamarku.Ah iya, dia tinggal disini sekarang, aku tak perlu repot-repot menyiapkan sarapan lagi. Tapi tetap saja aku masih merasa canggung karena ucapanku padanya kemarin, secara kita baru pertama kali bertemu setelah bertahun-tahun, dan kalimat yang pertama kali muncul di bibirku malah terkesan seperti tak menerima
*Kring kring kring...Ponsel yang dipegang adikku berbunyi."Kak, ini ada telfon dari mamah""Kamu angkat aja, bilangin kakak lagi beli makanan ke warung"Jawabku."Kenapa gak Icha aja yang angkat?"Tanya Hana."Lagi males aja, palingan juga nanti dia marah marah terus nyuruh pulang, kalo yang angkat si Rei gabakal buru buru disuruh pulang"Sambungku.*******"Halo mah? kenapa?""Kakakmu kemana?""Ini emm... lagi ke warung beli makanan sama kak Hana""Kamu lagi dimana sekarang?"Tanya ibuku."Eng... lagi ditaman deket komplek... kenaoa mah?""Kalo kakakmu udah balik kalian langsung pulang ya, ada yang mau kita omongin"Sambung ibuku."Kita?"Aku bergumam.Aku tau arti kata 'kita' yang dimaksud adalah ibu dan ayahku, tapi entah kenapa aku masih b
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn