Malam ini aku menginap dirumah Hana. Setelah kesalah pahaman yang terjadi tadi siang di sekolah, aku terpaksa untuk tidak pulang kerumah. Walaupun sebenarnya bisa saja aku berkata jujur pada ibuku, tetapi sepertinya ini jalan yang tepat agar aku tidak menambah beban pikiran ibuku.
Entah apa yang terjadi pada Erin di telfon tadi, tapi aku dan Hana sudah berusaha menghubungi Erin kembali dan hasilnya tetap sama.
Lalu aku juga sudah menghubungi ibu bahwa aku akan menginap dirumah Hana malam ini. Respon nya tetap dingin. Kemanapun aku pergi asalkan meminta izin terlebih dahulu, pasti ibu izinkan. Dia juga tak pernah bertanya alasanku pergi ke suatu tempat, seperti sekarang. Padahal aku menginap dirumah Hana, tetapi dia tak bertanya sedikitpun alasanku menginap.
"Erika-San? udah mau tidur?" Hana menyadarkanku dari lamunan.
"Ah iya, kamu duluan aja" Jawabku.
"Enggak maksudku ini kasurnya kan cuman ada satu. Jadi kamu tidurnya dimana ya?" Hana bertanya.
"Aku dilantai juga gapapa kan ad-".
"Eh eh eh jangan jangan, diatas aja sini. Muat kok"
"Ya... mau bagaimana lagi" Aku naik ke kasur Hana.
"Erika-san alo dirumah tidurnya sendiri? atau berdua sama adekmu?" Tanya Hana.
Ah iya, aku juga mempunyai adik laki laki berumur sekitar 12 Tahun. Dia masih duduk di bangku kelas lima Sekolah dasar. Dia bernama Reiza Aizawa, nama belakang yang sama dengan nama depanku. Dia juga yang sering menjaga rumah saat siang hari jika ibu mau pergi bekerja jaga toko dirumah paman. Sifatnya hampir mirip dengan ibuku, kami hampir tak pernah mengobrol jika tidak ada hal yang penting.
"Enggak mungkin lah, dia kan laki laki" Jawabku.
"Ya... siapa tau? mau bagaimana pun dia masih anak anak kan?"
Walaupun dengan umur segitu dia masih duduk dibangku kelas lima sekolah dasar... Aku cukup yakin dia sudah mempunyai pemikiran yang dewasa. Walaupun fisiknya belum menunjukan tanda tanda masa puber, tapi aku bisa menyadarinya dari bagaimana dia membantu kami dalam melakukan pekerjaan rumah selama ini.
"Kalau besok gimana? kamu kan gabisa ke sekolah? mau nginep disini lagi?" Sambung Hana.
"Aku gak tau, mungkin aku bakalan pulang kerumah besok pagi saat kamu berangkat kesekolah" Jawabku.
"Ahh... Hari yang melelahkan ya?" Hana menarik selimutnya.
"Aku sempat mengira kalau kamu telah berubah sekarang. Tetapi ternyata kamu masih sama seperti dulu ya?" Hana tersenyum kearahku.
"Selamat malam Erika-san..." Sambungnya...
******
Hana sudah tertidur lelap dari tadi, tetapi aku masih belum bisa tidur sampai sekarang. Entah karna belum terbiasa dengan tempat baru, atau aku yang terlalu memikirkan tentang kejadian tadi siang. Atau mungkin juga karna memikirkan ucapan Hana tadi. Dia bilang kalau dia mengira bahwa aku telah berubah, padahal setauku dari dulu aku selalu seperti ini. Aku tidak mengerti sama sekali apa maksud kata 'berubah' yang Hana ucapkan."Erikaaa knapaa bwlom twidurr? hmm?" Hana... mengigau?
"Engg... belum?" Jawabku.
"Ayo twidur udwah malewm..." Ajak Hana dengan nada serak.
"Iya iya".
Akupun tertidur tanpa sadar apa yang sebelumnya membuatku tidak bisa tidur.
******
*Kring... kring...
Alarm Ponselku sudah berbunyi sedari tadi. Padahal masih jam 5 pagi dan aku lupa mematikan alarmnya sebelum tidur tadi malam. Aku lupa kalau aku di skors selama tiga hari dari sekolah.
Saat ingin melanjutkan tidur, tiba tiba Hana malah bangun dan memeluk tubuhku dengan erat. Tentu saja aku tak bisa bergerak, bergeser sedikit saja mungkin akan membuatnya terbangun.
Akhirnya aku ikut tertidur kembali dengan Hana...
Kami pun terbangun setelah setengah jam kemudian. Tentu saja aku yang terlebih dahulu terbangun. Hana masih memeluk tubuhku, wajahnya hanya berjarak satu centimeter dari wajahku, aku bisa mendengar suara nafasnya. Dia seperti kelelahan. Walaupun dia selalu ceria setiap saat, pasti ada saatnya juga dia lelah dengan keseharian nya yang di kelilingi hal hal tak terduga seperti kemarin.
*Kring... Kring... Kring...
Sekarang alarm ponsel Hana yang berbunyi. Akupun kembali berpura pura tidur. Hana terbangun. Aku merasakan dia mulai beranjak dari tempat tidur, tetapi dia malah kembali dan mulai memeluk tubuhku lagi. Aku tak tau harus berbuat apa. Mengingat posisiku yang sebagai tamu disini, aku tak bisa seenaknya beranjak dari tempat tidur ini.
Apakah Hana masih mengigau dan menganggap aku ini bantal gulingnya? tetapi barusan dia beranjak sebentar dari tempat tidur...
Aku pun memberanikan diri untuk bergerak sedikit, bertujuan untuk membangunkan Hana. Tetapi yang ada dia semakin erat memelukku.
"Erika-san Daisuki..."
Hana mengucapkan sesuatu padaku, entah apa itu tapi yang jelas aku tak mengerti. Ditambah lagi dari kemarin terus memanggilku dengan nama 'Erika-san'. Apakah ini sifat Hana yang tak pernah kulihat disekolah? dia terlalu aneh malam ini.
Aku mulai memberanikan diri lagi untuk membuka mataku...
Aku melihat Hana tepat di depan wajahku, jaraknya sangat dekat. Bahkan mungkin kurang dari dua centimeter. Matanya terbuka lebar, dia tersenyum, dan itu cukup membuatku terkejut. Ternyata dia sudah terbangun saat alarm ponsel nya berbunyi.
"E-Eh... Hana udah bangun?" Tanyaku gugup.
"Udah kok..." Dia tersenyum. Lagi...
"Eng?... Kenapa kamu memeluk ku?"
"Eng... kenapa ya? karna aku mengira Erika-san bantal gulingku?" jawabnya.
"Eh? tapi kan kamu udah bangun?"
"Udah kok da-"
"HANA-SAN!! UDAH JAM SETENGAH TUJUH... AYO BANGUN, ERIKA-SAN JUGA!" Suruh Tante Anna dari dapur.
"Eh, bukan nya ini baru jam setengah enam?" Tanyaku.
"Ehmm... kok Icha tau sekarang baru jam setengah enam?" Tanya Hana sambil tersenyum.
Sial, aku ketahuan. Apa mungkin Hana sudah sadar dari awal? dan saat dia beranjak dari tempat tidur apa mungkin dia memeriksa jam di ponselnya?.
"Ayo mandi bareng" Ajak Hana.
"Ayo..." Jawabku.
"EHH?!! BARENG?!" Aku kaget.
"Kenapa kaget begitu? bukan nya saat waktu kecil kita juga sering melakukan nya?"
"Enggak enggak, ini beda Hana. Dulu kita... anu..." Entah aku ingin berbicara apa.
"Udah ayo biar cepet aku nganter kamu pulang..." Hana menarik tanganku.
Aku tak menyangka ini bisa terjadi padaku. Aku yang mengira hal seperti ini hanya terjadi dalam sebuah film dan drama, sekarang terjadi juga padaku. Ya walaupun bukan dengan laki laki..
Entah kenapa Hana bisa mengingat kejadian kejadian saat kita masih kecil, sedangkan aku tidak?
sebenarnya... apa yang terjadi padaku dulu?
TO BE CONTINUED...
"Bu... kami berangkat ya..." Hana berteriak dari luar."Iya, Hati hati dijalan..."Kami pun berangkat menuju sekolah, ah tidak. Maksudku hanya Hana. Biasanya aku yang membonceng dia, sekarang giliran dia yang memboncengku. Hana akan mengantarkanku terlebih dahulu menuju kerumah."Eh iya. Kalau kamu gak kesekolah, berarti aku harus jalan kaki dong hari ini?" Tanya Hana."Iya juga. Em... Hana bawa aja sepedaku nanti ke sekolah" Jawabku."Emang gapapa? tante Raisa gak akan marah?"."Memangnya semenakutkan apa sih ibuku di pikiranmu?" Jawabku dengan becanda."Enggak gitu Icha..., yang namanya orang tua pasti khawatir sama anaknya. Apalagi ini kan satu satunya sepeda yang kamu punya""Iya juga, ibuku bilang ini punya ayahku. Tapi entah kemana dia sekarang. Gapapa kamu bawa aja, nanti sore kan kita mau kumpul dirumah mu..." Jawabku."Ngom
Setelah Hana pergi berangkat ke sekolah. Akupun kembali masuk ke rumah.Ibu terlihat masih membaca surat dari sekolah yang kuberikan tadi. Benar apa yang dikatakan Hana, wajahnya tak terlihat seperti sedang marah. Tapi walaupun begitu, aku masih harus berjaga-jaga agar tak dimarahi olehnya.Akupun berniat untuk pergi ke kamar lalu mengunci nya supaya ibu tidak bisa masuk dan memarahiku. Tapi seperti yang kupikirkan sebelumnya, ibu pasti sudah menyadari rencana klasik yang sudah kuulangi beberapa kali ini."Erika, kesini sebentar..." Ibuku memanggil dengan suara yang nyaris tak bisa kudengar saking kecilnya.Akupun menghampirnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan sedih. Kepalaku menunduk dan mencoba untuk tak memandang sorot matanya yang lebih menyeramkan dari penyihir abad pertengahan."Hana nya udah berangkat kan? duduk!...".Akupun mulai duduk di sofa. Aku masih saja tak
"Oke oke, jadi gimana? langsung kita mulai aja?"Aku keluar dari kamar.Semua orang sudah berkumpul di rumahku. Setidaknya sampai adikku juga ikut bergabung dalam diskusi ini. Semua orang tampak serius. Belum juga dimulai, aku sudah mempunya prasangka buruk tentang dua teman Zulfa ini. Kenapa mereka yang awalnya mendukung Zulfa mendadak ikut dengan diskusi ini yang sudah jelas jelas akan membicarakan sahabatnya itu. Apakah sebelumnya mereka berdua tidak diberitahu oleh yang lain tentang apa yang akan kita bahas sekarang?."Eh iya, kalian temannya Zulfa kan? Nama kalian siapa?" Aku memulai percakapan."Namaku Zahra, dan dia Alika. Rumah kami berdekatan, jadi kami selalu berangkat sekolah bersama-sama" Ujar salah satu dari mereka."Lalu kalian mulai kenal Zulfa dari kapan?" Tanya Hana."Sekitar tiga tahun lalu, pas baru pertama kali kita masuk SMK. Awalnya aku sama Zahra yang udah temenan dari k
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...
*Kring kring kring...Ponsel yang dipegang adikku berbunyi."Kak, ini ada telfon dari mamah""Kamu angkat aja, bilangin kakak lagi beli makanan ke warung"Jawabku."Kenapa gak Icha aja yang angkat?"Tanya Hana."Lagi males aja, palingan juga nanti dia marah marah terus nyuruh pulang, kalo yang angkat si Rei gabakal buru buru disuruh pulang"Sambungku.*******"Halo mah? kenapa?""Kakakmu kemana?""Ini emm... lagi ke warung beli makanan sama kak Hana""Kamu lagi dimana sekarang?"Tanya ibuku."Eng... lagi ditaman deket komplek... kenaoa mah?""Kalo kakakmu udah balik kalian langsung pulang ya, ada yang mau kita omongin"Sambung ibuku."Kita?"Aku bergumam.Aku tau arti kata 'kita' yang dimaksud adalah ibu dan ayahku, tapi entah kenapa aku masih b
"Kak bangun... kata mamah anterin Za ke sekolah"Seseorang membangunkanku dari nikmatnya tidur."Ahh iya iya, kamu mandi duluan, kakak siapin sarapan"Jawabku Sambil menarik kembali selimut.Hari kedua sejak aku di skorsing dari sekolah, aku yang biasa kerja paruh waktu sekarang memutuskan untuk bekerja full time. Setidaknya sampai aku mengingat sesuatu."Eh Rei pulang sekolah nya siang kan? mamah udah berangkat kerja?""Udah, makanya... Aku udah mandi dari tadi, sarapan udah dibuatin sama ayah, tinggal kakak yang siap siap"Jawabnya sambil meninggalkan kamarku.Ah iya, dia tinggal disini sekarang, aku tak perlu repot-repot menyiapkan sarapan lagi. Tapi tetap saja aku masih merasa canggung karena ucapanku padanya kemarin, secara kita baru pertama kali bertemu setelah bertahun-tahun, dan kalimat yang pertama kali muncul di bibirku malah terkesan seperti tak menerima
Mata kami saling bertemu, sebuah kebetulan dia bisa datang ke tempat dimana aku bekerja selama bertahun-tahun, atau mungkin bukan sebuah kebetulan.Dia memakai setelan hoodie dan juga topi. Hampir saja aku tak mengenalinya kalau bukan karna tas merah yang dia pakai di punggungnya."Hei tunggu!" Aku mengejar dia yang berlari keluar meninggalkan toko buku.Dia berlari perlahan, mencoba untuk tidak menarik perhatian orang-orang disekitar. Aku terus mengikutinya sampai tiba disebuah gang buntu nan sempit."Gausah main kejar-kejaran lagi... " Aku menyandarkan tubuhku di tembok kotor yang sepertinya tidak pernah disentuh oleh makhluk hidup manapun."Kenapa kak Erika ada disana?" Dia bertanya dengan kepala yang masih menunduk, tak mau menatapku."Maksudmu toko buku itu? itu tempat aku kerja, lagian yang harusnya bertanya itu aku, kenapa kamu ada disini saat jam seko
Gelap malam menjadi titik tumpu pandanganku hari ini, membiarkan pikiran melayang bebas mencari jawaban setelah apa yang terjadi sejauh ini sebelum akhirnya dering telpon menyadarkan ku dari lamunan."Iya Halo?," aku mengambil ponsel di sebelahku."Erin ngajak keluar, ikut gak?" Suara serak Hana mulai terdengar."Kenapa dia gak langsung bilang aja?," Tanyaku. "Pulsa dia gak bakal cukup buat nelpon kamu yang dari tadi di spam gak bales bales".Benar saja, setelah mengecek kembali, Erin mengirim puluhan pesan sejak dua puluh menit yang lalu. Dia mengajak kami berdua untuk datang berkunjung kerumahnya dengan alasan kesepian karena orang tua nya sedang tidak ada di rumah."Iya-iya, tapi kita gak pernah pergi kerumahnya, katanya kemarin Deket perumahan?" Tanyaku."Pokoknya bawa sepeda mu".Dia menutup telfon tanpa menjawab pertanyaan ku, sekali lagi pandanganku teralih pada malam deng
"Eh eh eh ini seriusan?" Aku memegang erat pundak Hana sambil melihat ke lantai dasar."Tenang dulu Cha, kita periksa dulu ke bawah" Hana menarik tanganku yang disusul oleh Erin.Kami berlari menuruni tangga satu persatu menuju lantai bawah tempat Ze terjatuh. Rasa cemas terus menyelimuti, berharap satu satunya petunjuk yang kami punya tidak hilang begitu saja."OSIS mana OSIS?! Bantu ibu sini!" Seseorang dari kerumunan memanggil-manggil kami sambil melambaikan tangannya."Hadir bu, kita harus bagaimana?" Tanya Erin sebagai ketua kami."Emm..., gini. Erika sama Hana tolong bilang ke murid yang lain untuk masuk kelas terlebih dahulu, Erin bantu ibu menghubungi orang tuanya" Perintah guru BK kami."Tapi bu, kita harus bilang apa sama murid lain?" Tanyaku."Ah Iya, oke gini aja deh. Biar semua gak pada ribut, kamu suruh mereka kumpul di lapangan belakang, karna ini udah mau jam terakhir juga, nan
Akhirnya hari ini aku sudah bisa masuk sekolah setelah tiga hari diskors, sampai akhirnya aku harus menerima fakta bahwa sebelum kita menyelesaikan kasus uang hilang ini, kita akan menjadi bahan untuk orang orang melampiaskan emosinya."Tumbenan Hari ini gak ada yang manggil manggil koruptor" Ujar Hana yang baru kembali dari kantin.Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, aku pribadi memang tak terlalu peduli dengan omong kosong mereka, begitu pun Erin dan juga Hana. Sepertinya mereka sudah mulai terbiasa dengan hal hal semacam itu sehingga orang orang ini sepertinya sudah mulai bosan mempermainkan kami, walaupun sebenarnya Hana cenderung tak mendapat ejekan apa-apa."Orang pada bosen... emang apa yang mereka harapkan dari ngatain kayak gitu kalo bukan reaksi marah dari kita?" Jawabku sambil mengeluarkan beberapa camilan yang dia bawa."Terus, yang kemarin udah ditanyain belum? yang kelas B sama F?" Sambungku.
Hari ini kami melanjutkan membahas tentang masalah yang baru muncul lagi hari ini, masih tentang hal yang sama."Uang sumbangan kelas perbulan ilang? seriusan?" Aku bertanya seakan tak percaya dengan apa yang kudengar barusan."Iya, uang sumbangan itu kan tadinya buat gantiin peralatan sekolah yang udah rusak" Erin mencoba menjelaskan."Aku takut kita dituduh korupsi lagi Cha..." Sambungnya."Iya aku tau, maksudku... ya masa ilang lagi? lagian kan uang itu disimpan di setiap ketua masing masing kelas?""Tapi Cha, yang kehilangan uang cuman beberapa kelas doang, termasuk kelasnya si Ze" Hana memperjelas."Eh, gimana maksudnya cuman beberapa kelas?" Tanyaku kembali."Cuman tiga kelas doang yang kena. Kelas dua belas B, dua belas D sama Kelas kita bertiga, kelas F" Ze mulai angkat bicara."Ahh....." Kami menghela nafas panjang sambil me
Mata kami saling bertemu, sebuah kebetulan dia bisa datang ke tempat dimana aku bekerja selama bertahun-tahun, atau mungkin bukan sebuah kebetulan.Dia memakai setelan hoodie dan juga topi. Hampir saja aku tak mengenalinya kalau bukan karna tas merah yang dia pakai di punggungnya."Hei tunggu!" Aku mengejar dia yang berlari keluar meninggalkan toko buku.Dia berlari perlahan, mencoba untuk tidak menarik perhatian orang-orang disekitar. Aku terus mengikutinya sampai tiba disebuah gang buntu nan sempit."Gausah main kejar-kejaran lagi... " Aku menyandarkan tubuhku di tembok kotor yang sepertinya tidak pernah disentuh oleh makhluk hidup manapun."Kenapa kak Erika ada disana?" Dia bertanya dengan kepala yang masih menunduk, tak mau menatapku."Maksudmu toko buku itu? itu tempat aku kerja, lagian yang harusnya bertanya itu aku, kenapa kamu ada disini saat jam seko
"Kak bangun... kata mamah anterin Za ke sekolah"Seseorang membangunkanku dari nikmatnya tidur."Ahh iya iya, kamu mandi duluan, kakak siapin sarapan"Jawabku Sambil menarik kembali selimut.Hari kedua sejak aku di skorsing dari sekolah, aku yang biasa kerja paruh waktu sekarang memutuskan untuk bekerja full time. Setidaknya sampai aku mengingat sesuatu."Eh Rei pulang sekolah nya siang kan? mamah udah berangkat kerja?""Udah, makanya... Aku udah mandi dari tadi, sarapan udah dibuatin sama ayah, tinggal kakak yang siap siap"Jawabnya sambil meninggalkan kamarku.Ah iya, dia tinggal disini sekarang, aku tak perlu repot-repot menyiapkan sarapan lagi. Tapi tetap saja aku masih merasa canggung karena ucapanku padanya kemarin, secara kita baru pertama kali bertemu setelah bertahun-tahun, dan kalimat yang pertama kali muncul di bibirku malah terkesan seperti tak menerima
*Kring kring kring...Ponsel yang dipegang adikku berbunyi."Kak, ini ada telfon dari mamah""Kamu angkat aja, bilangin kakak lagi beli makanan ke warung"Jawabku."Kenapa gak Icha aja yang angkat?"Tanya Hana."Lagi males aja, palingan juga nanti dia marah marah terus nyuruh pulang, kalo yang angkat si Rei gabakal buru buru disuruh pulang"Sambungku.*******"Halo mah? kenapa?""Kakakmu kemana?""Ini emm... lagi ke warung beli makanan sama kak Hana""Kamu lagi dimana sekarang?"Tanya ibuku."Eng... lagi ditaman deket komplek... kenaoa mah?""Kalo kakakmu udah balik kalian langsung pulang ya, ada yang mau kita omongin"Sambung ibuku."Kita?"Aku bergumam.Aku tau arti kata 'kita' yang dimaksud adalah ibu dan ayahku, tapi entah kenapa aku masih b
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn