"Ayo Zulfa cepetan kelasnya dimana?!" Teriak Hana.
"Itu di ujung kak, yang ada banyak orang" Jawab Zulfa.
"Jangan jangan? sudah dimulai?!...".
******
Dua diantara mereka mulai memegangi tanganku, aku hanya tinggal menunggu satu orang lagi untuk memukulku.
"Hah?! berani juga babu sekolah dateng ke kelas ini, udah kuat lu?!" Bentak dia sambil mengangkat seragamku."Ayo Ze, pukul aja ayo!!" Kata orang yang memegangi tangan kananku.
Aku baru ingat, dia Zeinal. Salah satu kapten tim basket di sekolah kami. Orang sekitarnya memanggil dia dengan sebutan Ze, dia juga yang selalu memimpin pertandingan menuju kemenangan sampai saat ini. Aku tau ini hal yang gegabah karna sebelumnya aku tak tau permasalahan dia dengan Zulfa seperti apa. Tapi yang kulihat sejauh ini, dia dikenal dengan tempramen nya yang begitu keras dan mudah emosi sehingga aku berfikir Zulfa menjadi korban kemarahan nya."Cuih... Lu yang mukul Zulfa sampe lebam gitu kan?!" Aku meludahi tepat di muka nya."Oh... Lu mau jadi pahlawan ceritanya?! orang kek dia mau lu bela hah?"
*Bruk...
Dia menendang perutku.
Aku sudah tak bisa berfikir jernih, tanganku sudah mengepal sedari tadi. Ini hal ternekat yang pernah kulakukan selama hidupku.Aku mulai berdiri. Walau tak pernah belajar beladiri, aku tetap memasang kuda kuda. Seragam yang sudah kotor gara gara tendangan nya, akhirnya kulepas kancingnya dan hanya terlihat kaos hitam polos yang sering kupakai setiap hari lalu mulai kembali mengencangkan dasi yang kuikat di tangan kananku.
"Argghhh!!!!"Aku berlari menuju mereka. Rasanya, setiap pukulan yang dilayangkan olehku tak mengenai satupun dari mereka."Babu kek lu ga mungkin bisa ngalahin gue anj-" Teriaknya sambil memegangi badanku dari belakang.Badanku dilempar kearah papan tulis. Hidungku mulai mengeluarkan darah dan menetes ke seragamku. Aku terduduk lemas, sesekali melihat kearah jendela. Tatapan dingin mereka seakan menikmati pertarungan ini, senyum puas pun mulai menghiasi wajah mereka.*Hana dan Zulfa pun datang..."Ichaaaaaa?! Hei buka pintunya! Seseorang buka pintunya!" Teriak Hana.Hana masuk ke dalam kelas, mulai merangkulkan tanganku di pundaknya, Zulfa hanya menangis diluar sambil ditenangkan oleh beberapa teman nya."Kamu ngapain sih? biar apa?!" *Para Guru pun datang..."Ada apa ini? kenapa? Kalian berempat ikut saya ke ruang BK!""Bu, ini Icha ga dibawa ke UKS Dulu?". Tanya Hana.
"Gausah Na, kamu ke ruang osis aja bantuin Erin. Kasian dia..." Ucapku.
"Enggak enggak, kamu bodoh? hidungmu berdarah! aku ikut ke BK, aku ingin tau alasanmu melakukan hal bodoh seperti ini" Paksa Hana.
Sejauh ini, hanya dia yang paling khawatir tentang keadaanku, padahal dulu dia tak sepeduli ini.Kami pun mulai keluar dari kelas ini, dan seperti biasa. Para murid beramai ramai menyoraki dan melempari kami dengan kertas. Aku berjalan dengan dirangkul oleh Hana padahal, sebenarnya aku bisa saja berjalan sendiri, tetapi aku lebih nyaman seperti ini.
*Sesampainya di ruang BK
"Jadi? kenapa kalian berantem? Erika? Anggota Osis sepertimu seharusnya memberikan contoh yang baik! Padahal ibu tadi baru menyuruh kamu untuk menata absen guru yang tidak hadir hari ini. Ibu gak menyangka kamu melakukan ini..." Kata Guru BK dengan nada kesal bercampur kecewa."Dia duluan bu! datang datang langsung mukul muka saya" Bantah Ze.
"Erika? apa betul?"
*Aku menganggukan kepala.
"Bisa bisanya Osis seper-" Aku memotong omongan nya
"Lalu? Apa peran ibu sebagai guru disini? membiarkan pembullyan ini tetap berjalan? Saat Zulfa menjadi korban bully mereka... apa peran anda sebagai guru disini? apakah anda peduli? tidak! anda hanya memikirkan diri anda sendiri, Saya ya- "
"Udah Icha cukup! udah. kumohon..." Hana mencoba menenangkan.
"Baik, Aizawa Erika. Anda di skors selama tiga hari, silahkan keluar!..." Sambil menyerahkan surat pemberitahuan.
*Kamipun keluar dari ruang BK.
"Heh kalian bertiga, entar pulang sekolah jangan dulu pulang! Ada yang harus kita omongin" Kata Hana.
"E-eh iya kak..." Jawab mereka.
Tentu saja respon mereka pada Hana berbeda dengan respon mereka kepadaku.
Kamipun menuju ruang osis untuk mengobati luka luka ditubuhku. Sesampainya disana, ada Erin yang tertidur di meja nya, sebelum akhirnya menyadari kehadiran kami.
"Icha? Hana Icha kenapa?" Tanya Erin.
"Kenapa kau mendadak tiba tiba peduli sama Icha? padahal tadi gak percaya sama omonganku" Jawab Hana.
"Aku bukan gak percaya sama omonganmu, aku hanya... ya aku hanya ga habis pikir kalau Icha beneran bakal ngelakuin itu... Jadi a-"
"Udahlah Erin, gausah berbelit belit. Kau urus saja urusanmu dengan buku buku itu" Bantah Hana kesal.
"Jadi Icha? kenapa kamu berbuat senekat itu?" Tanya Erin.
"Entahlah. Aku paling tak bisa melihat temanku menangis. Kemarin kamu nangis gara gara dituduh korupsi sama anggota eskul basket kan? kau tau alasan nya? karna Zulfa telat mengambil anggaran nya dari Hana. Kau tau kenapa Zulfa telat?" Aku bertanya pada Hana.
"Karna... Zulfa dibully sama anggotanya. Mungkin? jadi dia selalu sendirian dan akhirnya lupa buat ngambil?" Jawab Hana.
"Jadi menurut kalian ini salah siapa?" Aku bertanya kembali.
"Zulfa!" Jawab Erin
"Anggota eskul basket!" Jawab Hana
Mereka menjawab secara bersamaan.
"Erin? kenapa menurutmu ini salah Zulfa?" Sambil kumenatap pada Erin.
"Bukan nya sudah jelas? ini semua gara gara Zulfa yang telat bawa anggaran buat eskulnya".
"Enggak! Zulfa telat kan karna salah anggotanya sendiri yang ngebully dia! jadi ini bukan salah Zulfa dong?!" Bantah Hana.
"Lalu, Hana? menurutmu... kira kira akan digunakan apa anggaran tersebut?" Aku bertanya kembali.
"Untuk membeli bola basket baru? kita kan menonton pertandingan mereka minggu ini dan bolanya rusak setelah dipake"
"Lalu... Erin? jika menurutmu Zulfa bersalah. Apakah dia sengaja tidak membawa uang anggaran minggu ini supaya anggota eskul nya tidak bisa latihan karna tidak ada bola baru dan akhirnya kalah di pertandingan selanjutnya?" Aku terus memberikan pertanyaan pada mereka.
"Ya, benar! Wajar saja jika anggotanya membully dia. Ya... karna mereka terus menagih bola baru dan secara Zulfa ini adalah ketua eskul basket" Jawab Erin.
"Nah, satu lagi. Jika dalam sebulan anggaran hanya diberikan dua kali dan alasan para anggotanya membully adalah anggaran minggu ini. Lalu untuk apa Zulfa masuk ke ruang BK berkali kali dan melaporkan keluhan yang sama pada guru?" Aku bertanya lagi pada mereka.
"Untuk itulah aku menyuruh mereka kesini..."
TO BE CONTINUED....
"Jadi? ada perlu apa Kak Hana?" Tanya Ze."Silahkan duduk dulu..." Hana mempersilahkan."Erika? lu gapapa?" Tanya teman nya Ze.*Aku menggelengkan kepala"Jadi gini... kita mau tanya tanya perihal Zulfa. Aku, Icha sama Erin udah bahas ini barusab, tetapi masih ada yang belum kita ketahui tentang dia" Hana memperjelas."Bukan untuk memperburuk suasana, aku benar benar ingin tau alasan jujur kalian dan anggota lain membully Zulfa" Sambungku."Aku gatau ini bisa disebut pembullyan atau tidak. Karna kami hanya meminta mengganti bola basket kami yang sudah rusak pada Zulfa" Ze mulai menjelaskan."Lalu?""Ya... kan kita tau, anggaran eskul hanya diberi dua kali dalam sebulan. Dan saat eskul lain udah dapat anggaran saat minggu kedua bulan ini, kami buru buru menagihnya ke Zulfa dong?!" Sambung teman nya Ze."Sedangkan Zulfa baru mengambil
Malam ini aku menginap dirumah Hana. Setelah kesalah pahaman yang terjadi tadi siang di sekolah, aku terpaksa untuk tidak pulang kerumah. Walaupun sebenarnya bisa saja aku berkata jujur pada ibuku, tetapi sepertinya ini jalan yang tepat agar aku tidak menambah beban pikiran ibuku.Entah apa yang terjadi pada Erin di telfon tadi, tapi aku dan Hana sudah berusaha menghubungi Erin kembali dan hasilnya tetap sama.Lalu aku juga sudah menghubungi ibu bahwa aku akan menginap dirumah Hana malam ini. Respon nya tetap dingin. Kemanapun aku pergi asalkan meminta izin terlebih dahulu, pasti ibu izinkan. Dia juga tak pernah bertanya alasanku pergi ke suatu tempat, seperti sekarang. Padahal aku menginap dirumah Hana, tetapi dia tak bertanya sedikitpun alasanku menginap."Erika-San? udah mau tidur?" Hana menyadarkanku dari lamunan."Ah iya, kamu duluan aja" Jawabku."Enggak maksudku ini kasurnya kan cuman ada sat
"Bu... kami berangkat ya..." Hana berteriak dari luar."Iya, Hati hati dijalan..."Kami pun berangkat menuju sekolah, ah tidak. Maksudku hanya Hana. Biasanya aku yang membonceng dia, sekarang giliran dia yang memboncengku. Hana akan mengantarkanku terlebih dahulu menuju kerumah."Eh iya. Kalau kamu gak kesekolah, berarti aku harus jalan kaki dong hari ini?" Tanya Hana."Iya juga. Em... Hana bawa aja sepedaku nanti ke sekolah" Jawabku."Emang gapapa? tante Raisa gak akan marah?"."Memangnya semenakutkan apa sih ibuku di pikiranmu?" Jawabku dengan becanda."Enggak gitu Icha..., yang namanya orang tua pasti khawatir sama anaknya. Apalagi ini kan satu satunya sepeda yang kamu punya""Iya juga, ibuku bilang ini punya ayahku. Tapi entah kemana dia sekarang. Gapapa kamu bawa aja, nanti sore kan kita mau kumpul dirumah mu..." Jawabku."Ngom
Setelah Hana pergi berangkat ke sekolah. Akupun kembali masuk ke rumah.Ibu terlihat masih membaca surat dari sekolah yang kuberikan tadi. Benar apa yang dikatakan Hana, wajahnya tak terlihat seperti sedang marah. Tapi walaupun begitu, aku masih harus berjaga-jaga agar tak dimarahi olehnya.Akupun berniat untuk pergi ke kamar lalu mengunci nya supaya ibu tidak bisa masuk dan memarahiku. Tapi seperti yang kupikirkan sebelumnya, ibu pasti sudah menyadari rencana klasik yang sudah kuulangi beberapa kali ini."Erika, kesini sebentar..." Ibuku memanggil dengan suara yang nyaris tak bisa kudengar saking kecilnya.Akupun menghampirnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan sedih. Kepalaku menunduk dan mencoba untuk tak memandang sorot matanya yang lebih menyeramkan dari penyihir abad pertengahan."Hana nya udah berangkat kan? duduk!...".Akupun mulai duduk di sofa. Aku masih saja tak
"Oke oke, jadi gimana? langsung kita mulai aja?"Aku keluar dari kamar.Semua orang sudah berkumpul di rumahku. Setidaknya sampai adikku juga ikut bergabung dalam diskusi ini. Semua orang tampak serius. Belum juga dimulai, aku sudah mempunya prasangka buruk tentang dua teman Zulfa ini. Kenapa mereka yang awalnya mendukung Zulfa mendadak ikut dengan diskusi ini yang sudah jelas jelas akan membicarakan sahabatnya itu. Apakah sebelumnya mereka berdua tidak diberitahu oleh yang lain tentang apa yang akan kita bahas sekarang?."Eh iya, kalian temannya Zulfa kan? Nama kalian siapa?" Aku memulai percakapan."Namaku Zahra, dan dia Alika. Rumah kami berdekatan, jadi kami selalu berangkat sekolah bersama-sama" Ujar salah satu dari mereka."Lalu kalian mulai kenal Zulfa dari kapan?" Tanya Hana."Sekitar tiga tahun lalu, pas baru pertama kali kita masuk SMK. Awalnya aku sama Zahra yang udah temenan dari k
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...
*Kring kring kring...Ponsel yang dipegang adikku berbunyi."Kak, ini ada telfon dari mamah""Kamu angkat aja, bilangin kakak lagi beli makanan ke warung"Jawabku."Kenapa gak Icha aja yang angkat?"Tanya Hana."Lagi males aja, palingan juga nanti dia marah marah terus nyuruh pulang, kalo yang angkat si Rei gabakal buru buru disuruh pulang"Sambungku.*******"Halo mah? kenapa?""Kakakmu kemana?""Ini emm... lagi ke warung beli makanan sama kak Hana""Kamu lagi dimana sekarang?"Tanya ibuku."Eng... lagi ditaman deket komplek... kenaoa mah?""Kalo kakakmu udah balik kalian langsung pulang ya, ada yang mau kita omongin"Sambung ibuku."Kita?"Aku bergumam.Aku tau arti kata 'kita' yang dimaksud adalah ibu dan ayahku, tapi entah kenapa aku masih b
Gelap malam menjadi titik tumpu pandanganku hari ini, membiarkan pikiran melayang bebas mencari jawaban setelah apa yang terjadi sejauh ini sebelum akhirnya dering telpon menyadarkan ku dari lamunan."Iya Halo?," aku mengambil ponsel di sebelahku."Erin ngajak keluar, ikut gak?" Suara serak Hana mulai terdengar."Kenapa dia gak langsung bilang aja?," Tanyaku. "Pulsa dia gak bakal cukup buat nelpon kamu yang dari tadi di spam gak bales bales".Benar saja, setelah mengecek kembali, Erin mengirim puluhan pesan sejak dua puluh menit yang lalu. Dia mengajak kami berdua untuk datang berkunjung kerumahnya dengan alasan kesepian karena orang tua nya sedang tidak ada di rumah."Iya-iya, tapi kita gak pernah pergi kerumahnya, katanya kemarin Deket perumahan?" Tanyaku."Pokoknya bawa sepeda mu".Dia menutup telfon tanpa menjawab pertanyaan ku, sekali lagi pandanganku teralih pada malam deng
"Eh eh eh ini seriusan?" Aku memegang erat pundak Hana sambil melihat ke lantai dasar."Tenang dulu Cha, kita periksa dulu ke bawah" Hana menarik tanganku yang disusul oleh Erin.Kami berlari menuruni tangga satu persatu menuju lantai bawah tempat Ze terjatuh. Rasa cemas terus menyelimuti, berharap satu satunya petunjuk yang kami punya tidak hilang begitu saja."OSIS mana OSIS?! Bantu ibu sini!" Seseorang dari kerumunan memanggil-manggil kami sambil melambaikan tangannya."Hadir bu, kita harus bagaimana?" Tanya Erin sebagai ketua kami."Emm..., gini. Erika sama Hana tolong bilang ke murid yang lain untuk masuk kelas terlebih dahulu, Erin bantu ibu menghubungi orang tuanya" Perintah guru BK kami."Tapi bu, kita harus bilang apa sama murid lain?" Tanyaku."Ah Iya, oke gini aja deh. Biar semua gak pada ribut, kamu suruh mereka kumpul di lapangan belakang, karna ini udah mau jam terakhir juga, nan
Akhirnya hari ini aku sudah bisa masuk sekolah setelah tiga hari diskors, sampai akhirnya aku harus menerima fakta bahwa sebelum kita menyelesaikan kasus uang hilang ini, kita akan menjadi bahan untuk orang orang melampiaskan emosinya."Tumbenan Hari ini gak ada yang manggil manggil koruptor" Ujar Hana yang baru kembali dari kantin.Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, aku pribadi memang tak terlalu peduli dengan omong kosong mereka, begitu pun Erin dan juga Hana. Sepertinya mereka sudah mulai terbiasa dengan hal hal semacam itu sehingga orang orang ini sepertinya sudah mulai bosan mempermainkan kami, walaupun sebenarnya Hana cenderung tak mendapat ejekan apa-apa."Orang pada bosen... emang apa yang mereka harapkan dari ngatain kayak gitu kalo bukan reaksi marah dari kita?" Jawabku sambil mengeluarkan beberapa camilan yang dia bawa."Terus, yang kemarin udah ditanyain belum? yang kelas B sama F?" Sambungku.
Hari ini kami melanjutkan membahas tentang masalah yang baru muncul lagi hari ini, masih tentang hal yang sama."Uang sumbangan kelas perbulan ilang? seriusan?" Aku bertanya seakan tak percaya dengan apa yang kudengar barusan."Iya, uang sumbangan itu kan tadinya buat gantiin peralatan sekolah yang udah rusak" Erin mencoba menjelaskan."Aku takut kita dituduh korupsi lagi Cha..." Sambungnya."Iya aku tau, maksudku... ya masa ilang lagi? lagian kan uang itu disimpan di setiap ketua masing masing kelas?""Tapi Cha, yang kehilangan uang cuman beberapa kelas doang, termasuk kelasnya si Ze" Hana memperjelas."Eh, gimana maksudnya cuman beberapa kelas?" Tanyaku kembali."Cuman tiga kelas doang yang kena. Kelas dua belas B, dua belas D sama Kelas kita bertiga, kelas F" Ze mulai angkat bicara."Ahh....." Kami menghela nafas panjang sambil me
Mata kami saling bertemu, sebuah kebetulan dia bisa datang ke tempat dimana aku bekerja selama bertahun-tahun, atau mungkin bukan sebuah kebetulan.Dia memakai setelan hoodie dan juga topi. Hampir saja aku tak mengenalinya kalau bukan karna tas merah yang dia pakai di punggungnya."Hei tunggu!" Aku mengejar dia yang berlari keluar meninggalkan toko buku.Dia berlari perlahan, mencoba untuk tidak menarik perhatian orang-orang disekitar. Aku terus mengikutinya sampai tiba disebuah gang buntu nan sempit."Gausah main kejar-kejaran lagi... " Aku menyandarkan tubuhku di tembok kotor yang sepertinya tidak pernah disentuh oleh makhluk hidup manapun."Kenapa kak Erika ada disana?" Dia bertanya dengan kepala yang masih menunduk, tak mau menatapku."Maksudmu toko buku itu? itu tempat aku kerja, lagian yang harusnya bertanya itu aku, kenapa kamu ada disini saat jam seko
"Kak bangun... kata mamah anterin Za ke sekolah"Seseorang membangunkanku dari nikmatnya tidur."Ahh iya iya, kamu mandi duluan, kakak siapin sarapan"Jawabku Sambil menarik kembali selimut.Hari kedua sejak aku di skorsing dari sekolah, aku yang biasa kerja paruh waktu sekarang memutuskan untuk bekerja full time. Setidaknya sampai aku mengingat sesuatu."Eh Rei pulang sekolah nya siang kan? mamah udah berangkat kerja?""Udah, makanya... Aku udah mandi dari tadi, sarapan udah dibuatin sama ayah, tinggal kakak yang siap siap"Jawabnya sambil meninggalkan kamarku.Ah iya, dia tinggal disini sekarang, aku tak perlu repot-repot menyiapkan sarapan lagi. Tapi tetap saja aku masih merasa canggung karena ucapanku padanya kemarin, secara kita baru pertama kali bertemu setelah bertahun-tahun, dan kalimat yang pertama kali muncul di bibirku malah terkesan seperti tak menerima
*Kring kring kring...Ponsel yang dipegang adikku berbunyi."Kak, ini ada telfon dari mamah""Kamu angkat aja, bilangin kakak lagi beli makanan ke warung"Jawabku."Kenapa gak Icha aja yang angkat?"Tanya Hana."Lagi males aja, palingan juga nanti dia marah marah terus nyuruh pulang, kalo yang angkat si Rei gabakal buru buru disuruh pulang"Sambungku.*******"Halo mah? kenapa?""Kakakmu kemana?""Ini emm... lagi ke warung beli makanan sama kak Hana""Kamu lagi dimana sekarang?"Tanya ibuku."Eng... lagi ditaman deket komplek... kenaoa mah?""Kalo kakakmu udah balik kalian langsung pulang ya, ada yang mau kita omongin"Sambung ibuku."Kita?"Aku bergumam.Aku tau arti kata 'kita' yang dimaksud adalah ibu dan ayahku, tapi entah kenapa aku masih b
Setelah mengantar Ze pulang menuju stasiun, aku pun pulang dengan menaiki sepeda tua dibawah langit sore yang mulai gelap, sedangkan pikiranku masih membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.Senang dan sedih bercampur, akhirnya hidupku perlahan lahan menunjukan warna yang tak hitam putih lagi. Aku tak tau apa yang sedang terjadi sekarang didalam hatiku. Tapi selama itu membuatku senang, aku tak perduli.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku memacu pedal sepeda sebelum akhirnya langit benar benar gelap."Ah, udah gelap. Mamah pasti udah nungguin"Gumamku.*Sesampainya dirumah..."Aku pulang..."Aku mulai masuk kedalam rumah, tidak ada siapa siapa."Eh kok sepi? gak ada siapa siapa? tapi pintunya kebuka"Aku memutuskan untuk mengecek nya ke dapur...Dan...
"Mamah pulang..."Seseorang membuka pintu depan."Ah, mamah... selamat datang"Aku menyambutnya."Eh... banyak temen Erika ya, kerja kelompok? udah pada makan belum?""Udah kok tante, gapapa"Jawab mereka serempak.Ibuku baru pulang dari toko tempat dia bekerja, jam empat sore tepatnya. Dia membawa kantong belanjaan yang sangat banyak, tak seperti biasanya. Apa mungkin dia akan membuat sesuatu yang spesial hari ini setelah tadi pagi kami berbaikan?."Oh... yaudah, nanti pulangnya jangan kemalaman, nanti dicariin"sambung ibuku.Aku ragu ibu senang dengan kehadiran teman temanku. Terlihat dari raut wajahnya, sepertinya dia ingin mereka segera pulang."Ah iya Dek Hana... Tante Anna gimana kabarnya? baik-baik aja?""Baik kok Tante, sekarang ibu lagi ada tamu temen kerjanya ayah, jadi kita numpang disini"Jawab Hana.Karn