"Hei, Aksa! Jangan sok jagoan Lo!" seru Ranti tak suka.
"Saya bukannya sok jagoan. Tapi melindungi Tuan Muda Edward adalah tugas saya!" sahut Aksa tegas. Namun Edward memberi isyarat kepada Aksa untuk tidak ikut campur. Sang asisten pribadi ingin membantah akan tetapi tatapan pria itu malah menajam kepadanya. Edward masih saja mencoba mendekati Ranti dan mulai meraih tangannya. Kali ini berhasil, gadis itu membiarkan tangannya digenggam oleh sang pria. Edward pun kembali berkata, "Ranti, please. Mari kita bicara. Aku akan menceritakan semua tentang Tari. Kamu salah sangka kepadaku," ucapnya memelas. "Sayang, ayo kita pergi! Ngapain kamu masih melayani pecundang itu?" seru Rian yang telah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Ranti lagi-lagi menghempaskan tangan Edward dengan kasar lalu berkata, "Aku tidak sudi lagi menjalin hubungan denganmu! Enyahlah dari hidupku!" Bahkan saking kesalnya kepada Edward, Ranti mendorong tubuh pria itu sampai terjatuh di tanah. "Tuan Muda!" Aksa segera berlari menuju ke arah Edward dan mencoba menolongnya. Sementara Ranti dengan cepat masuk ke dalam mobil Rian, seraya kembali menghina Edward, "Selamat tinggal pecundang! Semoga hidupmu menderita selamanya! Rasakan akibat balas dendam ku!" Lalu dengan sengaja gadis itu meludah ke luar mobil. Pertanda Edward memang tidak ada harganya lagi baginya. "Ranti! Anda jangan semakin kurang kurang ajar kepada Tuan Edward!" hardik Aksa. Namun keduanya malah tertawa terbahak-bahak. "Ha-ha-ha!" Lalu Rian segera tancap gas melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Di sebuah bar di kawasan Jakarta Selatan, Edward sedang duduk sambil menikmati wine yang begitu banyak di depannya. Sejak tadi pagi sampai malam tiba, sang pria berada di tempat ini. Aksa sang asisten pribadi tetap setia menunggu sang bos. "Aksa ... kenapa Ranti tega kepadaku? Apa yang sedang merasuki pikirannya? Kenapa dia meninggalkanku disaat aku sudah sangat mencintainya! Apa salahku Aksa?" sedihnya sangat menyayat. "Tuan Muda, Anda tidak memiliki salah apa pun kepada Nona Ranti bahkan Anda sudah sangat terlalu baik kepadanya." sahut Aksa. "Tapi kenapa dia malah meninggalkanku?" teriaknya. Untung saja, Aksa telah mem-booking tempat itu Apakah sedikit pun dia tidak pernah mencintaiku? Dua tahun kebersamaan kami hanya kesia-siaan belaka?" Kesedihan Edward semakin mendalam mengingat jelas bagaimana kisah percintaannya kepada Ranti selama ini. Sementara Aksa yang sedang menemani sang tuan muda. Terlihat mengepalkan tangannya dari tadi mendengar semua perkataan Edward. Sepertinya dia harus mengatakan apa yang ada di hatinya saat ini. "Maaf Tuan Muda, jika perkataan saya kali ini sangat lancang. Tapi saya harus mengatakannya kepada Anda. Jujur sejak awal saya tidak menyukai Nona Ranti," ucap Aksa. Mendengar omongan sang asisten, Edward pun angkat bicara, "Apa maksud mu berkata seperti itu, Aksa?" "Sekarang terbukti, Tuan Muda! Nona Ranti meninggalkan Anda begitu saja dengan alasan tak masuk akal. Bahkan dia dengan sengaja berselingkuh dengan Tuan Rian," seru Aksa menusuk. "Kamu jangan menghinanya seperti itu! Mungkin saja pikirannya sedang kalut saat ini! Makanya dirinya minta putus." Bahkan Edward pun masih membela kekasihnya. "Tapi Tuan Muda, Nona Ranti telah jelas-jelas berselingkuh dengan Tuan Rian dan Anda masih membelanya?" Aksa semakin tak percaya dengan tanggapan Edward saat ini tentang gadis itu. Edward diam dan tidak dapat menjawab perkataan asistennya. Dia malah memilih lebih banyak minum wine untuk menepis luka hatinya yang semakin menganga. Lalu tiba-tiba dari arah luar pintu bar, ketiga cowok tampan para sepupu Edward segera masuk ke dalam. Melihat para sepupunya datang, Edward segera menatap tajam ke arah Aksa. Karena dia tahu betul jika itu adalah ulah asistennya. "Sialan Lo, Aksa! Ngapain Lo mengajak mereka ke sini?" serunya tak senang. "Maaf, Tuan Muda. Tapi Tuan Muda Ronand telah memiliki bukti konkrit tentang perselingkuhan Nona Ranti dan Tuan Rian." ucap Aksa. Namun Edward seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang asisten. Dia berpikir jika tak mungkin Ranti mengkhianati dirinya dengan sungguh-sungguh. "Ya ampun Edward! Demi gadis murahan itu Lo mabuk-mabukkan? Lo tarok di mana otak Lo?" seru Bobby, salah satu dari sepupu Edward. "Jaga bicara Lo, Bob! Jangan pernah hina Ranti!" sahut Edward lalu dengan berjalan sempoyongan, pria itu ingin menghajar Bobby. Namun dengan cepat Jemy yang juga sepupu Edward segera melerai keduanya. "Woi ... woi .... Ada apa dengan kalian berdua? Santai, Bro!" seru Jemy kepada keduanya. "Bobby yang memulai duluan, Jem. Dia menghina Ranti," bela Edward kepada kekasihnya. "Edward! Buka mata Lo lebar-lebar. Kenapa Lo masih membela Si jalang itu!" Ternyata Jemy malah lebih menusuk omongannya dibandingkan dengan Bobby. "Shitt! Lo juga ikutan menghinanya, Jem?" Edward tak menyangka dengan sikap sepupunya. "Sudah-sudah! Berisik banget Lo semua!" ketus Ronand, yang dari tadi sibuk di depan laptop. "Edward, simak video ini baik-baik!" ucap Ronand tegas lalu mengarahkan laptop itu di depan sepupunya yang sedang galau itu. Edward pun mencoba menajamkan penglihatannya dan melihat sajian video dari laptop sepupunya, Ronand. "Sial! Dari mana Lo mendapatkan video ini?" ucap Edward lalu menutup laptop itu dengan kasar lalu melemparnya begitu saja di bawah lantai bar itu. Seketika laptop itu hancur berkeping-keping dan tak berbentuk lagi. Edward sangat emosi melihat video panas Ranti dan Rian di sebuah hotel. Pria itu sungguh tak sanggup melihatnya. "Lo masih membelanya, Ed?" tantang Ronand kepada sepupunya. "Ranti!" teriaknya histeris. Lalu Bobby turut melemparkan beberapa lembar foto kebersamaan Ranti dan Rian di segala sudut disetiap pertemuannya dengan selingkuhannya itu, di hadapannya. "Lihat sendiri! Sudah sejak lama dia bermain hati dengan Lo!" ketus Boby. Edward lalu meraih foto-foto itu dan melihatnya. Seketika dia meremas semua foto-foto tersebut. Sungguh dia tak pernah menyangka jika Ranti bisa setega itu kepadanya. Ternyata selama ini, ketiga sepupunya diam-diam ikut membantu Aksa untuk membongkar permainan bejat dari Ranti. "Sialan Lo, Rian!" tukas Edward. Lalu dengan cepat dia meraih kunci mobil yang ada di meja bar, kemudian mulao ke luar dari bar itu. "Edward, Lo mau ke mana!" teriak Jemy. "Tuan Muda, Anda jangan pergi!" Aksa ikut menimpali. "Pakai akal sehat Lo, Ed!" tukas Ronand. "Woi ... Edward songong! Jangan gila Lo! Berhenti nggak Lo!" teriak Bobby. Lalu keempat pemuda gagah itu segera menyusul Edwar yang telah lebih dulu ke luar dari bar. Begitu cepatnya Edward melangkah sehingga ketiga sepupunya dan Aksa tidak bisa menahan kepergiannya. Dengan sigap Ronand yang jago ngebut segera berlari menuju mobilnya. Lalu dia pun berkata, "Ayo, kalian masuk semua! Kita kejar mobil Edward!"Para pemuda itu pun masuk ke dalam mobil. Ronand segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Namun mobil Edward tidak juga kelihatan."Sial! Edward ke mana! Kenapa mobilnya tidak kelihatan?" seru Ronand panik.Bahkan semua orang yang berada di dalam mobil itu juga ikut-ikutan panik. "Bukannya tadi Edward meneriaki nama Rian?" tukas Bobby."Pasti Tuan Edward sedang menuju ke apartemen Tuan Rian," sahut Aksa."Nand, segera meluncur ke sana!" seru Jemy kepada sepupunya."Beres! Gue putar balik dulu," sergah Ronand.Dengan cepat pria itu memutar balik arah mobil menuju ke apartemen Rian.Benar saja tebakan mereka. Edward memang sedang melajukan mobilnya menuju ke apartemen pria itu. Namun karena di bawah pengaruh minuman keras Edward terlihat ugal-ugalan membawa mobil. Hatinya sangat sakit saat ini, harus menerima kenyataan jika Ranti, gadis yang sangat dirinya cintai telah berani berselingkuh dibelakangnya. Sepertinya Edward mulai percaya jika Ranti memang tidak pernah menci
Seorang gadis cantik berusia dua puluh tiga tahun bernama Zuri Agnesha terlihat sedang berjalan tergesa-gesa di sebuah koridor rumah sakit ternama di kawasan Jakarta Selatan. Pagi ini Zuri mendapatkan kabar jika Opa Bram, masuk rumah sakit. Membuat dirinya menjadi panik. Pasalnya, dia sangat dekat dengan orang yang telah tua renta itu. Opa Bram sering sekali membantunya dan membantu keluarganya jika mereka kesulitan dalam hal keuangan. Setelah berjalan agak lama, akhirnya Zuri sampai juga di depan ruang VVIP tempat sang opa sedang dirawat.Gadis itu langsung disambut oleh Geri, Asisten pribadi dari Opa Bram."Selamat datang, Nona Zuri." sambut Geri hangat. "Asisten Geri, bagaimana keadaan Opa? Aku sangat khawatir dengannya!" tutur gadis itu mencoba mengatur napasnya.Bagaimana tidak, sejak dirinya meninggalkan kost-kosantnya, gadis itu terus saja berjalan cepat dengan setengah berlari. Untung saja dia tidak terlalu lama menunggu bis di halte. Sehingga akhirnya Zuri bisa sampai den
"Baiklah, kalau begitu! Opa memang punya tugas penting untukmu. Berhentilah menangis dan kembali lah duduk. Opa akan menjelaskan semuanya kepadamu," tutur Opa Bram kepada Zuri.Gadis itu segera menyeka air matanya. Lalu kembali duduk di sofa."Maaf, Opa. Kalau boleh tahu, tugas penting apa yang Opa hendak sampaikan kepadaku?" tanya Zuri penasaran. Opa Bram terlihat menghela napasnya. Tiga bulan telah berlalu sejak Edward kecelakaan. Namun sampai sekarang sang cucu masih saja seperti mayat hidup. Hidup segan mati pun tak mau. Semangat hidup Edward sepertinya telah hilang. Sang cucu hanya menghabiskan waktu bermalas-malasan sepanjang waktu. Untuk itu Opa Bram menyuruh Edward untuk kembali ke Jakarta dan mengurusi satu perusahaan yang telah sang kakek percayakan kepadanya sebelumnya. "Begini, Zuri ...." Opa Bram mulai menjelaskan semuanya kepada gadis itu, jika sang opa menginginkan Zuri untuk dapat membuat cucunya, Edward Kenneth jatuh cinta kepadanya. "Opa ingin kamu membuat Edwar
"Maksud Anda, apanya yang telah dipersiapkan?" Zuri masih saja tetap bertanya.Pasalnya Asisten Geri tetap melajukan mobilnya menuju ke sebuah apartemen dan tetap tidak mempedulikan omongan Zuri. Namun disaat mereka mulai memasuki area apartemen tersebut, dari kejauhan Zuri dapat melihat sahabatnya, Mirah sedang memerintahkan beberapa orang untuk menurunkan banyak kotak dari sebuah mobil box."Lho, Asisten Geri? Bukannya itu, Mirah?""Betul sekali, Nona." sahut Geri singkat."Terus, ngapain Mirah berada di sini?" tanya Zuri masih saja bingung dengan semuanya."Anda akan tinggal bersama Nona Mirah di apartemen. Semua juga berdasarkan perintah dari Tuan Opa," tutur Geri menjelaskan."Apa? Tapi kok bisa?" tanya Zuri tak menyangka, dia bisa tetap tinggal bersama Mirah, sahabatnya sejak di bangku kuliah.Mobil yang membawa Zuri akhirnya sampai juga di depan mobil box tersebut. Asisten Geri segera ke luar dari dalam mobil. Lalu membuka pintu mobil kepada Zuri."Silakan, Nona.""Terima
Hari ini hari Sabtu, hari untuk bersantai ria bagi setiap karyawan. Tak terkecuali untuk Zuri dan Mirah.Saat ini keduanya sedang bersiap-siap untuk ke luar rumah.Mirah akan ke GBK untuk joging bersama teman-temannya. Sedangkan Zuri hendak ke bandara Soekarno Hatta, karena hari ini sahabatnya yang telah lama tinggal di luar negeri akan pulang ke Indonesia.Sang sahabat meminta Zuri untuk menjemputnya di bandara pagi ini."Zuri, gue cabut duluan, ya!" pamit Mirah kepadanya."Iya, Mir. Lo hati-hati, ya!" sahut Zuri kepada sahabatnya.Tak berapa lama, gadis itu pun melihat arloji di pergelangan tangan kirinya." Ya ampun! Aku hampir telat!" Dia pun bergegas ke luar dari unit apartemen miliknya, lalu masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai dasar.Untung saja taksi online yang Zuri pesan baru saja tiba di area parkiran."Selamat pagi, dengan Nona Zuri, benar?" sapa sang sopir taksi kepadanya."Iya, Pak. Saya Zuri. Kita bisa berangkat sekarang? Soalnya saya sangat buru-buru," sa
"Sial! Kok mereka balik lagi! Apa yang harus gue lakukan?" Edward dapat melihat orang-orang itu malah berbalik ke arahnya.Edward lalu memandang sekelilingnya saat ini. Tidak begitu banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya. "Shitt!" umpatnya.Pasalnya tempat dirinya berada sekarang adalah area terbuka tidak ada sedikit pun tempat untuk bersembunyi. Edward takut, pergerakannya yang mencolok akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang suruhan Opa Bram.Apa lagi, beberapa saat yang lalu Edward baru saja mendapatkan pesan dari Aksa, asistennya. Jika sang kakek ingin cepat-cepat bertemu dengannya, karena ingin menjodohkan Edward dengan seorang perempuan pilihan Opa Bram kepadanya. Tentu saja Edward tidak mau dijodohkan. Maka semakin bersemangatlah pria itu untuk melarikan diri dari kejaran anak buah sang kakek.Lalu Edward pun menatap punggung gadis yang dirinya temui di dalam toilet tadi. Tiba-tiba saja timbul ide gila dari dalam pikirannya."Sepertinya, hanya gadis ini yang bisa me
Zuri sudah tidak tahan lagi. Dia pun mulai menangis. Membuat Jemy malah menjadi sangat kaget."Lho-lho-lho! Zuri? Lo kok malah menangis, sih?" Jemy kaget bukan kepalang saat melihat sahabatnya menangis. "Habis, Lo malah memaksa gue!" ucapnya."Sorry, Zur. Baiklah gue nggak akan bertanya lagi. Tapi kan, kita ini sudah lama berteman. Selama ini kita saling terbuka, masa sekarang Lo malah berubah begitu?" Jemy mulai menurunkan nada bicaranya, agar gadis itu bisa lebih tenang.Tak lupa, Jemy menyodorkan selembar tisu kepada Zuri, untuk menyeka air matanya."Hapus air matamu. Makin jelek Lo menangis begitu!""Jemy!""Ha-ha-ha! Gue bercanda, Zuri. Elah ... sensi banget sih, Lo! Ayo cepat katakan ada apa dengan bibir Lo? Kenapa Lo sampai menangis tadi?" "Kok Lo bisa tahu, gue menangis?" tanya Zuri, mencoba untuk terus berkelit."Yaelah, Zur. Kita bukan hanya setahun dua tahun baru kenal. Tapi telah bertahun-tahun. Makanya Lo jujur sekarang, gue tunggu!" "Memangnya gue mesti jujur, Jem?"
"Aksa, apakah Bunda mengetahui jika aku pulang hari ini?" tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Sepertinya Nyonya Ayu tahu, jika Anda pulang hari ini." sahut Edward."Sial! Gue kan sudah bilang! Jangan sampai Bunda tahu jika gue balik ke Jakarta!""Maaf, Tuan. Saya pikir tidak menjadi masalah jika Nyonya Besar mengetahui kepulangan Anda," serunya lagi."Shitt! Jadi lo yang memberikan informasi tentang kepulangan gue?" ujar Edward penuh amarah."Ma ... maaf, Bos.""Dasar bocor keliling, Lo!" marah Edward. "Pantas Opa Bram menyuruh anak buahnya untuk menangkap gue. Pasti karena Bunda mengadu kepada Opa!" tukasnya kesal. "Sekali lagi maaf, Boss." ucap Aksa memohon pengampunan dari Edward."Cih! Tak ada maaf bagimu!" sahutnya kesal."Bos, telepon dari Nyonya Ayu kenapa tidak Anda angkat. Beliau adalah orang tua Anda, Bos. Siapa tahu kan Nyonya kangen kepada Anda.""Jangan sok belagu, Lo! Ikut campur saja urusan, gue!" ujar Edward kepada asistennya.Namun Aksa terus saja membu
Di sebuah kamar hotel president suite,Pagi yang cerah di Kota Vienna, Edward dan Zuri baru saja selesai menikmati sarapan di kamar mereka. Matahari dari tadi telah bersinar lembut melalui jendela kamar tersebut yang berada di lantai atas, gedung megah itu, yang memberikan pemandangan kota yang menakjubkan. Setelah sarapan, mereka masih berada di dalam kamar untuk beristirahat sejenak, menikmati kenyamanan kasur yang empuk dan suasana tenang. Edward merebahkan diri di sofa sambil menatap keluar jendela.“Mas, aku ngantuk deh,” ucap Zuri kepada suaminya.“Yes, Baby. Kamu tidurlah, istirahatlah sebentar. Nanti agak sorean kita akan berkeliling kota ini,” ucap Edward sambil tersenyum, sambil memandang istrinya yang sedang membaringkan diri di atas ranjang.Zuri yang sedang meraih selimut untuk menutupi badannya, mengangguk pelan. “Siap, Mas. Aku juga penasaran dengan museum yang kamu bilang tadi. Museum Kunsthistorisches, kan?”“Iya, Sayang. Tempat itu adalah salah satu museum seni terb
Pagi hari tiba,Pagi itu, sinar matahari lembut masuk melalui celah-celah tirai tebal di kamar suite hotel mereka. Edward perlahan membuka matanya, mendapati Zuri masih terlelap di sampingnya. Dia memandangi wajah istrinya yang damai, sesekali mengelus rambutnya yang terurai di atas bantal. Edward pun tersenyum, merasa beruntung bisa menghabiskan malam yang panjang bersama wanita yang sangat dia cintai.Zuri menggerakkan tubuhnya sedikit, matanya mulai terbuka. "Pagi, Sayang," gumamnya lembut, mengusap pipi Edward dengan jemarinya."Pagi juga, Cintaku," balas Edward, suaranya rendah dan hangat. Mereka berdua terdiam sejenak, hanya menikmati momen tenang di atas tempat tidur. Tidak ada tergesa-gesa, tidak ada gangguan, hanya mereka berdua dalam kehangatan pagi itu.Zuri menarik selimutnya lebih tinggi, merasa nyaman. "Aku masih ingin di tempat tidur sebentar lagi," ucapnya dengan suara malas.Edward tersenyum dan menunduk, memberikan kecupan ringan di dahinya. "Kita bisa tetap di sini
Beberapa saat yang lalu,Di kamar president suite mewah hotel, yang menghadap langsung ke arah gemerlapnya Kota vienna, Edward dan Zuri baru saja selesai menikmati makan malam mereka. Aroma makanan lezat masih samar-samar terasa, namun perhatian keduanya sudah beralih ke langit malam yang terbentang luas di hadapan mereka. Dari balkon kamar itu, Zuri menatap langit Vienna yang cerah, dipenuhi bintang yang bersinar terang, diiringi sinar bulan purnama yang menggantung sempurna di angkasa. Suasana yang sangat romantis dan damai.Zuri memeluk tubuh Edward erat-erat, kepalanya bersandar lembut di bahu suaminya. Edward merangkul pinggang Zuri dengan hangat, keduanya tak berbicara banyak, hanya menikmati kebersamaan dan keindahan malam itu.“Kamu lihat bulan malam ini, Sayang?” bisik Edward sambil menatap ke atas langit yang tinggi.“Iya, Mas.” sahut Zuri.“Sepertinya cahayanya, baru mulai bersinar lebih terang setelah kita bersama.”Zuri tersenyum mendengar kata-kata suaminya, seakan setu
Setelah seharian penuh menikmati keindahan dan sejarah Kota Viena, Edward dan Zuri akhirnya kembali ke hotel. Mereka tiba di pintu kamar president suite saat hari telah menjelang malam dengan rasa lelah bercampur kepuasan atas pengalaman yang begitu indah.“Aku nggak sabar sampai ke hotel, seharian kita keliling kota,” ucap Zuri sambil sambil tersenyum kecil, matanya sedikit lelah namun bahagia.Edward ikut tersenyum penuh arti sambil menyimpan sesuatu di balik punggungnya. “Perjalanan kita masih belum selesai, Sayang. Aku punya sesuatu yang spesial buat kamu.”Zuri menatap suaminya dengan penasaran, namun dia tidak banyak bertanya. Gadis itu lalu mengambil kunci kamar dan mulai membuka pintu. Begitu pintu terbuka, cahaya hangat dari dalam kamar menyambut mereka.“Surprise!” ucap Edward dengan suara yang lembut namun jelas.Mata Zuri seketika menjadi membelalak saat dia melihat pemandangan di depannya. Kamar mereka telah diubah menjadi surga romantis yang penuh dengan nuansa kehangat
Setelah menikmati sarapan yang hangat dan penuh kasih sayang di restoran dekat hotel mereka, Edward dan Zuri pun bersiap untuk memulai petualangan bulan madunya. Kota Vienna telah menyambut keduanya dengan cuaca cerah dan angin sepoi-sepoi, pertanda bahwa hari ini akan menjadi hari yang sempurna untuk menjelajahi kota yang indah ini.“Sayang, kamu sudah siap?” tanya Edward sambil memeriksa kamera yang ada di tangannya.Zuri yang sedang merapikan scarf di lehernya tersenyum dan menjawab, “Tentu saja aku sudah siap, Mas. Aku sudah nggak sabar ingin lihat Istana Schönbrunn. Aku selalu baca tentang tempat itu, dan sekarang kita benar-benar akan ke sana!” tutur Zuri penuh antusiasme.“Kalau begitu, come on kita let's go, Baby!” ucap Edward sambil tersenyum ke arah istrinya.Mereka berdua lalu berjalan sambil bergandengan tangan menuju ke mobil yang sudah menunggu di depan hotel. Istana Schönbrunn, merupakan bekas kediaman musim panas keluarga kerajaan Habsburg. Tempat megah itu akan menja
Pagi itu, di tengah hiruk-pikuk kota Vienna yang mulai sibuk, Edward terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka perlahan, menatap langit-langit kamar president suite yang mewah, dengan dekorasi klasik yang elegan. Pria tampan itu tersenyum kecil sambil melirik ke samping, melihat istrinya, Zuri, yang masih terlelap dalam damainya. Cahaya matahari yang semakin terik menembus tirai tipis memberikan nuansa hangat pada ruangan.Ternyata keduanya sangat kelelahan setelah melewati perjalanan panjang dari Jakarta ke Austria. Maka dari itu sesampai di hotel tadi, Edward dan Zuri memutuskan untuk tidur beristirahat sejenak."Sayang, hari semakin terang. Ayo kita sarapan dulu," bisik Edward lembut sambil mengelus rambut Zuri.Zuri mengerjapkan mata, tersenyum tipis saat melihat suaminya yang tampak segar. "Hmm … segar setelah beristirahat sejenak. Apa kita sudah terlambat untuk sarapan?" tanyanya kepada suaminya.Edward menggeleng. "Tidak, kita masih punya banyak waktu. Tapi kita butuh untuk me
Setelah menempuh perjalanan panjang selama kurang lebih dua belas jam perjalanan udara di dalam pesawat, Edward dan Zuri akhirnya tiba di bandara internasional Vienna, Austria. Tubuh keduanya memang terasa lelah, namun semangat liburan bulan madu mereka tetap tinggi. Udara dingin yang menusuk langsung menyambut ketika Edward dan Zuri mulai melangkah keluar dari pesawat. Matahari hampir mencapai puncaknya, menunjukkan bahwa hari hampir beranjak siang.Zuri, yang memakai mantel pink tebal, merapatkan syal di lehernya sambil mulai menarik kopernya. "Akhirnya kita sampai juga, Mas" ucapnya lega, memandang Edward dengan senyuman."Iya, Sayangku. Selamat datang di Vienna, Austria. Semoga hotelnya sesuai ekspektasi," jawab Edward dengan senyum kecilnya, mencoba menyembunyikan rasa khawatirnya. Ternyata pria tampan itu diam-diam telah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang untuk membuat bulan madu mereka menjadi sempurna.Begitu Edward dan Zuri mulai melangkah keluar dari terminal ked
Setelah acara resepsi pernikahan Edward dan Zuri yang megah di Hotel Rafless selesai, suasana mulai mereda. Para tamu undangan sudah mulai meninggalkan lokasi, namun masih ada beberapa keluarga dan sahabat dekat yang tetap tinggal, berbicara dan mengabadikan momen terakhir bersama kedua mempelai. Zuri yang masih mengenakan gaun pengantin putih anggunnya tersenyum sambil melihat sekeliling, menyadari betapa indah hari yang baru saja berlalu."Sayang, sepertinya sudah saatnya kita berangkat," ucap Edward lembut sambil menggenggam tangan Zuri. "Kita harus berganti pakaian dulu sebelum berangkat ke bandara," tuturnya kepada sang istri.Zuri mengangguk, sambil tersenyum manis. “Benar, aku hampir lupa. Malam ini kita akan terbang ke Vienna, Austria, ya?”Edward tersenyum hangat. “Iya, Sayang. Perjalanan bulan madu kita akan segera dimulai.”“Siap, Mas. Ayo kita ganti baju dulu,” sahut Zuri antusias.Keduanya pun berjalan beriringan menuju ruang ganti yang telah disediakan oleh hotel. Di
Profesionalitas seorang Ranti,Ballroom hotel Raffles, Kuningan, Jakarta Selatan tampak megah dengan dekorasi yang elegan. Cahaya lampu kristal berkilauan, mengiringi setiap langkah tamu yang hadir dalam resepsi pernikahan Edward dan Zuri. Semua detail, dari hiasan bunga hingga susunan meja, tertata sempurna. Di balik kesempurnaan ini, berdirilah Ranti, pimpinan Light WO, yang dengan bangga mengawasi seluruh acara. Resepsi ini adalah puncak dari begitu banyak persiapan yang intens, dan Ranti bersama timnya berhasil mensukseskan acara tersebut tanpa cacat.Ranti berdiri di sudut ballroom, melihat ke arah pasangan pengantin yang baru saja memasuki ruangan. Senyum merekah di bibirnya, meski di dalam hatinya, ada rasa yang sulit diabaikan. Edward, mantan kekasihnya, kini telah bersanding dengan Zuri, wanita yang dipilihnya untuk mengarungi hidup bersama. Namun, Ranti bertekad untuk tetap profesional."Apa semuanya sudah siap untuk prosesi janji pernikahan?" tanya Ranti kepada salah satu