"Maksud Anda, apanya yang telah dipersiapkan?" Zuri masih saja tetap bertanya.
Pasalnya Asisten Geri tetap melajukan mobilnya menuju ke sebuah apartemen dan tetap tidak mempedulikan omongan Zuri. Namun disaat mereka mulai memasuki area apartemen tersebut, dari kejauhan Zuri dapat melihat sahabatnya, Mirah sedang memerintahkan beberapa orang untuk menurunkan banyak kotak dari sebuah mobil box. "Lho, Asisten Geri? Bukannya itu, Mirah?" "Betul sekali, Nona." sahut Geri singkat. "Terus, ngapain Mirah berada di sini?" tanya Zuri masih saja bingung dengan semuanya. "Anda akan tinggal bersama Nona Mirah di apartemen. Semua juga berdasarkan perintah dari Tuan Opa," tutur Geri menjelaskan. "Apa? Tapi kok bisa?" tanya Zuri tak menyangka, dia bisa tetap tinggal bersama Mirah, sahabatnya sejak di bangku kuliah. Mobil yang membawa Zuri akhirnya sampai juga di depan mobil box tersebut. Asisten Geri segera ke luar dari dalam mobil. Lalu membuka pintu mobil kepada Zuri. "Silakan, Nona." "Terima kasih, Asisten Geri." Zuri pun ke luar dari dalam mobil berdasarkan arahan dari sang asisten. Mirah yang sedang sibuk dengan beberapa orang, seketika merasa senang saat melihat Zuri, sahabatnya akhirnya berada di tempat itu. "Zuri! Ya ampun, kamu dari mana saja? Dari tadi gue menghubungi Lo. Kok ponsel Lo nggak aktif, sih? Sibuk ngapain Lo?" ketus Mirah sambil berkacak pinggang di hadapan sang sahabat. "Sorry banget, Mir. Gue baru saja menjenguk Opa Bram. Beliau sedang dirawat di rumah sakit." "Apa? Opa Bram sedang sakit?" ucap Mirah tak percaya. "Lho kok nggak bilang-bilang gue, sih? Kita kan bisa bareng-bareng menjenguknya," tukas Mira lagi. "Bagaimana gue bisa ngajak Lo, Mir. Opa Bram hanya ingin bertemu gue." gumamnya dalam hati. Kedua sahabat itu, pun menunggu di sebuah kafe yang berada di dekat area apartemen. Sedangkan Asisten Geri dan Sekretaris Mayang sedang fokus membersihkan dan merapikan apartemen milik Zuri. "Apa? Lo disuruh Opa Bram untuk merayu cucunya agar jatuh cinta kepada Lo?" "Yap!" "Makanya Beliau memberi Lo satu unit apartemen?" tanya Mirah lagi. "Iya, Mirah. Dari tadi kan gue bilang iya kepada Lo! Bagaimana, sih?" kesal Zuri. "Ya maaf, Zur. Habis gue setengah percaya nggak percaya dengan semua ucapan Lo!" seru Mirah. Lalu gadis itu pun berkata penuh harap, "Opa Bram, angkat diriku menjadi salah satu cucu mantumu!" "Idih! Apaan sih Lo, Mirah! Gue aduin Lo, ya! Sama cowok Lo! Mau?" ancam Zuri. "Yaelah, Zuri! Gue bercanda kali ...." ucap Mirah. Gadis itu telah memiliki kekasih yang saat ini bekerja di luar negeri. Mereka telah berpacaran sejak lama. Walaupun Mirah dan sang kekasih menjalin hubungan secara LDR namun keduanya telah sepakat untuk saling setia. Obrolan keduanya, terhenti saat Sekretaris Mayang menghampiri mereka, lalu berkata, "Permisi para, Nona. Apartemen Anda telah selesai dirapikan. Silakan ikut saya, untuk melihat-lihat." "Baik, sekretaris Mayang." jawab keduanya serentak. Mereka pun mengikuti langkah sang sekretaris. Alangkah terkejutnya para gadis saat melihat interior di dalam apartemen tersebut, begitu sangat elegan. Zuri dan Mirah masing-masing punya kamar sendiri. Gadis-gadis itu tak henti-hentinya merasa terkaget-kaget karena semua perabotan di dalam apartemen itu telah lengkap. Mereka tinggal menempatinya saja. Bahkan isi di dalam kulkas tak luput telah penuh dengan berbagai jenis dan macam bahan makanan. Sungguh kedua hati para gadis itu sangat senang. Setelah semuanya lengkap, Asisten Geri dan Sekretaris Mayang, segera undur diri dari apartemen. "Nona Zuri, kami permisi dulu. Jika Anda merasa ada yang kurang. Anda tinggal menghubungi saya atau pun Sekretaris Mayang," ucap Asisten Geri. "Sa ... saya rasa semuanya telah tersedia, bahkan lebih dari cukup. Terima kasih Asisten Geri, Sekretaris Mayang." sahut Zuri dari kesungguhan hatinya. "Semoga Nona Zuri, dapat menaklukkan hati Tuan Muda Edward," ucap Geri kepada Mayang. Saat ini, mereka sedang berada di dalam mobil. Perjalanan menuju ke rumah sakit untuk melaporkan semuanya kepada Tuan Bram. "Ya, kita berharap seperti itu. Tuan Edward dengan segera dapat melupakan Nona Ranti," sahut Sekretaris Mayang. Kembali ke apartemen, Zuri baru saja selesai bertelepon dengan ibunya yang berada di kampung. Dia merasa terharu, ternyata Opa Bram benar-benar malaikat penyelamat untuk keluarganya. Selain membayar semua utang-utang keluarganya, Opa Bram juga membiayai renovasi rumah dan membelikan sepetak sawah untuk dikelola oleh Bu Heni. Tak terasa air mata Zuri yang dari tadi dirinya tahan, akhirnya mengalir juga. Hatinya merasa terenyuh atas semua kebaikan Opa Bram kepada keluarganya. "Aku harus bisa menjalankan semua keinginan Opa Bram. Opa sungguh sangat baik kepada keluargaku," isaknya. Mirah yang baru saja selesai memasak, seketika melihat Zuri yang sedang berada di ruang tv. Dari kejauhan, gadis itu dapat melihat jika sang sahabat sedang menangis saat ini. Dia pun segera menghampiri Zuri sembari berkata, "Zuri, are you okay? Lo kenapa? Kok menangis begitu?" tanya Mirah tak mengerti. "Gue hanya sedang terharu saja kok, Mir." "Lo terharu kenapa? Lo tahu kan, Zur. Lo bisa cerita apa pun ke gue?" tukas Mirah lagi. Lalu Zuri pun menceritakan kebaikan lain dari Opa Bram kepada keluarganya. "Wah, Zuri! Opa Bram memang the best," puji Mirah. "Iya, Mir. Aku pikir juga begitu. Makanya gue sudah membulatkan tekad untuk mengikuti semua perintah dari Opa Bram," ujar Zuri tegas. "Membuat sang cucu jatuh cinta kepadamu?" "Iya, Mir. Gue harus bisa membuat cucu Opa Bram jatuh cinta kepada gue. Hanya itu satu-satunya cara agar gue dapat membalas semua budi baik sang opa kepada keluarga gue," seru Zuri. Gadis itu telah mengambil keputusan besar dalam hidupnya untuk menuruti semua keinginan Opa Bram kepadanya. "Tenang saja, Zur. Gue akan bantu Lo dengan sepenuh hati gue!" sahut Mirah. Ternyata secara diam-diam, Mirah juga ditugaskan oleh Opa Bram untuk ikut menyukseskan misi untuk membuat Edward jatuh cinta kepada Zuri. Akan tetapi Opa Bram menugaskan Mirah secara tersembunyi tanpa diketahui oleh gadis itu. Hal itu dilakukan agar proses pendekatan Zuri dan Edward terjadi secara natural. "Hanya saja, Mir. Apakah gue sanggup membuatnya Cucu Opa Bram ke gue? Lo tahu sendiri kan, gue tidak pernah sekalipun berpacaran atau menjalin hubungan kepada siapa juga?" Zuri pun sedikit ragu. "Ha-ha-ha! Makanya dari dulu gue suruh Lo pacaran, tapi Lo malah nggak mau!" sergah Mirah sambil tertawa terbahak-bahak saat ini. "Padahal kan, begitu banyak cowok-cowok yang mengantri ingin menjadi pacar Lo, Zuri." sergah Mirah lagi. "Ih apaan sih, Mir. Gue kan tidak menyukai mereka. Masa dipaksa?" "Apa? Jadi Lo tidak menyukai satu pun dari mereka?" Mirah menjadi sangat heran. Apalagi Zuri segera menganggukkan kepalanya.Hari ini hari Sabtu, hari untuk bersantai ria bagi setiap karyawan. Tak terkecuali untuk Zuri dan Mirah.Saat ini keduanya sedang bersiap-siap untuk ke luar rumah.Mirah akan ke GBK untuk joging bersama teman-temannya. Sedangkan Zuri hendak ke bandara Soekarno Hatta, karena hari ini sahabatnya yang telah lama tinggal di luar negeri akan pulang ke Indonesia.Sang sahabat meminta Zuri untuk menjemputnya di bandara pagi ini."Zuri, gue cabut duluan, ya!" pamit Mirah kepadanya."Iya, Mir. Lo hati-hati, ya!" sahut Zuri kepada sahabatnya.Tak berapa lama, gadis itu pun melihat arloji di pergelangan tangan kirinya." Ya ampun! Aku hampir telat!" Dia pun bergegas ke luar dari unit apartemen miliknya, lalu masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai dasar.Untung saja taksi online yang Zuri pesan baru saja tiba di area parkiran."Selamat pagi, dengan Nona Zuri, benar?" sapa sang sopir taksi kepadanya."Iya, Pak. Saya Zuri. Kita bisa berangkat sekarang? Soalnya saya sangat buru-buru," sa
"Sial! Kok mereka balik lagi! Apa yang harus gue lakukan?" Edward dapat melihat orang-orang itu malah berbalik ke arahnya.Edward lalu memandang sekelilingnya saat ini. Tidak begitu banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya. "Shitt!" umpatnya.Pasalnya tempat dirinya berada sekarang adalah area terbuka tidak ada sedikit pun tempat untuk bersembunyi. Edward takut, pergerakannya yang mencolok akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang suruhan Opa Bram.Apa lagi, beberapa saat yang lalu Edward baru saja mendapatkan pesan dari Aksa, asistennya. Jika sang kakek ingin cepat-cepat bertemu dengannya, karena ingin menjodohkan Edward dengan seorang perempuan pilihan Opa Bram kepadanya. Tentu saja Edward tidak mau dijodohkan. Maka semakin bersemangatlah pria itu untuk melarikan diri dari kejaran anak buah sang kakek.Lalu Edward pun menatap punggung gadis yang dirinya temui di dalam toilet tadi. Tiba-tiba saja timbul ide gila dari dalam pikirannya."Sepertinya, hanya gadis ini yang bisa me
Zuri sudah tidak tahan lagi. Dia pun mulai menangis. Membuat Jemy malah menjadi sangat kaget."Lho-lho-lho! Zuri? Lo kok malah menangis, sih?" Jemy kaget bukan kepalang saat melihat sahabatnya menangis. "Habis, Lo malah memaksa gue!" ucapnya."Sorry, Zur. Baiklah gue nggak akan bertanya lagi. Tapi kan, kita ini sudah lama berteman. Selama ini kita saling terbuka, masa sekarang Lo malah berubah begitu?" Jemy mulai menurunkan nada bicaranya, agar gadis itu bisa lebih tenang.Tak lupa, Jemy menyodorkan selembar tisu kepada Zuri, untuk menyeka air matanya."Hapus air matamu. Makin jelek Lo menangis begitu!""Jemy!""Ha-ha-ha! Gue bercanda, Zuri. Elah ... sensi banget sih, Lo! Ayo cepat katakan ada apa dengan bibir Lo? Kenapa Lo sampai menangis tadi?" "Kok Lo bisa tahu, gue menangis?" tanya Zuri, mencoba untuk terus berkelit."Yaelah, Zur. Kita bukan hanya setahun dua tahun baru kenal. Tapi telah bertahun-tahun. Makanya Lo jujur sekarang, gue tunggu!" "Memangnya gue mesti jujur, Jem?"
"Aksa, apakah Bunda mengetahui jika aku pulang hari ini?" tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Sepertinya Nyonya Ayu tahu, jika Anda pulang hari ini." sahut Edward."Sial! Gue kan sudah bilang! Jangan sampai Bunda tahu jika gue balik ke Jakarta!""Maaf, Tuan. Saya pikir tidak menjadi masalah jika Nyonya Besar mengetahui kepulangan Anda," serunya lagi."Shitt! Jadi lo yang memberikan informasi tentang kepulangan gue?" ujar Edward penuh amarah."Ma ... maaf, Bos.""Dasar bocor keliling, Lo!" marah Edward. "Pantas Opa Bram menyuruh anak buahnya untuk menangkap gue. Pasti karena Bunda mengadu kepada Opa!" tukasnya kesal. "Sekali lagi maaf, Boss." ucap Aksa memohon pengampunan dari Edward."Cih! Tak ada maaf bagimu!" sahutnya kesal."Bos, telepon dari Nyonya Ayu kenapa tidak Anda angkat. Beliau adalah orang tua Anda, Bos. Siapa tahu kan Nyonya kangen kepada Anda.""Jangan sok belagu, Lo! Ikut campur saja urusan, gue!" ujar Edward kepada asistennya.Namun Aksa terus saja membu
"Apa urusan gue sama Si Jemy? Ayo putar balik, langsung ke apartemen! Gue sedang tidak mau bertemu dengan salah seorang personil trio Kwek-kwek!" perintah Edward kepada sang asisten."Trio Kwek-kwek? Siapa mereka Bos?" tutur Aksa penasaran. "Cih! Masa Lo nggak tahu trio kwek-kwek yang selalu meresahkan itu?" ucap Edward lagi.Aksa yang tidak tahu apa-apa, segera menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dirinya tidak mengerti maksud dari perkataan Edward."Serius, Bos. Saya benar-benar tidak tahu," ujarnya memelas."Dasar kuper Lo, Aksa!""Kuper? Maksudnya apa, Bos?""Yaelah Aksa, dodol! Kuper juga Lo nggak tahu apa artinya?" kaget Edward.Sang asisten kembali menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda dia tidak tahu maksud dan perkataan dari Edward."Kuper itu kurang pergaulan kayak Lo! Masa nggak tahu trio kwek-kwek!" kesal Edward kepada asistennya."Ya ... saya memang tidak tahu, Bos. Makanya kasi tahu dong?""Cih! Memalukan, Lo! Trio kwek-kwek itu adalah Ronand, Bobby, dan Jemy!" "O
"He-he-he. Kamu jangan ge'er begitu! Nih ada seikat mawar untuk Mirah. Ntar kasi ke dia juga, ya?" tukas Jemy lalu menyodorkan seikat bunga lagi ke tangan Zuri."Ih, Jemy! Kamu ini! Bikin BT deh," kesal Zuri."Ha-ha-ha! Oh ya, Mirah ke mana? Ayo hubungi dia untuk ikutan bergabung bersama kita," tutur Jemy sambil mulai melajukan mobilnya, menutupi kegugupannya."Tadi dia ada janji joging dengan teman-teman kantornya di GBK. Tapi baiklah, aku akan mengirimkan pesan kepadanya, agar singgah ke apartemenmu," sahut Zuri sambil tersenyum menghirup wangi semerbak dari bunga mawar yang berwarna-warni itu. Sepertinya kali ini mereka akan ke apartemen Jemy.Sementara sang pria hanya menganggukkan kepalanya. Seraya berkata dari dalam dalam hatinya,"Semoga Zuri tidak mengetahui kegugupanku," gumamnya dalam hati.Zuri, seorang wanita yang berjiwa lembut dan penuh kasih, merasa sangat senang saat menerima seikat bunga mawar berwarna-warni dari sahabatnya, Jemy. Bunga-bunga itu berwarna merah, kunin
Mirah dan Zuri memasuki apartemen Jemy dengan penuh kekaguman. Apartemen ini sungguh mewah dan besar, membuat mereka terpesona dengan segala keindahannya. Saat pintu terbuka, aroma maskulin seorang pria mulai menyelimuti ruangan itu, memberikan kesan bahwa apartemen ini benar-benar milik Jemy."Selamat datang Nona-nona, di Zona ternyaman ku! Anggap saja seperti rumah sendiri, ya!" tukas Jemy kepada kedua sahabatnya."Wah ... Jemy! Apartemen mu sungguh mewah!" puji Mirah yang dibalas anggukan oleh Zuri."Oh, yeah?" sahut Jemy sambil tersenyum."Makanya Lo jangan kelamaan jomlo, Bro! Sepertinya sudah saatnya Lo melepas masa lajang Lo!" sindir Mirah sambil matanya mengarah kepada Jemy seolah-olah ingin tahu kejelasan perasaannya kepada Zuri.Namun dengan cepat Jemy menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda bukan saatnya membahas tentang hal itu. Mirah pun menunjukkan wajah cemberutnya karena mendapat sinyal yang masih abu-abu dari pria itu.Mereka lalu berjalan masuk ke ruang tamu yang lu
"Pokoknya kita putus, Edward!" ketus seorang gadis bernama Ranti yang baru ketahuan berselingkuh oleh kekasihnya sendiri."Apa kamu bilang, Ranti? Kita putus? Apakah kamu sudah gila? Jangan berpikiran macam-macam kamu!" seru Edward, pemuda yang menjadi pacarnya. "Aku sedang tidak bercanda Edward! Aku menginginkan kita putus sekarang juga!" seru sang gadis lantang."Apa?" kaget pria itu bukan kepalang.Pasalnya Ranti lah yang telah ketahuan berselingkuh dengan pesaing bisnisnya. Akan tetapi malah gadis itu yang meminta untuk memutuskan hubungan dengannya. "Ranti, apakah kamu tidak berpikir dengan lamanya hubungan kita telah terjalin?" tanya pria itu sambil memegang erat tangan gadis itu."Aku ... aku akan memperbaiki diriku. Aku tidak akan sibuk-sibuk lagi. Aku akan membagi waktuku untuk dapat bersamamu. Please, Ranti. Aku tahu kamu sedang khilaf saat ini." Edward sampai memohon kepada sang pacar yang terang-terangan telah berselingkuh darinya.Pria itu bepikir jika pacarnya berselin
Mirah dan Zuri memasuki apartemen Jemy dengan penuh kekaguman. Apartemen ini sungguh mewah dan besar, membuat mereka terpesona dengan segala keindahannya. Saat pintu terbuka, aroma maskulin seorang pria mulai menyelimuti ruangan itu, memberikan kesan bahwa apartemen ini benar-benar milik Jemy."Selamat datang Nona-nona, di Zona ternyaman ku! Anggap saja seperti rumah sendiri, ya!" tukas Jemy kepada kedua sahabatnya."Wah ... Jemy! Apartemen mu sungguh mewah!" puji Mirah yang dibalas anggukan oleh Zuri."Oh, yeah?" sahut Jemy sambil tersenyum."Makanya Lo jangan kelamaan jomlo, Bro! Sepertinya sudah saatnya Lo melepas masa lajang Lo!" sindir Mirah sambil matanya mengarah kepada Jemy seolah-olah ingin tahu kejelasan perasaannya kepada Zuri.Namun dengan cepat Jemy menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda bukan saatnya membahas tentang hal itu. Mirah pun menunjukkan wajah cemberutnya karena mendapat sinyal yang masih abu-abu dari pria itu.Mereka lalu berjalan masuk ke ruang tamu yang lu
"He-he-he. Kamu jangan ge'er begitu! Nih ada seikat mawar untuk Mirah. Ntar kasi ke dia juga, ya?" tukas Jemy lalu menyodorkan seikat bunga lagi ke tangan Zuri."Ih, Jemy! Kamu ini! Bikin BT deh," kesal Zuri."Ha-ha-ha! Oh ya, Mirah ke mana? Ayo hubungi dia untuk ikutan bergabung bersama kita," tutur Jemy sambil mulai melajukan mobilnya, menutupi kegugupannya."Tadi dia ada janji joging dengan teman-teman kantornya di GBK. Tapi baiklah, aku akan mengirimkan pesan kepadanya, agar singgah ke apartemenmu," sahut Zuri sambil tersenyum menghirup wangi semerbak dari bunga mawar yang berwarna-warni itu. Sepertinya kali ini mereka akan ke apartemen Jemy.Sementara sang pria hanya menganggukkan kepalanya. Seraya berkata dari dalam dalam hatinya,"Semoga Zuri tidak mengetahui kegugupanku," gumamnya dalam hati.Zuri, seorang wanita yang berjiwa lembut dan penuh kasih, merasa sangat senang saat menerima seikat bunga mawar berwarna-warni dari sahabatnya, Jemy. Bunga-bunga itu berwarna merah, kunin
"Apa urusan gue sama Si Jemy? Ayo putar balik, langsung ke apartemen! Gue sedang tidak mau bertemu dengan salah seorang personil trio Kwek-kwek!" perintah Edward kepada sang asisten."Trio Kwek-kwek? Siapa mereka Bos?" tutur Aksa penasaran. "Cih! Masa Lo nggak tahu trio kwek-kwek yang selalu meresahkan itu?" ucap Edward lagi.Aksa yang tidak tahu apa-apa, segera menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dirinya tidak mengerti maksud dari perkataan Edward."Serius, Bos. Saya benar-benar tidak tahu," ujarnya memelas."Dasar kuper Lo, Aksa!""Kuper? Maksudnya apa, Bos?""Yaelah Aksa, dodol! Kuper juga Lo nggak tahu apa artinya?" kaget Edward.Sang asisten kembali menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda dia tidak tahu maksud dan perkataan dari Edward."Kuper itu kurang pergaulan kayak Lo! Masa nggak tahu trio kwek-kwek!" kesal Edward kepada asistennya."Ya ... saya memang tidak tahu, Bos. Makanya kasi tahu dong?""Cih! Memalukan, Lo! Trio kwek-kwek itu adalah Ronand, Bobby, dan Jemy!" "O
"Aksa, apakah Bunda mengetahui jika aku pulang hari ini?" tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Sepertinya Nyonya Ayu tahu, jika Anda pulang hari ini." sahut Edward."Sial! Gue kan sudah bilang! Jangan sampai Bunda tahu jika gue balik ke Jakarta!""Maaf, Tuan. Saya pikir tidak menjadi masalah jika Nyonya Besar mengetahui kepulangan Anda," serunya lagi."Shitt! Jadi lo yang memberikan informasi tentang kepulangan gue?" ujar Edward penuh amarah."Ma ... maaf, Bos.""Dasar bocor keliling, Lo!" marah Edward. "Pantas Opa Bram menyuruh anak buahnya untuk menangkap gue. Pasti karena Bunda mengadu kepada Opa!" tukasnya kesal. "Sekali lagi maaf, Boss." ucap Aksa memohon pengampunan dari Edward."Cih! Tak ada maaf bagimu!" sahutnya kesal."Bos, telepon dari Nyonya Ayu kenapa tidak Anda angkat. Beliau adalah orang tua Anda, Bos. Siapa tahu kan Nyonya kangen kepada Anda.""Jangan sok belagu, Lo! Ikut campur saja urusan, gue!" ujar Edward kepada asistennya.Namun Aksa terus saja membu
Zuri sudah tidak tahan lagi. Dia pun mulai menangis. Membuat Jemy malah menjadi sangat kaget."Lho-lho-lho! Zuri? Lo kok malah menangis, sih?" Jemy kaget bukan kepalang saat melihat sahabatnya menangis. "Habis, Lo malah memaksa gue!" ucapnya."Sorry, Zur. Baiklah gue nggak akan bertanya lagi. Tapi kan, kita ini sudah lama berteman. Selama ini kita saling terbuka, masa sekarang Lo malah berubah begitu?" Jemy mulai menurunkan nada bicaranya, agar gadis itu bisa lebih tenang.Tak lupa, Jemy menyodorkan selembar tisu kepada Zuri, untuk menyeka air matanya."Hapus air matamu. Makin jelek Lo menangis begitu!""Jemy!""Ha-ha-ha! Gue bercanda, Zuri. Elah ... sensi banget sih, Lo! Ayo cepat katakan ada apa dengan bibir Lo? Kenapa Lo sampai menangis tadi?" "Kok Lo bisa tahu, gue menangis?" tanya Zuri, mencoba untuk terus berkelit."Yaelah, Zur. Kita bukan hanya setahun dua tahun baru kenal. Tapi telah bertahun-tahun. Makanya Lo jujur sekarang, gue tunggu!" "Memangnya gue mesti jujur, Jem?"
"Sial! Kok mereka balik lagi! Apa yang harus gue lakukan?" Edward dapat melihat orang-orang itu malah berbalik ke arahnya.Edward lalu memandang sekelilingnya saat ini. Tidak begitu banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya. "Shitt!" umpatnya.Pasalnya tempat dirinya berada sekarang adalah area terbuka tidak ada sedikit pun tempat untuk bersembunyi. Edward takut, pergerakannya yang mencolok akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang suruhan Opa Bram.Apa lagi, beberapa saat yang lalu Edward baru saja mendapatkan pesan dari Aksa, asistennya. Jika sang kakek ingin cepat-cepat bertemu dengannya, karena ingin menjodohkan Edward dengan seorang perempuan pilihan Opa Bram kepadanya. Tentu saja Edward tidak mau dijodohkan. Maka semakin bersemangatlah pria itu untuk melarikan diri dari kejaran anak buah sang kakek.Lalu Edward pun menatap punggung gadis yang dirinya temui di dalam toilet tadi. Tiba-tiba saja timbul ide gila dari dalam pikirannya."Sepertinya, hanya gadis ini yang bisa me
Hari ini hari Sabtu, hari untuk bersantai ria bagi setiap karyawan. Tak terkecuali untuk Zuri dan Mirah.Saat ini keduanya sedang bersiap-siap untuk ke luar rumah.Mirah akan ke GBK untuk joging bersama teman-temannya. Sedangkan Zuri hendak ke bandara Soekarno Hatta, karena hari ini sahabatnya yang telah lama tinggal di luar negeri akan pulang ke Indonesia.Sang sahabat meminta Zuri untuk menjemputnya di bandara pagi ini."Zuri, gue cabut duluan, ya!" pamit Mirah kepadanya."Iya, Mir. Lo hati-hati, ya!" sahut Zuri kepada sahabatnya.Tak berapa lama, gadis itu pun melihat arloji di pergelangan tangan kirinya." Ya ampun! Aku hampir telat!" Dia pun bergegas ke luar dari unit apartemen miliknya, lalu masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai dasar.Untung saja taksi online yang Zuri pesan baru saja tiba di area parkiran."Selamat pagi, dengan Nona Zuri, benar?" sapa sang sopir taksi kepadanya."Iya, Pak. Saya Zuri. Kita bisa berangkat sekarang? Soalnya saya sangat buru-buru," sa
"Maksud Anda, apanya yang telah dipersiapkan?" Zuri masih saja tetap bertanya.Pasalnya Asisten Geri tetap melajukan mobilnya menuju ke sebuah apartemen dan tetap tidak mempedulikan omongan Zuri. Namun disaat mereka mulai memasuki area apartemen tersebut, dari kejauhan Zuri dapat melihat sahabatnya, Mirah sedang memerintahkan beberapa orang untuk menurunkan banyak kotak dari sebuah mobil box."Lho, Asisten Geri? Bukannya itu, Mirah?""Betul sekali, Nona." sahut Geri singkat."Terus, ngapain Mirah berada di sini?" tanya Zuri masih saja bingung dengan semuanya."Anda akan tinggal bersama Nona Mirah di apartemen. Semua juga berdasarkan perintah dari Tuan Opa," tutur Geri menjelaskan."Apa? Tapi kok bisa?" tanya Zuri tak menyangka, dia bisa tetap tinggal bersama Mirah, sahabatnya sejak di bangku kuliah.Mobil yang membawa Zuri akhirnya sampai juga di depan mobil box tersebut. Asisten Geri segera ke luar dari dalam mobil. Lalu membuka pintu mobil kepada Zuri."Silakan, Nona.""Terima
"Baiklah, kalau begitu! Opa memang punya tugas penting untukmu. Berhentilah menangis dan kembali lah duduk. Opa akan menjelaskan semuanya kepadamu," tutur Opa Bram kepada Zuri.Gadis itu segera menyeka air matanya. Lalu kembali duduk di sofa."Maaf, Opa. Kalau boleh tahu, tugas penting apa yang Opa hendak sampaikan kepadaku?" tanya Zuri penasaran. Opa Bram terlihat menghela napasnya. Tiga bulan telah berlalu sejak Edward kecelakaan. Namun sampai sekarang sang cucu masih saja seperti mayat hidup. Hidup segan mati pun tak mau. Semangat hidup Edward sepertinya telah hilang. Sang cucu hanya menghabiskan waktu bermalas-malasan sepanjang waktu. Untuk itu Opa Bram menyuruh Edward untuk kembali ke Jakarta dan mengurusi satu perusahaan yang telah sang kakek percayakan kepadanya sebelumnya. "Begini, Zuri ...." Opa Bram mulai menjelaskan semuanya kepada gadis itu, jika sang opa menginginkan Zuri untuk dapat membuat cucunya, Edward Kenneth jatuh cinta kepadanya. "Opa ingin kamu membuat Edwar