Hari ini hari Sabtu, hari untuk bersantai ria bagi setiap karyawan. Tak terkecuali untuk Zuri dan Mirah.
Saat ini keduanya sedang bersiap-siap untuk ke luar rumah. Mirah akan ke GBK untuk joging bersama teman-temannya. Sedangkan Zuri hendak ke bandara Soekarno Hatta, karena hari ini sahabatnya yang telah lama tinggal di luar negeri akan pulang ke Indonesia. Sang sahabat meminta Zuri untuk menjemputnya di bandara pagi ini. "Zuri, gue cabut duluan, ya!" pamit Mirah kepadanya. "Iya, Mir. Lo hati-hati, ya!" sahut Zuri kepada sahabatnya. Tak berapa lama, gadis itu pun melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. " Ya ampun! Aku hampir telat!" Dia pun bergegas ke luar dari unit apartemen miliknya, lalu masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai dasar. Untung saja taksi online yang Zuri pesan baru saja tiba di area parkiran. "Selamat pagi, dengan Nona Zuri, benar?" sapa sang sopir taksi kepadanya. "Iya, Pak. Saya Zuri. Kita bisa berangkat sekarang? Soalnya saya sangat buru-buru," sahutnya dengan wajah cemas. "Baiklah, Nona. Kita berangkat sekarang," jawab sopir taksi itu kepada Zuri. Mobil pun mulai melaju dengan kecepatan sedang menuju bandara. Zuri sekali lagi melihat arloji di tangannya. "Aduh! Tinggal setengah jam lagi pesawat Jemy akan mendarat. Bagaimana ini? Semoga dia nggak marah jika aku telat datangnya." Harap Zuri dalam hati. Bandar Udara Soekarno Hatta, Seorang pria tampan terlihat sedang berjalan dengan tegesa-gesa saat ini. Pasalnya beberapa orang suruhan sang kakek sedang mengejar-ngejarnya sekarang. Pesawat yang membawanya dari London selama belasan jam akhirnya mendarat juga dengan sempurna beberapa saat yang lalu. "Sial! Kalau begini terus! Gue bisa ketahuan! Lagian ngapain sih, Opa jemput paksa gue seperti ini? Kurang kerjaan banget!" gerutu Edward mencoba untuk terus menghindar dari kejaran orang-orang itu. Aksa, sang asisten juga ikut menyamar saat ini. Aksa sedang mengikuti rute perjalanan atasannya di kawasan bandara itu, untuk memberikan sebuah paper bag yang berisikan pakaian ganti untuknya. Sang asisten terus saja berjalan mengikuti GPS dari ponsel pintarnya. Dia dan Edward sedang berbagi lokasi saat ini. Tiba di sebuah sudut bandara, dengan cepat Aksa memberikan paper bag tersebut di tangan sang tuan muda yang terlihat sedang bersembunyi saat ini, seraya berkata, "Tuan Muda, ini baju ganti untuk Anda." seru Aksa kepadanya. "Aksa ... ngapain Opa memaksaku untuk menemuinya? Apakah ada sesuatu hal yang penting saat ini? Gue kayak buronan saja, deh!" gerutu Edward. "Maaf, Tuan Muda. Saya juga kurang tahu," sahut Aksa. "Cih! Opa mah selalu hiperbola ke gue! Bukannya hari ini, Jemy juga pulang ke jakarta?" "Benar, Tuan Muda. Tuan Jemy juga datang hari ini." "Terus, apakah Jemy juga mendapatkan pengawalan ketat seperti yang Opa lakukan ke gue?" tanya Edward penuh selidik. "Sepertinya tidak, Tuan Muda. Kedatangan Tuan Jemy tidak mendapatkan pengawalan sedikit pun." "Shitt! Kenapa gue sendiri yang menjadi korban?" tuturnya kesal. "Saya kurang tahu, Tuan Muda. Saya permisi dulu," seru Aksa dengan wajah cemas. "Woi! Aksa! Mau ke mana, Lo? Tega Lo ninggalin gue?" kesal Edward kepada asistennya. "Ma ... maaf, Bos. Saya harus bergegas pergi. Saya tidak mau dipecat oleh Tuan Opa," ucapnya lagi, lalu mulai berlari sekencang mungkin meninggalkan Edward di depan pintu toilet. "Sial! Nggak setia kawan Lo, Aksa!" teriak Edward. Namun teriakannya itu sama sekali tidak digubris oleh Aksa. Pria itu terus saja lari terbirit-birit sekarang. Pasalnya, Opa Bram telah mengeluarkan ultimatumnya, bagi siapa saja yang membantu Edward lolos dari pengawalan ketat itu, akan dipecat secara tidak hormat. Tentu saja Aksa tidak mau mengambil resiko besar saat ini. Kariernya lebih penting dari segalanya. "Cih! Sial banget gue ditinggal sendiri!" Setelah berkata begitu, Edward terpaksa masuk ke dalam toilet dan bersembunyi di sana. Karena beberapa orang suruhan kakeknya sedang melintasi daerah itu. Di dalam toilet, Edward segera mengganti pakaiannya dengan pakaian baru yang telah disediakan oleh Aksa untuknya. Sementara Zuri baru saja sampai di bandara. Dia dari tadi ingin segera masuk ke dalam toilet karena ingin buang air kecil yang dari tadi dirinya tahan selama perjalanan ke bandara. Gadis itu pun mulai melangkah tergesa-gesa untuk mencari toilet yang terdekat saat ini. Karena buru-buru, Zuri tidak sadar jika dirinya salah memasuki toilet. Gadis itu segera menuntaskan urusannya di dalam toilet itu. Dia pun mulai merasa lega. Lalu dengan santainya Zuri membuka pintu salah satu toilet. Namun alangkah terkejutnya dirinya saat melihat seorang pria yang sedang buang air kecil di toilet yang sama di mana dirinya sedang berada saat ini. Sekilas Zuri dapat melihat alat tempur pria tersebut. Matanya setengah terbelalak, hendak ke luar dari tempatnya. Mata sang gadis seketika menjadi ternodai melihat pemandangan langka di depannya. Zuri hendak berteriak, namun dengan cepat Edward membekap mulutnya sambil memperbaiki celananya yang tadinya terbuka. Bagaimana Edward tidak melakukan itu suara teriakan orang-orang yang memanggil namanya mulai terdengar. "Tuan Muda! Anda di mana? Tolong jangan bermain-main dengan kami! Jangan membuat Tuan Opa marah besar kepada Anda!" teriak salah satu dari mereka. Sementara Zuri terus mencoba berontak. "Nona, tolong tenanglah sebentar! Orang-orang itu sedang mengejar saya, Nona! Apakah Anda mau kita dicelakai oleh mereka?" Edward mulai menakut-nakuti Zuri. Namun Zuri yang dibekap mulutnya oleh Edward tak habis akal saat ini. Dia pun menggigit tangan Edward dengan sangat kuat. "Auch! Sakit! Nona! Anda menggigit tangan gue! Berani Lo sama gue?" serunya sambil menatap tajam ke arah gadis itu. Namun Zuri sama sekali tidak takut dengan tatapan tajam Edward kepadanya. Ternyata pria tampan itu lupa melepas kaca matanya, sehingga mata elangnya yang sedang menatap ke arah Zuri tidak tembus pandang saat ini. Edward masih belum menyadari jika kaca mata hitam yang dirinya sedang pakai, menghalangi semuanya. "Anda juga kok berani-beraninya membekap mulut saya, Tuan! Jadi tak ada yang salah dengan tindakan saya. Lagian Anda ngapain di dalam toilet wanita? Apakah Anda hendak berbuat mesum?" Zuri pun segera menjauhkan tubuhnya dari pria itu. Sementara Edward terlihat geleng-geleng kepala saat ini. "Hei, Nona! Anda tidak bisa membaca, ya! Ini toilet pria! Tuh baca baik-baik! Jangan-jangan Anda yang mau mengintip saya!" ketus Edward. "Apa? Ja ... jadi ini toilet pria?" tanya Zuri. "Yaiyalah! Masa yaiya, dong?" sengit Edward lagi. "Ma ... maaf, Tuan. Tadi saya buru-buru. Sa ... saya tidak bermaksud untuk mengintip Anda. Permisi, Tuan." ucap Zuri menjelaskan, lalu dia pun mulai ke luar dari dalam toilet itu. "Cih! Alasan saja, Lo!" ketus Edward. Dia pun mulai ikut keluar dari dalam toilet itu. Pria itu mulai berjalan di belakang Zuri. Namun tiba-tiba orang suruhan sang opa mulai kelihatan dari kejauhan. *) GBK : Gelanggang olah raga Bung Karno"Sial! Kok mereka balik lagi! Apa yang harus gue lakukan?" Edward dapat melihat orang-orang itu malah berbalik ke arahnya.Edward lalu memandang sekelilingnya saat ini. Tidak begitu banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya. "Shitt!" umpatnya.Pasalnya tempat dirinya berada sekarang adalah area terbuka tidak ada sedikit pun tempat untuk bersembunyi. Edward takut, pergerakannya yang mencolok akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang suruhan Opa Bram.Apa lagi, beberapa saat yang lalu Edward baru saja mendapatkan pesan dari Aksa, asistennya. Jika sang kakek ingin cepat-cepat bertemu dengannya, karena ingin menjodohkan Edward dengan seorang perempuan pilihan Opa Bram kepadanya. Tentu saja Edward tidak mau dijodohkan. Maka semakin bersemangatlah pria itu untuk melarikan diri dari kejaran anak buah sang kakek.Lalu Edward pun menatap punggung gadis yang dirinya temui di dalam toilet tadi. Tiba-tiba saja timbul ide gila dari dalam pikirannya."Sepertinya, hanya gadis ini yang bisa me
Zuri sudah tidak tahan lagi. Dia pun mulai menangis. Membuat Jemy malah menjadi sangat kaget."Lho-lho-lho! Zuri? Lo kok malah menangis, sih?" Jemy kaget bukan kepalang saat melihat sahabatnya menangis. "Habis, Lo malah memaksa gue!" ucapnya."Sorry, Zur. Baiklah gue nggak akan bertanya lagi. Tapi kan, kita ini sudah lama berteman. Selama ini kita saling terbuka, masa sekarang Lo malah berubah begitu?" Jemy mulai menurunkan nada bicaranya, agar gadis itu bisa lebih tenang.Tak lupa, Jemy menyodorkan selembar tisu kepada Zuri, untuk menyeka air matanya."Hapus air matamu. Makin jelek Lo menangis begitu!""Jemy!""Ha-ha-ha! Gue bercanda, Zuri. Elah ... sensi banget sih, Lo! Ayo cepat katakan ada apa dengan bibir Lo? Kenapa Lo sampai menangis tadi?" "Kok Lo bisa tahu, gue menangis?" tanya Zuri, mencoba untuk terus berkelit."Yaelah, Zur. Kita bukan hanya setahun dua tahun baru kenal. Tapi telah bertahun-tahun. Makanya Lo jujur sekarang, gue tunggu!" "Memangnya gue mesti jujur, Jem?"
"Aksa, apakah Bunda mengetahui jika aku pulang hari ini?" tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Sepertinya Nyonya Ayu tahu, jika Anda pulang hari ini." sahut Edward."Sial! Gue kan sudah bilang! Jangan sampai Bunda tahu jika gue balik ke Jakarta!""Maaf, Tuan. Saya pikir tidak menjadi masalah jika Nyonya Besar mengetahui kepulangan Anda," serunya lagi."Shitt! Jadi lo yang memberikan informasi tentang kepulangan gue?" ujar Edward penuh amarah."Ma ... maaf, Bos.""Dasar bocor keliling, Lo!" marah Edward. "Pantas Opa Bram menyuruh anak buahnya untuk menangkap gue. Pasti karena Bunda mengadu kepada Opa!" tukasnya kesal. "Sekali lagi maaf, Boss." ucap Aksa memohon pengampunan dari Edward."Cih! Tak ada maaf bagimu!" sahutnya kesal."Bos, telepon dari Nyonya Ayu kenapa tidak Anda angkat. Beliau adalah orang tua Anda, Bos. Siapa tahu kan Nyonya kangen kepada Anda.""Jangan sok belagu, Lo! Ikut campur saja urusan, gue!" ujar Edward kepada asistennya.Namun Aksa terus saja membu
"Apa urusan gue sama Si Jemy? Ayo putar balik, langsung ke apartemen! Gue sedang tidak mau bertemu dengan salah seorang personil trio Kwek-kwek!" perintah Edward kepada sang asisten."Trio Kwek-kwek? Siapa mereka Bos?" tutur Aksa penasaran. "Cih! Masa Lo nggak tahu trio kwek-kwek yang selalu meresahkan itu?" ucap Edward lagi.Aksa yang tidak tahu apa-apa, segera menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dirinya tidak mengerti maksud dari perkataan Edward."Serius, Bos. Saya benar-benar tidak tahu," ujarnya memelas."Dasar kuper Lo, Aksa!""Kuper? Maksudnya apa, Bos?""Yaelah Aksa, dodol! Kuper juga Lo nggak tahu apa artinya?" kaget Edward.Sang asisten kembali menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda dia tidak tahu maksud dan perkataan dari Edward."Kuper itu kurang pergaulan kayak Lo! Masa nggak tahu trio kwek-kwek!" kesal Edward kepada asistennya."Ya ... saya memang tidak tahu, Bos. Makanya kasi tahu dong?""Cih! Memalukan, Lo! Trio kwek-kwek itu adalah Ronand, Bobby, dan Jemy!" "O
"He-he-he. Kamu jangan ge'er begitu! Nih ada seikat mawar untuk Mirah. Ntar kasi ke dia juga, ya?" tukas Jemy lalu menyodorkan seikat bunga lagi ke tangan Zuri."Ih, Jemy! Kamu ini! Bikin BT deh," kesal Zuri."Ha-ha-ha! Oh ya, Mirah ke mana? Ayo hubungi dia untuk ikutan bergabung bersama kita," tutur Jemy sambil mulai melajukan mobilnya, menutupi kegugupannya."Tadi dia ada janji joging dengan teman-teman kantornya di GBK. Tapi baiklah, aku akan mengirimkan pesan kepadanya, agar singgah ke apartemenmu," sahut Zuri sambil tersenyum menghirup wangi semerbak dari bunga mawar yang berwarna-warni itu. Sepertinya kali ini mereka akan ke apartemen Jemy.Sementara sang pria hanya menganggukkan kepalanya. Seraya berkata dari dalam dalam hatinya,"Semoga Zuri tidak mengetahui kegugupanku," gumamnya dalam hati.Zuri, seorang wanita yang berjiwa lembut dan penuh kasih, merasa sangat senang saat menerima seikat bunga mawar berwarna-warni dari sahabatnya, Jemy. Bunga-bunga itu berwarna merah, kunin
Mirah dan Zuri memasuki apartemen Jemy dengan penuh kekaguman. Apartemen ini sungguh mewah dan besar, membuat mereka terpesona dengan segala keindahannya. Saat pintu terbuka, aroma maskulin seorang pria mulai menyelimuti ruangan itu, memberikan kesan bahwa apartemen ini benar-benar milik Jemy."Selamat datang Nona-nona, di Zona ternyaman ku! Anggap saja seperti rumah sendiri, ya!" tukas Jemy kepada kedua sahabatnya."Wah ... Jemy! Apartemen mu sungguh mewah!" puji Mirah yang dibalas anggukan oleh Zuri."Oh, yeah?" sahut Jemy sambil tersenyum."Makanya Lo jangan kelamaan jomlo, Bro! Sepertinya sudah saatnya Lo melepas masa lajang Lo!" sindir Mirah sambil matanya mengarah kepada Jemy seolah-olah ingin tahu kejelasan perasaannya kepada Zuri.Namun dengan cepat Jemy menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda bukan saatnya membahas tentang hal itu. Mirah pun menunjukkan wajah cemberutnya karena mendapat sinyal yang masih abu-abu dari pria itu.Mereka lalu berjalan masuk ke ruang tamu yang lu
"Pokoknya kita putus, Edward!" ketus seorang gadis bernama Ranti yang baru ketahuan berselingkuh oleh kekasihnya sendiri."Apa kamu bilang, Ranti? Kita putus? Apakah kamu sudah gila? Jangan berpikiran macam-macam kamu!" seru Edward, pemuda yang menjadi pacarnya. "Aku sedang tidak bercanda Edward! Aku menginginkan kita putus sekarang juga!" seru sang gadis lantang."Apa?" kaget pria itu bukan kepalang.Pasalnya Ranti lah yang telah ketahuan berselingkuh dengan pesaing bisnisnya. Akan tetapi malah gadis itu yang meminta untuk memutuskan hubungan dengannya. "Ranti, apakah kamu tidak berpikir dengan lamanya hubungan kita telah terjalin?" tanya pria itu sambil memegang erat tangan gadis itu."Aku ... aku akan memperbaiki diriku. Aku tidak akan sibuk-sibuk lagi. Aku akan membagi waktuku untuk dapat bersamamu. Please, Ranti. Aku tahu kamu sedang khilaf saat ini." Edward sampai memohon kepada sang pacar yang terang-terangan telah berselingkuh darinya.Pria itu bepikir jika pacarnya berselin
"Hei, Aksa! Jangan sok jagoan Lo!" seru Ranti tak suka."Saya bukannya sok jagoan. Tapi melindungi Tuan Muda Edward adalah tugas saya!" sahut Aksa tegas.Namun Edward memberi isyarat kepada Aksa untuk tidak ikut campur.Sang asisten pribadi ingin membantah akan tetapi tatapan pria itu malah menajam kepadanya.Edward masih saja mencoba mendekati Ranti dan mulai meraih tangannya. Kali ini berhasil, gadis itu membiarkan tangannya digenggam oleh sang pria. Edward pun kembali berkata,"Ranti, please. Mari kita bicara. Aku akan menceritakan semua tentang Tari. Kamu salah sangka kepadaku," ucapnya memelas."Sayang, ayo kita pergi! Ngapain kamu masih melayani pecundang itu?" seru Rian yang telah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Ranti lagi-lagi menghempaskan tangan Edward dengan kasar lalu berkata,"Aku tidak sudi lagi menjalin hubungan denganmu! Enyahlah dari hidupku!" Bahkan saking kesalnya kepada Edward, Ranti mendorong tubuh pria itu sampai terjatuh di tanah."Tuan Muda!" Aksa segera berl
Mirah dan Zuri memasuki apartemen Jemy dengan penuh kekaguman. Apartemen ini sungguh mewah dan besar, membuat mereka terpesona dengan segala keindahannya. Saat pintu terbuka, aroma maskulin seorang pria mulai menyelimuti ruangan itu, memberikan kesan bahwa apartemen ini benar-benar milik Jemy."Selamat datang Nona-nona, di Zona ternyaman ku! Anggap saja seperti rumah sendiri, ya!" tukas Jemy kepada kedua sahabatnya."Wah ... Jemy! Apartemen mu sungguh mewah!" puji Mirah yang dibalas anggukan oleh Zuri."Oh, yeah?" sahut Jemy sambil tersenyum."Makanya Lo jangan kelamaan jomlo, Bro! Sepertinya sudah saatnya Lo melepas masa lajang Lo!" sindir Mirah sambil matanya mengarah kepada Jemy seolah-olah ingin tahu kejelasan perasaannya kepada Zuri.Namun dengan cepat Jemy menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda bukan saatnya membahas tentang hal itu. Mirah pun menunjukkan wajah cemberutnya karena mendapat sinyal yang masih abu-abu dari pria itu.Mereka lalu berjalan masuk ke ruang tamu yang lu
"He-he-he. Kamu jangan ge'er begitu! Nih ada seikat mawar untuk Mirah. Ntar kasi ke dia juga, ya?" tukas Jemy lalu menyodorkan seikat bunga lagi ke tangan Zuri."Ih, Jemy! Kamu ini! Bikin BT deh," kesal Zuri."Ha-ha-ha! Oh ya, Mirah ke mana? Ayo hubungi dia untuk ikutan bergabung bersama kita," tutur Jemy sambil mulai melajukan mobilnya, menutupi kegugupannya."Tadi dia ada janji joging dengan teman-teman kantornya di GBK. Tapi baiklah, aku akan mengirimkan pesan kepadanya, agar singgah ke apartemenmu," sahut Zuri sambil tersenyum menghirup wangi semerbak dari bunga mawar yang berwarna-warni itu. Sepertinya kali ini mereka akan ke apartemen Jemy.Sementara sang pria hanya menganggukkan kepalanya. Seraya berkata dari dalam dalam hatinya,"Semoga Zuri tidak mengetahui kegugupanku," gumamnya dalam hati.Zuri, seorang wanita yang berjiwa lembut dan penuh kasih, merasa sangat senang saat menerima seikat bunga mawar berwarna-warni dari sahabatnya, Jemy. Bunga-bunga itu berwarna merah, kunin
"Apa urusan gue sama Si Jemy? Ayo putar balik, langsung ke apartemen! Gue sedang tidak mau bertemu dengan salah seorang personil trio Kwek-kwek!" perintah Edward kepada sang asisten."Trio Kwek-kwek? Siapa mereka Bos?" tutur Aksa penasaran. "Cih! Masa Lo nggak tahu trio kwek-kwek yang selalu meresahkan itu?" ucap Edward lagi.Aksa yang tidak tahu apa-apa, segera menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dirinya tidak mengerti maksud dari perkataan Edward."Serius, Bos. Saya benar-benar tidak tahu," ujarnya memelas."Dasar kuper Lo, Aksa!""Kuper? Maksudnya apa, Bos?""Yaelah Aksa, dodol! Kuper juga Lo nggak tahu apa artinya?" kaget Edward.Sang asisten kembali menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda dia tidak tahu maksud dan perkataan dari Edward."Kuper itu kurang pergaulan kayak Lo! Masa nggak tahu trio kwek-kwek!" kesal Edward kepada asistennya."Ya ... saya memang tidak tahu, Bos. Makanya kasi tahu dong?""Cih! Memalukan, Lo! Trio kwek-kwek itu adalah Ronand, Bobby, dan Jemy!" "O
"Aksa, apakah Bunda mengetahui jika aku pulang hari ini?" tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Sepertinya Nyonya Ayu tahu, jika Anda pulang hari ini." sahut Edward."Sial! Gue kan sudah bilang! Jangan sampai Bunda tahu jika gue balik ke Jakarta!""Maaf, Tuan. Saya pikir tidak menjadi masalah jika Nyonya Besar mengetahui kepulangan Anda," serunya lagi."Shitt! Jadi lo yang memberikan informasi tentang kepulangan gue?" ujar Edward penuh amarah."Ma ... maaf, Bos.""Dasar bocor keliling, Lo!" marah Edward. "Pantas Opa Bram menyuruh anak buahnya untuk menangkap gue. Pasti karena Bunda mengadu kepada Opa!" tukasnya kesal. "Sekali lagi maaf, Boss." ucap Aksa memohon pengampunan dari Edward."Cih! Tak ada maaf bagimu!" sahutnya kesal."Bos, telepon dari Nyonya Ayu kenapa tidak Anda angkat. Beliau adalah orang tua Anda, Bos. Siapa tahu kan Nyonya kangen kepada Anda.""Jangan sok belagu, Lo! Ikut campur saja urusan, gue!" ujar Edward kepada asistennya.Namun Aksa terus saja membu
Zuri sudah tidak tahan lagi. Dia pun mulai menangis. Membuat Jemy malah menjadi sangat kaget."Lho-lho-lho! Zuri? Lo kok malah menangis, sih?" Jemy kaget bukan kepalang saat melihat sahabatnya menangis. "Habis, Lo malah memaksa gue!" ucapnya."Sorry, Zur. Baiklah gue nggak akan bertanya lagi. Tapi kan, kita ini sudah lama berteman. Selama ini kita saling terbuka, masa sekarang Lo malah berubah begitu?" Jemy mulai menurunkan nada bicaranya, agar gadis itu bisa lebih tenang.Tak lupa, Jemy menyodorkan selembar tisu kepada Zuri, untuk menyeka air matanya."Hapus air matamu. Makin jelek Lo menangis begitu!""Jemy!""Ha-ha-ha! Gue bercanda, Zuri. Elah ... sensi banget sih, Lo! Ayo cepat katakan ada apa dengan bibir Lo? Kenapa Lo sampai menangis tadi?" "Kok Lo bisa tahu, gue menangis?" tanya Zuri, mencoba untuk terus berkelit."Yaelah, Zur. Kita bukan hanya setahun dua tahun baru kenal. Tapi telah bertahun-tahun. Makanya Lo jujur sekarang, gue tunggu!" "Memangnya gue mesti jujur, Jem?"
"Sial! Kok mereka balik lagi! Apa yang harus gue lakukan?" Edward dapat melihat orang-orang itu malah berbalik ke arahnya.Edward lalu memandang sekelilingnya saat ini. Tidak begitu banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya. "Shitt!" umpatnya.Pasalnya tempat dirinya berada sekarang adalah area terbuka tidak ada sedikit pun tempat untuk bersembunyi. Edward takut, pergerakannya yang mencolok akan menimbulkan kecurigaan dari orang-orang suruhan Opa Bram.Apa lagi, beberapa saat yang lalu Edward baru saja mendapatkan pesan dari Aksa, asistennya. Jika sang kakek ingin cepat-cepat bertemu dengannya, karena ingin menjodohkan Edward dengan seorang perempuan pilihan Opa Bram kepadanya. Tentu saja Edward tidak mau dijodohkan. Maka semakin bersemangatlah pria itu untuk melarikan diri dari kejaran anak buah sang kakek.Lalu Edward pun menatap punggung gadis yang dirinya temui di dalam toilet tadi. Tiba-tiba saja timbul ide gila dari dalam pikirannya."Sepertinya, hanya gadis ini yang bisa me
Hari ini hari Sabtu, hari untuk bersantai ria bagi setiap karyawan. Tak terkecuali untuk Zuri dan Mirah.Saat ini keduanya sedang bersiap-siap untuk ke luar rumah.Mirah akan ke GBK untuk joging bersama teman-temannya. Sedangkan Zuri hendak ke bandara Soekarno Hatta, karena hari ini sahabatnya yang telah lama tinggal di luar negeri akan pulang ke Indonesia.Sang sahabat meminta Zuri untuk menjemputnya di bandara pagi ini."Zuri, gue cabut duluan, ya!" pamit Mirah kepadanya."Iya, Mir. Lo hati-hati, ya!" sahut Zuri kepada sahabatnya.Tak berapa lama, gadis itu pun melihat arloji di pergelangan tangan kirinya." Ya ampun! Aku hampir telat!" Dia pun bergegas ke luar dari unit apartemen miliknya, lalu masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai dasar.Untung saja taksi online yang Zuri pesan baru saja tiba di area parkiran."Selamat pagi, dengan Nona Zuri, benar?" sapa sang sopir taksi kepadanya."Iya, Pak. Saya Zuri. Kita bisa berangkat sekarang? Soalnya saya sangat buru-buru," sa
"Maksud Anda, apanya yang telah dipersiapkan?" Zuri masih saja tetap bertanya.Pasalnya Asisten Geri tetap melajukan mobilnya menuju ke sebuah apartemen dan tetap tidak mempedulikan omongan Zuri. Namun disaat mereka mulai memasuki area apartemen tersebut, dari kejauhan Zuri dapat melihat sahabatnya, Mirah sedang memerintahkan beberapa orang untuk menurunkan banyak kotak dari sebuah mobil box."Lho, Asisten Geri? Bukannya itu, Mirah?""Betul sekali, Nona." sahut Geri singkat."Terus, ngapain Mirah berada di sini?" tanya Zuri masih saja bingung dengan semuanya."Anda akan tinggal bersama Nona Mirah di apartemen. Semua juga berdasarkan perintah dari Tuan Opa," tutur Geri menjelaskan."Apa? Tapi kok bisa?" tanya Zuri tak menyangka, dia bisa tetap tinggal bersama Mirah, sahabatnya sejak di bangku kuliah.Mobil yang membawa Zuri akhirnya sampai juga di depan mobil box tersebut. Asisten Geri segera ke luar dari dalam mobil. Lalu membuka pintu mobil kepada Zuri."Silakan, Nona.""Terima
"Baiklah, kalau begitu! Opa memang punya tugas penting untukmu. Berhentilah menangis dan kembali lah duduk. Opa akan menjelaskan semuanya kepadamu," tutur Opa Bram kepada Zuri.Gadis itu segera menyeka air matanya. Lalu kembali duduk di sofa."Maaf, Opa. Kalau boleh tahu, tugas penting apa yang Opa hendak sampaikan kepadaku?" tanya Zuri penasaran. Opa Bram terlihat menghela napasnya. Tiga bulan telah berlalu sejak Edward kecelakaan. Namun sampai sekarang sang cucu masih saja seperti mayat hidup. Hidup segan mati pun tak mau. Semangat hidup Edward sepertinya telah hilang. Sang cucu hanya menghabiskan waktu bermalas-malasan sepanjang waktu. Untuk itu Opa Bram menyuruh Edward untuk kembali ke Jakarta dan mengurusi satu perusahaan yang telah sang kakek percayakan kepadanya sebelumnya. "Begini, Zuri ...." Opa Bram mulai menjelaskan semuanya kepada gadis itu, jika sang opa menginginkan Zuri untuk dapat membuat cucunya, Edward Kenneth jatuh cinta kepadanya. "Opa ingin kamu membuat Edwar