Ketika sudah masuk di dalam kamar, ia bersandar di pintu kamar. Jantungnya berdegup kencang. Dalam hati, ia sudah mengambil sebuah keputusan. Mulai hari ini ia akan berusaha menghindar pertemuan dengan Tante Sonya.
*
Penampilan Adri jadi buah bibir. Sudah bukan lagi peristiwa luar biasa kalau Adri sudah dirubung beberapa teman sekelas yang sudah menyaksikan penampilannya. Hari itu pengalaman yang sama berlangsung lagi ketika ia baru saja puas bermain dengan Paw Paw di kantin.
“Beberapa hari lalu gue liat penampilan lu di panggung Foodcourt. Wuih, gue makin suka nonton lu tampil!”
“Anjay, guitar cover lu makin hebat.”
“Lagu Perfect-nya elo bener-bener perfect deh.”
“Nanti ngulang lagi dong lagunya Justin Bieber yang judulnya ‘Sorry’ itu ya.”
“Lagu Slank itu bagus-bagus. Tapi jadi lebih bagus lagi waktu lu yang nyanyiin.”
“Iya, tuh lagunya sesuatu banget. Aransemennya keren!”
“Sudah. Dan karena oom juga udah bilang hanya akan lima menitan di sini jadinya lagu request itu akan aku nyanyikan di awal penampilan.” “Mantap,” responnya sembari memberi tanda dengan jempol. “Now, it’s show time.” Adri tersenyum dan mengangguk. Sesaat kemudian karena tuntutan pekerjaan seorang anak buah Minggus yang sudah sejak tadi di sana menyodorkan beberapa berkas untuk ditandatangani. Sementara orang itu melakukan pekerjaan, Adri mengeluarkan gitar dari sarung tas. Pada saat itulah sebuah ide melintas di benaknya. “Farel, siapa yang besuk Dessy saat ini?” “Duh perhatian banget sih lu. Kenapa nggak lu rebut aja anak itu dari Arjun!” “Sssssh, jangan berisik ah. Kami hanya berteman.” “Come on....” “Cepetan jawab. Aku udah harus tampil sebentar lagi.” Farel terkikik. “Tadi gue chat sama Chika. Dia tadi sempat besuk setengah dan udah pulang. Yang masih tinggal di sana hanya tinggal Marti
Reffrain belum berakhir. Adri terus berkonsentrasi melantun lagu walau airmata mulai menggenang di pelupuk. Ini cinta yang beta punya Dari relung hati jiwa Cuma par ale saja lah Cinta ni abadi slamanya [Ini cinta yang aku punya dari relung hati jiwa. Hanya untukmu sajalah cinta ini abadi selamanya]. Adri tak tahu apa yang dirasa Dessy di ujung sana, di ranjang rumah sakit, saat ini. Ia hanya ingin menyampaikan nestapa rindu dan harapannya. Bahagia sio nona ee Beta bahagia sayang Danke banya sayang ee Mau hidop deng beta selamanya [Bahagia kasihku, aku bahagia, sayang. Terimakasih sayang mau hidup denganku selamanya]. Campur tangan adikodrati sepertinya telah terjadi. Sinyal berjalan baik, ponsel bekerja sempurna. Hanya memang ada satu masala
Dan itu yang membuat Adri kemudian berlutut di tepi ranjang, menangkup kedua telapak tangan, menundukkan kepala. Berdoa. Sebuah doa yang walau dilakukan dalam hening, di kedalaman hati sebetulnya ia berteriak. Menjerit dan berharap untuk datangnya sebuah mujizat agar gadis yang terbaring di depannya disembuhkan. Ia percaya mujizat masihlah ada. Itu membangkitkan kekuatan dalam dirinya untuk semakin khusyuk berdoa. Sampai kemudian ia merasa sebuah sentuhan halus di kepalanya. Sebuah sentuhan tangan karena ia merasakan gerak jari-jari. Matanya membuka. Sempat tergoda untuk mulai menyapa, ia lantas tersadar sesuatu. Adri kembali menutup mata demi melanjut doa yang sempat terhenti. “Thank you, Lord,” cetusnya nyaris tanpa suara. “Terima kasih mau mendengar doa ini.” Satu kata terakhir tak sempat Adri ucapkan karena keburu didahului suara seorang lain. Suara seorang gadis, suara sopran yang amat ia kenal. “Amin.” Dan perlahan Adri pun bangkit. Belum, ia belum bangkit dari berlututnya.
Suasana di jalan masih lengang. Matahari mulai bergulir ke titik kulminasi dan hanya ada satu dua kendaraan melaju di hari pertama pada tahun yang baru dimasuki. Sisa keriuhan pergantian tahun semalam masih banyak tersisa. Sisa pecahan kembang api, serpihan terompet kertas, aneka sobekan kertas, dan banyak lagi masih nampak berserakan. Seolah tak berkurang sekalipun di sekitar situ ada tiga orang penyapu jalan yang berjibatku membuang sampah. Dua pasang kaki melangkah seiring. Menapaki trotoar yang mulai hangat bersimbah matahari pagi. “Apa yang kita lakukan malam tadi?” tanya Dessy sembari menoleh ke samping dimana Adri melangkah bersamanya. Adri tersenyum. Tetap melangkah dengan kedua tangan disisip jauh ke dalam dua saku celana. “OK, I have to admit: I love you. Puas?” Kali ini Dessy yang tersenyum, namun dengan lebih lebar. “Aku gak nyangka. Damned, Adri..... you kissed me.” “My first time ever.” “Really? Itu pengalaman pertama?” Adri mengangguk. “I tell you the truth. Aku
Adri hilang lagi beberapa detik. Kantuk untuk kesekian kali membuat kepalanya terangguk-angguk. O betapa dia merindukan benda berupa ranjang dan bantal empuk saat itu. Sebetulnya ia sempat merasa bahwa Dewi seperti akan mengakhiri ucapan. Seolah seperti menonton film dengan tanda-tanda sebentar lagi akan ‘The End’ tapi ternyata tidak. Cerita masih berlanjut. Dan entah sampai kapan. “Para politikus kotor itu nggak becus kerja ........... Harga sembako lagi naik loh. Cabe merah keriting aja kata Mama naik 90%. Kan gila tuh! ....................Perang dunia ketiga kalo jadi meletus kayak apa ya kak. Ih serem. Pasti ngeri kalo ada rudal jatuh di jamban .............. Usia kandungan tiga bulan itu harus hati-hati. Jangan sembarangan makan ............... beli CD-nya online aja, lebih murah soalnya ........... hape android bekas lagi diskon tuh .............. Bang Rojali sama bininya itu anaknya banyak lho, ada sepuluh .....” Dalam kesadaran y
“Begitulah.” “Hhhh. Aku harap aku tidak merepotkanmu. Tapi aku memang perlu menyampaikan hal penting padamu.” Merasa bahwa apa yang disampaikan adalah hal yang penting, Adri memutuskan untuk bangun. Ia duduk di tepi ranjang dan menguap dengan rambut acak-acakan. “Ada apa? Sepertinya serius.” “Memang serius. Ini berkaitan dengan Tante Sonya.” Adri bangkit dari ranjang dan mengambil segelas air putih yang tersisa setengah. “Kenapa dia?” “Tante Sonya itu naksir kamu. Kamu udah tau itu. Masalahnya, aku takut dia bakal ngaduin ke suaminya bahwa dia digodain kamu.” Air minum yang baru saja memasuki rongga mulut spontan tersembur. Sebagian tersembur melalui lubang hidung. Adri tersedak. Tak menyangka karena apa yang ia dengar. “Aku nggak pernah godain dia.” Adri gemas. “Aku masih punya cukup logika untuk tidak melakukan perbuatan bodoh semacam itu.” “Cool,” Wa
“Bikin kaget saja,” ucapnya saat melihat Farel yang kini duduk di kursi di depannya. Mereka berdua memang suka duduk di sana menanti dua angkot berbeda untuk jurusan yang memang sama-sama berbeda. Biasanya Farel membawa mobil sendiri tapi tidak untuk kali ini. Adri sendiri sudah lama tidak naik bis karena kini sudah ada angkot trayek baru yang membuatnya tidak perlu berjalan kaki terlalu jauh dari rumah ke sekolah. Didahului dengan obrolan singkat, Farel kemudian mulai berbicara serius. Ia merasa perlu menyampaikan karena Adri sebelumnya telah curhat mengenai hubungannya dengan Dewi yang menurutnya berjalan di luar dari yang ia bisa bayangkan. “Kamu tuh mustinya peka, bro. Ada cewek yang gelagatnya suka sama kamu masa’ sih kamu nggak ngeh? Masa’ kamu nggak sadar?” “Aku memang nggak tahu.” “Entah kamu terlalu lugu atau gimana, tapi kondisi sekarang kan udah beda. Dewi udah terlanjur nyatain cinta dan dia nganggap kamu juga terima hatinya dia, walaupu kamu sendiri ngerasa belum siap
Melepas harapan pada Dessy dan menjadikannya kembali sebagai teman biasa adalah keputusan yang Mamanya berikan. Ini berat. Tapi itu bukan semata sebuah saran melainkan keputusan dan perintah yang Adri tidak bisa abaikan. * Tidak ada cara lain untuk menyelesaikan kesalahpahaman selain mendatangi tempat Dewi tinggal. Gadis itu pernah menyebut tempat ia tinggal dan Adri akhirnya tiba di sana saat sore hari yang sejuk. Gadis itu tinggal di sebuah rumah yang walau berbentuk sederhana namun berukuran lumayan besar. Memiliki pagar yang tinggi, rumah itu jadi terkesan sedikit tertutup dan tidak bisa dilihat dari luar. Jalan di depan rumah itu cenderung sepi karena berada di area yang agak menjorok ke dalam sehingga hanya warga atau pihak yang berkepentingan saja yang lalu-lalang atau berada di sana. Ketika tiba di depan rumah yang ia pikir adalah rumah gadis itu, ia melihat kotak pos yang posisi kaca