"Kamu adalah istri aku di atas kertas. Jadi, jangan pernah berharap lebih." Alesandra terkesiap. Kehidupan rumah tangganya dengan Tuan Algazka memang bukanlah bagian dari dongeng drama romansa romantis. Namun, dia tak menyangka jika dirinya tidak akan ditawan akibat kesalahan yang sudah keluarganya lakukan! Tapi, apakah Tuan Algazka pikir Alessandra akan diam saja?!
view more"Maafkan Papa, Nak ..."
Permohonan maaf dengan nada yang terucap dengan gemetar dilayangkannya dalam hati.
Ribuan rasa bersalah akibat keputusannya sesaat lagi.
"Tolong jangan sakiti dan habisi keluarga saya. Istri saya sedang sakit dan sebagai gantinya kamu boleh mengambil Allesandra untuk kamu jadikan sebagai istri. Putri saya sangat cantik seperti ibunya. Kamu pasti tertarik dengannya daripada meletakkan darah pada seluruh keluarga saya," ucap pria tua itu menahan pedih.
Seandainya dia bisa memutar waktu, dirinya tidak akan mau membuat tempat bisnis yang menjadi lokasi kejadian adik lelaki kesayangan dari seorang Algazka Zinadine Geus.
Meskipun masih muda, pemilik kelompok Falcone yang sering melakukan aksi pembunuhan itu benar-benar kejam dalam menuntut balas pada Keluarga Danaro!
"Saya tidak membutuhkan seorang istri dan saya tidak peduli dengan kecantikan seorang perempuan manapun!" balasnya dingin.
"Tapi kamu bisa menjadikan dia sebagai istri yang melayani kamu setiap hari. Kamu seorang lelaki dan kamu pasti membutuhkan sosok perempuan di sebelah kamu," bujuk Tuan Danaro sekali lagi.
"Saya bisa hidup sendiri. Selama ini saya hidup dengan dua kaki dan dua tangan saya. Bahkan begitu banyak orang yang menginginkan kesempatan kehidupan sama saya. Lalu untuk apa saya membutuhkan perempuan untuk menemani saya? Omong kosong!"
"Percayalah, kamu akan menemukan sebuah rasa cinta yang tidak pernah kamu rasakan."
Tawa Algazka terdengar sinis. "Saya tidak butuh cinta! Karena yang saya suka adalah bau darah dari lawan saya! Darah atas dendam yang saya harus balaskan karena kamu telah membunuh adik saya, Bajingan. Kamu berani masuk ke dalam wilayah keluarga saya."
Tatapan pemuda tampan itu penuh dendam.
Baginya, tidak akan dia terima satu orang pun yang menyentuh dia atau keluarganya. Meski hanya satu inch saja.
"Tapi adik kamu yang mabuk telah berusaha ..."
"SAYA TETAP TIDAK TERIMA! Satu nyawa harus kamu bayar dengan seluruh nyawa keluarga kamu!" teriaknya memenuhi seluruh isi ruangan yang gemetar mendengar nada suaranya.
"Tolong, Algazka. Istri saya benar-benar sedang sakit dan dia baru melahirkan. Tidak kah engkau pernah memiliki seorang ibu? Bahkan kamu dilahirkan dari rahim seorang perempuan!"
Tangannya gemetar mendengar ucapan yang berani membangkitkan amarah dia berkali-kali lipat. Dia melangkahkan kakinya satu langkah menatap Garvin Danaro. Seharusnya mudah membunuh Garvin yang dia datangi seorang diri. Tapi melenyapkan nyawa Garvin tidak akan membuat rasa sakit kehilangannya sirna. Garvin harus meratapi apa yang dia rasakan. Keluarga yang pantas hilang akibat kebodohannya menghilangkan nyawa adik dari Algazka.
"Tolong. Saya benar-benar ..."
"Baiklah. Saya terima tawaran kamu!"
Deg!
Kalimat keputusan Algazka membuat Garvin terdiam sejenak."Tapi saya pastikan kamu akan menyesal karena telah melakukan penawaran atas penyerahan putri kamu, Garvin Danaro. Saya akui kamu lelaki yang memiliki rasa cinta terhadap istri kamu. Maka bersiaplah untuk selalu mendengar penderitaan atas putri kamu yang tidak akan pernah kamu temui lagi mulai hari ini. Saya tidak akan menghilangkan nyawanya, tapi saya pastikan dia akan berharap kematian pada saya setiap harinya!"
Garvin masih terdiam memikirkan apa yang dilontarkan oleh Algazka. Tidak ada pilihan lain. Dia sama sekali tidak bisa mengorbankan istri kesayangannya yang tengah berjuang bertahan hidup pasca melahirkan. Dan Garvin harus tetap berada di sampingnya sebagai kekuatan. Algazka terlalu kuat untuk dilawan. Jalan satu-satunya dia memang harus mengorbankan anak gadis dia.
Sorot mata tajam Algazka melihat tangan Garvin yang mulai diarahkan pada dirinya.
"Saya rasa orang-orang yang ada disini cukup menjadi saksi."
"Saksi apa?" tanya Algazka ingin tahu.
"Saksi atas akad nikah kamu dengan putri saya!"
Ucapan Garvin membuat senyuman di wajah Algazka tergelincir.
Hatinya tentu saja riang untuk menyambut pintu baru yang akan dia berikan nama penderitaan pada putri seorang Garvin Danaro. Pembunuh adik lelaki kesayangan dia!
'Bodoh,' batin Algazka puas.
***
"Aku bener-bener masih nggak nyangka kamu bisa mengorbankan anak kamu, Garvin!"
Denadya Sisilia duduk membasuh air matanya. Tangisan yang belum berhenti setelah mendengar putri kesayangannya yang telah diserahkan oleh suami dia sendiri. Garvin menyerahkan pada Algazka yang dimana dia adalah sosok pembunuh dimata Denadya.
"Aku bener-bener nggak habis pikir dimana otak kamu waktu itu. Kalo alasan kamu bilang karena kamu nggak ada pilihan untuk mempertahankan aku, lebih baik aku mati aja waktu itu!"
"Nadyaaa!"
"Apaaa?! Kamu memang keterlaluan, Garvin. Jangan bilang kalo aku salah berucap!" Denadya atau yang biasa dipanggil Nadya masih tidak terima dengan keputusan Garvin.
Dia tidak suka atas sikap Garvin yang mengambil alih walau dia tahu semua untuk kebaikan dirinya. Tapi kebaikan apa jika dia harus melihat putri yang dia lahirkan diserahkan begitu saja kepada lelaki berdarah dingin?
"Naddd, aku udah bilang kalo aku nggak ada pilihan kamu karena kamu yang sempat nggak sadarkan diri setelah melahirkan anak kita kemarin. Aku nggak bisa kehilangan kamu, Nad dalam kondisi seperti itu."
"Tapi aku lebih baik mati kalo nyawa aku harus ditukar sama kebahagiaan anak aku, Garvin."
"Nadya, percayalah sama aku. Algazka nggak akan menyakiti anak kita. Rasa cinta itu akan tumbuh."
"Kata siapaaa??? Yang sedang kita bicarakan itu adalah sosok Algazka. Algazka Zinadine Geus! Dia itu mafia yang suka ngebunuh orang, Garvin. Bahkan nggak ada sikap positif dari dia yang aku pernah dengar satu aja. Dan sekarang aku tau kalo anak aku yang tinggal sama dia udah satu bulan. Apa kamu tau kalo dia baik-baik aja? Bahkan lelaki brengsek itu nggak pernah ngebiarin kamu liat keadaan anak kita!" Nadya kembali meneteskan air matanya.
Anak perempuan yang dia lahirkan dan besarkan harus tinggal satu atap dengan lelaki kejam. Hati Nadya sangat sedih dan tidak karuan. Bahkan melihat anaknya saja dia tidak bisa. Apakah putri kesayangannya itu baik-baik saja?
"Dan kamu yang udah berani menikahkan dia pada Algazka. Sampai aku mati, aku nggak akan pernah terima dan menganggap dia adalah menantu aku!" putus Nadya final.
Algazka yang sudah rapi dan pastinya wangi. Dia duduk di meja makan untuk menyantap makan malam bersama Allesa. Rasanya tidak sabar untuk makan malam bersama lagi setelah beberapa hari sibuk di kantor."Mana untuk Allesa?" tanya Algazka pada Reina yang meletakkan beberapa menu makanan di atas meja makan.Piring kosong yang disiapkan oleh Reina hanya untuk dirinya. Tidak seperti biasa saat mereka makan malam bersama dan Reina yang juga menyiapkan piring kosong untuk Allesa di posisi yang berhadapan dengan dirinya."Non Allesa tadi minta disiapkan untuk makan malamnya di kamar, Tuan." Penjelasan Reina membuat Algazka menoleh menatapnya."Allesa sakit?""Nggak, Tuan. Non Allesa baik-baik aja, tapi dia maunya makan di ..." Reina menghentikan ucapannya karena Algazka yang sudah bangkit dari duduknya.Semoga saja dia tidak salah menjawab karena Reina memang hanya menjawab apa adanya.Sementara itu, Allesa tengah menyantap maka
"Allesa, Allesa, Allesaa." Panggilan Algazka yang tidak dihiraukan oleh Allesa sejak tadi.Dia memanggil-manggil Allesa yang tidak menggubrisnya sedikit pun. Gadis polos itu tetap berjalan tanpa mempedulikan Algazka yang sudah diperhatikan dari lirikan beberapa anak buahnya yang berdiri tegas menjaga keamanan. Tapi rupanya sikap Algazka itu berhasil membuat lirikan mata mereka jadi teralihkan.Bagaimana tidak? Tuannya yang tengah mereka lihat berjalan mengikuti Allesa yang super tidak peduli dan mengacuhkan dengan sengaja. Belum lagi Algazka yang mengintili Allesa dari belakang layaknya anak kecil sambil berjalan menuju lantai atas dengan menggunakan tangga."Allesaaa." Algazka memanggil Allesa yang terus berjalan menuju lantai dua dengan tangga.Algazka tahu kalau gadisnya tengah merajuk karena dia yang tidak memberitahu tentang foto yang sempat dia lihat dan juga pertanyakan. Foto yang tidak penting bagi Algazka."Allesa, saya masih mau
Lagian foto apa sih? Allesa yang semakin curiga dengan tingkah Daskar berjalan menjauh dan buru-buru langsung ingin melihatnya secara jelas."DASKARRR!" Allesa berteriak karena Daskar yang sudah berhasil merebutnya secepat kilat.Gerakan Daskar yang begitu cepat membuktikan bahwa dia memang sangat terlatih sekali dalam bertindak. Padahal tadi Allesa sudah membawa tangannya hampir ke hadapan wajah dia. Tapi saat Allesa ingin melihatnya, tangan Daskar yang seperti tornado itu sudah berhasil merampas dari tangan Allesa."BALIKINNN!" teriak Allesa lagi.Tapi Daskar yang sudah merebut selembar foto dari tangan Allesa hanya tersenyum puas. Dia malah memasukkan fotonya ke dalam saku celana kembali tanpa mempedulikan kekesalan Allesa.Gadis polos itu berjalan ke arah Daskar dengan langkah paskibranya."Mana?" Allesa menengadahkan tangannya pada Daskar."Apanya yang mana?""Balikin!""Balikin apa, Non Allesa?"
Setelah kejadian bersama Zie ternyata hari-hari Allesa semakin baik. Gadis polos itu sama sekali tidak sedih meski Zie akhirnya membawa Queen. Rasa sedih yang dia alami hanya di awal saja karena Allesa paham atas apa yang menjadi hak Zie tanpa mau memperpanjangnya. Dia juga yakin kalau Queen mendapatkan perawatan yang baik dari mantan kekasih Algazka.Hampir sebulan sudah berlalu. Suasana hati Allesa yang selalu ceria apalagi Algazka yang bersikap hangat pada dirinya. Tidak sekali pun Algazka kembali memperlakukan dirinya tanpa perasaan. Keberadaan Algazka yang semakin lama membuat Allesa merasa nyaman ketika ada di dekatnya."Hai, Princess." Allesa menyapa Princess dengan senyumannya.Kuda berwarna putih pemberian Algazka yang dibelikan untuk Allesa. Yah, lelaki tampan itu langsung membawakan kuda yang hampir sama dengan Queen esok harinya. Bahkan Algazka membawa sekitar 10 kuda yang bisa Allesa pilih. Kaget juga waktu Algazka membawa kuda seban
"Coba bilang sekali lagiii!" Zie menatap penuh Allesa dengan rasa marahnya. Nafas dia memburu mendengar apa yang telah Allesa ucapkan dengan nada jelas meski wajahnya santai dan tenang."Aku bilang kalo kamu memang nggak layak untuk dinikahi sama Algazka." Allesa mengulangi dengan mimik polosnya."Memang pantas lo disini jadi pelayan karena sifat lo yang bener-bener nggak tau diri."Allesa menghela nafasnya. Berhadapan dengan Zie memang butuh hati yang tenang."Lo dan adik perempuan lo itu gue sumpahin akan hidup menderita!" tatap Zie kesal.Allesa menatap Zie yang lagi-lagi membawa Almana."Kamu tau nggak kenapa Algazka meninggalkan kamu?" tanya Allesa kemudian."Itu karena cewek kurang ajar kayak lo!"Allesa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Bukan.""Terus lo mau bilang apa? Mau ngerasa besar kepala lagi karena Algazka yang ada di pihak lo? Ngerasa lebih lo dari gue, hah?""Aku nggak ng
Dua tamparan berhasil dilayangkan oleh Allesa yang menurut dia pantas diterima oleh Zie. Sudah sejak tadi dia menahan diri dan berusaha menerima semua perkataan Zie yang akhirnya tidak dapat Allesa bendung lagi.Sebenarnya Allesa masih dapat sabar, tapi saat Zie yang mulai masuk menghina keluarganya apalagi Almana yang masih bayi, Allesa tentu saja tidak terima. Jangan kan Zie, bahkan dia bisa melawan Algazka jika sampai lelaki itu membawa-bawa Almana yang tidak memiliki dosa.Sungguh Allesa tidak suka dengan apa yang Zie katakan dan sudah keterlaluan melebihi batasnya."Jangan sampai kamu kelewatan lagi buat ngomong yang diluar batas. Aku bisa nampar kamu lagi." Allesa mengancam Zie yang benar-benar muak melihatnya."Lo ngancem gue?" tanya Zie dengan wajah menantang.Allesa menggeleng kepalanya. "Aku bukan ngancem, tapi aku memberi kamu peringatan. Jangan semena-mena sama aku hanya karena kamu liat aku diam aja."Zie mencoba men
"Jam berapa sekarang?" tanya Algazka pada Daskar yang berdiri tidak jauh darinya."Jam tujuh lewat tiga puluh, Tuan Algazka." sahut Daskar yang melihat jam tangannya. Sejak tadi Daskar turun menghampiri Algazka, dia melihat wajah Algazka yang tampak cemas."Baru tiga puluh menit artinya." Algazka bergumam dalam duduknya.Sejak dia membiarkan Allesa berbicara dengan Zie, hati Algazka tidak tenang. Entah apa yang mereka bicarakan sampai tiga puluh menit menjadi waktu yang paling lama dirasakan Algazka."Daskar." Algazka memanggil Daskar agar mendekat.Dan sementara itu, waktu 30 menit masih menjadi waktu yang belum membuat Zie puas untuk menghardik, menghina, dan mencaci maki Allesa. Kata-kata yang lama-lama membuat hati Allesa merasa sangat sakit.Apalagi sekarang Zie melihat diri Allesa yang seperti kotoran hewan, bahkan jauh dari itu."Lo boleh ngerasa hebat dan bangga, tapi akan ada waktunya Algazka ninggalin lo lebih
Pernyataan Zie membuat hati Allesa sangat terkejut. Jadi Zie sudah mengetahui siapa diri dia yang sesungguhnya? Tapi Zie tahu dari mana? Apakah dari Algazka?"Kenapa? Lo kaget kalo gue tau siapa lo sebenernya?" tanya Zie tersenyum kecut.Tatapannya semakin menatap remeh Allesa yang sangat jauh dari dirinya."Lo itu terlalu besar kepala dan mengharap Algazka benar-benar punya perasaan sama lo, Nona Allesandra." Zie menatap meremehkan Allesa yang semakin terdiam dan mulai membendung air matanya.Zie semakin tidak terima setelah mengetahui siapa Allesa. Dirinya yang dikalahkan oleh Allesa yang tidak tahu diri."Algazka udah ninggalin gue dan dia sekarang mihak sama lo. Terus lo pikir dia bakal serius gitu dan bikin lo paling berharga di dalam hidupnya? Lo kalo mau mimpi boleh aja, tapi jangan terlalu ketinggian."Allesa masih diam dengan bendungan air matanya yang dia tahan. Rasa sesak mulai menghampiri mendengar apa yang Allesa uca
"Kalo kamu sampai ditampar, kamu harus tampar balik tiga kali dari yang kamu terima."Hanya itu yang bisa Algazka sampaikan pada Allesa yang memilih mau berbicara pada Zie. Gadis polosnya sudah pergi ke luar setelah meyakinkan dirinya kalau dia akan baik-baik saja.Algazka tidak bisa menahan Allesa karena dia yang benar-benar tampak ingin juga berbicara dengan Zie. Entah apa yang akan mereka bicarakan namun Algazka memilih menunggu meski dengan kerisauannya.Dan sementara itu Allesa mengikuti apa yang Zie mau untuk berbicara berdua di luar. Tepatnya di halaman belakang rumah Algazka dan tidak jauh dari kandang kuda Queen."Kamu mau ngomong apa, Zie?" tanya Allesa dengan nada tenang dan senyuman hangat setelah Zie berdiri menghadap dia dan siap berbicara.Tapi kehangatan Allesa tidak akan mudah diterima begitu saja oleh Zie. Apalagi saat mendengar Allesa menyebut namanya dngan tidak menggunakan kata 'nona' lagi. Hal itu semakin membuat hat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments