Home / Romansa / OBSESI BARA / Bab 27. Meminta Hak 2

Share

Bab 27. Meminta Hak 2

Author: Melisristi
last update Last Updated: 2023-09-17 13:07:17

Ting! Tong!

Ting! Tong!

Pagi ini rumah dikediaman Bara terdengar bunyi bel. Sepagi ini bunyi bel itu benar-benar begitu terdengar nyaring. Membuat gadis yang masih tertidur pulas itu terusik.

Mata gadis itu terbuka, mengerjapkan untuk beberapa saat sampai ia sadar bahwa ternyata ini sudah sangat pagi.

"Mas Bara?!" Laila berteriak saat tak mendapati suaminya tidak ada di sampingnya. Dengan refleks ia melihat jam di atas dinding sana.

07.30. Astaga! Ia kesiangan bangun.

Dengan cepat Laila beringsut keluar. Sampai kepalanya tiba-tiba menubruk sesuatu yang lumayan keras. Ia mendongak, menatap suaminya yang ternyata sudah berdiri gagah di depannya.

"Sudah bangun ternyata..."

"Mas! Kenapa enggak bangunin Laila?" Ia kesal setengah mati. Bisa-bisanya suaminya itu tidak membangunkannya.

Sayangnya, Bara hanya menampilkan wajah so coll nya. Ia mengedikan bahu acuh.

"Mas enggak tega bangunin bidadari yang nampak kelelahan ini. Lagian, bidadari Mas Bara masih datang bulan, makannya enggak diban
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adiba Putri
seruh banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • OBSESI BARA   Bab 28. Masih Tanda Tanya

    "Jadi, sayang ... Ibu ini adalah asisten rumah tangga kita sekarang. Dia namanya Bu Eka ... sekarang kau tidak akan merasa kesepian," tutur Bara membuat Laila menatap wanita yang tengah tersenyum ke arahnya. Ia ikut membalas senyuman ramah itu. Namun, pikirannya jelas masih terpikirkan atas kejadian tadi. Benar-benar memalukan! Untung saja wanita yang kini menjadi asisten rumah tangga ini tidak melihat aksinya tadi. Kalau saja sampai tadi dibuka pintu olehnya... Oh tidak! Laila menggeleng. Benar-benar merasa seorang gadis yang bodoh. Kenapa pula dirinya menerima perlakuan dari suaminya itu? Bukankah suaminya itu..."Non?"Laila tersentak saat wanita paruh baya itu menyentuh tangannya. Membuyarkan lamunannya."Iya?" Laila langsung menatap Wanita itu. Lirikan matanya sesekali melirik Bara yang hanya tersenyum."Non, boleh panggil Mbok Eka aja, ya?" ujarnya seraya melepaskan tangannya.Laila mengangguk. Tersenyum untuk menutupi kecanggungannya.Kini Ia berpikir bahwa mungkin wanita in

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 29. Menolak

    Laila menampilkan sederet giginya terlebih dahulu. Sedangkan Mbok Eka, hanya mengusap-usap tengkuknya yang tertutup kerudung itu."Enggak pa-pa, Mas. Tadi kami tidak sengaja saling mengejutkan satu sama lainnya," ujar Laila seraya melirik Mbok Eka. Namun, sepertinya Mbok Eka tidak mengerti akan maksud dari ucapan Laila.Bara nampak mengerut, mengernyit bingung."Memangnya ada apaan? Kok ngumpul-ngumpul di sini?" tanya Bara seraya menutup pintu kamar tersebut. Laila nampak gelagapan. Tidak tahu harus menjawab apa. "Begini Den, tadi itu ada paket yang mengirim ke sini. Katanya itu buat Non Laila. Nah, dari situ Mbok mau ngasih tahu Non Laila. Tapi melihat Non Laila yang berada di depan pintu kamar ini, membuat Mbok ke sini. Tapi saat---""Mbok. Sekarang paketnya ada di mana?"Laila langsung memotong ucapan Mbok Eka. Mampus! Mbok Eka terlalu jujur, bisa-bisa setelah ini suaminya itu bakal mengintogerasi dirinya."Masih di bawah, Non. Tapi katanya ... itu dari seseorang. Dan harus sama

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 30.Izin Pergi

    Setelah kejadian sore tadi, keduanya nampak saling terdiam satu sama lainnya hingga malam ini.Bara yang merasa canggung, pun dengan Laila yang ikut canggung.Sampai akhirnya...“Sayang ...”Bara tidak kuat akan situasi ini. Membuatnya merengek kepada sang istri yang kini tengah duduk bersilang di depan tv.Ia yang sedari tadi berkutik dengan beberapa kertas langsung berhambur membaringkan tubuhnya dipangkuan sang istri. Tentu hal itu membuat sang empu tersentak kaget. Namun tak urung Laila langsung menurunkan kakinya menjuntai ke lantai.“Mas ...”“Jangan marah lagi ya? Maafkan Mas deh, Yang...”Bara nampak enggan untuk menatap Laila. Ia hanya memeluk tubuh istrinya dan menangkupkan kepalanya pada perut sang istri.Laila bergeming. Tidak tahu harus berkata apa dalam situasi ini. Jika dipikirkan ... jelas dirinya yang salah di sini karena tadi dirinya telah menolak keinginan sang suami. Tapi melihat Bara sekarang, kenapa dia yang meminta maaf?“Mas tidak akan lakukan hal itu lagi, Lai

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 31. Jadi Pergi

    Nyatanya, kepergian Bara hari ini akan benar-benar terlaksana. Semua keperluan dari mulai baju,makanan dan kebutuhan lainnya sudah Laila siapkan. Ada rasa enggan jika suaminya itu pergi tapi di sisi lain ia juga merasa tenang karena tidak ada yang membuatnya risih.Ah, dasar aku! Kenapa jadi rumit begini? Pikir Laila yang sibuk mengemas."Sayang ... tolong pasangin dasi dong."Bara yang baru masuk ke dalam kamar membuat perkerjaan Laila terhenti. Ia membalik badan menatap suaminya yang sudah nampak rapi dengan stelan jas nya. Benar-benar begitu tampan nan elegan. Penuh wibawa dan gagah.Dengan wajah ceria Laila tersenyum, beringsut mengambil dasi yang baru saja Bara ulurkan.Dengan telaten Laila melingkarkan dasi itu di leher Bara."Bagaimana penampilan Mas hari ini?" tanya Bara disela-sela tangan Laila yang tengah bergerak lincah."Sangat tampan."Bara nampak berbinar mendengar pujian dari sang istri. Baru sekarang ia mendengar langsung dari mulut Laila. "Beneran nih?" tanya Bara me

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 32. Spesial Pov Laila

    Matahari mulai menampakkan cakrawalanya di atas langit,membuat mataku menyipit melihat kepergian suamiku. Aku tersenyum sembari melambaikan tangan tinggi-tinggi, setelahnya seulas senyum itu kembali luntur saat mobilnya sudah tidak ada dalam pandanganku. Entah mengapa tapi rasanya ... terasa kehilangan sesuatu. Terasa sepi dan semangatku menghilang.Sejenak, aku menghela nafas. Melangkahkan kakiku memasuki rumah. Kini terlihatlah Mbok Eka yang tengah membersihkan sisa sarapan yang tadi kami lakukan bersama. Dengan berbinar aku menghampirinya."Mbok?" tanyaku seraya duduk di kursi meja makan. Kulihat Mbok Eka langsung menatapku."Iya, Non?"Aku diam-diam mengamati Mbok Eka. Sejak awal melihat keakraban Mas Bara dan Mbok Eka, membuatku bertanya-tanya akan hubungan mereka. Barangkali mereka memang sudah saling kenal atau mungkin itu hanya pikiranku saja akan mereka.Dengan canggung aku tersenyum terlebih dahulu. Masih jam 07.00, sedangkan masuk kampus nanti jam 08.00, jadi bisa dong ber

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 33. Masalalu Bara

    "Mbok, Bara lapar ... boleh Bara minta makan?"Mbok Eka sejenak menatap Bara kecil yang kini berumur 10 tahun itu. Dengan segera ia tersenyum mengangguk dan membawakan makanan untuk Bara."Makannya di sini aja ya, Den ... takutnya Ayah Aden marah lagi."Dengan polosnya Bara mengangguk ceria. Ia mengambil piring yang berisi lauk-pauk itu dari tangan Mbok Eka. Setelahnya ia duduk di dekat meja cucian dapur. Duduk yang hanya beralaskan lantai. Niatnya ia melakukan hal itu hanya satu, bersembunyi dari kemarahan Ayahnya."Mbok udah makan?" tanya Bara disela-sela kunyahannya.Mbok Eka melirik, ikut duduk di dekat Bara."Udah. Aden habisin ya makanannya." Mbok Eka mengusap puncuk kepala Bara yang sebelumnya mengangguk. Dia melanjutkan makannya.Tak terasa, bulir air mata jatuh membasahi pipi Mbok Eka. Bibirnya bergetar tidak kuat menerima pemandangan ini. Sekuat tenaga ia tahan agar tidak terdengar oleh Bara yang tengah asik makan.Sejak kepergian Mira —bundanya Bara. Semuanya benar-benar be

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 34. Masalalu Bara 2

    Mendengar cerita Mbok Eka, aku tidak bisa membendung tangis ini. Aku ikut menangis deras sembari memeluk wanita paruh baya di samping.Kisah Mas Bara membuat hatiku ikut tercabik-cabik. Betapa menderitanya kisah hidupnya masa itu. Membuatku lagi-lagi tidak bisa membendung air mata yang kian berjatuhan.“Non ... Den Bara, dia ..."Aku masih khusu terdiam —mendengarkan dengan seksama cerita dari Mbok Eka. Walau hatiku nyatanya amat pedih mendengarnya.“Dia, diusir bersama Mbok yang saat itu kepergok. Padahal Mbok hanya memberinya makan tapi Tuan ..."Bibir wanita paruh baya ini tercekat bersamaan tangis yang berusaha mungkin ia tahan.“Saat itu Mbok putuskan membawa Den Bara ke kampung halaman Mbok, tentu bersama suami, karena saat itu suami Mbok juga diusir. Mbok tidak tahu apa yang tuan pikirkan, kenapa dia amat tega kepada anaknya sendiri. Dia ... tidak adil kepada anaknya, sedangkan kepada anak yang lain dia ... amat menyayanginya."Mbok Eka berusaha berbicara walau sesekali nafasny

    Last Updated : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 35. Kebenaran Lain

    Mbok Eka semakin menangis sesenggukan. Sudah, ia tidak kuat lagi untuk menceritakan kisah itu. Kisah yang amat memilukan untuk Bara. "Maaf, Non. Mbok ... mbok enggak bisa menceritakan semuanya. Maaf..."Dengan segera Mbok Eka berlari menuju halaman belakang —tempatnya tinggal sekarang. Sedangkan Laila tidak berkutik dari keterdiamannya. Matanya menatap kosong meja di depannya. Tidak menyangka bahwa kisah ini ..."Mbok?" Laila seketika berteriak melihat kepergian Mbok Eka yang kemudian ia langsung menangis kembali. Meredam tangisnya menggunakan telapak tangan.Ya Allah ... sebenarnya apa takdir ini? Kenapa seseorang yang nampak buruk ternyata menyimpan segudang rahasia yang begitu memilukan? "Mas Bara ... " Laila melirihkan namanya pelan. Merasa berdosa juga karena sempat membuatnya sedih. Sikapnya yang keterlaluan membuatnya merasakan apa yang dipikirkan suaminya akhir-akhir ini. Pernikahan yang baru saja menginjak kurang dari satu bulan membuatnya merasa bahwa ini bukan hanya seka

    Last Updated : 2023-09-17

Latest chapter

  • OBSESI BARA   Extra Part

    "Bunda? Di dalam pelut Bunda ini, nanti bakal ada belapa bayi?" tanya anak kecil berumur 3 tahun. Dia Albyshaka Ghibran Arseno, anak pertama Bara dan Laila. Setelah proses yang sempat tertunda akibat kecelakaan dahulu membuat Laila bisa kembali hamil. "Eum, berapa ya ...?" Laila nampak berpikir, jari telunjuknya tersimpan di dagu. "Emangnya kakak maunya berapa?" tanya Laila. Bukannya menjawab Laila malah balik bertanya. "Alby maunya sih satu. Laki-laki lagi! Kalau pelempuan Alby gak mau, pelempuan itu banyak maunya Bunda, telus celewet lagi! Shaka gak mau!" Laila tertawa atas keinginan Alby yang terlewat jujur. "Tapi kalau nanti adik kamu perempuan, gimana? Semuanya kan, sudah kehendak Allah," ucap Laila. "Kehendak itu apa Bunda?" tanya Alby mengerutkan keningnya. Laila yang tengah duduk di kursi taman itu membuat Alby ikut duduk di samping sang Bunda. "Kehendak itu sebuah keinginan, kemauan atau juga bisa harapan. Suatu hal yang tidak bisa kita paksakan kecuali dengan mengikut

  • OBSESI BARA   165. Selesai

    Suara tangis bayi menggema di udara, membuat Laila yang tengah membereskan beberapa pakaian harus terhenti. Ah, anaknya sudah bangun ternyata. Dengan segera Laila menuju ranjang, hendak mengambil anaknya namun gerakannya terhenti kala melihat Bara yang tengah tertidur pulas. "Astaghfirullah, di mana bayinya?" Suara tangis itu ada, hanya saja kenapa anaknya tidak terlihat. Namun sedetik kemudian Laila melotot terkejut kala selimut besar malah membungkus bayi tersebut. "Astaghfirullah, anak Bunda ... " Dengan segera Laila menyibak kasar selimut hingga selimut itu menutupi muka Bara yang asik tidur. "Cup, cup, cup. Anak Bunda ternyata udah bangun, iya? Eumm, manisnya ..." ujar Laila yang kini Alby dalam gendongannya. Anak Laila yang bernama Albyshaka itu terhenti dari tangisnya. Dia tersenyum ceria kala sang Bunda terus berceloteh sembari menggoyang-goyangkan badannya ke sana ke mari. Kini usia Alby sudah menginjak 9 bulan, yang mana sudah bisa berceloteh bahasa planet. Terbukti de

  • OBSESI BARA   164. Akhir Sebuah Kisah

    "La, Mas mohon ... bertahanlah ..." Tangis Bara kian luruh. Tubuhnya gemetar dengan tatapan mata yang mengarah pada lampu bewarna merah, di mana sang istri berada. "Bara?" Sebuah seruan di belakang sana membuat Bara membalikkan badan hingga melihat Vano berlari ke arahnya. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Vano cemas. Dia berdiri di hadapan Bara, dan bukannya menjawab pertanyaan sang Ayah, Bara dengan segera memeluk tubuh Vano. "Ayah, Bara takut .. Laila---""Kita doakan keselamatan untuk Laila. Insya Allah dia pasti akan baik-baik saja," ucap Vano berusaha menenangkan sang anak. Walau nyatanya dia juga ikut merasakan takut. Tidak bisa dipungkiri, rasa takut itu kian bertambah kala pintu di mana Laila berada terbuka. Membuat Bara dan Vano langsung menatap sang Dokter yang baru keluar. "Dok--?""Siapa wali dari pasien ini?""Saya, saya suaminya Dok? A--ada apa?" tanya Bara berusaha mungkin untuk tenang. Walau faktanya tidak. "Pasien mengalami pendarahan yang cukup fatal. Menja

  • OBSESI BARA   163. Terulang Kembali

    Dalam remang-remang Laila membuka mata pelan. Masih dalam proses kesadaran, Laila menatap ruangan serba putih itu. Bukan rumah sakit atau ruangan lainnya. Melainkan warna putih yang tidak berbentuk apa-apa. Laila masih dalam keterdiaman, masih merasakan kenyamanan yang baru kali ini ia rasakan. Sebuah kenyamanan yang terasa sejuk nan menentramkan. Sampai saat sebuah suara terdengar membuat lamunan Laila terbuyarkan. "Hah!" Laila beranjak duduk. Nafasnya sedikit memburu. Yang kemudian matanya melirik di sekitar ruangan tersebut. Putih, hanya putih yang Laila tangkap di dalam ruangan ini. "Putri Abi ..."Sebuah seruan membuat Laila kembali menoleh yang mana membuat Laila terbelalak. "Abi?!" pekik Laila dengan segera berlari. Berlari menuju Abinya yang tengah tertawa. Detik berikutnya Laila memeluk Rahman yang sudah lama ini tidak Laila peluk. Ya, setelah 5 tahun lamanya atas kepergian sang Ayah membuat Laila merindukan sosoknya. "Abi, ternyata Abi ada di sini juga? Ya Allah, Laila

  • OBSESI BARA   162. Terjatuh

    Makin besar perut Laila makin besar pula harapan yang selalu Laila nantikan. Ya, akan kelahiran bayi ini yang mungkin sebulan lagi. Kini Laila tengah duduk bersantai di depan TV. Semakin hari dirinya hanya berdiam diri di tempat. Jik tidak paling hanya membereskan rumah dengan menyapu lantai, membantu Mbok Eka. Tidak banyak, namun cukup membuat keringat Laila bercucuran. Kata Uminya hal seperti ini baik untuk Ibu hamil. Karena dengan begitu akan memperlancar dalam melahirkan. Dan tentu, setiap pagi Laila selalu jalan pagi bersama Bara. Hal itu pun katanya memudahkan dalam lahiran.Rumah kini sepi. Bara yang tengah bekerja, Mbok Eka yang pergi berbelanja, dan Pak Imron yang katanya istrinya tengah sakit. Menjadikan dia harus pulang untuk menjenguk. "Ya Allah bosan ..," keluh Laila. Menjadi Ibu hamil terasa serba salah. Duduk begini pegal, duduk begitu sakit, mau duduk seperti apapun rasanya benar-benar tidak nyaman. Derrrtt DerrtttSuara dering ponsel terdengar membuat atensi Laila

  • OBSESI BARA   161. Perkara Ngidam

    Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tidak terasa, usia kandungan Laila sudah naik 8 bulan. Pemeriksaan rutin mingguan sering dilakukan, demi sang bayi yang ingin sehat, apapun akan Bara dan Laila lakukan."Assalamu'alaikum?" Bara baru masuk ke dalam. Laila yang tengah makan buah apel di atas karpet langsung menjawab panggilan sang suami. "Wa'alaikumussalam," jawabnya. Bara tersenyum kala melihat sang istri tengah lesehan di atas karpet. Dengan segera dia ikut lesehan di atas karpet dengan menjatuhkan kepalanya di atas kaki Laila yang diselonjorkan. Sebelum itu Laila mencium punggung tangan Bara yang habis pulang kerja. "Enggak biasanya pulang siang, Mas?" tanya Laila masih sibuk mengupas apel. Sedang Bara sudah mencium perut Laila yang sudah membesar itu."Mas rindu kamu, emang enggak boleh?"Laila terkekeh, "boleh dong sayang, apa sih yang enggak boleh buat kamu? Kamu ngidam aneh aja Laila lakuin!" sindirnya dengan sehalus mungkin. Namun, sang empu malah tertawa mendeng

  • OBSESI BARA   160. Positif Hamil

    "Eugh ..." Laila melenguh dalam tidurnya. Matanya merem-melek dengan gerakan pelan. Hingga, kala mata itu terbuka sebuah senyuman terbit di bibir Laila. Wajah suaminya. Ya, di depannya Bara masih tertidur pulas dengan dengkuran yang amat halus. Refleks Laila semakin memeluk Bara dari depan. Mengingat kejadian malam itu membuat Laila merasa lega. Sangat. Walau terasa sakit tapi, dia juga menikmatinya. Pelan, Bara ikut membuka mata. Menarik Laila agar lebih dekat dengannya. Dikecupnya kening Laila dengan begitu lembut. Yang kemudian mengusap lembut rambut sang istri. "Terima kasih ya sayang?" ucap Bara dengan terus menerus mencium kening Laila. Tubuh yang masih polos itu saling melekat hangat. Laila tersenyum. "Makasih juga Mas. Akhirnya, akhirnya Mas Bara nebang Laila," ucapnya parau. Namun, dengan tiba-tiba Bara menarik Laila yang malah sudah menangis. "Hey? Sayang, kenapa nangis?" Dengan sigap Bara menghapus air mata Laila yang jatuh menetes. "Udah, jangan nangis. Harusnya kita

  • OBSESI BARA   159. Berhasil

    Laila menghela nafas pelan. Dia duduk di tepi ranjang dengan jantung yang deg-deg an. Bagaimana tidak deg-degan, selepas makan Bara berlalu pergi tanpa mengatakan apapun. Entah ke mana, yang pasti Bara pergi setelah makan itu selesai.Dan sekarang Laila harus menunggu sang suami pulang. Apalagi teringat akan Bara yang sudah menginginkan dirinya malam ini. Hal yang jelas membuat Laila deg-degan. Berpikir bahwa haruskah malam ini keduanya melakukan hubungan suami-istri? Apakah malam ini keduanya akan memadu kasih? Tiba-tiba pipi Laila memanas. Memikirkannya saja sudah membuatnya panas-dingin. Tapi, jikapun tidak ... bukankah selama ini inilah yang ia harapkan? Memadu kasih hingga terciptanya sang buah hati? Bukankah ini yang Laila harapkan setelah bertahun-tahun lamanya? Masa dirinya masih belum siap? Tidak! Laila menggeleng. Malam ini harus menjadi malam paling indah untuk keduanya. Terutama untuk Bara, suaminya! Laila beranjak berdiri. Beringusut menuju lemari yang sebelumnya dia

  • OBSESI BARA   158. Mulai Panas-Dingin

    "Alhamdulillah ya Allah, akhirnya ..." Mata Laila berbinar indah kala menatap pemandangan yang belum pernah ia lihat. Di mana ia dan sang suami sudah berada di Turki. Perjalanan dari Indonesia ke Turki membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Yang mana waktu antara Indonesia-Turki jauh berbeda. Yang mana mereka turun dari Bandara Turki tepat pukul 21.00. Perbedaan waktu yang cukup jauh bukan? Yah, jika di Indonesia mungkin hari ini jam satu pagi, tapi karena ini di Turki membuat jalanan kota ini masih nampak sangat ramai. Tidak hanya ramai, tapi ramai sekali. Bara tersenyum, raut kebinaran dari matanya pun tidak bisa terelakkan. Dia begitu takjub melihat negara yang baru kali ini ia lihat. "Biar Mas yang bawakan barangnya," ucap Bara sembari mengambil alih koper yang Laila pegang. "Gpp, Mas. Biar Laila aja.""Udah, kamu lebih baik diam aja. Bias Mas! "Baiklah."Bara mengambil barang-barang bawaan. Melihat sebuah taksi membuat keduanya langsung masuk dan melaju ke Hotel Aydinli. Katanya,

DMCA.com Protection Status