Beranda / Romansa / OBSESI BARA / Bab 32. Spesial Pov Laila

Share

Bab 32. Spesial Pov Laila

Penulis: Melisristi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-17 13:29:41

Matahari mulai menampakkan cakrawalanya di atas langit,membuat mataku menyipit melihat kepergian suamiku.

Aku tersenyum sembari melambaikan tangan tinggi-tinggi, setelahnya seulas senyum itu kembali luntur saat mobilnya sudah tidak ada dalam pandanganku. Entah mengapa tapi rasanya ... terasa kehilangan sesuatu. Terasa sepi dan semangatku menghilang.

Sejenak, aku menghela nafas. Melangkahkan kakiku memasuki rumah. Kini terlihatlah Mbok Eka yang tengah membersihkan sisa sarapan yang tadi kami lakukan bersama. Dengan berbinar aku menghampirinya.

"Mbok?" tanyaku seraya duduk di kursi meja makan. Kulihat Mbok Eka langsung menatapku.

"Iya, Non?"

Aku diam-diam mengamati Mbok Eka. Sejak awal melihat keakraban Mas Bara dan Mbok Eka, membuatku bertanya-tanya akan hubungan mereka. Barangkali mereka memang sudah saling kenal atau mungkin itu hanya pikiranku saja akan mereka.

Dengan canggung aku tersenyum terlebih dahulu. Masih jam 07.00, sedangkan masuk kampus nanti jam 08.00, jadi bisa dong ber
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • OBSESI BARA   Bab 33. Masalalu Bara

    "Mbok, Bara lapar ... boleh Bara minta makan?"Mbok Eka sejenak menatap Bara kecil yang kini berumur 10 tahun itu. Dengan segera ia tersenyum mengangguk dan membawakan makanan untuk Bara."Makannya di sini aja ya, Den ... takutnya Ayah Aden marah lagi."Dengan polosnya Bara mengangguk ceria. Ia mengambil piring yang berisi lauk-pauk itu dari tangan Mbok Eka. Setelahnya ia duduk di dekat meja cucian dapur. Duduk yang hanya beralaskan lantai. Niatnya ia melakukan hal itu hanya satu, bersembunyi dari kemarahan Ayahnya."Mbok udah makan?" tanya Bara disela-sela kunyahannya.Mbok Eka melirik, ikut duduk di dekat Bara."Udah. Aden habisin ya makanannya." Mbok Eka mengusap puncuk kepala Bara yang sebelumnya mengangguk. Dia melanjutkan makannya.Tak terasa, bulir air mata jatuh membasahi pipi Mbok Eka. Bibirnya bergetar tidak kuat menerima pemandangan ini. Sekuat tenaga ia tahan agar tidak terdengar oleh Bara yang tengah asik makan.Sejak kepergian Mira —bundanya Bara. Semuanya benar-benar be

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 34. Masalalu Bara 2

    Mendengar cerita Mbok Eka, aku tidak bisa membendung tangis ini. Aku ikut menangis deras sembari memeluk wanita paruh baya di samping.Kisah Mas Bara membuat hatiku ikut tercabik-cabik. Betapa menderitanya kisah hidupnya masa itu. Membuatku lagi-lagi tidak bisa membendung air mata yang kian berjatuhan.“Non ... Den Bara, dia ..."Aku masih khusu terdiam —mendengarkan dengan seksama cerita dari Mbok Eka. Walau hatiku nyatanya amat pedih mendengarnya.“Dia, diusir bersama Mbok yang saat itu kepergok. Padahal Mbok hanya memberinya makan tapi Tuan ..."Bibir wanita paruh baya ini tercekat bersamaan tangis yang berusaha mungkin ia tahan.“Saat itu Mbok putuskan membawa Den Bara ke kampung halaman Mbok, tentu bersama suami, karena saat itu suami Mbok juga diusir. Mbok tidak tahu apa yang tuan pikirkan, kenapa dia amat tega kepada anaknya sendiri. Dia ... tidak adil kepada anaknya, sedangkan kepada anak yang lain dia ... amat menyayanginya."Mbok Eka berusaha berbicara walau sesekali nafasny

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 35. Kebenaran Lain

    Mbok Eka semakin menangis sesenggukan. Sudah, ia tidak kuat lagi untuk menceritakan kisah itu. Kisah yang amat memilukan untuk Bara. "Maaf, Non. Mbok ... mbok enggak bisa menceritakan semuanya. Maaf..."Dengan segera Mbok Eka berlari menuju halaman belakang —tempatnya tinggal sekarang. Sedangkan Laila tidak berkutik dari keterdiamannya. Matanya menatap kosong meja di depannya. Tidak menyangka bahwa kisah ini ..."Mbok?" Laila seketika berteriak melihat kepergian Mbok Eka yang kemudian ia langsung menangis kembali. Meredam tangisnya menggunakan telapak tangan.Ya Allah ... sebenarnya apa takdir ini? Kenapa seseorang yang nampak buruk ternyata menyimpan segudang rahasia yang begitu memilukan? "Mas Bara ... " Laila melirihkan namanya pelan. Merasa berdosa juga karena sempat membuatnya sedih. Sikapnya yang keterlaluan membuatnya merasakan apa yang dipikirkan suaminya akhir-akhir ini. Pernikahan yang baru saja menginjak kurang dari satu bulan membuatnya merasa bahwa ini bukan hanya seka

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 36. Tentang Bara

    Seorang pria gagah dengan stelan bewarna abu-abu memasuki sebuah ruangan dengan raut datarnya. Kedua tanganya ia masukan ke dalam saku celana. "Akhirnya, kau ingat akan apa yang seharusnya kau lakukan." Suara bariton lain yang tengah duduk terdengar mengintimidasi saat seseorang itu berdiri tepat di hadapannya.Pria itu tersenyum sinis. Ikut duduk tanpa menunggu persetujuan darinya atau tanpa disuruh olehnya."Jika bukan karena suatu hal, aku tidak akan pernah mau menginjakkan kakiku ke sini," jawabnya acuh. Ia menghela nafas untuk beberapa saat.Pria lain terkekeh mendengar nada sinis lelaki di hadapannya ini."Kau masih saja Bara yang sama yang tidak suka berbasa-basi."Ya, seorang pria dengan stelan jas bewarna abu itu tak lain adalah Bara."Aku ingin segera menyelesaikan semua ini," ketusnya. Walau begitu nampak dalam nada bicaranya tidak terdengar kesal melainkan pasrah?Pria itu bergeming."Setidaknya kau tidak lupa akan hal ini, Bara."Bara mengangguk mengiyakan. Dalam hatinya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-17
  • OBSESI BARA   Bab 37. Terungkap

    Suasana pagi ini begitu ricuh dipenuhi orang-orang yang berlalu lalang. Beberapa orang saling disibukkan oleh kesibukan masing-masing. Termasuk seorang lelaki yang baru menginjak tanah selepas turun dari roda empat."Ini uangnya. Terima kasih, Pak." Lelaki itu menyodorkan uang 20 ribu, yang dibalas senang oleh sang supir.Lelaki yang baru saja menyerahkan uang itu langsung berbalik pasca mobil yang baru ia tumpangi berjalan menjauh.Kakinya melangkah dengan tergesa. Sedangkan tangannya tengah menjing-jing sesuatu. Ia menyadari bahwa dirinya terlambat menghadiri acara yang sahabatnya adakan.Jalan raya begitu dipenuhi dengan roda empat dan roda dua. Keduanya saling melintas sana-sini, membuat lelaki itu mau tak mau menunggu jalanan sedikit kosong. Ah, hanya sekali seberangan saja, setelahnya ia akan sampai menuju tempat acara.Namun setelah beberapa menit lamanya, kendaraan terus saja melintas, bahkan tidak sedikit yang melintas dalam kecepatan tinggi, membuatnya mengurungkan niat kem

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-21
  • OBSESI BARA   Bab 38. Dua Ayah

    “Paman?” Bara tersentak. Ia terkejut, segera menutup kitab yang tengah ia pegang.“Apa yang kau lakukan, Nak? Kenapa di sini?” tanya Rahman. Ia duduk bersila dekat Bara atau yang ia kenal dengan nama Radit. “Paman juga, kenapa ada di sini?” Bara berusaha menutupi kecanggungannya. Berusaha menutupi sesuatu yang sedari tadi ia pegang menggunakan sarung. Dan semua itu tidak lepas dalam pandangan Rahman.“Apa yang kau sembunyikan,Nak? Sini, biar Abi lihat?”“Abi?” sahut Bara tiba-tiba. Hal itu justru membuat Rahman tertawa. Ia melihat wajah Bara yang amat menggemaskan. “Iya, sekarang kamu panggil Paman dengan nama Abi aja, ya?” Entah dari mana lontaran itu, hanya saja Rahman ingin sekali dipanggil Abi oleh anak yang baru saja ia kenal ini.“Tapi...”“Abi bakalan senang kalau kamu panggil seperti itu.”Bara nampak terdiam, dia bingung akan sikap Paman di sampingnya ini. Kenapa dia,tiba-tiba mengatakan hal itu dan ... tentu bukankah mereka baru bertemu?“Kenapa malah melamun?” tanya Rahma

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-22
  • OBSESI BARA   Bab 39. Terungkap 2

    "Setelah pertemuan lamanya ... ternyata Abi bertemu kembali dengannya, Laila." Rahman, lelaki berkepala empat taunan itu tersenyum tipis, sedangkan matanya menatap Laila yang tengah terdiam-mendengarkan dirinya bercerita."Kau tau Laila? Setelah 1 hari pertemuan itu ... Abi bahkan ingin sekali menjadikan dia menantu Abi." Rahman tertawa renyah mengatakan itu, membuat Laila yang semula terdiam langsung menyunggingkan senyumnya."Tapi, apa kau tau? Ternyata sahabat Abi, Nizar... dia juga ingin menjadikan dia menantunya."Seketika senyum diwajah Laila langsung pudar."Abi kira, setelah pertemuan itu sahabat Abi memang sudah menikahkan dia dengan putri bungsunya, tapi saat di mana malam itu dia datang ... Abi benar-benar sangat terkejut. Terkejut saat keberuntungan itu datang pada putri Abi ini." Rahman mencolek sedikit dagu Laila, membuat sang empu malah tersipu malu."Sekarang Abi ingin bertanya? Apa kau ... mencintainya?" Laila yang tengah menunduk langsung mendongak menatap Abinya."

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-24
  • OBSESI BARA   Bab 40. Laila Diculik

    P.O.V LAILA2 hari telah berlalu. Dan hari ini adalah hari ketiga di mana Mas Bara, suamiku besok akan pulang. Sangat tidak sabar, hati ini sungguh berdebar tak karuan. Rasa rindu yang makin menggebu membuat jiwa ini tak bisa berpikir jernih. Semuanya ... hanya tentangnya. Entah bagaimana ceritanya tapi kini, aku mulai menerimanya sebagai suamiku, cintaku dan ...separuh jiwaku.Aku yang tengah memejam menikmati akan kerinduan ini tersentak saat dering ponsel terdengar nyaring. Segera aku langsung bangkit dari rebahanku, mengambil ponsel dan melihat siapa yang menelfon.'Suamiku'Ah, bibir ini langsung terbit melihat nama yang tertera di sana, segera aku tekan untuk menyambungkan.'Assalamu'alaikum, Sayang...'Suara di sebrang sana membuat desiran jantung dihatiku kian berdetak. Suara lembutnya seakan menjadi penghantar senyum ini terbit. "Wa'alaikumussalam...," balasku berusaha mungkin menetralkan jantung ini. Walau akhir-akhir ini kami memang sering bertukar pesan atau bercakap,vnam

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27

Bab terbaru

  • OBSESI BARA   Extra Part

    "Bunda? Di dalam pelut Bunda ini, nanti bakal ada belapa bayi?" tanya anak kecil berumur 3 tahun. Dia Albyshaka Ghibran Arseno, anak pertama Bara dan Laila. Setelah proses yang sempat tertunda akibat kecelakaan dahulu membuat Laila bisa kembali hamil. "Eum, berapa ya ...?" Laila nampak berpikir, jari telunjuknya tersimpan di dagu. "Emangnya kakak maunya berapa?" tanya Laila. Bukannya menjawab Laila malah balik bertanya. "Alby maunya sih satu. Laki-laki lagi! Kalau pelempuan Alby gak mau, pelempuan itu banyak maunya Bunda, telus celewet lagi! Shaka gak mau!" Laila tertawa atas keinginan Alby yang terlewat jujur. "Tapi kalau nanti adik kamu perempuan, gimana? Semuanya kan, sudah kehendak Allah," ucap Laila. "Kehendak itu apa Bunda?" tanya Alby mengerutkan keningnya. Laila yang tengah duduk di kursi taman itu membuat Alby ikut duduk di samping sang Bunda. "Kehendak itu sebuah keinginan, kemauan atau juga bisa harapan. Suatu hal yang tidak bisa kita paksakan kecuali dengan mengikut

  • OBSESI BARA   165. Selesai

    Suara tangis bayi menggema di udara, membuat Laila yang tengah membereskan beberapa pakaian harus terhenti. Ah, anaknya sudah bangun ternyata. Dengan segera Laila menuju ranjang, hendak mengambil anaknya namun gerakannya terhenti kala melihat Bara yang tengah tertidur pulas. "Astaghfirullah, di mana bayinya?" Suara tangis itu ada, hanya saja kenapa anaknya tidak terlihat. Namun sedetik kemudian Laila melotot terkejut kala selimut besar malah membungkus bayi tersebut. "Astaghfirullah, anak Bunda ... " Dengan segera Laila menyibak kasar selimut hingga selimut itu menutupi muka Bara yang asik tidur. "Cup, cup, cup. Anak Bunda ternyata udah bangun, iya? Eumm, manisnya ..." ujar Laila yang kini Alby dalam gendongannya. Anak Laila yang bernama Albyshaka itu terhenti dari tangisnya. Dia tersenyum ceria kala sang Bunda terus berceloteh sembari menggoyang-goyangkan badannya ke sana ke mari. Kini usia Alby sudah menginjak 9 bulan, yang mana sudah bisa berceloteh bahasa planet. Terbukti de

  • OBSESI BARA   164. Akhir Sebuah Kisah

    "La, Mas mohon ... bertahanlah ..." Tangis Bara kian luruh. Tubuhnya gemetar dengan tatapan mata yang mengarah pada lampu bewarna merah, di mana sang istri berada. "Bara?" Sebuah seruan di belakang sana membuat Bara membalikkan badan hingga melihat Vano berlari ke arahnya. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Vano cemas. Dia berdiri di hadapan Bara, dan bukannya menjawab pertanyaan sang Ayah, Bara dengan segera memeluk tubuh Vano. "Ayah, Bara takut .. Laila---""Kita doakan keselamatan untuk Laila. Insya Allah dia pasti akan baik-baik saja," ucap Vano berusaha menenangkan sang anak. Walau nyatanya dia juga ikut merasakan takut. Tidak bisa dipungkiri, rasa takut itu kian bertambah kala pintu di mana Laila berada terbuka. Membuat Bara dan Vano langsung menatap sang Dokter yang baru keluar. "Dok--?""Siapa wali dari pasien ini?""Saya, saya suaminya Dok? A--ada apa?" tanya Bara berusaha mungkin untuk tenang. Walau faktanya tidak. "Pasien mengalami pendarahan yang cukup fatal. Menja

  • OBSESI BARA   163. Terulang Kembali

    Dalam remang-remang Laila membuka mata pelan. Masih dalam proses kesadaran, Laila menatap ruangan serba putih itu. Bukan rumah sakit atau ruangan lainnya. Melainkan warna putih yang tidak berbentuk apa-apa. Laila masih dalam keterdiaman, masih merasakan kenyamanan yang baru kali ini ia rasakan. Sebuah kenyamanan yang terasa sejuk nan menentramkan. Sampai saat sebuah suara terdengar membuat lamunan Laila terbuyarkan. "Hah!" Laila beranjak duduk. Nafasnya sedikit memburu. Yang kemudian matanya melirik di sekitar ruangan tersebut. Putih, hanya putih yang Laila tangkap di dalam ruangan ini. "Putri Abi ..."Sebuah seruan membuat Laila kembali menoleh yang mana membuat Laila terbelalak. "Abi?!" pekik Laila dengan segera berlari. Berlari menuju Abinya yang tengah tertawa. Detik berikutnya Laila memeluk Rahman yang sudah lama ini tidak Laila peluk. Ya, setelah 5 tahun lamanya atas kepergian sang Ayah membuat Laila merindukan sosoknya. "Abi, ternyata Abi ada di sini juga? Ya Allah, Laila

  • OBSESI BARA   162. Terjatuh

    Makin besar perut Laila makin besar pula harapan yang selalu Laila nantikan. Ya, akan kelahiran bayi ini yang mungkin sebulan lagi. Kini Laila tengah duduk bersantai di depan TV. Semakin hari dirinya hanya berdiam diri di tempat. Jik tidak paling hanya membereskan rumah dengan menyapu lantai, membantu Mbok Eka. Tidak banyak, namun cukup membuat keringat Laila bercucuran. Kata Uminya hal seperti ini baik untuk Ibu hamil. Karena dengan begitu akan memperlancar dalam melahirkan. Dan tentu, setiap pagi Laila selalu jalan pagi bersama Bara. Hal itu pun katanya memudahkan dalam lahiran.Rumah kini sepi. Bara yang tengah bekerja, Mbok Eka yang pergi berbelanja, dan Pak Imron yang katanya istrinya tengah sakit. Menjadikan dia harus pulang untuk menjenguk. "Ya Allah bosan ..," keluh Laila. Menjadi Ibu hamil terasa serba salah. Duduk begini pegal, duduk begitu sakit, mau duduk seperti apapun rasanya benar-benar tidak nyaman. Derrrtt DerrtttSuara dering ponsel terdengar membuat atensi Laila

  • OBSESI BARA   161. Perkara Ngidam

    Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tidak terasa, usia kandungan Laila sudah naik 8 bulan. Pemeriksaan rutin mingguan sering dilakukan, demi sang bayi yang ingin sehat, apapun akan Bara dan Laila lakukan."Assalamu'alaikum?" Bara baru masuk ke dalam. Laila yang tengah makan buah apel di atas karpet langsung menjawab panggilan sang suami. "Wa'alaikumussalam," jawabnya. Bara tersenyum kala melihat sang istri tengah lesehan di atas karpet. Dengan segera dia ikut lesehan di atas karpet dengan menjatuhkan kepalanya di atas kaki Laila yang diselonjorkan. Sebelum itu Laila mencium punggung tangan Bara yang habis pulang kerja. "Enggak biasanya pulang siang, Mas?" tanya Laila masih sibuk mengupas apel. Sedang Bara sudah mencium perut Laila yang sudah membesar itu."Mas rindu kamu, emang enggak boleh?"Laila terkekeh, "boleh dong sayang, apa sih yang enggak boleh buat kamu? Kamu ngidam aneh aja Laila lakuin!" sindirnya dengan sehalus mungkin. Namun, sang empu malah tertawa mendeng

  • OBSESI BARA   160. Positif Hamil

    "Eugh ..." Laila melenguh dalam tidurnya. Matanya merem-melek dengan gerakan pelan. Hingga, kala mata itu terbuka sebuah senyuman terbit di bibir Laila. Wajah suaminya. Ya, di depannya Bara masih tertidur pulas dengan dengkuran yang amat halus. Refleks Laila semakin memeluk Bara dari depan. Mengingat kejadian malam itu membuat Laila merasa lega. Sangat. Walau terasa sakit tapi, dia juga menikmatinya. Pelan, Bara ikut membuka mata. Menarik Laila agar lebih dekat dengannya. Dikecupnya kening Laila dengan begitu lembut. Yang kemudian mengusap lembut rambut sang istri. "Terima kasih ya sayang?" ucap Bara dengan terus menerus mencium kening Laila. Tubuh yang masih polos itu saling melekat hangat. Laila tersenyum. "Makasih juga Mas. Akhirnya, akhirnya Mas Bara nebang Laila," ucapnya parau. Namun, dengan tiba-tiba Bara menarik Laila yang malah sudah menangis. "Hey? Sayang, kenapa nangis?" Dengan sigap Bara menghapus air mata Laila yang jatuh menetes. "Udah, jangan nangis. Harusnya kita

  • OBSESI BARA   159. Berhasil

    Laila menghela nafas pelan. Dia duduk di tepi ranjang dengan jantung yang deg-deg an. Bagaimana tidak deg-degan, selepas makan Bara berlalu pergi tanpa mengatakan apapun. Entah ke mana, yang pasti Bara pergi setelah makan itu selesai.Dan sekarang Laila harus menunggu sang suami pulang. Apalagi teringat akan Bara yang sudah menginginkan dirinya malam ini. Hal yang jelas membuat Laila deg-degan. Berpikir bahwa haruskah malam ini keduanya melakukan hubungan suami-istri? Apakah malam ini keduanya akan memadu kasih? Tiba-tiba pipi Laila memanas. Memikirkannya saja sudah membuatnya panas-dingin. Tapi, jikapun tidak ... bukankah selama ini inilah yang ia harapkan? Memadu kasih hingga terciptanya sang buah hati? Bukankah ini yang Laila harapkan setelah bertahun-tahun lamanya? Masa dirinya masih belum siap? Tidak! Laila menggeleng. Malam ini harus menjadi malam paling indah untuk keduanya. Terutama untuk Bara, suaminya! Laila beranjak berdiri. Beringusut menuju lemari yang sebelumnya dia

  • OBSESI BARA   158. Mulai Panas-Dingin

    "Alhamdulillah ya Allah, akhirnya ..." Mata Laila berbinar indah kala menatap pemandangan yang belum pernah ia lihat. Di mana ia dan sang suami sudah berada di Turki. Perjalanan dari Indonesia ke Turki membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Yang mana waktu antara Indonesia-Turki jauh berbeda. Yang mana mereka turun dari Bandara Turki tepat pukul 21.00. Perbedaan waktu yang cukup jauh bukan? Yah, jika di Indonesia mungkin hari ini jam satu pagi, tapi karena ini di Turki membuat jalanan kota ini masih nampak sangat ramai. Tidak hanya ramai, tapi ramai sekali. Bara tersenyum, raut kebinaran dari matanya pun tidak bisa terelakkan. Dia begitu takjub melihat negara yang baru kali ini ia lihat. "Biar Mas yang bawakan barangnya," ucap Bara sembari mengambil alih koper yang Laila pegang. "Gpp, Mas. Biar Laila aja.""Udah, kamu lebih baik diam aja. Bias Mas! "Baiklah."Bara mengambil barang-barang bawaan. Melihat sebuah taksi membuat keduanya langsung masuk dan melaju ke Hotel Aydinli. Katanya,

DMCA.com Protection Status