Beranda / Fantasi / O, Yang Mulia! / Chapter 81: Azia

Share

Chapter 81: Azia

Penulis: Soma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.

O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?

O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra.

"Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.

O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • O, Yang Mulia!   Chapter 82: Cerocos

    O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 1: Apakah Aku sudah Mati?

    [Selamat datang di Valandria]Dalam pandangan Langit yang serba gelap, tulisan-tulisan itu berkedip-kedip. Tidak ada suara, tidak ada aroma, bahkan ia tidak bisa merasakan keberadaan otot-otot di tubuhnya.“Apakah aku sudah mati?”Langit mereka ulang momen-momen terakhir yang berputar seperti sebuah film dalam ingatannya. ***Langit baru saja pulang dari sekolah tempatnya bekerja meski jam kerja belum berakhir. Tadi pagi, selembar surat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) melayang ke meja kerjanya. Tentu saja, itu artinya tidak ada pekerjaan lagi untuknya sejak hari ini.“Anda dipecat, Pak. Senang bekerjasama dengan Anda.”“Tentu saja kalian senang. Bayaran saya kan tidak lebih dari cleaning service di mall,” balas O sambil tersenyum.Sampai pagi tadi, Langit bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah swasta. Orang-orang kebanyakan barangkali berpikir bahwa biaya sekolah swasta yang mahal pasti memberikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 2: Namaku O

    Sistem saraf manusia berfungsi mengatur setiap tindakan dan tanggapan tubuh dengan cara saling bertukar sinyal lewat sel-sel reseptor. Sistem saraf manusia dibentuk oleh organ otak, sumsum tulang belakang, serta saraf somatik dan otonom. Dari bagian tersebut, saraf somatik berfungsi untuk menangkap rangsangan yang berada di tubuh bagian luar seperti kulit. Oleh karena itu, Langit tidak bisa merasakan tekstur maupun suhu saat tangannya menyentuh papan penutup peti mati, sebab wujudnya sekarang adalah sebuah rangka tanpa kulit, apalagi daging!!"Uwaaaaaaah!!"Langit tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. Ia melihat ke kedua tangan, lalu ke kaki, lalu ke badan. Semuanya tinggal tulang belulang. Langit tidak menyadari itu saat mengibas tangannya untuk menghapus tulisan berkedip-kedip dalam bidang pandangnya tadi. Sekarang, ketika menyadari seluruh tubuhnya hanya berupa tulang belulang, ia tak bisa untuk tidak histeris."Uwaa! Uwa! Aaaaa!"........Langit menjerit-jerit lebih dari 20

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 3: Sebelum Bertualang

    "Hei, Narator," O memanggil suara dalam kepalanya dengan sebutan Narator. Bukan panggilan yang tepat, tapi ia tidak peduli. "Aku ada di mana sekarang?"""Anda berada di Kota Magna."" Suara jantan dan macho itu tampak tidak keberatan dipanggil Narator. ""Anda serkarang berada di dalam katakomba (kuburan bawah tanah) di bawah kota."""Hoo, kuburan, ya." O mengelus jenggotnya yang sudah tak ada lagi, "Jadi aku terlahir kembali sebagai sebuah kerangka hidup di kuburan bawah kota."O tidak protes meskipun terlahir kembali di dalam kubur. Ia sudah benar-benar menerima nasibnya. Sebaliknya ia justru menunjukkan ketertarikan. Ia sering mendengar tentang katakomba di negara PR dan negara IT yang justru menjadi tujuan wisata di dunia asalnya. Selama ini O hanya bisa mengalami katakomba lewat media internet. Ia pernah bermimpi suatu saat bisa mengunjungi katakomba itu sebagai turis. Sayangnya, gaji sebagai guru swasta yang bahkan tidak memungkinkan dirinya untuk berlibur ke seberang pulau di neg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 4: Lengah

    Bayangkan kalian sedang tertidur pulas di kamar kalian yang nyaman dan tertutup. Saat itu sudah larut malam dan cahaya satu-satunya adalah lampu tidur kalian yang berpendar, menambah kenyamanan tidur kalian. Lalu, kalian terbangun karena suara seseorang terdengar dari ruangan lain. Kalian penasaran dan dengan berhati-hati membuka pintu kamar; mengintip lewat celah pintu dengan harapan sumber suara itu adalah kekasih kalian. Namun saat pintu sudah terbuka setengahnya, kalian baru teringat bahwa kalian sudah menjomblo selama bertahun-tahun dan kalian tinggal sendirian di rumah itu. Lalu pemilik suara itu menyadari kalian yang mengintip dari kamar tidur dan menyergap kalian...Apakah kalian akan ketakutan? Tentu saja, atau setidaknya kalian akan kaget bukan kepalang. Begitulah yang dirasakan O saat siluet di ujung lorong itu berlari ke arahnya dengan suara yang jelas-jelas bukan berasal dari manusia atau hewan."Aaaaah!" O berteriak sekencang-kencangnya saat siluet itu berjarak dua langk

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 5: Pertarungan Pertama

    O menghentikan semua pergerakannya dan berpura-pura mati (meskipun secara teknis ia sudah mati). Mayat hidup merayap ini pasti bergerak kemari karena suara-suara berisik dari pergumulannya beberapa waktu lalu.O berusaha menemukan jalan keluar dalam keadaan dan waktu yang sempit. Lawan mengepungnya dari depan dan belakang. Sementara senjatanya masih jauh dan lagi, O tidak tahu pasti apa yang dapat ia lakukan dengan senjata itu dengan keadaan tubuh terpisah seperti itu.""Peringatan bahaya! Betis kiri Anda telah patah. Tingkat kerusakan semakin tinggi. Perhitungan tingkat asimilasi yang digunakan untuk mengembalikan kondisi: 0,03%."" O tidak punya waktu lagi. Bertindak sekarang atau mati sia-sia. Jika ia melawan dan tetap mati, setidaknya ia sudah mencoba, bukan?O mengumpulkan semua informasi yang ia dapatkan sejauh ini. Pertama, mayat-mayat hidup ini mengincarnya, akan tetapi tidak bisa membedakan bagian yang vital. Hal ini terbukit ketika mayat hidup yang pertama kali O jumpai tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 6: Into the Magic?

    GrAh! GRrggh!Suara-suara merintih merambat dari balik kegelapan di ujung lorong. Di balik kegelapan itu, masih ada ruangan atau apapun itu yang pastinya menampung mayat-mayat hidup yang lain. Bunyi-bunyi berisik beberapa waktu lalu pasti mengusik mayat-mayat hidup itu dan memancing mereka ke sini. O beruntung karena tidak ada mayat hidup yang berlari dan tempatnya sekarang berdiri sangat gelap karena tidak terjangkau cahaya pelita.“Sebaiknya kita mundur. Susun ulang strategi.” O menyuarakan isi pikirannya, sebuah kebiasaan baru yang tidak disadarinya.O bergegas untuk kembali ke ruangan tempat ia hidup kembali. Selain untuk mengamankan diri, ada sesuatu yang ingin diperiksanya, yaitu keahlian menggunakan senjata tongkat yang tidak dia miliki di kehidupan sebelumnya.“Narator, tampilkan daftar kemampuan!”O membuka halaman ketiga dari daftar itu. Ia menemukan jawaban dari dugaannya.~Daftar Kemampuan Pasif~Penguasaan Sihir (Lv.1)Penguasaan Tongkat (Lv.1)Penguasaan Gada (terkunci)

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • O, Yang Mulia!   Chapter 7: Kemampuan Baru

    Kalian mungkin bertanya-tanya. Bagaimana mungkin O, seorang (mantan) guru yang tugasnya mendidik generasi bangsa, terus menerus mengumpat. Pada awalnya, O tidak seperti itu. Ia termasuk orang polos luar dalam, bahkan sampai ke tutur katanya. Hanya saja, waktu dan keadaan mengubahnya. Di kehidupan O sebelumnya, masyarakat cenderung tidak bisa membedakan antara polos dan baik; orang baik terlalu sering diasosiasikan dengan kepolosan, keikhlasan, dan kesabaran. Dengan kata lain, orang baik seringkali menjadi orang yang tidak melawan; orang lemah dan tidak berdaya. O menyadari itu beberapa tahun terakhir karirnya (juga hidupnya). Maka, ia melawan. Ia menolak menjadi pihak yang selalu salah, yang selalu berkorban, dan yang selalu merelakan. Ketika orang-orang melakukan gaslighting, O akan membalasnya dengan mengumpat. Tentu saja dengan gaya yang anggun seperti penggunaan ironi dan satir. Bagaimanapun, O tetap harus menjaga citra seorang guru, bukan?Namun, tak ada siapa-siapa di sini. Tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • O, Yang Mulia!   Chapter 82: Cerocos

    O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,

  • O, Yang Mulia!   Chapter 81: Azia

    O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli

  • O, Yang Mulia!   Chapter 80: Atur Ulang Strategi

    O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan

  • O, Yang Mulia!   Chapter 79: Terjun

    Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda

  • O, Yang Mulia!   Chapter 78: Terbang

    "Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t

  • O, Yang Mulia!   Chapter 77: Serangan Udara

    Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting

  • O, Yang Mulia!   Chapter 76: Kabur

    Plaga tersenyum puas mengagumi sihirnya yang indah: sebuah menara api yang menjulang ke langit, dengan lidah-lidah api berbentuk tangan yang mencengkram siapapun dan apapun mejadi arang. Udara panas di sekitar melenyapkan kelembaban, membuat tanah rekah dan rumput-rumput di sekitar mengering seperti dihadapkan dengan terik belasan matahari.Sang Demon menikmati tiap detik dari momen apresiasi itu, dan bahkan membuat sebait syair yang mendeskripsikan keindahannya. Ia begitu menyukai sihir, dan itulah alasan bagi Demon sekuat dirinya melayani Master Malus.Malus bukan sekedar tuan bagi Plaga. Bagi sang Demon, Malus adalah seorang Muse, sumber inspirasinya. Apalagi, dari Keempat Tungkai, hanya dirinyalah yang menggunakan sihir sebagai senjata utama. Mars, sang Dullahan, jelas-jelas tidak tahu apapun soal merapal sihir. Fames, sang Harpy, memiliki sihir elemen angin dan kegelapan yang sangat beragam, tapi sayangnya, otak burung Fames tidak mencukupi syarat untuk mengoptimalkan sihir-sihir

  • O, Yang Mulia!   Chapter 75: Halo, Manusia

    "Mua, ha, ha, ha!" tawa O pecah, menggema di udara. Di telinga orang yang tidak mengenal O, tawa itu mungkin terdengar lebih mengerikan dari teriakan seorang Banshee ... Sementara itu, belasan Banshee di kejauhan terendam lumpur tanpa pernah tahu siapa yang menyerang mereka. "" ... "" Narator tidak bisa berkata-kata lagi. O tidak menepati perkataannya untuk berhati-hati saat menggunakn Mana. Namun, di luar itu, Narator sebenarnya mengagumi kemampuan belajar O yang luar biasa. "Grauur!"Mithra menggeram dengan nada imut. Kerangka kucing itu menari-nari di bawah hujan lumpur, meloncat dan berguling sampai tulang putihnya menjadi hitam semua. Seperti O, ia terlihat girang dengan adanya lautan lumpur yang meledak dari perut bumi secara tiba-tiba. "Ugh! Kepalaku sedikit pusing ..."""Anda terlalu banyak menggunakan Mana, Tuan."""Hmm, aku pikir dengan menjadi Lich, kapasitasku meningkat drastis," sanggah O. Ia tidak ingin disalahkan.""Beruntung tidak ada musuh lagi di sini ...""Grrr!

  • O, Yang Mulia!   Chapter 74: Sihir Medan

    O mengayunkan sabit besarnya dengan anggun. Seperti baling-baling mesin penghalus bumbu, O menebas semua mayat hidup yang merangsek ke arahnya. Tak cukup, O membuat standar tinggi, yaitu sabetan sabitnnya harus mengenai leher atau bagian kepala.SLASH! SLASH!Kepala melayang. Wajah jelek terbagi dua. Leher putus. Tubuh-tubuh mayat hidup itu bergeletakan ke tanah tanpa kepala. Sebagian mencair menjadi Nyx seluruhnya, sebagian lagi tidak menjadi apapun, tapi Nyx tetap merembes dari tubuhnya.Sabit O terus berputar dan berputar. Kepala berterbangan. Nyx berceceran. Kabut hitam mengudara dan berkumpul di kristal inti yang berada dalam rongga dada O. Kemampuan berpikir O memungkinkan semua itu terjadi secara bersamaan.Akhirnya, setelah beberapa menit berputar-putar, jumlah mayat hidup di tanah lapang itu tinggal segelintir saja."Fyuuh! Kenapa banyak sekali mayat hidup di sini?" seru O, "Apa sedang ada arisan?"O berjalan santai di antara potongan-potongan tubuh dan genangan Nyx. Sayangn

DMCA.com Protection Status