GrAh! GRrggh!
Suara-suara merintih merambat dari balik kegelapan di ujung lorong. Di balik kegelapan itu, masih ada ruangan atau apapun itu yang pastinya menampung mayat-mayat hidup yang lain. Bunyi-bunyi berisik beberapa waktu lalu pasti mengusik mayat-mayat hidup itu dan memancing mereka ke sini. O beruntung karena tidak ada mayat hidup yang berlari dan tempatnya sekarang berdiri sangat gelap karena tidak terjangkau cahaya pelita.
“Sebaiknya kita mundur. Susun ulang strategi.” O menyuarakan isi pikirannya, sebuah kebiasaan baru yang tidak disadarinya.
O bergegas untuk kembali ke ruangan tempat ia hidup kembali. Selain untuk mengamankan diri, ada sesuatu yang ingin diperiksanya, yaitu keahlian menggunakan senjata tongkat yang tidak dia miliki di kehidupan sebelumnya.
“Narator, tampilkan daftar kemampuan!”
O membuka halaman ketiga dari daftar itu. Ia menemukan jawaban dari dugaannya.
~Daftar Kemampuan Pasif~
Penguasaan Sihir (Lv.1)Penguasaan Tongkat (Lv.1)Penguasaan Gada (terkunci)Penguasaan Perisai (terkunci)“Oho! Pantas saja aku bisa mengayunkan tongkat seperti itu.”
Kemampuan pasif O dalam menggunakan senjata jenis tongkat ternyata sudah terbuka. O mengingat sensasi yang dirasakannya saat membuat adonan daging busuk tadi.
“Narator, bagaimana cara membuka kemampuan-kemampuan ini?”
O tadinya berpikir daftar kemampuannya akan terbuka jika tingkat asimilasinya mencapai taraf tertentu. Namun, sepertinya kasusnya tidak begitu. Ia merasa biasa saja sampai ia mengayunkan tongkat itu untuk menyerang. Ia merasa akrab begitu saja dengan gerakan-gerakan bertempur itu saat bertarung.
“”Anda dapat membukanya dengan mempelajarinya secara manual, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Anda dapat menaikkan profisiensinya dengan terus berlatih.””
O menyimpulkan sendiri penjelasan Narator. Jika ia menggunakan senjata-senjata itu dengan tepat, maka kemampuan-kemampuan yang terkunci itu akan terbuka. Semakin baik dan sering gerakan itu diulang, level kemampuannya akan semakin tinggi. Yah, tidak ada bedanya dengan kehidupan O sebelumnya. Semakin sering seseorang menggunakan sebuah kemampuan, maka semakin terampil orang itu. O sendiri sering menyelesaikan persamaan-persamaan matematika tanpa alat bantu dan semakin merasa kepalanya sudah menjadi semacam kalkulator.
Hanya saja, bedanya di dunia ini adalah, aku bisa langsung terampil hanya dengan mengetahui gerakan-gerakannya…
“Bagaimana dengan sihir?” O akhirnya tertarik dengan kemampuan yang tadinya ia abaikan itu. Ia mengevaluasi diri sendiri. Seharunya ia mengoptimalkan semua potensi yang ada, tak terkecuali kemampuan sihir. Lagipula, bukankah dia seorang Lich yang seharusnya memiliki keterampilan tinggi dalam sihir?
“”Sebagai seorang Lich, kemampuan sihir Anda akan terkunci satu per satu bersamaan dengan tingkat asimilasi Anda.”” Untuk hal yang tidak diketahui O, suara Narator terdengar girang saat menjelaskan itu.
“Oho! Lalu, sihir apa yang bisa aku pakai dengan tingkat asimilasi yang sekarang?”
“”Sihir Identifikasi.””
O mengelus jenggotnya (tulang dagu). O merasa pernah mendengar sihir itu entah di mana. “Baiklah, tunjukkan aku bagaimana caranya!”
Sebuah formasi berbentuk lingkaran muncul dalam layar pandang O. Dalam lingkaran itu tergambar berbagai simbol dan bentuk geometri yang unik.
“”Lingkaran ini adalah formula sihir. Anda hanya perlu membayangkan formula ini lalu menyebutkan mantranya: ‘intelligo’.””
O mencermati formula itu baik-baik, kemudian mengikuti instruksi Narator. “Intelligo!”
Sebuah formasi sihir yang sama muncul di ujung telunjuk O. Lingkaran itu berpendar berwarna biru, seperti teknologi hologram yang belum sempat dinikmati O di kehidupannya yang sebelumnya.
O mengarahkan lingkaran itu ke sebuah objek, ke sebuah lilin yang apinya menggeliat di sudut ruang. Entah bagaimana ia tiba-tiba tahu cara menggunakan sihir identifikasi. Barangkali karena kemampuan Penguasaan Sihir level 1 yang dimilikinya.
Lingkaran itu melayang seperti senjata cakram. Sesaat kemudian, aliran informasi mengisi kepala O.
Lilin Abadi. Lilin ini menggunakan mana yang bergerak bebas di sekelilingnya sebagai sumber energi. Rata-rata masa penggunaan Lilin Abadi dapat mencapai 80 tahun.
“Whoah! Luar biasa! Seperti teknologi G**gle Lense!” O melonjak girang seperti anak kecil yang diberi permen favoritnya. Tentu saja saat itu O lebih terlihat seperti pajangan Halloween daripada seorang anak kecil yang imut….
“Intelligo!” O merapal untuk kedua kalinya. Kali ini ia melemparkan lingkaran biru yang muncul di telunjuknya ke arah senjatanya.
Tongkat sihir yang terbuat dari Kayu Suci; kayu yang diambil dari Pohon Suci Ecclesia. Jenis kayu ini sangat efektif untuk menyerang makhluk-makhluk kegelapan dan menggunakan jenis sihir suci.
“Eh? Pantas saja pentungan ini sangat efektif.” O mengelus jenggotnya yang sudah tidak ada. “Eh, apakah benda ini berbahaya juga buatku?”
Spesies O adalah Lich, bagian dari makhluk kegelapan. Bukankah berbahaya jika ia bermain-main dengan benda suci semacam ini?
“Dan dari namanya, kedengarannya ini kayu langka. Bagaimana mungkin ada pusaka langka seperti ini di sini, tapi tidak ada sehelai pun pakaian?”
Narator tidak menjawab, padahal O sungguh-sungguh bertanya. Tentu saja, Narator adalah sebuah sistem untuk memandunya, bukan search engine yang terhubung dengan internet seperti di kehidupan O sebelumnya. Atau bisa jadi, informasi tersebut tidak penting dan tidak berhubungan dengan dirinya sehingga tidak ada jawaban yang tersedia.
O mengangkat bahu. Ia mengalihkan perhatian kepada senjatanya kembali. Tongkat yang ia pikir adalah pentungan raksasa rupanya adalah sebuah tongkat sihir. Hei, tapi kalau bisa dipakai untuk menggebuk, kenapa tidak?
O kemudian menghapus formasi sihir yang memenuhi bidang pandangnya dan mencoba lagi untuk merapal sihir identifikasi. “Intelligo!”
…..
Akan tetapi, kali ini tidak ada lingkaran biru yang muncul di ujung telunjuknya.
“Hei, Narator. Apakah aku harus membayangkan formula sihirnya sebelum bisa merapal?”
“”Benar, Tuan.””
“Bagaimana kalau aku tidak ingat bentuknya?”
“”Para penyihir rendahan membawa kitab sihir ke mana-mana untuk membantu mereka membayangkan formula sihir”” Jawaban Narator yang sarkastik menusuk tepat ke ulu hati O. “”Tuan adalah seorang Lich, penyihir tingkat tinggi, pasti punya kemampuan mental yang jauh lebih baik dari mereka.””
“Tapi nyatanya aku memang tidak bisa…” O tidak berbohong. O bisa mengingat banyak hal dan bahkan berhitung di luar kepala, akan tetapi ia punya kelemahan fatal: kemampuan spasial. Sejak kecil O sangat sulit untuk memahami bentuk-bentuk bangun dan ruang yang rumit. Jangankan memahami, menggambarkannya secara mental saja sangat sulit baginya. Karena keterbatasannya itu, O punya banyak pengalaman tersesat di jalan. Bahkan teknologi GPS tidak bisa banyak membantunya.
“”…””
“…Jadi?”
“”…Baiklah. Saya akan membantu menampilkan formulasi sihir yang Anda butuhkan.””
O seperti mendengar Narator menghela napas panjang. “Ehe! Kau memang terbaik! Seperti asisten virtual di film-film sci-fi!”
“Baiklah, Narator. Apakah ada sihir ofensif yang bisa aku pelajari sekarang?”
“”Tidak ada.””
“…” Suasana hati O yang gembira dengan cepat berubah lagi. Ia lupa untuk tidak terlalu berharap. Hampir saja ia frustasi. “Berapa tingkat asimilasi yang dibutuhkan untuk mempelajari sihir ofensif?”
“”Anda membutuhkan setidaknya 2% tingkat asimilasi untuk mempelajari Sihir Bola Api.””
“Aaaaargh!” pekik O. Pertarungan sengit melawan dua mayat hidup hanya memberinya 0,03% tingkat asimilasi. Artinya ia harus mengalahkan setidaknya 13 mayat hidup serupa untuk mencapai tingkat asimilasi 2%. O menjambak rambutnya yang sudah tidak ada. Ia meremas-remas tengkoraknya. Frustasi. “Ya percuma, dong, aku jadi Lich!”
Butuh beberapa saat bagi O sebelum dirinya bisa tenang. Yah, lagipula pilihan apalagi yang dimilikinya selain menerima keadaan?
“Hei, Narator. Apa yang terjadi kalau asimilasiku 100% ?” tanya O. Ia baru menyadari hal ini. Sistem asimilasi seperti sistem poin pengalaman (experience point) di video game, tetapi ia tidak menemukan status levelnya.
“”Anda bisa berevolusi menjadi spesies yang lebih kuat .””
“Oho…” Semangat O sedikit naik kembali.
O memanggul senjatanya di pundak dan mengambil 3 buah lilin dari sudut-sudut ruang. Ia akan kembali ke lorong gelap dan menghadapi entah mayat hidup macam apa yang berada di sana. Tidak harus menghadapi 13 mayat hidup sekaligus, bukan? Aku bisa memancing mereka satu per satu dan menghabisi mereka bergantian.
O kembali membuka pintu ruangan itu dengan kepercayaan diri yang dipaksakan. Tangannya gemetar.
GrAh! GRrggh!
Suara-suara itu masih bersembunyi di balik kegelapan lorong. O melemparkan sebuah lilin ke dalam kegelapan itu; ke arah suara-suara itu.
Lilin itu mendarat di tanah dan menggelinding. Nyala apinya menciut kecil sekali, tetapi ketika lilin itu berhenti menggelinding, apinya kembali menggeliat dan mengusir kegelapan…
GrHaAU?!
Ada belasan mayat hidup menumpuk di pintu lorong yang sempit. Mereka berdesakan dan saling menghimpit. Sedikit saja ada kelonggaran, maka belasan mayat itu akan membanjiri lorong tempat O berdiri sekarang.
“F**k!” O tidak kehabisan kosakata mengumpat.
~Bersambung~
Kalian mungkin bertanya-tanya. Bagaimana mungkin O, seorang (mantan) guru yang tugasnya mendidik generasi bangsa, terus menerus mengumpat. Pada awalnya, O tidak seperti itu. Ia termasuk orang polos luar dalam, bahkan sampai ke tutur katanya. Hanya saja, waktu dan keadaan mengubahnya. Di kehidupan O sebelumnya, masyarakat cenderung tidak bisa membedakan antara polos dan baik; orang baik terlalu sering diasosiasikan dengan kepolosan, keikhlasan, dan kesabaran. Dengan kata lain, orang baik seringkali menjadi orang yang tidak melawan; orang lemah dan tidak berdaya. O menyadari itu beberapa tahun terakhir karirnya (juga hidupnya). Maka, ia melawan. Ia menolak menjadi pihak yang selalu salah, yang selalu berkorban, dan yang selalu merelakan. Ketika orang-orang melakukan gaslighting, O akan membalasnya dengan mengumpat. Tentu saja dengan gaya yang anggun seperti penggunaan ironi dan satir. Bagaimanapun, O tetap harus menjaga citra seorang guru, bukan?Namun, tak ada siapa-siapa di sini. Tak
O mulai membuka pintu dengan tangannya yang gemetaran. Seandainya ia punya kelenjar keringat, sekujur tubuhnya pasti akan basah sekarang. Suara menggeram dari balik pintu merambati udara, terpantul di tembok-tembok ruangan yang terbuat dari tanah keras dan padat.Kalian pernah pergi ke taman safari dan menyaksikan dari mobil safari kalian seekor singa jantan meraung? O pernah mengalaminya. Teralis besi dan kaca tebal mobil safari yang menjamin keamanannya tidak bisa mencegah raungan sang singa menggetarkan nyalinya. Kali inipun demikian. Suara yang merambat dari balik pintu itu seperti auman seekor singa, bahkan lebih menyeramkan dari yang bisa diingat O.Di balik pintu itu, O menemukan sebuah lorong yang besar. Lorong ini persis seperti lorong pertama yang dimasukinya setelah hidup kembali sebagai seorang Lich. O berpikir, jika setiap area dibuat dengan arsitektur yang serupa seperti ini, keberadaan peta mungkin tidak akan banyak membantunya.O melanjutkan langkahnya. Jika arsitektur
Suara mengaum itu benar-benar berasal dari seekor monster buas. Bayangan O tentang seekor singa jantan menjadi kenyataan, bahkan berkali-kali lipat. Monster dalam ruangan itu berwujud singa putih dan memiliki sepasang sayap yang sewarna. Ukuran monster itu sangat besar sehingga ruangan yang sangat luas itu hampir penuh. Yang lebih menakutkan lagi, monster itu tidak dalam kondisi benar-benar hidup...Sebagian daging di tubuh monster itu sudah luruh, memperlihatkan tulang yang putih pucat. Bahkan organ-organ monster itu terburai keluar; ususnya mengular ke lantai; paru-paru yang kempis menjuntai; lambungnya yang sobek meneteskan cairan asam yang membuat tanah keras mengepulkan asap. Sebelah sayapnya patah dan menggantung, sementara sayap yang satunya lagi hanya memiliki sedikit kulit dan beberapa helai bulu panjang. Sebagian wajah monster itu juga luruh. Matanya yang kuning keemasan berputar liar seperti pernak-pernik googly eyes. Di dahi monster itu, sebuah lingkaran sihir berwarna ung
O panik setengah mati. Ia berusaha melepaskan diri dari kurungan yang diciptakan dirinya sendiri, sementara itu lingkaran sihir di bawahnya semakin terang sekan-akan hendak meledak. “Aaaah! Tunggu! Tunggu! Gencatan senjata!”O berhasil keluar dari kerangkeng batu dan berlari ke arah pintu. Namun, lingkaran itu tidak diam di tempat, tapi mengikuti langkahnya…“Siaaaaaaaaal! Ini tidak adil!”Cahaya dari lingkaran sihir itu semakin terang, menambah-nambah ketegangan dan kepanikan O. Dalam keadaan itu, O teringat akan ide gilanya: memisahkan kristal inti dari tubuhnya.Tangan O yang masih utuh merogoh ke dalam rusuknya yang berlubang dan meraih kristal intinya yang masih sebesar ibu jari. Ia melemparkan kristal intinya ke arah pintu, sementara tubuhnya berbalik arah dan berlari ke arah monster itu.“Persetan dengan misi penyelamatan! Aku tidak ingin mati lagi!” O menerjang sang monster, tepatnya ke arah kepala tempat lingkaran sihir berwaran ungu kehitaman berpendar. Jika sihir suci ini b
Puluhan pasang bintik merah di langit-langit gua bergerak bersamaam seperti satu koloni lebah yang menyerbu. O segera kabur ke luar ruangan dan menutup pintu. BRUK!BRUK!BRUK!Pintu itu dihantam beruntun. O tidak mengetahui makhluk macam apa yang sedang mengincarnya saat itu. Ia menghitung sampai sampai sepuluh setelah meminta Narator untuk menampilkan formula sihir tanah dan api.“...Sembilan. Sepuluh!” O menyeru diri sendiri dan berlari ka arah lorong sempit tanpa menengok ke belakang.“Lapis!” O merapal mantra tepat setelah ia keluar dari lorong sempit. Tiga buah stalakmit menghujam dan menjadi semacam gerbang yang menutup lorong. Tak bisa dipungkiri, sihir itu dan potensinya sebagai blokade sudah menjadi andalan O.Puluhan makhluk bersayap yang mengejar O tersangkut di gerbang stalakmit dan kini penampakannya terlihat dengan jelas. Beberapa cukup cerdas untuk menemukan celah, akan tetapi sihir O lebih cepat.“Ignis!” O menembakkan bola api dari ujung telunjuknya. Akan tetapi, satu
Belasan ekor imp bangkit kembali sebagai mayat hidup. Meski demikian, kemampuan mereka tak ubahnya seperti saat mereka masih hidup. Mereka masih menyerang secara berkelompok dan mampu menggunakan siasat-siasat sederhana. Bahkan, kali ini mereka tidak menyerang secara langsung, melainkan menggunakan sihir. O dengan segera mendapati dirinya menjadi papan target serangan sihir.O masih belum benar-benar pulih dari efek samping penggunaan sihir yang berlebihan. Akan tetapi, posisinya sekarang berada dekat dengan pintu, sehingga ia bisa langsung kabur ke ruang berikutnya, ruang di mana terdapat belasan peti mati kosong. Namun, lagi-lagi berita buruk menyambutnya. Di ruangan itu, belasan mayat hidup berkumpul, seakan-akan memang sedang menunggunya. Mereka bahkan menoleh dengan serempak ketika O memasuki ruangan itu.“Uh, halo?” O berkata dengan kikuk. Ia ingin mengumpat, tapi benaknya yang sedang berpikir keras ditambah efek samping penggunaan sihir berlebih membuat akalnya beku.Untungnya,
Sebelum memasuki area selanjutnya, O memeriksa daftar kemampuannya. Ia punya dugaan kuat sebuah kemampuan baru telah terbuka, sebab ia merasakan sebuah sensasi yang berbeda saat menggunakan penutup peti mati seakan-akan itu adalah perisai.Sihir Identifikasi (Intelligo); Sihir Bola Api level 2 (Ignis); Sihir Cambuk Air (Aqua); Sihir Tombak Batu (Lapis); Sihir Panah Angin (Eurus); Sihir Lubang Hitam (Exsugo); Sihir Peta dan Navigasi (Exploro & Exhibio); Penguasaan Sihir level 2; Penguasaan Tongkat level 3; Penguasaan Perisai level 1.O menuliskan daftar kemampuan yang telah terbuka di tanah. Sesuai dugaannya, ia telah membuka kemampuan pasif: Penguasaan Perisai. Artinya, ia bisa membuka kemampuan Penguasaan Gada jika menggunakan senjata jenis gada. Namun, ada yang mengganjalnya. Kenapa ia tidak mendapatkan penguasaan cambuk meskipun ia telah menggunakan senjata jenis cambuk? Apakah karena cambuk yang digunakannya terbuat dari sihir?Pada akhirnya, O berhenti berpikir berlebihan dan men
“Mi-mic?!”Mimic. Dalam video game dan cerita-cerita fantasi di kehidupan O sebelumnya, makhluk ini adalah seekor monster yang dapat meniru wujud benda-benda di sekitarnya, terutama peti harta karun. Monster ini akan menggoda para petualang untuk mendekatinya, atau bahkan membuka langsung mulutnya, persis seperti yang dilakukan O barusan. Selanjutnya bagaimana? Tentu saja korban yang mendekati Mimic akan menjadi santapan lezat untuk monster itu.O meronta-ronta. Baik lilitan maupun tarikan monster itu sangat kuat sehingga O harus menggunakan kedua kakinya sebagai penahan. Kedua kakinya berpijak langsung ke mulut makhluk itu, meskipun taring-taring yang memenuhi mulut itu bisa merobek tulangnya kapan saja. Seandainya ia memang harus tergigit, biarlah kakinya yang digigit, pikir O.Sementara itu, tangan O terus berusaha menyerang monster itu dengan tongkatnya. Akan tetapi, karena jarak yang terlalu dekat dan ukuran tongkatnya yang terlalu panjang, momentum yang dihasilkannya terlalu kec
O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,
O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli
O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan
Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda
"Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t
Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting
Plaga tersenyum puas mengagumi sihirnya yang indah: sebuah menara api yang menjulang ke langit, dengan lidah-lidah api berbentuk tangan yang mencengkram siapapun dan apapun mejadi arang. Udara panas di sekitar melenyapkan kelembaban, membuat tanah rekah dan rumput-rumput di sekitar mengering seperti dihadapkan dengan terik belasan matahari.Sang Demon menikmati tiap detik dari momen apresiasi itu, dan bahkan membuat sebait syair yang mendeskripsikan keindahannya. Ia begitu menyukai sihir, dan itulah alasan bagi Demon sekuat dirinya melayani Master Malus.Malus bukan sekedar tuan bagi Plaga. Bagi sang Demon, Malus adalah seorang Muse, sumber inspirasinya. Apalagi, dari Keempat Tungkai, hanya dirinyalah yang menggunakan sihir sebagai senjata utama. Mars, sang Dullahan, jelas-jelas tidak tahu apapun soal merapal sihir. Fames, sang Harpy, memiliki sihir elemen angin dan kegelapan yang sangat beragam, tapi sayangnya, otak burung Fames tidak mencukupi syarat untuk mengoptimalkan sihir-sihir
"Mua, ha, ha, ha!" tawa O pecah, menggema di udara. Di telinga orang yang tidak mengenal O, tawa itu mungkin terdengar lebih mengerikan dari teriakan seorang Banshee ... Sementara itu, belasan Banshee di kejauhan terendam lumpur tanpa pernah tahu siapa yang menyerang mereka. "" ... "" Narator tidak bisa berkata-kata lagi. O tidak menepati perkataannya untuk berhati-hati saat menggunakn Mana. Namun, di luar itu, Narator sebenarnya mengagumi kemampuan belajar O yang luar biasa. "Grauur!"Mithra menggeram dengan nada imut. Kerangka kucing itu menari-nari di bawah hujan lumpur, meloncat dan berguling sampai tulang putihnya menjadi hitam semua. Seperti O, ia terlihat girang dengan adanya lautan lumpur yang meledak dari perut bumi secara tiba-tiba. "Ugh! Kepalaku sedikit pusing ..."""Anda terlalu banyak menggunakan Mana, Tuan."""Hmm, aku pikir dengan menjadi Lich, kapasitasku meningkat drastis," sanggah O. Ia tidak ingin disalahkan.""Beruntung tidak ada musuh lagi di sini ...""Grrr!
O mengayunkan sabit besarnya dengan anggun. Seperti baling-baling mesin penghalus bumbu, O menebas semua mayat hidup yang merangsek ke arahnya. Tak cukup, O membuat standar tinggi, yaitu sabetan sabitnnya harus mengenai leher atau bagian kepala.SLASH! SLASH!Kepala melayang. Wajah jelek terbagi dua. Leher putus. Tubuh-tubuh mayat hidup itu bergeletakan ke tanah tanpa kepala. Sebagian mencair menjadi Nyx seluruhnya, sebagian lagi tidak menjadi apapun, tapi Nyx tetap merembes dari tubuhnya.Sabit O terus berputar dan berputar. Kepala berterbangan. Nyx berceceran. Kabut hitam mengudara dan berkumpul di kristal inti yang berada dalam rongga dada O. Kemampuan berpikir O memungkinkan semua itu terjadi secara bersamaan.Akhirnya, setelah beberapa menit berputar-putar, jumlah mayat hidup di tanah lapang itu tinggal segelintir saja."Fyuuh! Kenapa banyak sekali mayat hidup di sini?" seru O, "Apa sedang ada arisan?"O berjalan santai di antara potongan-potongan tubuh dan genangan Nyx. Sayangn