Malam Rabu pukul 20.40, Detektif Bee melewati jalan yang ramai bersama rekannya Briella, yang adalah seorang hacker. Mereka berdua membeli dasi kupu-kupu yang dipesan khusus sebagai alat penyadap suara. Yah, mereka berdua adalah detektif terkenal di Moskow, Polandia. Kasus-kasus pembunuhan yang sering dimintai bantuan Inspektur Renji untuk ditangani, selalu berhasil dipecahkan oleh kolaborasi pikiran mereka berdua. Kita lihat saja, kali ini apakah mereka berdua akan berhasil lagi memecahkan salah satu kasus rumit, yang menjadi inti dari cerita ini. Nanti, kalian nilailah sendiri.
“Berpikir adalah kuncinya. Modal terbesar yang sudah ditabung rapi di dalam saham logika mereka yang bernama otak. Bukan begitu, Detektif Bee?” suara Inspektur Renji dari kejauhan. “Otak dengan tampungan genius, yang dimana polisi tak mampu berada dalam sudut pandang pelaku.” “Ya, penilaian yang baik, Inspektur, aku harap kita tidak akan terlibat kasus yang sulit dan manipulatif, benar, kan, Briel?” Detektif Bee menayangkan senyuman semringah ke arah Nona Briella dan mematikan ponselnya. “Aku juga merasa kenyang sekali. Paris tidak apa-apanya dibanding masakan tempat ini, Moskow tercinta. Dan sekarang, sudah selarut ini, astaga! Pertunjukkan pelatihan pembukaan Mrs. Key untuk esok, akan di lakukan malam ini. Oh, aku akan pulang sekarang!” Sayangnya itu tak terjadi dengan mudah. Sayang juga, mereka hanya pasangan pekerjaan, bukan menjadi suatu harapan untuk dijodoh-jodohkan penggemar mereka. “Pergantian malam yang menarik untuk memulai kegiatan lain, kan?” Briella membuka dengan nada persahabatan. “Akan sangat merugikan untuk melihatnya dari TV saja, kita mungkin perlu melihat Mrs. Key langsung.“ Sudah lama mereka berdua tak memiliki waktu luang untuk hal-hal kecil seperti menonton konser. Biasanya tiada hari tanpa kasus, terutama pembunuhan. Belum sempat menjawab, Bee mendadak ditabrak seorang wanita paruh usia yang begitu buru-buru berlari usai keluar dari mobilnya. “Apakah Anda baik-baik saja?” “Astaga, perhatikan jalanmu!” Bee protes kecil. “Maaf, aku... oh, ma-maaf, Tuan,” ucap wanita itu berat seperti orang yang asmanya kambuh. Ketika wanita itu membenarkan tatapannya, ia menampakkan pandangan telah mengenali. “Detektif Bee? Kau Detektif Bee, kan?” “Nyonya Smith? Kebetulan sekali bertemu di sini,” kata Briella sedikit bergairah. “Opposite Briella juga?” Mendadak, ponsel Bee kembali bergetar. “Halo, ini Detektif Bee. Aku baru saja selesai menelepon Inspektur Renji. Apa ada hal lain lagi yang perlu dikatakan?” “Ya, ini dari Bagian Investigasi Polisi. Detektif Bee, bisakah Anda datang ke rumah Mrs. Key?” Telepon terputus secara mendadak. “Kenapa terputus?” “Ada apa, Bee?” tanya Briella. “Ah, itu... ngomong-ngomong Nyonya Smith, tadi Anda berpikir kenapa aku di sini? Oh, itu tidak penting. Kita harus ke rumah Anda, kan?” “Jadi, mereka sudah di sana, ya? Hah... jika tahu begitu aku tak akan terbiri-birit menuju kantor mereka,” keluh Nyonya Smith. “Kau dalam kasus apa, Nyonya Smith?” “Dia terlibat kasus?” tanya Briella. “Benar, aku juga tak mengerti karena sinyal mendadak seperi bandit. Tapi baiklah, kau dapat mengandalkanku, Nyonya Smith,” Bee memberi kesan pernyataan sangat percaya diri. “Tetapi, kenapa Anda tak menelepon petugas polisi dari rumah? Lalu... kenapa Anda terburu-buru?” “Ah, itu... aku hanya terlalu fokus sehingga lupa melihat ketika berbelok. Pikiranku kacau akhir-akhir ini. Bahkan aku tadi mencari keberadaan adikku, Key. Aku pikir bisa langsung memberitahu polisi di kantornya sekaligus melihat adikku di studio latihannya. Ditambah lagi...” “Lalu, kenapa Anda harus berlari? Apa Anda tidak tahu kalau Mrs. Key memiliki jadwal latihan untuk pembukaan konser besok malam?” potong Briella, memberikan pertanyaan yang menciptakan tekanan di wajah wanita setengah tua itu. “Aku...” keraguan hadir dalam ucapan si wanita tua. Laju perkataannya yang belum juga menemukan muaranya hingga lima belas detik, memberi jawaban kasat seakan ada yang disembunyikan. “Aku hanya bingung dengan orang-orang di rumah.” “Benarkah?” tanya Bee. “Penarikan perdana, Nyonya Smith,” kata Briella menunjukkan satu benda yang dikeluarkan dari jaket warna ungunya. Corak malam. “Apa maksudmu?” Briella mengeluarkan satu tiket konser Mrs. Key besok malam. Itu adalah hari dimana Mrs. Key akan mewujudkan impian bersama dengan Nyonya Smith. Tiket itu sekaligus memberikan jawaban pada wanita lima puluh tahun itu. Membuat Briella tak perlu menjawab lagi. Bee yang nampak heran, terpancing memberikan pertanyaan, ia seolah seperti orang yang baru saja menerima pesan penting. “Kita bergegas, Nyonya Smith,” pinta Bee. “Sesuai pesan dari kepolisian, kata mereka Anda telah melaporkan kasus kehilangan dan kebobolan. Apa yang telah hilang darimu, Nyonya Smith?” “Oh, itu... itu adalah kalung berharga milikku.” “Pemberian suamimu?” “Suamiku sudah lama tidak pulang dan dia lah yang memberikan kalung itu.” “Begitu.” “Ya.” “Aku diminta untuk membawa Anda kembali ke rumah.” “Tentu saja.” “Ya. Aku kebetulan bertemu Anda dan langsung memberitahu mereka melalui pesan, kalau Anda sedang bersamaku. Sekarang pukul 20.41. Mungkin tidak terlalu malam untuk ke lokasi. Tetapi, mengapa Anda harus keluar rumah, Nyonya Smith?” “Hmm... aku sebelumnya berpikir para polisi itu terlalu lama. Jadi aku keluar berniat menuju kantor mereka dan melaporkan kalau kalungku telah dicuri. Tetapi yah, jika mereka telah berada di sana, kita lebih baik berbenah.” Briella yang sedari tadi diam, melihat tiket konser di tangannya penuh kekecewaan. Dalam hatinya, “Mengapa harus ada kasus pengganggu lagi? Aku pikir ini benar-benar weekend khusus untuk Opposite sepertiku.” “Kau kenapa, Briella?” tanya Bee. “Hmmm,” Briella menampilkan wajah setengah lemas. Bee yang peka menjawab, “Kita masih punya waktu liburan lusa depan, kan?” Briella hanya senyum. Senyum terpatri. Penuh maksud dan definsi. Entah apa maksudnya. Nyonya Smith kemudian berbenah, melangkah ke arah mobilnya lagi. “Kita jadi ke sana, kan?” tanyanya. “Apa kita perlu membeli tiket konser Mrs. Key lebih banyak lagi?” “Haha, kita kesana, Nyonya Smith,” kata Briella sambil memasukkan tiket konser yang baru ia beli bersama Bee ke dalam saku jaket. *** Mereka menuju kediaman Nyonya Smith. Penjaga malam di depan rumah menghampiri. Mereka seperti baru saja mengalami masalah kecil. “Ada apa?” Bee membuka pertanyaan sebelum memutuskan masuk ke dalam. “Eh, itu... Detektif Bee, apa yang membuat Anda datang kemari?” tanya salah seorang dari tiga penjaga. Ia mematikan senternya. “Kami baru saja melihat Mrs. Key keluar menggunakan masker.” “Lantas apa yang salah dengan itu?” Briella kali ini yang bertanya. “Kalian pasti sedang tidak hanya membicarakan masker, kan?” Penjaga tadi menjawab dengan masih menyimpan sisa ketakutan, “Tidak, memang tidak. Kami terkejut karena para polisi mendadak hadir bersamaan dengan kepergian Mrs. Key dan rumah yang dibobol.” Bee yang mendengar itu spontan berlari masuk ke dalam. Namun Nyonya Smith entah kenapa memilih bersikap biasa saja. Ia dengan santai tetap masuk menyusul. Di dalam memang sudah ada beberapa petugas polisi. Divisi satu. Bee melihat pecahan kaca jendela, lampu meja belajar yang terjatuh, dan dompet yang tergelatak di lantai. Petugas memberitahu jika mereka sengaja membiarkan semuanya tak tersentuh dulu, agar mudah dalam memahami situasi dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. “Aku memang melaporkan kasus pencurian pada polisi,” ucap Nyonya Smith yang diarahkan pada para penjaga rumahnya. Para penjaga terkejut. Kekhilafan hadir di wajah mereka serempak. Ada kebetulan yang tak disangka mereka. Dua orang penjaga berlari keluar. “Kami akan memeriksanya,” ucap salah satu dari dua penjaga. “Tapi... sejak kapan ada kasus pencurian?” penjaga tersisa bertanya. “Bukankah kalian tak ada di luar rumah saat sensor infraret rumah rusak?” Penjaga itu terdiam sejenak, lalu berucap, “Oh, benarkah? Kami merasa semuanya aman-aman saja saat kami masih melihat Mrs. Key. Kami kemudian melihat Anda keluar menggunakan mobil terburu-buru.” “Justru itu, kalian tidak benar-benar memperhatikan keadaan... sehingga tidak menyadari ada yang memecahkan jendela belakang rumah. Pelaku yang mencuri kalungku merusak sensor infraretnya,” Nyonya Smith protes kecil. “Aku jadi harus terpaksa menuju kantor polisi karena telepon diputuskan si pencuri itu. Bahkan aku tak lagi melihat Mrs. Key saat itu.” “Saat itu, kami berbicara dengan Tuan Modi yang ingin menemui Mrs. Key.” “Tuan Modi, siapa dia?” tanya Bee. “Dia produser yang membantu pengeluaran album Mrs. Key. Sejak Mrs. Key masih bekerja sebagai LC di kafe de flore, Perancis, Tuan Modi melirik dan membuat Mrs. Key seterkenal sekarang.” Seseorang mendadak masuk. Gadis cantik berpakain kasual. Ia memandangi situasi rumahnya yang mendadak ramai. Pertanyaan pada wajahnya seperti tertahan. Ada sikap yang biasa-biasa saja sebelum pertanyaan pemicu itu keluar. “Dimana ibuku?” “Tania, kau sudah pulang,” ucap seorang pembantu rumah tangga yang baru saja keluar dari arah dapur. “Bibi Keri, ibu...” gadis bernama Tania itu menyatukan kedua telapak tangannya, menandakan kekhawatiran yang baru saja tercipta. “Ibu tak ada di rumah.” “Mengenai itu... kau tak perlu khawatir, Tania” Bibi Keri bertanya yang terlihat seperti bukan ekspresi terkejut, melainkan penasaran biasa. “Sebelum aku mendengar suara pecahan kaca jendela, Mrs. Key sedang berbicara dengan Tuan Modi. Aku rasa mereka pergi keluar. Penjaga, apa kalian melihat Mrs. Key keluar bersama Tuan Modi usai mereka berbicara di dalam rumah?” “Kau tak perlu menanyakan soal itu pada mereka, Bibi Keri. Mereka bahkan tak menyadari jika aku kesusahan mencari mereka ketika sinar infraret itu rusak,” kata Nyonya Smith dengan wajah kesal.” “Ada yang aneh,” ucap Briella. “Kau menyadari sesuatu, Briel?” tanya Bee. “Halo, ini dari kepolisian Moskow,” salah seorang polisi tengah berbicara pada seseorang di kejauhan. “Apa kau serius? Mrs. Key...” “Apa yang terjadi?” Bee bertanya dengan nada tinggi. “Mrs. Key kenapa, Polisi?” “Detektif Bee... Mrs. Key, beliau ditemukan meninggal oleh Tuan Modi di ruangan latihannya untuk konser besok.”Detektif Bee menoleh sedikit ke arah jendela yang pecah. Ada perasaan membaur yang mungkin jadi pencetus gerak hatinya. Ia mendekati area serpihan kaca. Mendongak keluar, matanya, melototi tanah luar rumah, dan menganggukkan kepala pelan seperti telah mengerti satu hal kecil. Satu hal mendasar yang hanya bisa keluar dari cahaya analisisnya.“Sebelumnya, kami memanggi Mrs. Key dari luar namun tak ada jawaban. Sinar alarm infraretnya pun masih bagus, tak ada kesalahan,” terang si petugas. “Kami bahkan sampai berteriak dan memberitahu Mrs. Key, kami akan membuka pintunya.“Lalu?” tanya Inspektur Renji.“Saat akan membuka pintu, Mrs. Key mendadak muncul dan berkata dia dari ruangannya. Bibi Keri saat itu pulang dan bertanya apa yang terjadi. Hal yang membuat kami kaget.”“Kehadiranku?” tanya Bibi Keri tak percaya. “Kalian terkejut dengan kehadiranku?”“Apa kau lupa Bibi? Mrs. Key saat itu sedang memakai masker dan kita sama-sama terkejut di depan pintu luar. Kebiasaan yang jarang terjadi
Detik berikutnya, udara berbeda dan lebih segar. Inspektur Renji meninggalkan Briella dan Bee yang pulas dan sejenak tak henti-hentinya berpikir semalaman. Bee sebelumnya meminta semuanya tidur saja.Bee mencari posisi Briella, ada hal yang ingin disampaikan. Cerita yang semestinya. Alasan yang harus dikaitkan. Semalaman memandangi jenazah Mrs. Key, Bee merasa ada yang janggal dengan wajah Mrs. Key. Penuh kerutan.“Seperti diracun,” gumam Briella.“Tidak, kemungkinan dari cara itu kecil,” Bee menyimpulkan singakt. “Jika hanya tetap terjaga dan tidak tidur, apakah kita bisa memikirkan cara agar pelaku terlihat unsur-unsur kecilnya? Briella tersenyum, memandangi punggung Bee yang tengah menatap ke luar jendela yang pecah. “Ada yang aneh bukan... dengan cara pecahnya kaca jendela itu? Itu hal yang jadi alasan kau berulang kali memandanginya saat semua orang masih berkumpul di sini."Ada apa? Apa ada hal yang perlu kau curigai dari pikiranku kali ini, Brilel?" Bee bertanya tiba-tiba, meny
“Ha, ha! Aku hanya bercanda, Tania,” kata Bee tanpa beban. Briella semringah sementara Tania entah kenapa seolah menganggap ucapan Bee sebelumnya adalah keseriusan, meskipun telah diberitahu seperti itu.Inspektur Renji mendadak hadir kembali. Hadir secara mengejutkan. Sebuah pergelaran kecil seperti akan keluar dari tubuh kekarnya.“Bagaimana hasil otopsinya, Detektif Renji?”“Yah, terukur, namun penuh pembodohan.”“Maksudnya?”“Ada bekas cekikan, namun juga ada bekas luka tembakan.”“Hmmm... benar-benar seperti dugaanku. Memang ada manipulasi situasi yang sengaja dibuat pelakunya. Aku rasa itu adalah dua hal yang sengaja ditinggalkan pelaku secara alami.”“Dilakukan setelah Mrs. Key meninggal, begitu, kan, maksudmu?” kata Briella.“Benar, tapi bisa juga ada perlawanan dari Mrs. Key dan akhirnya pelaku terpaksa menembaknya. Em, bagaimana dengan sidik jari di leher?”“Tidak ada,” jawab Inspektur Renji. “Semuanya hilang. Pelaku memang menghapusnya, atau ia memakai sarung tangan.”“Ha,
Detektif Bee melihat ke arah ruang kosong yang lain. Ia bertanya pada Tuan Modi, "Apa ada ruangan lainnya?"Tuan Modi hanya menjawab, "Ruangan apa yang Anda maksud, kan?"Detektif Bee tak langsung menjawab, ia malah menunjuk ke sisi lain gedung teleskop."Sudah mengerti?" kata Detektif Bee mengayunkan pertanyaannya pada semua orang. "Banyak retakan di sini. Retakannya tidak teratur.""Lalu apa hubungannya dengan kematian Mrs. Key?" Briella bertanya. "Jika ini adalah retakan alami, bisa jadi ini tercipta dari karatan. Ini seperti... ah, benar!"Orang-orang serempak teralihkan ke arah Briella."Pembunuhan terbaik selalu berupaya meninggalkan alibi yang masuk akal," lanjut Briella."Kami tidak mengerti, Opposite Briella. Inikah yang disebut dengan...""Ada pengalihan isu," jawab Briella memotong laju perkataan Inspektur Renji. "Apa itu yang ingin kau katakan, Bee?"Bee mengangguk, "Bisa jadi. Tetapi ini baru menjadi spekulasi saja. Tuan Modi, dimana kau kehilangan Mrs. Key pertama kali m
Di kisaran jarak yang cukup jauh, hanya Bee, Briella, dan tiga penjaga rumah Mrs. Key yang kembali ke rumah kejadian. Inspektur Renji dan yang lainnya bersama Tania, kembali ke ruang kantor. Nyonya Smith kini bergiliran waktu dengan Tania dan sudah dijemput Inspektur Renji, untuk kembali ke rumah. Sebuah pertanyaan sudah disiapkan Bee dengan segala konsekwensinya.Jika mengakui adrenalin para kandidat dalam pikiran Bee, maka mungkin Briella bisa mengimbangi itu. Nyonya Smith melangkahkan kaki dengan gemetar. Ada pikiran acak-acakan yang mungkin coba dilindungi oleh Bee. Nyonya Smith duduk lebih dulu di sofa ruangan tengah. Ia sadar, akan ada pertanyaannya yang sulit dijawab. "Apa aku harus menjadi orang pertama yang ditanya?" tanya Nyonya Smith membuka. "Tidak juga, Tuan Modi telah menjadi pertama," jawab Bee. "Apa?" Nyonya Smith entah kenapa bertanya dengan penuh tekanan. "Di mana?" "Suatu gedung yang biasa menjadi tempat orang-orang menggunakan teleskop gratis." Mendengar itu,
“Apakah baik terlalu cepat menuduh begitu, Tuan Bee yang budiman?” ketus Nyonya Smith. Memang, ada yang aneh dari cara Nyonya menjawab setiap pertanyaan.“Kau terlalu memaksakan alibi, Nyonya Smith,” kata Briella membela. “Apa kami boleh bertemu dengan Tuan Morismith? Maksudku Tuan Mori.”Mendengar itu, Bee sontak bertanya ke Briella, “Kenapa secepat itu? Kau yakin sudah waktunya?”“Kita tak punya banyak waktu, Bee. Malam konser itu akan diadakan segera.”“Ya sudah.”“Tunggu,” kata Nyonya Smith. “Memangnya suamiku kenapa, apa yang menjadi alasan ia terlibat?”“Tidak ada apa-apa,Nyonya Smith. Tidak ada maksud mengatakan kalau Tuan Morismith terlibat. Kami hanya ingin memastikan sesuatu. Sesuatu yang lebih hebat dari hal-hal tak terduga,” ucap Bee.“Apa maksudnya itu?”“Bukan apa-apa. Kami biasa melakukan hal seperti ini dalam menangani kasus. Ada hal-hal yang di luar pemikiran biasa, jadi... mohon untuk dimaklumi, Nyonya Smith. Kita perlu melihat segala kemungkinannya. Kematian Mrs. Ke
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan, Tuan Bee? Apakah kau ingin mengatakan aku adalah pelakunya? Aku mencuri kalungku sendiri? Begitu? Heh, hal bodoh untuk seorang yang terkenal sepertimu?""Kau sendiri yang mengatakannya barusan. Apa ini adalah kasus sulit yang memang diciptakan untuk menandingi kecerdasaan kami berdua, Nyonya Smith?""Oh?" Nyonya Smith entah kenapa terperangah kecil."Briella, kembali ke tempat itu dan kumpulkan kata-kata kunci yang aku kirimkan nanti. Kemudian kau urutkan lah seperti biasa.""Baik, aku akan kesana dan mengurutkannya secepat mungkin."Dan Briella pun pergi. Penjaga menawarinya untuk diantar namun ditolak. Inspektur Renji rupanya telah menanti di depan. Bee mengirimkan pesan diam-diam sebelumnya ke Inspeksi Renji diam-diam."Apa kita lanjutkan sedikit sampai Tuan Mori pulang?" tanya Bee kembali membuka. "Maksudku, apa ada hal-hal lain sebagai alibi masing-masing sebelum Tuan Morismith kemari?""Anda sudah menghubunginya diam-diam?" tanya Bibi Keri
Tuan Mori tiba, ia membawa tas besar yang entah apa isinya. Ia melihat Bee dengan tatapan biasa-biasa saja."Kau sudah di sini, Tuan Mori," kata Bee membuka."Apa yang...""Mungkin Anda terkejut, jadi mohonlah duduk sebentar dan mencoba untuk tenang. Anda lelah kelihatan, jadi mungkin Bibi Keri bisa mengambil beberapa minuman untukmu.""Bibi Keri," pinta Nyonya Smith."Iya, tunggu sebentar.""Jadi, apa yang perlu dicemaskan di sini? Aku memang sedang dalam perjalanan kemari, namun entah kenapa petugas polisi mendadak meneleponku agar segera pulang. Benar-benar tidak efektif. Benar, kan, Detektif Bee?""Oh, Anda sudah mengenali aku ternyata.""Astaga, mana ada di Moskow ini yang tidak tahu siapa dirimu.""Kalau begitu, apakah aku bisa menggunakan statusku dengan baik sebagai pemberi pertanyaan?""Ya, jika itu memang perlu dilakukan. Aku akan menjawabnya.""Jadi, kau sudah mengetahui kematian Mrs. Key?"Tuan Mori sontak terkejut, entah itu ekspresi alami atau tidak."Melihat dari ekspres
“Ya, dan sekarang kau masih ingin seperti ini selamanya? Berangkat sekarang pejuang pendidikan!”“Oh?”“Aku akan meneruskan kisahku yang tertunda. Hanya saja, kau akan berperan berbeda dan menjadi dosenku, Big Bos!”"Kita benar-benar akan menulis kisah kedua? Harusnya kita mengalami yang namanya dilema terlebih dulu. Bukankah cerita pertama, adalah rangkaian kejadian dan mimpi mengenaskan kita yang akhirnya tercapai sementara?""Kau berlebihan dalam memikirkannya semuanya. Cerita tak harus indah selamanya. Untuk bagian kedua, kita buat saja pelan-pelan mengenai masa-masa kita di Melbourne ini, Bee.""Jika hanya menceritakan rasa nyaman, orang-orang tak akan suka.""Bukankah mereka
Aku mengingat sebuah kisah yang pernah kubaca pada suatu malam yang dingin banyak semilir angin. Judulnya fiksi sebuah kampus. Aku rasa bisa menghibur teman di sebelahku untuk menutup cerita ini sampai beberapa halaman ke depan. Menari bila terlalu membahas itu dan rasanya sulit jika mengulangnya terus-menerus.Baiklah, kita kembali ke duniaku. Pada titik dimana semuanya belum wangi secara internal. Kita memungkin diri berkerumun di balik detik. Waktu itu berada dalam sebuah labirin kebingungan dan keputusasaan.Berusaha menemukan sahabatku yang hilang dan katanya sudah melewati banyak kenangan di setia lapisan langit bernama Room Nakama, seperti sedang menyiapkan pesanan kopi dari kedai di bumi yang lain, berukuran kecil, dan terhubung melalui sebuah ponsel alam semesta. Di sebuah kedai kecil itu, kami memadukan pertemuan berdasarkan pesana dalam percakapan di WhatsApp me
“Kita bisa menerima itu dengan baik, Teman. Mungkin benar, semakin luas lingkaran pertemanan kita, makan akan semakin palsu lah diri kita. Aku mengakui itu sebagai sebuah daya tarik tersendiri bagi para manusia yang merasa dirinya paling benar dan hebat. Tak ada sudut pandang beragam dalam dirinya untuk bisa menilai dan melihat kualitas hati dan pikiran orang lain. Padahal kemampuan psikologi semacam itu sangat menguntungkan bagi mereka yang sadar.”“Tidak semuanya menurutku. Sekedarnya saja jika memang sebagian para bocah itu merasa heran dengan kehidupan konvensional semacam itu. Mungkin baik jika diteruskan dengan modal semangat dan impian besar.”“Benar adanya, kita bisa memaksimalkan keunggulan itu sebagai peluang yang maksimal.”“Maksudmu, kau ingin membawaku kesana? Di mana tempat berkumpulnya para bocah cerdas penuh mimpi itu?”“Di suatu sudut desa yang dekat dengan pantai. Banyak pekerja lepas
Anak remaja melintasi sebuah kota mati yang sudah tak berpenghuni. Mereka tiada takutnya sama sekali. Hari ini rasanya sulit bagi salah satu dari mereka menemukan kebahagiaan yang sama seperti dulu. Orang tua mereka telah merantau entah kemana. Meninggalkan jejak yang sulit dihapus. Luka yang tak mudah dibumbui kasih sayang orang lain lagi.Hanya sahabat kecilnya saja yang melucu satu sama lain dan masih bisa untuk saling percaya. Mereka tidak sebatang, hanya sendiri dalam status berbeda. Tak ada kartu tanda penduduk yang melekat dalam status keseharian mereka.Lagipula, untuk apa? Mereka tak membutuhkan itu sama sekali. Jauh dari sudut dunia yang tak bisa dijangkau dan dianalisa. Meski perubahan selalu mereka dengar, tak lantas mengembalikan semua yang pernah hancur. Tapi tak mengapa, yang terpenting adalah... mereka bahagia. Aku mengamati itu sebagai seorang anak remaja yang telah melihat banyak sekali kematian.Rasanya aku pernah melintas beberapa lapis langit dan itu sangat menyen
"Ah, tidak. Nanti juga kau akan mendengarnya langsung dari Beliau."Buu saat itu aku rasakan sedang bercampur perasaan senang dan sedih. Dia itu penyayang. Beliau aku rasa memang menanamkan sifat itu padanya. Terbukti dengan pada lote yang ia urus dengan tulus. Ada hal yang belum ingin ia katakan padaku.Itu haknya prerogatif yang Beliau berikan padanya kurasa. Ia bisa mengatakannya langsung dan tidak menahannya seperti saat aku masih berbicara padanya melalui ponsel langit.Ada sesuatu yang ia pikir kurang baik bagiku jika ia menyampaikannya. Tak sabar jadinya aku bertemu Beliau jika melihat sikap Buu yang demikian random. Aku memilih menghargainya, jadi aku tetap berusaha bersikap wajar dan biasa saja, seolah tidak ada rasa penasaran yang berlebihan dari warna ekpresiku."Baiklah, Nyet. Silahkan masuk. Sampaikan salam ku pada Beliau, bicaralah yang baik, dan tetap lah berusaha menjalani peran manusiamu di zaman penutup itu dengan jujur."Aku sema
Meo mengerti dengan sangat cekatan. Ia muncul dan berlari memanggil kami berdua. Ia menggemaskan. Aku dan Pere lalu mengucapkan selamat datang dan mari kita pulang padanya. Pere langsung melesat lagi dengan kecepatan penuh. Keluar dari bumi keenam. Meo melihat bumi tempat ia tinggal itu dari atas langit, sambil perlahan-lahan akan tertidur di pangkuanku.Kami pun tiba di bagian lapis langit yang memiliki pintu. Tak langsung terbuka. Pere melihat ke arahku dan meminta Meo untuk menempelkan telapak tangannya. Aku pun membangunkan Pere perlahan dan berkata pada kalau kita telah sampai usai. Ia reflek dan nampak memang mengerti apa yang harus dilakukan. Ia menempelkan telapak tangan kanannya.Dan ya, pintu itu terbuka. Cahaya keluar dari pintu itu, Pere bergegas masuk. Kami pun disuguhi pemandangan yang luar biasa nan indah. Tak ada planet apapun di langit ke tujuh. Semuanya d
"Jangan biarkan hal itu merenggutmu. Kita perlu punya akses ke ruang berpikir kita sendiri. Dengarkan aku baik-baik soal ini. Rima setiap semesta dan kisah hidup di dalamnya tak pernah habis. Itu lah alasanmu bisa melihat masa lalu yang rumit itu dalam waktu bersamaan. Bahkan bila jantung berhenti, roh bertabur di dalam perkataan yang pernah dicatat oleh para malaikat.""Apa kita akan bertemu lagi? Aku rasa iya. Namun dalam seri hidup yang berbeda. Film kisah nyata yang lain rasanya. Segalanya ada pada diri kita yang Beliau titipkan. Bahkan bila aku menganggap kita tak akan pernah pergi. Tidak tahu kapan dan di mana. Di bagian bumi dan semesta ke berapa. Mungkin nanti aku jadi pebisnis kaya raya."Pere tertawa kecil. Itu adalah susunan yang bagus dari suatu profesi. Aku tidak mau sembarang mengeluarkan kantukku yang terakhir. Juga tidak ingin asal mengucap. Akan selalu kutunggu, Pere yang baik dan penurut pada Beliau. Semoga aku tidak terperanjat dalam dosa yang buruk.
Kami turun di kota yang tak biasa. Menarik. Menumbuhkan kepercayaan diri luar biasa. Sesekali kami bersemangat dengan cara berbeda sambil memandangi semua yang bisa dinikmati oleh mata. Ada baiknya rencana kami dalam menemukan Meo berjalan dengan baik dan sehat.Jika Pere kenapa-napa karena terpaksa turun ke bawah permukaan, aku tidak tahu harus menjelaskan apa pada Buu nantinya. Jika sulit bagiku untuk menganalisa kemungkinan posisi Pere, maka tak ada jalan lain selain terbang dan melihat dari atas lagi. Saat melewati permukaan Bumi keenam aku sudah berganti peran kepada yang utama, yaitu Monyet baik.Tapi jika diperlukan, aku akan kembali menggunakan tubuh Kecoa itu. Seekor Monyet berjalan di tengah keramaian kota yang penuh manusia sangat lah tidak baik. Bahkan jika memungkinkan, semua yang terjadi harusnya bisa lebih baik untuk di jalani. Meo kemungkinan ada di sekitar
Jalan yang begitu sulit itu terdeteksi rapuh, tak memadai untuk terus-menerus bagiku terlalu berharap pada kemampuan Pere. Tapi dia beda, ada kemampuan di luar nalar mahluk hidup yang Beliau hadirkan padanya. Diciptakan khusus untuknya. Kedua kakiku berat rasanya. Bulu-bulunya serasa akan beterbangan namun untungnya akarnya masih kuat, tertanam di dalam pori-pori kulit.Bahkan saat betisku terasa gatal, aku tidak punya waktu untuk sekedar menggaruknya. Dikarenakan kecepatan Pere berkali lipat dari sebelumnya. Ini adalah mode penuhnya.Aku juga tidak ingin mengatakan apapun dulu sehingga menggangu fokusnya melawan gravitasi. .Perkara beda zaman dan beda bahasanya, membuatku sadar betapa indahnya keadaan yang diciptakan dengan cahaya. Memang apa yang aku katakan pada Pere juga menjadi cermin kehidupan. Tidak cuma sebagian atau sebelah saja. Sesuatu yang saling berdekatan. Sangat rapat. Sesuatu di di dalam diri kita sendiri.Ketika seseorang lebih suka deng