Malam Rabu pukul 20.40, Detektif Bee melewati jalan yang ramai bersama rekannya Briella, yang adalah seorang hacker. Mereka berdua membeli dasi kupu-kupu yang dipesan khusus sebagai alat penyadap suara. Yah, mereka berdua adalah detektif terkenal di Moskow, Polandia. Kasus-kasus pembunuhan yang sering dimintai bantuan Inspektur Renji untuk ditangani, selalu berhasil dipecahkan oleh kolaborasi pikiran mereka berdua. Kita lihat saja, kali ini apakah mereka berdua akan berhasil lagi memecahkan salah satu kasus rumit, yang menjadi inti dari cerita ini. Nanti, kalian nilailah sendiri.
“Berpikir adalah kuncinya. Modal terbesar yang sudah ditabung rapi di dalam saham logika mereka yang bernama otak. Bukan begitu, Detektif Bee?” suara Inspektur Renji dari kejauhan. “Otak dengan tampungan genius, yang dimana polisi tak mampu berada dalam sudut pandang pelaku.” “Ya, penilaian yang baik, Inspektur, aku harap kita tidak akan terlibat kasus yang sulit dan manipulatif, benar, kan, Briel?” Detektif Bee menayangkan senyuman semringah ke arah Nona Briella dan mematikan ponselnya. “Aku juga merasa kenyang sekali. Paris tidak apa-apanya dibanding masakan tempat ini, Moskow tercinta. Dan sekarang, sudah selarut ini, astaga! Pertunjukkan pelatihan pembukaan Mrs. Key untuk esok, akan di lakukan malam ini. Oh, aku akan pulang sekarang!” Sayangnya itu tak terjadi dengan mudah. Sayang juga, mereka hanya pasangan pekerjaan, bukan menjadi suatu harapan untuk dijodoh-jodohkan penggemar mereka. “Pergantian malam yang menarik untuk memulai kegiatan lain, kan?” Briella membuka dengan nada persahabatan. “Akan sangat merugikan untuk melihatnya dari TV saja, kita mungkin perlu melihat Mrs. Key langsung.“ Sudah lama mereka berdua tak memiliki waktu luang untuk hal-hal kecil seperti menonton konser. Biasanya tiada hari tanpa kasus, terutama pembunuhan. Belum sempat menjawab, Bee mendadak ditabrak seorang wanita paruh usia yang begitu buru-buru berlari usai keluar dari mobilnya. “Apakah Anda baik-baik saja?” “Astaga, perhatikan jalanmu!” Bee protes kecil. “Maaf, aku... oh, ma-maaf, Tuan,” ucap wanita itu berat seperti orang yang asmanya kambuh. Ketika wanita itu membenarkan tatapannya, ia menampakkan pandangan telah mengenali. “Detektif Bee? Kau Detektif Bee, kan?” “Nyonya Smith? Kebetulan sekali bertemu di sini,” kata Briella sedikit bergairah. “Opposite Briella juga?” Mendadak, ponsel Bee kembali bergetar. “Halo, ini Detektif Bee. Aku baru saja selesai menelepon Inspektur Renji. Apa ada hal lain lagi yang perlu dikatakan?” “Ya, ini dari Bagian Investigasi Polisi. Detektif Bee, bisakah Anda datang ke rumah Mrs. Key?” Telepon terputus secara mendadak. “Kenapa terputus?” “Ada apa, Bee?” tanya Briella. “Ah, itu... ngomong-ngomong Nyonya Smith, tadi Anda berpikir kenapa aku di sini? Oh, itu tidak penting. Kita harus ke rumah Anda, kan?” “Jadi, mereka sudah di sana, ya? Hah... jika tahu begitu aku tak akan terbiri-birit menuju kantor mereka,” keluh Nyonya Smith. “Kau dalam kasus apa, Nyonya Smith?” “Dia terlibat kasus?” tanya Briella. “Benar, aku juga tak mengerti karena sinyal mendadak seperi bandit. Tapi baiklah, kau dapat mengandalkanku, Nyonya Smith,” Bee memberi kesan pernyataan sangat percaya diri. “Tetapi, kenapa Anda tak menelepon petugas polisi dari rumah? Lalu... kenapa Anda terburu-buru?” “Ah, itu... aku hanya terlalu fokus sehingga lupa melihat ketika berbelok. Pikiranku kacau akhir-akhir ini. Bahkan aku tadi mencari keberadaan adikku, Key. Aku pikir bisa langsung memberitahu polisi di kantornya sekaligus melihat adikku di studio latihannya. Ditambah lagi...” “Lalu, kenapa Anda harus berlari? Apa Anda tidak tahu kalau Mrs. Key memiliki jadwal latihan untuk pembukaan konser besok malam?” potong Briella, memberikan pertanyaan yang menciptakan tekanan di wajah wanita setengah tua itu. “Aku...” keraguan hadir dalam ucapan si wanita tua. Laju perkataannya yang belum juga menemukan muaranya hingga lima belas detik, memberi jawaban kasat seakan ada yang disembunyikan. “Aku hanya bingung dengan orang-orang di rumah.” “Benarkah?” tanya Bee. “Penarikan perdana, Nyonya Smith,” kata Briella menunjukkan satu benda yang dikeluarkan dari jaket warna ungunya. Corak malam. “Apa maksudmu?” Briella mengeluarkan satu tiket konser Mrs. Key besok malam. Itu adalah hari dimana Mrs. Key akan mewujudkan impian bersama dengan Nyonya Smith. Tiket itu sekaligus memberikan jawaban pada wanita lima puluh tahun itu. Membuat Briella tak perlu menjawab lagi. Bee yang nampak heran, terpancing memberikan pertanyaan, ia seolah seperti orang yang baru saja menerima pesan penting. “Kita bergegas, Nyonya Smith,” pinta Bee. “Sesuai pesan dari kepolisian, kata mereka Anda telah melaporkan kasus kehilangan dan kebobolan. Apa yang telah hilang darimu, Nyonya Smith?” “Oh, itu... itu adalah kalung berharga milikku.” “Pemberian suamimu?” “Suamiku sudah lama tidak pulang dan dia lah yang memberikan kalung itu.” “Begitu.” “Ya.” “Aku diminta untuk membawa Anda kembali ke rumah.” “Tentu saja.” “Ya. Aku kebetulan bertemu Anda dan langsung memberitahu mereka melalui pesan, kalau Anda sedang bersamaku. Sekarang pukul 20.41. Mungkin tidak terlalu malam untuk ke lokasi. Tetapi, mengapa Anda harus keluar rumah, Nyonya Smith?” “Hmm... aku sebelumnya berpikir para polisi itu terlalu lama. Jadi aku keluar berniat menuju kantor mereka dan melaporkan kalau kalungku telah dicuri. Tetapi yah, jika mereka telah berada di sana, kita lebih baik berbenah.” Briella yang sedari tadi diam, melihat tiket konser di tangannya penuh kekecewaan. Dalam hatinya, “Mengapa harus ada kasus pengganggu lagi? Aku pikir ini benar-benar weekend khusus untuk Opposite sepertiku.” “Kau kenapa, Briella?” tanya Bee. “Hmmm,” Briella menampilkan wajah setengah lemas. Bee yang peka menjawab, “Kita masih punya waktu liburan lusa depan, kan?” Briella hanya senyum. Senyum terpatri. Penuh maksud dan definsi. Entah apa maksudnya. Nyonya Smith kemudian berbenah, melangkah ke arah mobilnya lagi. “Kita jadi ke sana, kan?” tanyanya. “Apa kita perlu membeli tiket konser Mrs. Key lebih banyak lagi?” “Haha, kita kesana, Nyonya Smith,” kata Briella sambil memasukkan tiket konser yang baru ia beli bersama Bee ke dalam saku jaket. *** Mereka menuju kediaman Nyonya Smith. Penjaga malam di depan rumah menghampiri. Mereka seperti baru saja mengalami masalah kecil. “Ada apa?” Bee membuka pertanyaan sebelum memutuskan masuk ke dalam. “Eh, itu... Detektif Bee, apa yang membuat Anda datang kemari?” tanya salah seorang dari tiga penjaga. Ia mematikan senternya. “Kami baru saja melihat Mrs. Key keluar menggunakan masker.” “Lantas apa yang salah dengan itu?” Briella kali ini yang bertanya. “Kalian pasti sedang tidak hanya membicarakan masker, kan?” Penjaga tadi menjawab dengan masih menyimpan sisa ketakutan, “Tidak, memang tidak. Kami terkejut karena para polisi mendadak hadir bersamaan dengan kepergian Mrs. Key dan rumah yang dibobol.” Bee yang mendengar itu spontan berlari masuk ke dalam. Namun Nyonya Smith entah kenapa memilih bersikap biasa saja. Ia dengan santai tetap masuk menyusul. Di dalam memang sudah ada beberapa petugas polisi. Divisi satu. Bee melihat pecahan kaca jendela, lampu meja belajar yang terjatuh, dan dompet yang tergelatak di lantai. Petugas memberitahu jika mereka sengaja membiarkan semuanya tak tersentuh dulu, agar mudah dalam memahami situasi dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. “Aku memang melaporkan kasus pencurian pada polisi,” ucap Nyonya Smith yang diarahkan pada para penjaga rumahnya. Para penjaga terkejut. Kekhilafan hadir di wajah mereka serempak. Ada kebetulan yang tak disangka mereka. Dua orang penjaga berlari keluar. “Kami akan memeriksanya,” ucap salah satu dari dua penjaga. “Tapi... sejak kapan ada kasus pencurian?” penjaga tersisa bertanya. “Bukankah kalian tak ada di luar rumah saat sensor infraret rumah rusak?” Penjaga itu terdiam sejenak, lalu berucap, “Oh, benarkah? Kami merasa semuanya aman-aman saja saat kami masih melihat Mrs. Key. Kami kemudian melihat Anda keluar menggunakan mobil terburu-buru.” “Justru itu, kalian tidak benar-benar memperhatikan keadaan... sehingga tidak menyadari ada yang memecahkan jendela belakang rumah. Pelaku yang mencuri kalungku merusak sensor infraretnya,” Nyonya Smith protes kecil. “Aku jadi harus terpaksa menuju kantor polisi karena telepon diputuskan si pencuri itu. Bahkan aku tak lagi melihat Mrs. Key saat itu.” “Saat itu, kami berbicara dengan Tuan Modi yang ingin menemui Mrs. Key.” “Tuan Modi, siapa dia?” tanya Bee. “Dia produser yang membantu pengeluaran album Mrs. Key. Sejak Mrs. Key masih bekerja sebagai LC di kafe de flore, Perancis, Tuan Modi melirik dan membuat Mrs. Key seterkenal sekarang.” Seseorang mendadak masuk. Gadis cantik berpakain kasual. Ia memandangi situasi rumahnya yang mendadak ramai. Pertanyaan pada wajahnya seperti tertahan. Ada sikap yang biasa-biasa saja sebelum pertanyaan pemicu itu keluar. “Dimana ibuku?” “Tania, kau sudah pulang,” ucap seorang pembantu rumah tangga yang baru saja keluar dari arah dapur. “Bibi Keri, ibu...” gadis bernama Tania itu menyatukan kedua telapak tangannya, menandakan kekhawatiran yang baru saja tercipta. “Ibu tak ada di rumah.” “Mengenai itu... kau tak perlu khawatir, Tania” Bibi Keri bertanya yang terlihat seperti bukan ekspresi terkejut, melainkan penasaran biasa. “Sebelum aku mendengar suara pecahan kaca jendela, Mrs. Key sedang berbicara dengan Tuan Modi. Aku rasa mereka pergi keluar. Penjaga, apa kalian melihat Mrs. Key keluar bersama Tuan Modi usai mereka berbicara di dalam rumah?” “Kau tak perlu menanyakan soal itu pada mereka, Bibi Keri. Mereka bahkan tak menyadari jika aku kesusahan mencari mereka ketika sinar infraret itu rusak,” kata Nyonya Smith dengan wajah kesal.” “Ada yang aneh,” ucap Briella. “Kau menyadari sesuatu, Briel?” tanya Bee. “Halo, ini dari kepolisian Moskow,” salah seorang polisi tengah berbicara pada seseorang di kejauhan. “Apa kau serius? Mrs. Key...” “Apa yang terjadi?” Bee bertanya dengan nada tinggi. “Mrs. Key kenapa, Polisi?” “Detektif Bee... Mrs. Key, beliau ditemukan meninggal oleh Tuan Modi di ruangan latihannya untuk konser besok.”UPDATE SETIAP HARI PUKUL 09.30-10.00 waktu setempat. GIFT 300K bagi 5 (lima) pembaca tercepat TAPI BENAR menebak pelaku pembunuhan NYONYA KEY, sebelum BAGIAN PERTAMA SERI BERAKHIR (BAB 20+) Jawaban dikirim via email: accousticbee@gmail.com (bila mencapai bab 19) MARI LATIH LITERASI dan ANALISIS, maaf ya kalau author mungkin menyiksa pikiran readers, hehe. BANYAK ILMU DI DALAMNYA LOHHH!!
Detektif Bee menoleh sedikit ke arah jendela yang pecah. Ada perasaan membaur yang mungkin jadi pencetus gerak hatinya. Ia mendekati area serpihan kaca. Mendongak keluar, matanya, melototi tanah luar rumah, dan menganggukkan kepala pelan seperti telah mengerti satu hal kecil. Satu hal mendasar yang hanya bisa keluar dari cahaya analisisnya.“Sebelumnya, kami memanggi Mrs. Key dari luar namun tak ada jawaban. Sinar alarm infraretnya pun masih bagus, tak ada kesalahan,” terang si petugas. “Kami bahkan sampai berteriak dan memberitahu Mrs. Key, kami akan membuka pintunya.“Lalu?” tanya Inspektur Renji.“Saat akan membuka pintu, Mrs. Key mendadak muncul dan berkata dia dari ruangannya. Bibi Keri saat itu pulang dan bertanya apa yang terjadi. Hal yang membuat kami kaget.”“Kehadiranku?” tanya Bibi Keri tak percaya. “Kalian terkejut dengan kehadiranku?”“Apa kau lupa Bibi? Mrs. Key saat itu sedang memakai masker dan kita sama-sama terkejut di depan pintu luar. Kebiasaan yang jarang terjadi
Detik berikutnya, udara berbeda dan lebih segar. Inspektur Renji meninggalkan Briella dan Bee yang pulas dan sejenak tak henti-hentinya berpikir semalaman. Bee sebelumnya meminta semuanya tidur saja.Bee mencari posisi Briella, ada hal yang ingin disampaikan. Cerita yang semestinya. Alasan yang harus dikaitkan. Semalaman memandangi jenazah Mrs. Key, Bee merasa ada yang janggal dengan wajah Mrs. Key. Penuh kerutan.“Seperti diracun,” gumam Briella.“Tidak, kemungkinan dari cara itu kecil,” Bee menyimpulkan singakt. “Jika hanya tetap terjaga dan tidak tidur, apakah kita bisa memikirkan cara agar pelaku terlihat unsur-unsur kecilnya? Briella tersenyum, memandangi punggung Bee yang tengah menatap ke luar jendela yang pecah. “Ada yang aneh bukan... dengan cara pecahnya kaca jendela itu? Itu hal yang jadi alasan kau berulang kali memandanginya saat semua orang masih berkumpul di sini."Ada apa? Apa ada hal yang perlu kau curigai dari pikiranku kali ini, Brilel?" Bee bertanya tiba-tiba, meny
“Ha, ha! Aku hanya bercanda, Tania,” kata Bee tanpa beban. Briella semringah sementara Tania entah kenapa seolah menganggap ucapan Bee sebelumnya adalah keseriusan, meskipun telah diberitahu seperti itu.Inspektur Renji mendadak hadir kembali. Hadir secara mengejutkan. Sebuah pergelaran kecil seperti akan keluar dari tubuh kekarnya.“Bagaimana hasil otopsinya, Detektif Renji?”“Yah, terukur, namun penuh pembodohan.”“Maksudnya?”“Ada bekas cekikan, namun juga ada bekas luka tembakan.”“Hmmm... benar-benar seperti dugaanku. Memang ada manipulasi situasi yang sengaja dibuat pelakunya. Aku rasa itu adalah dua hal yang sengaja ditinggalkan pelaku secara alami.”“Dilakukan setelah Mrs. Key meninggal, begitu, kan, maksudmu?” kata Briella.“Benar, tapi bisa juga ada perlawanan dari Mrs. Key dan akhirnya pelaku terpaksa menembaknya. Em, bagaimana dengan sidik jari di leher?”“Tidak ada,” jawab Inspektur Renji. “Semuanya hilang. Pelaku memang menghapusnya, atau ia memakai sarung tangan.”“Ha,
Detektif Bee melihat ke arah ruang kosong yang lain. Ia bertanya pada Tuan Modi, "Apa ada ruangan lainnya?"Tuan Modi hanya menjawab, "Ruangan apa yang Anda maksud, kan?"Detektif Bee tak langsung menjawab, ia malah menunjuk ke sisi lain gedung teleskop."Sudah mengerti?" kata Detektif Bee mengayunkan pertanyaannya pada semua orang. "Banyak retakan di sini. Retakannya tidak teratur.""Lalu apa hubungannya dengan kematian Mrs. Key?" Briella bertanya. "Jika ini adalah retakan alami, bisa jadi ini tercipta dari karatan. Ini seperti... ah, benar!"Orang-orang serempak teralihkan ke arah Briella."Pembunuhan terbaik selalu berupaya meninggalkan alibi yang masuk akal," lanjut Briella."Kami tidak mengerti, Opposite Briella. Inikah yang disebut dengan...""Ada pengalihan isu," jawab Briella memotong laju perkataan Inspektur Renji. "Apa itu yang ingin kau katakan, Bee?"Bee mengangguk, "Bisa jadi. Tetapi ini baru menjadi spekulasi saja. Tuan Modi, dimana kau kehilangan Mrs. Key pertama kali m
Di kisaran jarak yang cukup jauh, hanya Bee, Briella, dan tiga penjaga rumah Mrs. Key yang kembali ke rumah kejadian. Inspektur Renji dan yang lainnya bersama Tania, kembali ke ruang kantor. Nyonya Smith kini bergiliran waktu dengan Tania dan sudah dijemput Inspektur Renji, untuk kembali ke rumah. Sebuah pertanyaan sudah disiapkan Bee dengan segala konsekwensinya.Jika mengakui adrenalin para kandidat dalam pikiran Bee, maka mungkin Briella bisa mengimbangi itu. Nyonya Smith melangkahkan kaki dengan gemetar. Ada pikiran acak-acakan yang mungkin coba dilindungi oleh Bee. Nyonya Smith duduk lebih dulu di sofa ruangan tengah. Ia sadar, akan ada pertanyaannya yang sulit dijawab. "Apa aku harus menjadi orang pertama yang ditanya?" tanya Nyonya Smith membuka. "Tidak juga, Tuan Modi telah menjadi pertama," jawab Bee. "Apa?" Nyonya Smith entah kenapa bertanya dengan penuh tekanan. "Di mana?" "Suatu gedung yang biasa menjadi tempat orang-orang menggunakan teleskop gratis." Mendengar itu,
“Apakah baik terlalu cepat menuduh begitu, Tuan Bee yang budiman?” ketus Nyonya Smith. Memang, ada yang aneh dari cara Nyonya menjawab setiap pertanyaan.“Kau terlalu memaksakan alibi, Nyonya Smith,” kata Briella membela. “Apa kami boleh bertemu dengan Tuan Morismith? Maksudku Tuan Mori.”Mendengar itu, Bee sontak bertanya ke Briella, “Kenapa secepat itu? Kau yakin sudah waktunya?”“Kita tak punya banyak waktu, Bee. Malam konser itu akan diadakan segera.”“Ya sudah.”“Tunggu,” kata Nyonya Smith. “Memangnya suamiku kenapa, apa yang menjadi alasan ia terlibat?”“Tidak ada apa-apa,Nyonya Smith. Tidak ada maksud mengatakan kalau Tuan Morismith terlibat. Kami hanya ingin memastikan sesuatu. Sesuatu yang lebih hebat dari hal-hal tak terduga,” ucap Bee.“Apa maksudnya itu?”“Bukan apa-apa. Kami biasa melakukan hal seperti ini dalam menangani kasus. Ada hal-hal yang di luar pemikiran biasa, jadi... mohon untuk dimaklumi, Nyonya Smith. Kita perlu melihat segala kemungkinannya. Kematian Mrs. Ke
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan, Tuan Bee? Apakah kau ingin mengatakan aku adalah pelakunya? Aku mencuri kalungku sendiri? Begitu? Heh, hal bodoh untuk seorang yang terkenal sepertimu?""Kau sendiri yang mengatakannya barusan. Apa ini adalah kasus sulit yang memang diciptakan untuk menandingi kecerdasaan kami berdua, Nyonya Smith?""Oh?" Nyonya Smith entah kenapa terperangah kecil."Briella, kembali ke tempat itu dan kumpulkan kata-kata kunci yang aku kirimkan nanti. Kemudian kau urutkan lah seperti biasa.""Baik, aku akan kesana dan mengurutkannya secepat mungkin."Dan Briella pun pergi. Penjaga menawarinya untuk diantar namun ditolak. Inspektur Renji rupanya telah menanti di depan. Bee mengirimkan pesan diam-diam sebelumnya ke Inspeksi Renji diam-diam."Apa kita lanjutkan sedikit sampai Tuan Mori pulang?" tanya Bee kembali membuka. "Maksudku, apa ada hal-hal lain sebagai alibi masing-masing sebelum Tuan Morismith kemari?""Anda sudah menghubunginya diam-diam?" tanya Bibi Keri
Tuan Mori tiba, ia membawa tas besar yang entah apa isinya. Ia melihat Bee dengan tatapan biasa-biasa saja."Kau sudah di sini, Tuan Mori," kata Bee membuka."Apa yang...""Mungkin Anda terkejut, jadi mohonlah duduk sebentar dan mencoba untuk tenang. Anda lelah kelihatan, jadi mungkin Bibi Keri bisa mengambil beberapa minuman untukmu.""Bibi Keri," pinta Nyonya Smith."Iya, tunggu sebentar.""Jadi, apa yang perlu dicemaskan di sini? Aku memang sedang dalam perjalanan kemari, namun entah kenapa petugas polisi mendadak meneleponku agar segera pulang. Benar-benar tidak efektif. Benar, kan, Detektif Bee?""Oh, Anda sudah mengenali aku ternyata.""Astaga, mana ada di Moskow ini yang tidak tahu siapa dirimu.""Kalau begitu, apakah aku bisa menggunakan statusku dengan baik sebagai pemberi pertanyaan?""Ya, jika itu memang perlu dilakukan. Aku akan menjawabnya.""Jadi, kau sudah mengetahui kematian Mrs. Key?"Tuan Mori sontak terkejut, entah itu ekspresi alami atau tidak."Melihat dari ekspres
Aku menyampaikan bukan apa yang kuanalisakan. Aku menyampaikan semua kerangka hatiku terhadap PBB. Seperti ucapanku pada Sir Yadin, aku lebih suka menjadi pengamat daripada pendebat.Aku bahkan hanya menyampaikan empat poin dari tujuh poin yang ada di benak pikiranku. Padahal waktu masihlah setia menungguku selesai berargumen. Namun aku memilih menyimpan sisanya untuk sebuah niat yang abstrak.“Jika kita bicara perdamaian, maka kita tidak perlu bicara senjata! Bagiku, perdamaian di dunia ini hanyalah ilusi. Tidak akan pernah ada perdamaian karena manusia tidak akan pernah bisa saling memahami satu sama lain. Sejarah telah mengatakan itu semua,” bukaku menahan kegugupan.“Jika Anda berargumen lima anggota tetap PBB tidak boleh dihapuskan dengan alasan senjata yang kuat, maka pernyataanku tentang perdamaian sebelumnya itu benar. Semua negara hanya memposisikan diri layaknya boneka-boneka manis yang saling memeluk. Sementara di balik itu ada peran
“Bee, kau tak lihat kesusahanku?”“Iya Pak, aku bantu!” responku seraya tersenyum miring. “Kambing ini akan melahirkan daun-daun muda paracendekia juga Pak?”“Ah, kau ini membahas apa? Kau tak tahu kita akan melakukan karantina untuk mahasiswa-mahasiswi terpilih?"“Lomba apa?”“Ini untuk persiapan lomba debat di Bali yang aku ceritakan pada kau waktu itu!”“Oh, iya. Baiklah. Lalu?”“Kau juga harus ikut.”“Tapi Bahasa Inggrisku kurang manjur sebagai alat perdebatan. Akan lebih berfungsi jika digunakan merangkai puisi dan cerita pendek, Pak!”
“Iya, baiklah. Thank you, mr … atas tumpangan berharganya.”“Oh? Maksudnya?”“Hem … tidak. Bukan apa-apa,” balasnya senyum. Ia lalu masuk ke asrama puteri.Dan aku kembali merencanakan sisa impianku yang belum kelar. Picolo akan menjadi tangan kananku untuk bisa meraih langit Melbourne. Aku tak bermaksud mempermainkan kejantanan Picolo. Aku ingin dia menjadi seperti halnya Mus yang dulu. Nama mereka juga sama.Ya, tidak ada pertemuan tanpa maksud. Selalu ada alasan di balik semua wujud perpisahan. Dan gadis berjilbab zebra tadi, akan menjadi loncatan asmara yang menghadirkan relikul pilihan bertubi-tubi dalam hidupku. Aku harus memilih antara bertemu dengan impianku atau menggarisbawahi drama asrama picisan bersamanya.
Kertas bertuliskan Macquarie di atas dinding asrama sudah terlihat lagi lima bulan kemudian. Sebulan kemudian yang kumaksud adalah di bulan Agustus ketika burung-burung camar menyapu udara kotor secara gamblang di langi-langit pagi. Aku menerima kabar perpisahan spektakuler pagi-pagi. Namun hatiku berhijrah ke arah ruang alasan pencabutan kertas putih itu.Pencabutan itu menyisakan kesendirian bagi gambar Melbourne dan deretan impianku bersama Mus. Tak ada lagi orang ketiga. Di antara baris mimpi tertulis itu, hanya impian-impian kecil seperti memiliki laptop, handphone, sahabat, keterampilan pendukung, dan lainnya yang terwujud.Lantas masih banyak target-target kecil dan satu impian besar belum bisa diberi tanda. Dan impian terbesar itu kau tahu sendiri, berjumpa dengannya di Melbourne.Andai aku cekatan dalam menafsirkan maksud, mungkin mudah bagiku menebak esensi Mus berjumpa denganku di Melbourne atau Sidney sementara ia berada di negeri tetangga. Jika kau lebih paham dariku, kau
“Mr melamunkan apa?”“Big Bos?”Picolo dan Zoro tersentuh.“Aku tidak apa-apa. Hanya tiba-tiba tersengat masa lalu.”“Itu filosofi?” tanya Harry Potter yang telah bangun.“Big Bos selalu penuh dengan gramatikal pemikiran baru,” puji Takiya yang ternyata telinganya semakin hidup.Itu adalah tahun permulaan aku merasakan rasanya namaku dipanggil dengan awalan ‘mr’. Aku juga merasa tua dan jiwa pemuda seolah-olah tertimbun kepingan-kepingan polos penasaran mereka. Dan itu berlaku setiap waktu. Untungnya sebutan ‘Amak Toak’ milik Bang Ari tidak bereinkarnasi padaku sebagai pengganti beliau.Namun diskusi aneh itu tak berlanjut. Waktu perkuliahan menggunting kesempatan dari pertanyaan bodoh kami keluar. Meski semua anggota ‘6 Kelana’ mengambil program studi Bahasa Inggris, tidak menutup batang otak kami untuk mendiskusikan hal-hal lain. Ya, mesk
Aku juga pernah mendapat ingatan dari sekuel Room Nakama, tentang kisah seorang yang sudah meninggal. Ia adalah pendiri Room Nakama dan merangkum kisah tawa dan lara. Saat itu, Bee yang dirindukan Natalie memiliki kisah masanya sendiri bersama teman-temannya yang dulu.Dia adalah belahan kisah dari ingatanku. Aku dan sahabatku bernama Mus serta beberapa penggal memori yang dulu.Mimpi terjauh di atas kerak bumi yang mesti kugali sedalam mungkin, timbul liar di baris-baris cerita selanjutnya. Namun sekali lagi, mimpi bertemu dengan Mus di Melbourne masih jauh. Ah! Mungkin kau belum paham lantaran kita masih sampai permulaan. Aku harap kau tahan dengan apapun bentuk pelapisan diri dan perjuangan harapan yang kulakukan nanti.Dan mimpi kejauhan yang kumaksud akan dimulai di pertengahan cerita. Genre-nya tragedi, berlumur asmara, dan kalian tetap mesti bersabar untuk air mata yang kujalani.Dan keringat harga diriku berbuah manis, meski mahasiswa baru yang hadir di angkatan setelahku itu
Sejatinya memang benar, Mus dan Hajar merencanakan pertemuan ini dengan cara yang cukup menyiksa kejiwaanku. Sebab Mus, Hajar, dan para anggota Enam Kelana, detik itu tersenyum ke arahku tanpa merasa berdosa.Aku sedih tapi sangat bahagia. Tak ada kamus tebal manapun yang sanggup mengartikan kebahagiaan sekaligus kesedihanku kala itu. Aku menerjang derita dan tawa tertahan yang seirama. Mereka semua pun menertawakan kelemahan diriku, yang gagal menebak pikiran Mus dan semua permainan itu.Selepas itu, pemandangan baru tercipta di langit Sidney. Aku akhirnya bisa menyaksikan Picolo dan Mus, dua orang dengan nama asli yang sama, berada dalam satu ranah pertemuan paling konyol se-muka bumi Australia. Takiya, Zoro, Wolf, Snoopy, dan Harry Potter juga rela meninggalkan rutinitas formal yang mereka demi menjemputku."Aku berandai-andai bisa mengejutkan kalian semua dengan kepulanganku. Tetapi, yang terjadi malah ...""Kau sehat-sehat saja, Big Bos kebanggaan ka
Di sini aku semakin curiga.Kakek Hwang memutar balik punggung Mus, saat kami turun dari trem. Gerakan itu adalah tanda beliau meminta Mus, menuntun sebuah keputusan. Sebenarnya aku tidak mengerti. Seakan ada yang keduanya sembunyikan dariku.Tetapi bagaimana mungkin? Sebuah perencanaan sandiawara memerlukan tidak hanya sekali pertemuan. Sementara Mus dan Kakek Hwang baru kali itu bertemu dengan kami.Entah kenapa jiwa detektifku kumat. Aku yang sempat berangan-angan menjadi seorang polisi seperti pada cerita Room Nakama, akhirnya pada suatu titik nantinya, memilih meninggalkan Mus dan Hajar sementara. Saat terakhir aku kembali ke Sidney, aku hanya mengerjakan tugas-tugas duniawi dari Professor kesayanganku.Memegangi tingkat depresi secara pribadi di antara gang-gang sempit di dalam ruh pikira
"Hm, mengenai itu ... jawabannya mudah sekali, Bee.""Apa, Mus?""Ia pasti melihat WhatsApp story Hajar. Entah tulisan Hajar itu berisi dirinya yang ingin menemukan kita, atau keadaan dirinya yang baru saja berada di Australi. Seorang yang melihat ponsel orang lain dengan bahasa percakapan asing, pasti langsung mengerti jika seseorang itu berasal dari negara yang berbeda. Apalagi melihat permulaan identitas nomornya.”"+62!""Ya, lantas juga pria itu menghubungi nomormu, karena kemungkin besar nomormu berada di posisi paling atas ... sebagai seorang yang dominan dihubungi oleh Hajar sebagai si pemilik ponsel. Apa aku benar?'"Kau sangat benar, Mus. Tepat dan sangat cerdas.""Haha, dan kau masih khawatir lagi?"