Share

Tania

Detik berikutnya, udara berbeda dan lebih segar. Inspektur Renji meninggalkan Briella dan Bee yang pulas dan sejenak tak henti-hentinya berpikir semalaman. Bee sebelumnya meminta semuanya tidur saja.

Bee mencari posisi Briella, ada hal yang ingin disampaikan. Cerita yang semestinya. Alasan yang harus dikaitkan. Semalaman memandangi jenazah Mrs. Key, Bee merasa ada yang janggal dengan wajah Mrs. Key. Penuh kerutan.

“Seperti diracun,” gumam Briella.

“Tidak, kemungkinan dari cara itu kecil,” Bee menyimpulkan singakt. “Jika hanya tetap terjaga dan tidak tidur, apakah kita bisa memikirkan cara agar pelaku terlihat unsur-unsur kecilnya? Briella tersenyum, memandangi punggung Bee yang tengah menatap ke luar jendela yang pecah. “Ada yang aneh bukan... dengan cara pecahnya kaca jendela itu? Itu hal yang jadi alasan kau berulang kali memandanginya saat semua orang masih berkumpul di sini.

"Ada apa? Apa ada hal yang perlu kau curigai dari pikiranku kali ini, Brilel?" Bee bertanya tiba-tiba, menyadari analisis situasi Briella yang penuh warna perubahan. "Aku berharap ada setitik harapan agar hal-hal kecil yang biasa jadi andalan kita, bisa terlihat. Tetapi entah kenapa kasus ini aneh sekali. Saat pertanyaan-pertanyaan spontan yang sudah kita lontarkan pada semua orang sebelumnya, hanyalah sebatas test kejujuran psikoligi."

“Ya, untungnya mereka tak menyadari semua pertanyaan pancingan itu. Lagipula, semuanya mencurigakan sekali, kan? Semuanya masih bisa menjadi tersangka, kan?”

"Benar," kata Bee nampak pucat sambil ia memikirkan cara ia melihat semua elemen-elemen di dalam ruangan. "Aku hanya ingin berada di dekat inti dari masalah sengantuk apapun diriku sekarang. Mungkin benar, aku tak begitu paham latar belakang keluarga Mrs. Key tapi... satu-satunya yang pasti adalah, aku memilih Tania yang memiliki alibi sempurna. Alasnnya cukup kuat karena ia baru tiba di rumah, saat Inspekture Renji menerima telepon tentang kematian Mrs. Key dari Tuan Modi.”

Bee membalikkan badannya, tersenyum sendirian, lalu berujar, "Kaca jendela yang mungkin menghipnotis obsesi kita sendiri, kan, Briella?!"

“Ya, cara pecah yang aneh. Jika memang itu dipecahkan dari luar, mengapa serpihan pecahannya sebagian besar berada di sisi luar, bukankah seharusnya di dalam?”

“Kau cerdas seperti biasa, Briella. Kaca jendela itu justru serpihan pecahannya sebagian kecil berada di dalam. Artinya, kaca ini dipecahkan dari dalam kemungkinan besar.”

Bee yang sejak awal dikejar waktu pengumuman berita kematian Mrs. Key, semakin terlihat dihiasai cahaya ide oleh pukulan kata-kata dari Briella. Wajah Bee temaram dan gerak geriknya cemas. Ada ketidakpercayaan diri yang mendadak hadir pada sisi otak emosionalnya. Logikanya yang didasari kelembutan, menginginkan hal terbaik untuk jawaban kasus idolanya. Sementara Briella dengan segala penawaran batin, meski ia sendiri tak harus selalu bisa menyeimbangi Bee.

"Briella," kata Bee pelan. "Sudah waktunya menyusun unsur-unsur kecilnya dengan benar. Ada beberapa sentimeter misteri yang ditawarkan oleh jawaban Bibi Keri sebelumnya. Terngiang-ngiang di pikranku. Hal yang di atas normal. Bahkan meski itu dari balik layar dan pekerjaannya yang sebagai asisten rumah tangga, aku bisa merasakan ada keanehan hanya dengan melihat keterbukaannya yang apa adanya."

"Kau hanya mencoba untuk yakin saja, kan, Bee? Bukankah di rekaman itu, Bibi Keri memang baru pulang membeli bahan makanan di pintu depan dan mengobrol dengan para penjaga dan Mrs. Key sebelumnya?”

"Memang apa salahnya aku memikirkan semua kemungkinan? Bukankah keyakinanku, justru bisa membuatmu bisa menyusun kemungkinan-kemungkinan yang bisa tersusun lebih cepat?" Bee mulai menaikan nada.

"Bee, maaf, tetapi... aku percaya jika Bibi Keri sepertinya bukan pelakunya," ucap seseorang yang mendadak hadir dan kalian mungkin bisa menebak siapa.

"Tania?" Bee terperangah kecil. "Tania, kau seharusnya kemari sampai giliran tanya jawabmu tiba.

"Ha, ha! Rasanya membosankan jika harus tertidur di tempat Inspektur Renji, Aku yang biasanya dipaksa bergerak terus, jadi sangat menyiksa jika harus membeku di tempat asing begitu," keluh Tania berlarut-larut.

"Kakimu, Tania," kata Bee melihat Tania begitu berat sebelah kakinya. Kaki kanan. "Kau mengalami sesuatu saat perjalanan kemari. Kau terlalu banyak bergerak yang tidak perlu, Tania. Tindakan berlebihan itu tidak baik."

Tania membalas dengan senyum seraya berucap, “Justru akan lebih tidak baik dan tidak menyenangkan jika aku menyerah di sini, Detektif Bee," tukas Tania. "Bukankah menerima keadaan terkadang adalah solusi menyenangkan yang terbaik?"

"Hmmm... kau bermaksud menyembunyikan sesuatu secara penuh?" Briella bertanya tinggi, lalu berjalan mendekati Tania. “Kami bukannya sudah katakan, segala hal kecil bisa jadi pertanyaan besar dalam kasus serumit ini. Kenapa kau jadi mendadak menjadi seperti orang setengah waras begini, Tania? Di mataku, sikap polosmu ini justru mencerminkan bocah yang sedang belajar berbohong, yang sedang memeras manja ayahnya agar diberi uang jajan untuk membeli barang-barang tidak berguna bersama teman-temannya."

Perkataan sanggahan asin dari Briella, menciptakan garis lesu di bibir Tania. Senyum yang seperti baru saja pudar. Bee menyaksikan itu dengan setengah mengerti. Dengan separuh pemahaman. Bee yang sudah akan menopang Tania yang terlihat akan lunglai, sontak ditahan Briella dari sisi kiri tubuh Tania.

"Terimakasih untuk perhatin kecil ini, Opposite Briella," kata Tania sopan.

"Biasa saja, Tania,” kata Briella datar. Sangat disayangkan jika semua ini terlalu polos untuk dipecahkan.

Bee dan Briella serempak menoleh Tania dengan wajah berat, sembari Briella mendekatkan dirinya ke gadis beramput pirang bertubuh langsing itu. Tania berkaca-kaca, matanya melahirkan keterkejutan, ada rasa bersalah yang tak biasa terlihat dari perubaha ekpresinya.

Briella berkata sambil memiringkan tubuhnya, memeluk Tania, "Kemampuan menyimpan perasaan yang sangat hebat, Tania. Apa kau ingin mengulang tangisan sampai besok?"

"Eh, aku... perasaan seperti apa itu, Opposite Briella,” Tania bertanya balik sambil membalas pelukan Briella. “Apa aku bisa tersenyum tersenyum lebar seperti sebelumnya karena ibu sudah tidak ada?"

"Kau bisa bisa pura-pura terlihat baik-baik saja di depan kami, Tania. Jangan kau anggap kami hanya detektif yang hanya bisa memahami kasus. Perasaanmu yang tersembunyi itu pun, bisa dengan mudah kami pahami,” terang Briella penuh kepercayaan diri.

"Terimakasih sudah mempercayai aku, Detektif Bee dan Opposite Briella," tutur lembut Tania. Seolah sengaja membuat situasi sedikit melahirkan sandiwara.Tetapi di balik itu, Bee entah kenapa mendadak semringah sendirian. Ada hal yang ia sembunyikan dalam pikiran sendiri dan Tania tidak menyadari itu. Dari balik punggung Tania, ia memainkan kedipan mata kanan dengan Briella. Sebuah kontak batin mulus yang berjalan lancar. Satu kedipan mata itu dibalas Brieall tanpa ekpresi apa-apa. Tak ada pertanyaa. Bee memang sudah mengerti kepribadian aneh itu. Kepribadian aneh dan ambigu masing-masing. Bergerak dinamis, efektif, dan menelusuri psikologi orang lain.

“Ngomong-ngomong, apakah kalian memang benar-benar bisa menggunakan ranah psikologi untuk menebak pelakunya?” tanya Tania lagi, masih dalam menangis dalam pelukan Briella.

“Tentu, lebih dari yang kaubayangkan, Tania. Kami tidak hanya mengandalkan pengalaman analisis saja, karena psikologi manusia akan selalu menjawab lebih jujur ketika diberi pertanyaan psikologi juga,” terang Bee.

“Kapan kalian akan mulai menanyakan semuanya satu-satu?”

“Besok.”

“Pertanyaan seperti apa itu?”

“Delapan puluh persen dari permasalahan kasus yang manipulatif seperti kematian ibumu, tidak bisa dipecahkan jika hanya menggunakan data-data saja. Kau paham maksudku?”

“Ya,” Tania mengangguk pelan setelah Briella melepas pelukannya. Mereka pun keluar. Membawa Tania ke tempat yang lain berada. Kantor kepolisian Moskow.

“Lalu, siapa pelakunya kemungkinan dalam pandangan kalian?” Tania bertanya lagi.

“Kemungkinan itu kau.... Tania.”

Mendengar ucapan spontan Bee, mata Tania terbelalak. Bibirnya bergetar seperti ada kesedihan tersisa yang masih tertahan. Dan akhirnya kembali bisa berkata meski berat, “Kenapa itu aku?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status