Detik berikutnya, udara berbeda dan lebih segar. Inspektur Renji meninggalkan Briella dan Bee yang pulas dan sejenak tak henti-hentinya berpikir semalaman. Bee sebelumnya meminta semuanya tidur saja.
Bee mencari posisi Briella, ada hal yang ingin disampaikan. Cerita yang semestinya. Alasan yang harus dikaitkan. Semalaman memandangi jenazah Mrs. Key, Bee merasa ada yang janggal dengan wajah Mrs. Key. Penuh kerutan. “Seperti diracun,” gumam Briella. “Tidak, kemungkinan dari cara itu kecil,” Bee menyimpulkan singakt. “Jika hanya tetap terjaga dan tidak tidur, apakah kita bisa memikirkan cara agar pelaku terlihat unsur-unsur kecilnya? Briella tersenyum, memandangi punggung Bee yang tengah menatap ke luar jendela yang pecah. “Ada yang aneh bukan... dengan cara pecahnya kaca jendela itu? Itu hal yang jadi alasan kau berulang kali memandanginya saat semua orang masih berkumpul di sini. "Ada apa? Apa ada hal yang perlu kau curigai dari pikiranku kali ini, Brilel?" Bee bertanya tiba-tiba, menyadari analisis situasi Briella yang penuh warna perubahan. "Aku berharap ada setitik harapan agar hal-hal kecil yang biasa jadi andalan kita, bisa terlihat. Tetapi entah kenapa kasus ini aneh sekali. Saat pertanyaan-pertanyaan spontan yang sudah kita lontarkan pada semua orang sebelumnya, hanyalah sebatas test kejujuran psikoligi." “Ya, untungnya mereka tak menyadari semua pertanyaan pancingan itu. Lagipula, semuanya mencurigakan sekali, kan? Semuanya masih bisa menjadi tersangka, kan?” "Benar," kata Bee nampak pucat sambil ia memikirkan cara ia melihat semua elemen-elemen di dalam ruangan. "Aku hanya ingin berada di dekat inti dari masalah sengantuk apapun diriku sekarang. Mungkin benar, aku tak begitu paham latar belakang keluarga Mrs. Key tapi... satu-satunya yang pasti adalah, aku memilih Tania yang memiliki alibi sempurna. Alasnnya cukup kuat karena ia baru tiba di rumah, saat Inspekture Renji menerima telepon tentang kematian Mrs. Key dari Tuan Modi.” Bee membalikkan badannya, tersenyum sendirian, lalu berujar, "Kaca jendela yang mungkin menghipnotis obsesi kita sendiri, kan, Briella?!" “Ya, cara pecah yang aneh. Jika memang itu dipecahkan dari luar, mengapa serpihan pecahannya sebagian besar berada di sisi luar, bukankah seharusnya di dalam?” “Kau cerdas seperti biasa, Briella. Kaca jendela itu justru serpihan pecahannya sebagian kecil berada di dalam. Artinya, kaca ini dipecahkan dari dalam kemungkinan besar.” Bee yang sejak awal dikejar waktu pengumuman berita kematian Mrs. Key, semakin terlihat dihiasai cahaya ide oleh pukulan kata-kata dari Briella. Wajah Bee temaram dan gerak geriknya cemas. Ada ketidakpercayaan diri yang mendadak hadir pada sisi otak emosionalnya. Logikanya yang didasari kelembutan, menginginkan hal terbaik untuk jawaban kasus idolanya. Sementara Briella dengan segala penawaran batin, meski ia sendiri tak harus selalu bisa menyeimbangi Bee. "Briella," kata Bee pelan. "Sudah waktunya menyusun unsur-unsur kecilnya dengan benar. Ada beberapa sentimeter misteri yang ditawarkan oleh jawaban Bibi Keri sebelumnya. Terngiang-ngiang di pikranku. Hal yang di atas normal. Bahkan meski itu dari balik layar dan pekerjaannya yang sebagai asisten rumah tangga, aku bisa merasakan ada keanehan hanya dengan melihat keterbukaannya yang apa adanya." "Kau hanya mencoba untuk yakin saja, kan, Bee? Bukankah di rekaman itu, Bibi Keri memang baru pulang membeli bahan makanan di pintu depan dan mengobrol dengan para penjaga dan Mrs. Key sebelumnya?” "Memang apa salahnya aku memikirkan semua kemungkinan? Bukankah keyakinanku, justru bisa membuatmu bisa menyusun kemungkinan-kemungkinan yang bisa tersusun lebih cepat?" Bee mulai menaikan nada. "Bee, maaf, tetapi... aku percaya jika Bibi Keri sepertinya bukan pelakunya," ucap seseorang yang mendadak hadir dan kalian mungkin bisa menebak siapa. "Tania?" Bee terperangah kecil. "Tania, kau seharusnya kemari sampai giliran tanya jawabmu tiba. "Ha, ha! Rasanya membosankan jika harus tertidur di tempat Inspektur Renji, Aku yang biasanya dipaksa bergerak terus, jadi sangat menyiksa jika harus membeku di tempat asing begitu," keluh Tania berlarut-larut. "Kakimu, Tania," kata Bee melihat Tania begitu berat sebelah kakinya. Kaki kanan. "Kau mengalami sesuatu saat perjalanan kemari. Kau terlalu banyak bergerak yang tidak perlu, Tania. Tindakan berlebihan itu tidak baik." Tania membalas dengan senyum seraya berucap, “Justru akan lebih tidak baik dan tidak menyenangkan jika aku menyerah di sini, Detektif Bee," tukas Tania. "Bukankah menerima keadaan terkadang adalah solusi menyenangkan yang terbaik?" "Hmmm... kau bermaksud menyembunyikan sesuatu secara penuh?" Briella bertanya tinggi, lalu berjalan mendekati Tania. “Kami bukannya sudah katakan, segala hal kecil bisa jadi pertanyaan besar dalam kasus serumit ini. Kenapa kau jadi mendadak menjadi seperti orang setengah waras begini, Tania? Di mataku, sikap polosmu ini justru mencerminkan bocah yang sedang belajar berbohong, yang sedang memeras manja ayahnya agar diberi uang jajan untuk membeli barang-barang tidak berguna bersama teman-temannya." Perkataan sanggahan asin dari Briella, menciptakan garis lesu di bibir Tania. Senyum yang seperti baru saja pudar. Bee menyaksikan itu dengan setengah mengerti. Dengan separuh pemahaman. Bee yang sudah akan menopang Tania yang terlihat akan lunglai, sontak ditahan Briella dari sisi kiri tubuh Tania. "Terimakasih untuk perhatin kecil ini, Opposite Briella," kata Tania sopan. "Biasa saja, Tania,” kata Briella datar. Sangat disayangkan jika semua ini terlalu polos untuk dipecahkan. Bee dan Briella serempak menoleh Tania dengan wajah berat, sembari Briella mendekatkan dirinya ke gadis beramput pirang bertubuh langsing itu. Tania berkaca-kaca, matanya melahirkan keterkejutan, ada rasa bersalah yang tak biasa terlihat dari perubaha ekpresinya. Briella berkata sambil memiringkan tubuhnya, memeluk Tania, "Kemampuan menyimpan perasaan yang sangat hebat, Tania. Apa kau ingin mengulang tangisan sampai besok?" "Eh, aku... perasaan seperti apa itu, Opposite Briella,” Tania bertanya balik sambil membalas pelukan Briella. “Apa aku bisa tersenyum tersenyum lebar seperti sebelumnya karena ibu sudah tidak ada?" "Kau bisa bisa pura-pura terlihat baik-baik saja di depan kami, Tania. Jangan kau anggap kami hanya detektif yang hanya bisa memahami kasus. Perasaanmu yang tersembunyi itu pun, bisa dengan mudah kami pahami,” terang Briella penuh kepercayaan diri. "Terimakasih sudah mempercayai aku, Detektif Bee dan Opposite Briella," tutur lembut Tania. Seolah sengaja membuat situasi sedikit melahirkan sandiwara.Tetapi di balik itu, Bee entah kenapa mendadak semringah sendirian. Ada hal yang ia sembunyikan dalam pikiran sendiri dan Tania tidak menyadari itu. Dari balik punggung Tania, ia memainkan kedipan mata kanan dengan Briella. Sebuah kontak batin mulus yang berjalan lancar. Satu kedipan mata itu dibalas Brieall tanpa ekpresi apa-apa. Tak ada pertanyaa. Bee memang sudah mengerti kepribadian aneh itu. Kepribadian aneh dan ambigu masing-masing. Bergerak dinamis, efektif, dan menelusuri psikologi orang lain. “Ngomong-ngomong, apakah kalian memang benar-benar bisa menggunakan ranah psikologi untuk menebak pelakunya?” tanya Tania lagi, masih dalam menangis dalam pelukan Briella. “Tentu, lebih dari yang kaubayangkan, Tania. Kami tidak hanya mengandalkan pengalaman analisis saja, karena psikologi manusia akan selalu menjawab lebih jujur ketika diberi pertanyaan psikologi juga,” terang Bee. “Kapan kalian akan mulai menanyakan semuanya satu-satu?” “Besok.” “Pertanyaan seperti apa itu?” “Delapan puluh persen dari permasalahan kasus yang manipulatif seperti kematian ibumu, tidak bisa dipecahkan jika hanya menggunakan data-data saja. Kau paham maksudku?” “Ya,” Tania mengangguk pelan setelah Briella melepas pelukannya. Mereka pun keluar. Membawa Tania ke tempat yang lain berada. Kantor kepolisian Moskow. “Lalu, siapa pelakunya kemungkinan dalam pandangan kalian?” Tania bertanya lagi. “Kemungkinan itu kau.... Tania.” Mendengar ucapan spontan Bee, mata Tania terbelalak. Bibirnya bergetar seperti ada kesedihan tersisa yang masih tertahan. Dan akhirnya kembali bisa berkata meski berat, “Kenapa itu aku?”“Ha, ha! Aku hanya bercanda, Tania,” kata Bee tanpa beban. Briella semringah sementara Tania entah kenapa seolah menganggap ucapan Bee sebelumnya adalah keseriusan, meskipun telah diberitahu seperti itu.Inspektur Renji mendadak hadir kembali. Hadir secara mengejutkan. Sebuah pergelaran kecil seperti akan keluar dari tubuh kekarnya.“Bagaimana hasil otopsinya, Detektif Renji?”“Yah, terukur, namun penuh pembodohan.”“Maksudnya?”“Ada bekas cekikan, namun juga ada bekas luka tembakan.”“Hmmm... benar-benar seperti dugaanku. Memang ada manipulasi situasi yang sengaja dibuat pelakunya. Aku rasa itu adalah dua hal yang sengaja ditinggalkan pelaku secara alami.”“Dilakukan setelah Mrs. Key meninggal, begitu, kan, maksudmu?” kata Briella.“Benar, tapi bisa juga ada perlawanan dari Mrs. Key dan akhirnya pelaku terpaksa menembaknya. Em, bagaimana dengan sidik jari di leher?”“Tidak ada,” jawab Inspektur Renji. “Semuanya hilang. Pelaku memang menghapusnya, atau ia memakai sarung tangan.”“Ha,
Detektif Bee melihat ke arah ruang kosong yang lain. Ia bertanya pada Tuan Modi, "Apa ada ruangan lainnya?"Tuan Modi hanya menjawab, "Ruangan apa yang Anda maksud, kan?"Detektif Bee tak langsung menjawab, ia malah menunjuk ke sisi lain gedung teleskop."Sudah mengerti?" kata Detektif Bee mengayunkan pertanyaannya pada semua orang. "Banyak retakan di sini. Retakannya tidak teratur.""Lalu apa hubungannya dengan kematian Mrs. Key?" Briella bertanya. "Jika ini adalah retakan alami, bisa jadi ini tercipta dari karatan. Ini seperti... ah, benar!"Orang-orang serempak teralihkan ke arah Briella."Pembunuhan terbaik selalu berupaya meninggalkan alibi yang masuk akal," lanjut Briella."Kami tidak mengerti, Opposite Briella. Inikah yang disebut dengan...""Ada pengalihan isu," jawab Briella memotong laju perkataan Inspektur Renji. "Apa itu yang ingin kau katakan, Bee?"Bee mengangguk, "Bisa jadi. Tetapi ini baru menjadi spekulasi saja. Tuan Modi, dimana kau kehilangan Mrs. Key pertama kali m
Di kisaran jarak yang cukup jauh, hanya Bee, Briella, dan tiga penjaga rumah Mrs. Key yang kembali ke rumah kejadian. Inspektur Renji dan yang lainnya bersama Tania, kembali ke ruang kantor. Nyonya Smith kini bergiliran waktu dengan Tania dan sudah dijemput Inspektur Renji, untuk kembali ke rumah. Sebuah pertanyaan sudah disiapkan Bee dengan segala konsekwensinya.Jika mengakui adrenalin para kandidat dalam pikiran Bee, maka mungkin Briella bisa mengimbangi itu. Nyonya Smith melangkahkan kaki dengan gemetar. Ada pikiran acak-acakan yang mungkin coba dilindungi oleh Bee. Nyonya Smith duduk lebih dulu di sofa ruangan tengah. Ia sadar, akan ada pertanyaannya yang sulit dijawab. "Apa aku harus menjadi orang pertama yang ditanya?" tanya Nyonya Smith membuka. "Tidak juga, Tuan Modi telah menjadi pertama," jawab Bee. "Apa?" Nyonya Smith entah kenapa bertanya dengan penuh tekanan. "Di mana?" "Suatu gedung yang biasa menjadi tempat orang-orang menggunakan teleskop gratis." Mendengar itu,
“Apakah baik terlalu cepat menuduh begitu, Tuan Bee yang budiman?” ketus Nyonya Smith. Memang, ada yang aneh dari cara Nyonya menjawab setiap pertanyaan.“Kau terlalu memaksakan alibi, Nyonya Smith,” kata Briella membela. “Apa kami boleh bertemu dengan Tuan Morismith? Maksudku Tuan Mori.”Mendengar itu, Bee sontak bertanya ke Briella, “Kenapa secepat itu? Kau yakin sudah waktunya?”“Kita tak punya banyak waktu, Bee. Malam konser itu akan diadakan segera.”“Ya sudah.”“Tunggu,” kata Nyonya Smith. “Memangnya suamiku kenapa, apa yang menjadi alasan ia terlibat?”“Tidak ada apa-apa,Nyonya Smith. Tidak ada maksud mengatakan kalau Tuan Morismith terlibat. Kami hanya ingin memastikan sesuatu. Sesuatu yang lebih hebat dari hal-hal tak terduga,” ucap Bee.“Apa maksudnya itu?”“Bukan apa-apa. Kami biasa melakukan hal seperti ini dalam menangani kasus. Ada hal-hal yang di luar pemikiran biasa, jadi... mohon untuk dimaklumi, Nyonya Smith. Kita perlu melihat segala kemungkinannya. Kematian Mrs. Ke
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan, Tuan Bee? Apakah kau ingin mengatakan aku adalah pelakunya? Aku mencuri kalungku sendiri? Begitu? Heh, hal bodoh untuk seorang yang terkenal sepertimu?""Kau sendiri yang mengatakannya barusan. Apa ini adalah kasus sulit yang memang diciptakan untuk menandingi kecerdasaan kami berdua, Nyonya Smith?""Oh?" Nyonya Smith entah kenapa terperangah kecil."Briella, kembali ke tempat itu dan kumpulkan kata-kata kunci yang aku kirimkan nanti. Kemudian kau urutkan lah seperti biasa.""Baik, aku akan kesana dan mengurutkannya secepat mungkin."Dan Briella pun pergi. Penjaga menawarinya untuk diantar namun ditolak. Inspektur Renji rupanya telah menanti di depan. Bee mengirimkan pesan diam-diam sebelumnya ke Inspeksi Renji diam-diam."Apa kita lanjutkan sedikit sampai Tuan Mori pulang?" tanya Bee kembali membuka. "Maksudku, apa ada hal-hal lain sebagai alibi masing-masing sebelum Tuan Morismith kemari?""Anda sudah menghubunginya diam-diam?" tanya Bibi Keri
Tuan Mori tiba, ia membawa tas besar yang entah apa isinya. Ia melihat Bee dengan tatapan biasa-biasa saja."Kau sudah di sini, Tuan Mori," kata Bee membuka."Apa yang...""Mungkin Anda terkejut, jadi mohonlah duduk sebentar dan mencoba untuk tenang. Anda lelah kelihatan, jadi mungkin Bibi Keri bisa mengambil beberapa minuman untukmu.""Bibi Keri," pinta Nyonya Smith."Iya, tunggu sebentar.""Jadi, apa yang perlu dicemaskan di sini? Aku memang sedang dalam perjalanan kemari, namun entah kenapa petugas polisi mendadak meneleponku agar segera pulang. Benar-benar tidak efektif. Benar, kan, Detektif Bee?""Oh, Anda sudah mengenali aku ternyata.""Astaga, mana ada di Moskow ini yang tidak tahu siapa dirimu.""Kalau begitu, apakah aku bisa menggunakan statusku dengan baik sebagai pemberi pertanyaan?""Ya, jika itu memang perlu dilakukan. Aku akan menjawabnya.""Jadi, kau sudah mengetahui kematian Mrs. Key?"Tuan Mori sontak terkejut, entah itu ekspresi alami atau tidak."Melihat dari ekspres
"Oh? Memangnya apa yang ada di dalam tasku? Itu adalah privasi, Detektif. Aku tak mungkin mengizinkan, apapun alasannya!""Tenang, sayang..." Nyonya Smith berujar lembut dan menyentuh pundak suaminya."Maaf, Detektif Bee, jika kau ingin mengecek tasku, boleh-boleh saja.""Tidak perlu.""Apa?""Ya, itu tidak perlu.""Kalau begitu aku saja yang membuka sendiri."Tuan Mori bangkit dari duduknya, membuka tasnya dengan gesit, dan mengeluarkan semua isi tasnya ke lantai dengan ekspresi seperti menahan emosi."Lihat? Ini semua adalah alat-alat agar aku tetap selamat di jalan. Sarung tangan, kacamata, dan alat-alat kecil lainnya seperti dompet dan selotip untuk mempermudah pekerjaanku."Bee tersenyum tipis memandang sudut tas yang terbuka itu. Tas berukuran besar seperti tas orang-orang yang ingin pergi piknik."Jadi ada sesuatu pada bentuk persegi panjang itu," kata Bee dalam hati."Ada apa, Detektif Bee?" tanya Bibi Keri."Tidak apa-apa, aku rasa lebih baik semuanya ditunda dulu. Aku ingin
“Benar apa yang dikatakan Inspektur Renji,” kata Briella. “Kita tida berfokus pada satu tempat atau dua tempat yang berbeda. Ini adalah tentang mengetahui, bagaimana cara membunuh seseorang dari jarak jauh, sementara pelakunya berada di sini saat pencurian kalung itu?”“Lalu kenapa kau mengatakan aku berbohong atas kasus pencurian itu, Nona Briella?” tanya Nyonya Smith.Briella tak langsung menjawab, ia berjalan menuju kaca jendela yang pecah, ke kamar Nyonya Smith. Dari ruang tamu, semuanya mengikuti Berhenti sejenak seakan ada hati yang tak bisa Apa boleh aku memecahkan kaca jendela lain sebagai ekperimen?”Ucapan Briella membuat semua orang terkejut, terlebih Bibi Keri. Bee yang sudah paham kalau Briella selalu sepemikiran dengannya, tak terlalu panik akan hal itu. Ia senyum. Senyum yang seakan menjelaskan, kalau orang-orang tak perlu ragu dengan tindakan Briella.“Kenapa harus sampai seperti itu, Nona Briella?” tanya Bibi Keri. “Bukankah pecahan kaca jendelanya tidak diubah sama s
Aku menyampaikan bukan apa yang kuanalisakan. Aku menyampaikan semua kerangka hatiku terhadap PBB. Seperti ucapanku pada Sir Yadin, aku lebih suka menjadi pengamat daripada pendebat.Aku bahkan hanya menyampaikan empat poin dari tujuh poin yang ada di benak pikiranku. Padahal waktu masihlah setia menungguku selesai berargumen. Namun aku memilih menyimpan sisanya untuk sebuah niat yang abstrak.“Jika kita bicara perdamaian, maka kita tidak perlu bicara senjata! Bagiku, perdamaian di dunia ini hanyalah ilusi. Tidak akan pernah ada perdamaian karena manusia tidak akan pernah bisa saling memahami satu sama lain. Sejarah telah mengatakan itu semua,” bukaku menahan kegugupan.“Jika Anda berargumen lima anggota tetap PBB tidak boleh dihapuskan dengan alasan senjata yang kuat, maka pernyataanku tentang perdamaian sebelumnya itu benar. Semua negara hanya memposisikan diri layaknya boneka-boneka manis yang saling memeluk. Sementara di balik itu ada peran
“Bee, kau tak lihat kesusahanku?”“Iya Pak, aku bantu!” responku seraya tersenyum miring. “Kambing ini akan melahirkan daun-daun muda paracendekia juga Pak?”“Ah, kau ini membahas apa? Kau tak tahu kita akan melakukan karantina untuk mahasiswa-mahasiswi terpilih?"“Lomba apa?”“Ini untuk persiapan lomba debat di Bali yang aku ceritakan pada kau waktu itu!”“Oh, iya. Baiklah. Lalu?”“Kau juga harus ikut.”“Tapi Bahasa Inggrisku kurang manjur sebagai alat perdebatan. Akan lebih berfungsi jika digunakan merangkai puisi dan cerita pendek, Pak!”
“Iya, baiklah. Thank you, mr … atas tumpangan berharganya.”“Oh? Maksudnya?”“Hem … tidak. Bukan apa-apa,” balasnya senyum. Ia lalu masuk ke asrama puteri.Dan aku kembali merencanakan sisa impianku yang belum kelar. Picolo akan menjadi tangan kananku untuk bisa meraih langit Melbourne. Aku tak bermaksud mempermainkan kejantanan Picolo. Aku ingin dia menjadi seperti halnya Mus yang dulu. Nama mereka juga sama.Ya, tidak ada pertemuan tanpa maksud. Selalu ada alasan di balik semua wujud perpisahan. Dan gadis berjilbab zebra tadi, akan menjadi loncatan asmara yang menghadirkan relikul pilihan bertubi-tubi dalam hidupku. Aku harus memilih antara bertemu dengan impianku atau menggarisbawahi drama asrama picisan bersamanya.
Kertas bertuliskan Macquarie di atas dinding asrama sudah terlihat lagi lima bulan kemudian. Sebulan kemudian yang kumaksud adalah di bulan Agustus ketika burung-burung camar menyapu udara kotor secara gamblang di langi-langit pagi. Aku menerima kabar perpisahan spektakuler pagi-pagi. Namun hatiku berhijrah ke arah ruang alasan pencabutan kertas putih itu.Pencabutan itu menyisakan kesendirian bagi gambar Melbourne dan deretan impianku bersama Mus. Tak ada lagi orang ketiga. Di antara baris mimpi tertulis itu, hanya impian-impian kecil seperti memiliki laptop, handphone, sahabat, keterampilan pendukung, dan lainnya yang terwujud.Lantas masih banyak target-target kecil dan satu impian besar belum bisa diberi tanda. Dan impian terbesar itu kau tahu sendiri, berjumpa dengannya di Melbourne.Andai aku cekatan dalam menafsirkan maksud, mungkin mudah bagiku menebak esensi Mus berjumpa denganku di Melbourne atau Sidney sementara ia berada di negeri tetangga. Jika kau lebih paham dariku, kau
“Mr melamunkan apa?”“Big Bos?”Picolo dan Zoro tersentuh.“Aku tidak apa-apa. Hanya tiba-tiba tersengat masa lalu.”“Itu filosofi?” tanya Harry Potter yang telah bangun.“Big Bos selalu penuh dengan gramatikal pemikiran baru,” puji Takiya yang ternyata telinganya semakin hidup.Itu adalah tahun permulaan aku merasakan rasanya namaku dipanggil dengan awalan ‘mr’. Aku juga merasa tua dan jiwa pemuda seolah-olah tertimbun kepingan-kepingan polos penasaran mereka. Dan itu berlaku setiap waktu. Untungnya sebutan ‘Amak Toak’ milik Bang Ari tidak bereinkarnasi padaku sebagai pengganti beliau.Namun diskusi aneh itu tak berlanjut. Waktu perkuliahan menggunting kesempatan dari pertanyaan bodoh kami keluar. Meski semua anggota ‘6 Kelana’ mengambil program studi Bahasa Inggris, tidak menutup batang otak kami untuk mendiskusikan hal-hal lain. Ya, mesk
Aku juga pernah mendapat ingatan dari sekuel Room Nakama, tentang kisah seorang yang sudah meninggal. Ia adalah pendiri Room Nakama dan merangkum kisah tawa dan lara. Saat itu, Bee yang dirindukan Natalie memiliki kisah masanya sendiri bersama teman-temannya yang dulu.Dia adalah belahan kisah dari ingatanku. Aku dan sahabatku bernama Mus serta beberapa penggal memori yang dulu.Mimpi terjauh di atas kerak bumi yang mesti kugali sedalam mungkin, timbul liar di baris-baris cerita selanjutnya. Namun sekali lagi, mimpi bertemu dengan Mus di Melbourne masih jauh. Ah! Mungkin kau belum paham lantaran kita masih sampai permulaan. Aku harap kau tahan dengan apapun bentuk pelapisan diri dan perjuangan harapan yang kulakukan nanti.Dan mimpi kejauhan yang kumaksud akan dimulai di pertengahan cerita. Genre-nya tragedi, berlumur asmara, dan kalian tetap mesti bersabar untuk air mata yang kujalani.Dan keringat harga diriku berbuah manis, meski mahasiswa baru yang hadir di angkatan setelahku itu
Sejatinya memang benar, Mus dan Hajar merencanakan pertemuan ini dengan cara yang cukup menyiksa kejiwaanku. Sebab Mus, Hajar, dan para anggota Enam Kelana, detik itu tersenyum ke arahku tanpa merasa berdosa.Aku sedih tapi sangat bahagia. Tak ada kamus tebal manapun yang sanggup mengartikan kebahagiaan sekaligus kesedihanku kala itu. Aku menerjang derita dan tawa tertahan yang seirama. Mereka semua pun menertawakan kelemahan diriku, yang gagal menebak pikiran Mus dan semua permainan itu.Selepas itu, pemandangan baru tercipta di langit Sidney. Aku akhirnya bisa menyaksikan Picolo dan Mus, dua orang dengan nama asli yang sama, berada dalam satu ranah pertemuan paling konyol se-muka bumi Australia. Takiya, Zoro, Wolf, Snoopy, dan Harry Potter juga rela meninggalkan rutinitas formal yang mereka demi menjemputku."Aku berandai-andai bisa mengejutkan kalian semua dengan kepulanganku. Tetapi, yang terjadi malah ...""Kau sehat-sehat saja, Big Bos kebanggaan ka
Di sini aku semakin curiga.Kakek Hwang memutar balik punggung Mus, saat kami turun dari trem. Gerakan itu adalah tanda beliau meminta Mus, menuntun sebuah keputusan. Sebenarnya aku tidak mengerti. Seakan ada yang keduanya sembunyikan dariku.Tetapi bagaimana mungkin? Sebuah perencanaan sandiawara memerlukan tidak hanya sekali pertemuan. Sementara Mus dan Kakek Hwang baru kali itu bertemu dengan kami.Entah kenapa jiwa detektifku kumat. Aku yang sempat berangan-angan menjadi seorang polisi seperti pada cerita Room Nakama, akhirnya pada suatu titik nantinya, memilih meninggalkan Mus dan Hajar sementara. Saat terakhir aku kembali ke Sidney, aku hanya mengerjakan tugas-tugas duniawi dari Professor kesayanganku.Memegangi tingkat depresi secara pribadi di antara gang-gang sempit di dalam ruh pikira
"Hm, mengenai itu ... jawabannya mudah sekali, Bee.""Apa, Mus?""Ia pasti melihat WhatsApp story Hajar. Entah tulisan Hajar itu berisi dirinya yang ingin menemukan kita, atau keadaan dirinya yang baru saja berada di Australi. Seorang yang melihat ponsel orang lain dengan bahasa percakapan asing, pasti langsung mengerti jika seseorang itu berasal dari negara yang berbeda. Apalagi melihat permulaan identitas nomornya.”"+62!""Ya, lantas juga pria itu menghubungi nomormu, karena kemungkin besar nomormu berada di posisi paling atas ... sebagai seorang yang dominan dihubungi oleh Hajar sebagai si pemilik ponsel. Apa aku benar?'"Kau sangat benar, Mus. Tepat dan sangat cerdas.""Haha, dan kau masih khawatir lagi?"