Home / Romansa / Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam / Bab 4. Perasaan yang Tersayat Sembilu

Share

Bab 4. Perasaan yang Tersayat Sembilu

Author: Te Anastasia
last update Last Updated: 2025-04-09 12:40:53

Keesokan paginya, Giselle sudah melunasi semua biaya pengobatan Elodie. Ia juga meminta pada dokter untuk segera melakukan pengobatan lanjutan. 

Giselle masih memiliki waktu beberapa menit untuk menemani putri kecilnya sebelum ia berangkat ke kantor. 

Seperti biasa, Elodie selalu manja pada Giselle. Ia ingin selalu ditemani. 

"Elodie tidak boleh sedih-sedih lagi ya, Sayang. Sebentar lagi Suster Anna akan ke sini menemani Elodie," ujar Giselle mengusap pipi putih putri kecilnya. 

"Mama tidak boleh pergi lama-lama, nanti hati Elodie sedih," ujar anak itu menyandarkan kepalanya di dada Giselle dengan bibir mungilnya yang mencebik. 

"Mama tidak akan pergi lama. Nanti sore Mama sudah pulang. Mama harus bekerja, supaya bisa beli susu buat Elodie," ujar Giselle mendekap tubuh mungil Elodie. 

Anak kecil itu kembali meminta berbaring. Giselle pun membaringkannya, ia mengecup wajah manis Elodie berkali-kali. 

Meskipun rasa sedih masih terus menyiksanya, namun di depan sang buah hati, Giselle tidak pernah menampakkan wajah sedihnya. Ia ingin Elodie bersemangat untuk segera sembuh. 

"Elodie takut disuntik, tangan Elodie sakit, Mama," rengek anak itu, semakin erat memeluk lengan Giselle dan mendongak menatapnya sedih. 

"Mama akan pulang cepat dan menemani Elodie. Elodie jangan khawatir ya." 

Giselle kembali memeluk Elodie dengan hangat dan penuh kasih sayang. 

Untuk saat ini, Giselle akan menyembunyikan identitas Elodie dari dari Gerald. 

Bagaimanapun, laki-laki itu tidak akan percaya kalau Elodie adalah anaknya. Gerald telah menganggap Giselle menjadi wanita yang tidak benar selama ini. Percuma menunjukkan siapa Elodie pada Gerald. 

"Sudah setengah tujuh, Sayang. Mama harus berangkat bekerja," ujar Giselle melepaskan pelukannya pada sang putri. "Elodie mau sesuatu? Biar nanti Mama belikan," tawarnya. 

"Elodie mau buah anggur, Ma. Yang banyak sekali," pinta anak itu, senyuman kecil terbit di sudut bibirnya yang pucat. 

Giselle langsung tersenyum manis dan mengangguk sambil mengelus pucuk kepala si kecil.

"Baiklah, nanti sore Mama belikan buah anggur yang banyak untuk Elodie," ujar Giselle. "Kalau begitu, Mama harus pergi dulu ya, Sayang. Sampai nanti, anak cantik Mama." 

Giselle meninggalkan kecupan di kedua pipi gembil Elodie. Wanita itu pun menarik dirinya dan berjalan mendekati pintu. 

Ia melambaikan tangannya pada Elodie saat hendak meninggalkan ruangan kamar inap itu. Elodie memeluk boneka kecil kesayangannya dan membalas lambaian tangan sang Mama. 

Pintu kamar itu ditutup oleh Giselle. Langkah kakinya terasa berat meninggalkan Elodie sendirian di rumah sakit. 

Mengingat kejadian semalam, Giselle merasa kembali terluka. Tetapi, Giselle harus tetap bekerja dan berusaha melunasi hutangnya pada Gerald. 

Sesampainya di depan, Giselle mendongakkan kepalanya menatap langit cerah pagi ini. 

Wanita itu menyergah napasnya panjang. "Hari ini aku akan menjadi asistennya. Semoga aku tidak terlibat dalam masalah apapun dengannya." 

**

Beberapa menit berlalu, Giselle telah sampai di kantor perusahaan tempat ia bekerja. Semua orang di dalam gedung itu tampak menatapnya dengan tatapan tak biasa. 

Tentu saja, kabar bahwa Giselle yang belum genap satu bulan bekerja sudah menjadi asisten CEO membuat kantor jadi gempar. Posisi itu sangat diinginkan oleh banyak orang. 

"Giselle, Pak Gerald sudah menunggumu di ruangannya," ujar Sergio—ajudan Gerald yang berpapasan dengan Giselle. 

"Ya, saya akan segera ke sana," jawabnya dengan kepala tertunduk. 

Segera Giselle berjalan masuk ke dalam lift menuju lantai di mana ruangan CEO berada. 

Tak henti-hentinya Giselle berdoa agar hari ini berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun. 

Begitu ia sampai di depan ruangan CEO, Giselle pun segera mengetuk pintu itu dan membukanya dengan perlahan sebelum melangkah masuk. 

"Selamat pagi, Pak," sapa Giselle dengan begitu sopan. 

Tapi Gerald tidak menjawab sapaannya. Laki-laki itu hanya menatapnya datar. 

"Susun ulang berkas-berkas yang ada di meja sebelah sebelum jam makan siang. Aku ingin semuanya rapi dan tidak ada kesalahan," katanya dengan nada memerintah.

Giselle mengangguk. "Baik, Pak. Saya akan segera mengerjakannya." 

Segera Giselle mendekati meja di samping meja kerja Gerald. Ia meletakkan tasnya dan sesekali melirik ke arah Gerald yang duduk dan fokus pada layar laptopnya. 

'Laki-laki itu bersikap seolah tidak terjadi apapun di antara kami semalam. Dia ... benar-benar bukan Gerald yang dulu aku kenali.' 

Giselle mengembuskan napasnya pelan. Pandangannya teralih pada tumpukan berkas di hadapannya. 

Pekerjaan sebanyak ini, apakah bisa selesai sebelum jam makan siang? Rasanya mustahil ….

Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dari luar. Giselle mengangkat wajahnya dan terkejut melihat kehadiran seorang wanita yang berjalan masuk ke dalam ruangan. 

"Selamat pagi, Sayang." Wanita cantik dengan rambut hitam sepundak itu berjalan mendekati Gerald. 

"Pagi, Sayang. Kenapa kau datang tanpa mengabariku?" Gerald tersenyum manis pada wanita itu. 

"Aku ingin membuat kejutan untukmu, jadi aku tidak menghubungimu lebih dulu," ujar wanita itu sambil memeluk Gerald dengan mesra. 

Giselle tertegun. Ia tak bisa menutupi rasa terkejut di wajahnya. 

Melihat wanita yang bersama Gerald saat ini membuat perasaan Giselle tidak karuan. 

Dia adalah Laura—sahabat yang telah menusuk Giselle dari belakang. Dialah sosok perempuan yang membuatnya berada di posisi ini. Jika saja kecelakaan itu tidak pernah terjadi, mungkin semuanya akan berbeda.

"Loh, Sayang ... kenapa dia ada di sini?!" pekik Laura saat menyadari ada Giselle di sana. 

Gerald berdehem pelan. "Sekarang dia bekerja di sini menjadi bawahanku." 

Laura cemberut dan duduk di pangkuan Gerald. "Hmm ... tapi bagaimana kalau dia menggodamu? Aku tidak mau calon suamiku direbut oleh orang lain!" 

Gerald tersenyum menenangkan. "Aku tidak akan memungut kembali sesuatu yang sudah aku buang, Sayang," katanya.

Mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Gerald, hati Giselle terasa begitu nyeri.

Laura terkekeh senang dan memeluk Gerald dengan erat, lalu mengecupi pipi laki-laki itu. 

"Aku sangat mencintaimu, Gerald." 

"Aku tahu itu, Laura," sahut Gerald. 

Laki-laki tampan itu melirik ke arah Giselle yang diam menundukkan kepalanya. Rasanya menyenangkan melihat ekspresi sedih di wajah Giselle saat ini. 

Giselle melirik ke arah Gerald yang kini tengah mencium Laura.

Tak mau berlama-lama di sana, Giselle mengambil asal sebuah berkas sebelum ia berdiri dari duduknya dan memalingkan wajah dari mereka. 

"Ma-maaf, Pak. Saya permisi sebentar," pamitnya. 

Gerald melepaskan tautan bibirnya dari Laura, lalu memperhatikan Giselle yang kini keluar meninggalkan ruangannya dengan cepat. 

Ekspresi wajah Gerald menjadi sangat dingin. Ia melepaskan tangan Laura dari bahunya. 

"Gerald—" 

"Duduklah di sofa," ucapnya, tiba-tiba berubah menjadi dingin. 

Laura cemberut dan berjalan mendekati sofa tanpa membantah.

Sedangkan Gerald, ia duduk diam menatap tempat duduk Giselle yang kini kosong.

Wajah sedih wanita itu kembali terbayang dalam benaknya, membuat ujung bibir Gerald terangkat dengan bangga. 

‘Bagaimana perasaanmu, Giselle? Setelah kau berada dalam genggamanku, jangan harap kau bisa hidup bahagia!’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 5. Putri Kecilku yang Malang

    Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Giselle menyelesaikan pekerjaannya. Pekerjaan yang sungguh tak terkira, Giselle hanya bisa beristirahat di jam makan siang saja. Gerald tak mengizinkan ia pergi sebelum pekerjaannya benar-benar selesai. Malam ini hujan turun cukup deras di kota Luinz. Kilat dan petir juga menyambar berkali-kali. Giselle berjalan terburu-buru, ia sangat panik karena meninggalkan Elodie sendirian di rumah sakit. "Ya Tuhan, semoga dia tidak takut. Aku harus segera sampai ke rumah sakit sesegera mungkin," gumam Giselle di sela langkahnya yang tergesa-gesa. Di belakangnya, ada Gerald yang berjalan ditemani ajudannya, tampak memperhatikan wanita itu. Ekspresi dingin Gerald berubah sinis saat ia melihat Giselle yang berjalan terburu-buru. "Kenapa dia sangat terburu-buru?" gumam Gerald dengan kedua mata memicing tajam. "Entahlah, Tuan. Mungkin karena pulang terlalu malam, atau ... ada seseorang yang dia tinggalkan sendirian di rumah, mungkin," jawab Sergio. "S

    Last Updated : 2025-04-09
  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 6. Wanita yang Merenggut Kebahagiaanku

    Keesokan paginya... Giselle sudah bersiap dengan pakaian kerjanya yang rapi. Pagi ini Giselle berangkat sedikit terlambat karena Elodie masih rewel untuk ia tinggalkan. Sesampainya di kantor, Giselle berjalan cepat menuju ruang CEO. Namun, begitu Giselle sampai di ruangan itu, bukan Gerald yang ia temui di sana—melainkan sosok Laura yang tengah duduk di sofa dan menatapnya tajam. Giselle menundukkan kepalanya berusaha untuk bersikap tenang. "Selamat pagi, Bu Laura," sapanya. Wanita dengan balutan dress merah tua itu menaikkan salah satu alisnya saat Giselle menyapanya. "Sejak kapan kau memanggilku dengan sebutan itu, Giselle? Bukankah dulu kau hanya memanggilku Laura saja?" tanya Laura tersenyum miring dan duduk menyilangkan kakinya. Giselle yang berada di dekat mejanya menatap ke arah Laura dengan penuh keraguan. Sahabat yang dulunya Giselle anggap seperti saudara, ternyata menikamnya dengan kejam dari belakang. Tak hanya itu, Laura juga merampas semua kebahagiaan Gisell

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 7. Terperangkap Bersamamu

    "Halo ... Nyonya Giselle. Apakah Nyonya sedang sibuk saat ini? Elodie terus rewel, sejak tadi mencari Nyonya." Suara seorang suster di balik panggilan itu membuat Giselle panik dan langsung beranjak dari duduknya cepat. Wanita cantik berambut panjang bergelombang itu menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore. "Saya masih berada di kantor, sus," jawab Giselle gusar."Bisakah Nyonya datang? Kami sudah berusaha untuk menenangkan Elodie, tetapi dia terus mencari Mamanya," jelas suster itu. Giselle mengusap wajahnya yang sangat cemas. "Tolong berikan ponselnya pada Elodie sebentar saja, suster." "Baik, Nyonya. Tunggu sebentar." Giselle mendengar suara rengekan tangis anak kecil di balik panggilan itu. "Mamaaa," panggil Elodie dengan suara bergetar. "Sayang. Ini Mama, Nak. Elodie jangan menangis ya, Mama sebentar lagi akan pulang," ucap Giselle dengan lembut. "Mama pulang, Ma…!" Tangis Elodie terdengar di sana. Kedua mata Giselle terpejam, kepiluan memenuh

    Last Updated : 2025-04-14
  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 8. Ingin Lebih dari Semalam

    Menepati permintaan Gerald yang tak bisa Giselle tolak, mereka berdua pergi ke sebuah hotel berbintang di kota Luinz. Gerald memesan kamar khusus untuknya dan Giselle malam ini. Sejak kejadian di kantor sore tadi, Giselle tampak murung dan sedih. Wanita cantik itu kini duduk di tepian ranjang kamar menundukkan kepalanya. 'Ya Tuhan, bagaimana dengan anakku sekarang? Bagaimana ... bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari Gerald saat ini?' Giselle menundukkan kepalanya dan meremas kuat rok selutut yang ia pakai. "Maafkan Mama, Elodie," lirih Giselle nyaris tak bersuara. Pikirannya terus dipenuhi bayangan Elodie yang menangis ketakutan.Lamunan Giselle buyar saat ia mendengar suara pintu dikunci. Sosok Gerald berdiri di sana, tengah melepaskan tuxedo hitamnya sambil berjalan mendekati Giselle. Tatapan matanya yang tajam menelisik Giselle yang diam duduk di tepian ranjang tak menatapnya sedikit pun. Ekspresi sedihnya bisa dibaca oleh Gerald. "Kau sedih karena tidak bisa menemu

    Last Updated : 2025-04-15
  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 1. Antara Putri Kecilku dan Harga Diriku

    "Nyonya, nyawa putri anda bisa tidak tertolong..."Tubuh Giselle Marjorie menegang seketika. Sepasang matanya berkaca-kaca mendengar apa yang dikatakan oleh dokter."Tolong berikan yang terbaik untuk anak saya, dok. Saya mohon..." pinta Giselle, suaranya bergetar menahan tangis.Sambil menghindari tatapan sayu Giselle, dokter itu mengangkat stetoskopnya, lantas menarik nafas panjang."Maaf, Nyonya, kami tidak bisa bertindak lebih jauh sebelum tunggakan dilunasi," ucap sang dokter.Giselle menarik jas dokter tersebut seraya berlutut, "Saya akan berusaha melunasi semua biaya pengobatannya, saya berjanji!"Dokter itu tampak kelabakan. Ia membantu Giselle untuk berdiri dengan susah payah, lalu meminta maaf karena tidak bisa melakukan tindakan apapun saat ini.Giselle tertunduk dengan bahu terkulai di lorong rumah sakit begitu dokter pamit pergi. Air matanya berdesakan di pelupuk mata mengiringi kepedihan di hatinya.Biaya pengobatan yang menunggak itu hampir menyentuh lima ratus juta. Dar

    Last Updated : 2025-04-09
  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 2. Aku Telah Bertekad

    "A-apa?" lirihnya tak percaya. Seperti disambar petir, Giselle mematung menatap lekat pada pria di hadapannya itu. Tidur bersama mantan suaminya? Apakah Gerald sudah gila?!"A-apakah tidak ada cara lain?" Giselle menatapnya dengan putus asa. "Ke-kenapa harus tidur bersama? Kita ... kita tidak mungkin—""Aku tidak memaksa," ucap Gerald menyela. "Tapi aku tidak yakin, kau bisa mendapatkan uang yang kau butuhkan di luar sana."Raut wajah cantik itu menjadi muram. Jemarinya terus meremas rok yang ia pakai dan iris mata birunya bergerak gelisah. Rasa nelangsa memenuhi relung hati Giselle. Haruskah ia menjadi wanita murahan yang menukarkan tubuhnya dengan uang, pada mantan suaminya?"Tolong berikan saya waktu untuk berpikir sebentar," ujarnya kemudian. Gerald menatapnya tajam. "Putuskan secepat mungkin. Aku tidak suka menunggu." Anggukan kecil diberikan oleh Giselle. Ia pun langsung membungkukkan badannya dan pamit dari sana.Tubuh kurusnya gemetar saat meninggalkan ruangan CEO. Air mat

    Last Updated : 2025-04-09
  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 3. Sebagai Boneka Ranjangmu

    Giselle susah payah menelan ludah. Ia tak berani mengangkat wajahnya saat Gerald berjalan menghampirinya yang berdiri di dekat ranjang. Sedangkan Gerald tersenyum tipis, nyaris tak terlihat di wajah dinginnya. Melihat ekspresi muram di wajah mantan istrinya yang sangat ia benci saat ini, seolah ada rasa senang tersendiri di hatinya. “Kenapa diam saja?” tanya Gerald seolah menantang, ketika sudah berdiri begitu dekat dengan Giselle.Giselle akhirnya mengangkat wajah. Kedua iris mata birunya menatap lekat wajah tampan Gerald. "Sa-saya, saya tidak yakin untuk melakukannya," ujar Giselle membuang muka. Gerald tersenyum kecut. "Jangan munafik, Giselle, kau bukan seorang perawan lagi," bisik Gerald tepat di depan bibir Giselle. “Bukankah dulu kita sering melakukan ini?”Giselle tertunduk. Mereka memang sering melakukan itu dulu. Tapi itu saat mereka masih bersama. “Kenapa? Apa yang membuatmu tidak bisa melakukan ini lagi denganku?”Wajah Giselle menegang, ia menggelengkan kepalanya. "K

    Last Updated : 2025-04-09

Latest chapter

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 8. Ingin Lebih dari Semalam

    Menepati permintaan Gerald yang tak bisa Giselle tolak, mereka berdua pergi ke sebuah hotel berbintang di kota Luinz. Gerald memesan kamar khusus untuknya dan Giselle malam ini. Sejak kejadian di kantor sore tadi, Giselle tampak murung dan sedih. Wanita cantik itu kini duduk di tepian ranjang kamar menundukkan kepalanya. 'Ya Tuhan, bagaimana dengan anakku sekarang? Bagaimana ... bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari Gerald saat ini?' Giselle menundukkan kepalanya dan meremas kuat rok selutut yang ia pakai. "Maafkan Mama, Elodie," lirih Giselle nyaris tak bersuara. Pikirannya terus dipenuhi bayangan Elodie yang menangis ketakutan.Lamunan Giselle buyar saat ia mendengar suara pintu dikunci. Sosok Gerald berdiri di sana, tengah melepaskan tuxedo hitamnya sambil berjalan mendekati Giselle. Tatapan matanya yang tajam menelisik Giselle yang diam duduk di tepian ranjang tak menatapnya sedikit pun. Ekspresi sedihnya bisa dibaca oleh Gerald. "Kau sedih karena tidak bisa menemu

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 7. Terperangkap Bersamamu

    "Halo ... Nyonya Giselle. Apakah Nyonya sedang sibuk saat ini? Elodie terus rewel, sejak tadi mencari Nyonya." Suara seorang suster di balik panggilan itu membuat Giselle panik dan langsung beranjak dari duduknya cepat. Wanita cantik berambut panjang bergelombang itu menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore. "Saya masih berada di kantor, sus," jawab Giselle gusar."Bisakah Nyonya datang? Kami sudah berusaha untuk menenangkan Elodie, tetapi dia terus mencari Mamanya," jelas suster itu. Giselle mengusap wajahnya yang sangat cemas. "Tolong berikan ponselnya pada Elodie sebentar saja, suster." "Baik, Nyonya. Tunggu sebentar." Giselle mendengar suara rengekan tangis anak kecil di balik panggilan itu. "Mamaaa," panggil Elodie dengan suara bergetar. "Sayang. Ini Mama, Nak. Elodie jangan menangis ya, Mama sebentar lagi akan pulang," ucap Giselle dengan lembut. "Mama pulang, Ma…!" Tangis Elodie terdengar di sana. Kedua mata Giselle terpejam, kepiluan memenuh

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 6. Wanita yang Merenggut Kebahagiaanku

    Keesokan paginya... Giselle sudah bersiap dengan pakaian kerjanya yang rapi. Pagi ini Giselle berangkat sedikit terlambat karena Elodie masih rewel untuk ia tinggalkan. Sesampainya di kantor, Giselle berjalan cepat menuju ruang CEO. Namun, begitu Giselle sampai di ruangan itu, bukan Gerald yang ia temui di sana—melainkan sosok Laura yang tengah duduk di sofa dan menatapnya tajam. Giselle menundukkan kepalanya berusaha untuk bersikap tenang. "Selamat pagi, Bu Laura," sapanya. Wanita dengan balutan dress merah tua itu menaikkan salah satu alisnya saat Giselle menyapanya. "Sejak kapan kau memanggilku dengan sebutan itu, Giselle? Bukankah dulu kau hanya memanggilku Laura saja?" tanya Laura tersenyum miring dan duduk menyilangkan kakinya. Giselle yang berada di dekat mejanya menatap ke arah Laura dengan penuh keraguan. Sahabat yang dulunya Giselle anggap seperti saudara, ternyata menikamnya dengan kejam dari belakang. Tak hanya itu, Laura juga merampas semua kebahagiaan Gisell

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 5. Putri Kecilku yang Malang

    Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Giselle menyelesaikan pekerjaannya. Pekerjaan yang sungguh tak terkira, Giselle hanya bisa beristirahat di jam makan siang saja. Gerald tak mengizinkan ia pergi sebelum pekerjaannya benar-benar selesai. Malam ini hujan turun cukup deras di kota Luinz. Kilat dan petir juga menyambar berkali-kali. Giselle berjalan terburu-buru, ia sangat panik karena meninggalkan Elodie sendirian di rumah sakit. "Ya Tuhan, semoga dia tidak takut. Aku harus segera sampai ke rumah sakit sesegera mungkin," gumam Giselle di sela langkahnya yang tergesa-gesa. Di belakangnya, ada Gerald yang berjalan ditemani ajudannya, tampak memperhatikan wanita itu. Ekspresi dingin Gerald berubah sinis saat ia melihat Giselle yang berjalan terburu-buru. "Kenapa dia sangat terburu-buru?" gumam Gerald dengan kedua mata memicing tajam. "Entahlah, Tuan. Mungkin karena pulang terlalu malam, atau ... ada seseorang yang dia tinggalkan sendirian di rumah, mungkin," jawab Sergio. "S

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 4. Perasaan yang Tersayat Sembilu

    Keesokan paginya, Giselle sudah melunasi semua biaya pengobatan Elodie. Ia juga meminta pada dokter untuk segera melakukan pengobatan lanjutan. Giselle masih memiliki waktu beberapa menit untuk menemani putri kecilnya sebelum ia berangkat ke kantor. Seperti biasa, Elodie selalu manja pada Giselle. Ia ingin selalu ditemani. "Elodie tidak boleh sedih-sedih lagi ya, Sayang. Sebentar lagi Suster Anna akan ke sini menemani Elodie," ujar Giselle mengusap pipi putih putri kecilnya. "Mama tidak boleh pergi lama-lama, nanti hati Elodie sedih," ujar anak itu menyandarkan kepalanya di dada Giselle dengan bibir mungilnya yang mencebik. "Mama tidak akan pergi lama. Nanti sore Mama sudah pulang. Mama harus bekerja, supaya bisa beli susu buat Elodie," ujar Giselle mendekap tubuh mungil Elodie. Anak kecil itu kembali meminta berbaring. Giselle pun membaringkannya, ia mengecup wajah manis Elodie berkali-kali. Meskipun rasa sedih masih terus menyiksanya, namun di depan sang buah hati, Giselle ti

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 3. Sebagai Boneka Ranjangmu

    Giselle susah payah menelan ludah. Ia tak berani mengangkat wajahnya saat Gerald berjalan menghampirinya yang berdiri di dekat ranjang. Sedangkan Gerald tersenyum tipis, nyaris tak terlihat di wajah dinginnya. Melihat ekspresi muram di wajah mantan istrinya yang sangat ia benci saat ini, seolah ada rasa senang tersendiri di hatinya. “Kenapa diam saja?” tanya Gerald seolah menantang, ketika sudah berdiri begitu dekat dengan Giselle.Giselle akhirnya mengangkat wajah. Kedua iris mata birunya menatap lekat wajah tampan Gerald. "Sa-saya, saya tidak yakin untuk melakukannya," ujar Giselle membuang muka. Gerald tersenyum kecut. "Jangan munafik, Giselle, kau bukan seorang perawan lagi," bisik Gerald tepat di depan bibir Giselle. “Bukankah dulu kita sering melakukan ini?”Giselle tertunduk. Mereka memang sering melakukan itu dulu. Tapi itu saat mereka masih bersama. “Kenapa? Apa yang membuatmu tidak bisa melakukan ini lagi denganku?”Wajah Giselle menegang, ia menggelengkan kepalanya. "K

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 2. Aku Telah Bertekad

    "A-apa?" lirihnya tak percaya. Seperti disambar petir, Giselle mematung menatap lekat pada pria di hadapannya itu. Tidur bersama mantan suaminya? Apakah Gerald sudah gila?!"A-apakah tidak ada cara lain?" Giselle menatapnya dengan putus asa. "Ke-kenapa harus tidur bersama? Kita ... kita tidak mungkin—""Aku tidak memaksa," ucap Gerald menyela. "Tapi aku tidak yakin, kau bisa mendapatkan uang yang kau butuhkan di luar sana."Raut wajah cantik itu menjadi muram. Jemarinya terus meremas rok yang ia pakai dan iris mata birunya bergerak gelisah. Rasa nelangsa memenuhi relung hati Giselle. Haruskah ia menjadi wanita murahan yang menukarkan tubuhnya dengan uang, pada mantan suaminya?"Tolong berikan saya waktu untuk berpikir sebentar," ujarnya kemudian. Gerald menatapnya tajam. "Putuskan secepat mungkin. Aku tidak suka menunggu." Anggukan kecil diberikan oleh Giselle. Ia pun langsung membungkukkan badannya dan pamit dari sana.Tubuh kurusnya gemetar saat meninggalkan ruangan CEO. Air mat

  • Nona, Tuan CEO Ingin Lebih dari Semalam   Bab 1. Antara Putri Kecilku dan Harga Diriku

    "Nyonya, nyawa putri anda bisa tidak tertolong..."Tubuh Giselle Marjorie menegang seketika. Sepasang matanya berkaca-kaca mendengar apa yang dikatakan oleh dokter."Tolong berikan yang terbaik untuk anak saya, dok. Saya mohon..." pinta Giselle, suaranya bergetar menahan tangis.Sambil menghindari tatapan sayu Giselle, dokter itu mengangkat stetoskopnya, lantas menarik nafas panjang."Maaf, Nyonya, kami tidak bisa bertindak lebih jauh sebelum tunggakan dilunasi," ucap sang dokter.Giselle menarik jas dokter tersebut seraya berlutut, "Saya akan berusaha melunasi semua biaya pengobatannya, saya berjanji!"Dokter itu tampak kelabakan. Ia membantu Giselle untuk berdiri dengan susah payah, lalu meminta maaf karena tidak bisa melakukan tindakan apapun saat ini.Giselle tertunduk dengan bahu terkulai di lorong rumah sakit begitu dokter pamit pergi. Air matanya berdesakan di pelupuk mata mengiringi kepedihan di hatinya.Biaya pengobatan yang menunggak itu hampir menyentuh lima ratus juta. Dar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status