"Sejak awal di tahu kalau aku nggak akan mau anak ini, nggak seharusnya dia menyembunyikan hal ini dariku."Setelah selesai berbicara, Brian keluar.Simon mengikutinya untuk keluar."Kak, apa yang kamu pikirkan? Nova sudah bersamamu selama tiga tahun. Apa kamu sama sekali nggak ada perasaan padanya? Kalau nggak ada, kenapa kamu masih saja memaksanya untuk ada di sisimu? Lebih baik bebaskan dia saja. Kamu juga bisa bersama Yasmin dengan bahagia!"Langkah Brian tiba-tiba terhenti.Brian menatap Simon dengan serius."Simon, jangan berpikir hanya karena kamu ini adikku, kamu bisa ikut campur dalam urusan pribadiku!"Simon tersedak. "Kak, bukan itu maksudku, aku hanya .... Ah, lupakan saja. Aku katakan saja yang sejujurnya, aku menganggapnya sebagai kakak iparku sendiri. Bagaimanapun, menurutku dia lebih baik dari Yasmin."Brian meliriknya, sudut bibirnya bergerak sedikit, tapi pada akhirnya tidak berkata apa-apa....Ruang gawat darurat.Nabila bergegas.Melihat Brian berdiri di sana, Nabi
Tangisan di kamar tidak berhenti.Brian berdiri di dekat pintu, bahkan tidak mengubah postur tubuhnya.Setelah lumayan lama, ketika tangisan di dalam akhirnya berhenti, Brian menundukkan kepalanya dan melihat rokok di tangannya.Brian mengangkat tangannya dan membuang rokok yang sudah hancur itu ke tempat sampah, mengambil yang baru dan berjalan ke area merokok.Nabila datang setelah pulang kerja.Nova terbaring sendirian di ranjang rumah sakit, dengan air berkilauan di sudut matanya.Nabila tersenyum kaku."Sebenarnya nggak masalah, kalau nggak ... kamu akan mengurus Bibi dan anak itu sendiri, melelahkan sekali."Nova tidak tahu berapa banyak usaha yang diperlukan untuk menahan air matanya.Nova mengangguk."Ya, aku tahu."Bagaimana mungkin dia tidak mengetahui situasinya sendiri?Mungkin sebuah hal baik karena anak ini gugur.Kalau tidak, dia harus menanggung kesulitan bersamanya setelah lahir.Namun, hatinya masih merasa tidak nyaman.Nabila tidak tahan melihatnya seperti ini, jadi
Dia membantu Nova duduk, lalu menyerahkan semangkuk bubur ke tangan Nova.Mungkin karena lemah dan kekurangan energi, saat mangkuk itu diserahkan ke tangannya, Nova tidak bisa memegang mangkuknya dengan benar.Brian menangkap mangkuk itu dengan cepat, tatapan matanya terlihat sedikit tidak berdaya."Kenapa nggak bisa memegang mangkuk ini dengan benar?" Setelah itu, Brian mengangkat alisnya dan berkata, "Mau aku suapi?""Nggak perlu, aku saja sendiri."Nova ingin mengambil mangkuk itu lagi, tapi Brian tidak melepaskannya.Brian duduk di tepi tempat tidur dan menatap Nova, tatapan matanya sangat rumit sehingga sulit untuk dipahami.Nova memalingkan muka darinya."Memang pilihanku sendiri untuk mempertahankan anak itu. Aku nggak akan menyalahkan orang lain, jadi kamu nggak perlu merasa bersalah padaku."Brian menyisihkan mangkuk itu dan menyeka tangannya.Brian melemparkan tisu itu ke tempat sampah dengan wajah cemberut lalu berbicara pada Nova."Nova, transaksi di antara kita selalu adil
Brian tidak mengindahkan kata-katanya.Brian berbicara perlahan."Nova, kamu seharusnya sadar kamu nggak memenuhi syarat untuk mengakhiri hubungan ini. Aku nggak meminta pertanggungjawabanmu karena menyembunyikan kehamilanmu, tapi sekarang kamu nggak akan bisa menggunakan keguguran ini untuk alasan berpisah!"Nada suara Brian tidak mengandung perasaan apa pun.Nova tersenyum pahit.Ya, dirinya memang tidak memenuhi syarat.Perjanjian yang mereka tandatangani sama sekali tidak adil baginya.Dia akan selalu tidak memenuhi syarat di depan Brian.Dia tidak punya hak untuk marah, tidak punya hak untuk menunjukkan emosinya, bahkan tidak punya hak untuk membicarakan perpisahan."Merasa rugi?" tanya Brian.Nova terkekeh."Nggak."Tidak ada histeria, hanya sedikit kesedihan.Kedengarannya sangat menyedihkan.Brian tiba-tiba merasa marah di dalam hatinya.Brian langsung membalikkan Nova hingga menghadapnya."Nova, karena sejak awal kamu memutuskan untuk mempertahankan anak ini, kamu harus siap m
Di larut malam, sebuah mobil melaju keluar dari rumah sakit dan akhirnya berhenti di luar sebuah pabrik terbengkalai di pinggiran kota.Brian mendobrak pintu pabrik dan mendengar makian dari dalam."Dasar jalang! Dia sudah menyakiti putriku lalu ingin menyakitiku? Mereka sudah bekerja sama. Aku ingin dia mati! Saat aku sudah keluar, aku akan membunuhnya sendiri!"Brian menggerakkan pergelangan tangannya yang agak kaku, mengambil sebatang tongkat kayu dari tanah dan menimbangnya di tangannya.Sebelum ada yang bereaksi, Brian memukul kaki pria itu dengan tongkat.Suara patah tulang bergema di pabrik ini bersamaan dengan jeritan.Brian membuang tongkat itu, mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya."Siapa yang memintamu melakukan ini?"Raut wajah pria itu menjadi pucat karena kesakitan, tatapan matanya penuh ketakutan saat menatap Brian."Dialah yang mencelakai putriku! Jelas-jelas dialah yang mencelakai putriku! Aku memang yang mendorongnya!"Lintang berdiri di dekatnya dengan kepal
Brian keluar dengan membawa Nova di pelukannya.Orang-orang yang berjalan mondar-mandir di rumah sakit memperhatikan mereka.Nova tampak sedikit tidak nyaman."Aku bisa jalan sendiri."Brian menatapnya lalu berkata, "Yakin bisa jalan sendiri?""Bisa."Brian meliriknya, tapi tidak berniat menurunkannya.Pintu lift terbuka. Saat mereka berdua hendak masuk, langkah kaki Brian terhenti.Nova berbalik dan melihat Yasmin dan Stephen berdiri di dalam lift.Tangan Yasmin juga terbungkus dengan kain kasa.Brian langsung mengerutkan kening."Apa yang terjadi?"Yasmin menoleh ke samping lalu menjawab, "Nggak apa-apa."Stephen tertawa. "Brian, kenapa nggak jawab telepon Yasmin tadi malam? Tadi malam dia terluka, untung ada kami yang mengantarkannya ke rumah sakit."Mata Brian tertuju pada kain kasa di tangannya."Kenapa bisa terluka?"Lingkaran mata Yasmin mulai memerah."Kamu peduli padaku?"Brian tertawa. "Kalau kamu nggak mau bilang, aku juga nggak akan tanya lagi.""Kenapa kamu seperti ini!"K
Yasmin berdiri di dekatnya dengan mata yang sudah memerah."Stephen, jangan bicara lagi. Aku hanya melakukan ini untuk menenangkan amarah Bu Nova. Aku nggak pernah memikirkan siapa yang akan menanggung konsekuensinya."Stephen langsung mengerutkan kening. "Kamu terlalu baik."Yasmin memandang Brian dengan sedih. "Selama Bu Nova nggak marah lagi, aku bisa melakukan apa saja."Tatapan mata Brian begitu serius dan ekspresinya sangat suram.Matanya tertuju pada Nova.Nova tidak punya niat untuk berkompromi sama sekali."Nona Yasmin ingin sekali minta maaf padaku. Kalau begitu minta maaf saja."Setelah Nova selesai berbicara, Yasmin tertegun sejenak.Bukan hanya Yasmin, tapi juga Stephen di sebelahnya tiba-tiba terkejut."Apa maksudmu?"Nova menatap langsung ke matanya."Bukankah Pak Stephen terus-menerus bilang kalau Nona Yasmin ingin minta maaf padaku dan aku nggak menerimanya? Minta maaf sekarang saja. Selama dia minta maaf sekarang, aku akan segera memaafkannya, juga ...."Nova berbalik
Nova terdiam beberapa saat, kemudian tertawa. "Cukup senang."Brian memandangnya dan terdiam beberapa sejenak, baru berkata, "Masalah Yasmin sudah selesai. Jangan mengungkitnya lagi."Tidak ada penyembunyian kesalahan dalam kata-kata Brian.Nova tersenyum sedih. "Pak Brian lihat saja, apa aku yang mengungkit hal ini? Apa aku menyalahkan Yasmin? Apa Yasmin perlu bersikap seperti ini di depanku?"Raut wajah Brian tampak sangat suram."Kamu nggak menyalahkannya, tapi bukankah itu yang ada dalam pikiranmu?""Kamu nggak mengizinkanku untuk berpikir yang lainnya?"Brian meliriknya dan tidak berkata apa-apa lagi.Nova merasa tidak nyaman dan sedikit canggung.Sebenarnya sangat sulit baginya untuk berjalan dan kakinya selalu lemas, tapi dia tidak mau meminta bantuan Brian.Brian mengerutkan kening dan menatapnya, lalu akhirnya mengangkatnya."Aku bisa jalan sendiri, kamu temui saja Nona Yasmin. Lagi pula, dia juga terluka karena aku. Aku nggak bisa bertanggung jawab."Brian menatapnya dengan t