Brian keluar dengan membawa Nova di pelukannya.Orang-orang yang berjalan mondar-mandir di rumah sakit memperhatikan mereka.Nova tampak sedikit tidak nyaman."Aku bisa jalan sendiri."Brian menatapnya lalu berkata, "Yakin bisa jalan sendiri?""Bisa."Brian meliriknya, tapi tidak berniat menurunkannya.Pintu lift terbuka. Saat mereka berdua hendak masuk, langkah kaki Brian terhenti.Nova berbalik dan melihat Yasmin dan Stephen berdiri di dalam lift.Tangan Yasmin juga terbungkus dengan kain kasa.Brian langsung mengerutkan kening."Apa yang terjadi?"Yasmin menoleh ke samping lalu menjawab, "Nggak apa-apa."Stephen tertawa. "Brian, kenapa nggak jawab telepon Yasmin tadi malam? Tadi malam dia terluka, untung ada kami yang mengantarkannya ke rumah sakit."Mata Brian tertuju pada kain kasa di tangannya."Kenapa bisa terluka?"Lingkaran mata Yasmin mulai memerah."Kamu peduli padaku?"Brian tertawa. "Kalau kamu nggak mau bilang, aku juga nggak akan tanya lagi.""Kenapa kamu seperti ini!"K
Yasmin berdiri di dekatnya dengan mata yang sudah memerah."Stephen, jangan bicara lagi. Aku hanya melakukan ini untuk menenangkan amarah Bu Nova. Aku nggak pernah memikirkan siapa yang akan menanggung konsekuensinya."Stephen langsung mengerutkan kening. "Kamu terlalu baik."Yasmin memandang Brian dengan sedih. "Selama Bu Nova nggak marah lagi, aku bisa melakukan apa saja."Tatapan mata Brian begitu serius dan ekspresinya sangat suram.Matanya tertuju pada Nova.Nova tidak punya niat untuk berkompromi sama sekali."Nona Yasmin ingin sekali minta maaf padaku. Kalau begitu minta maaf saja."Setelah Nova selesai berbicara, Yasmin tertegun sejenak.Bukan hanya Yasmin, tapi juga Stephen di sebelahnya tiba-tiba terkejut."Apa maksudmu?"Nova menatap langsung ke matanya."Bukankah Pak Stephen terus-menerus bilang kalau Nona Yasmin ingin minta maaf padaku dan aku nggak menerimanya? Minta maaf sekarang saja. Selama dia minta maaf sekarang, aku akan segera memaafkannya, juga ...."Nova berbalik
Nova terdiam beberapa saat, kemudian tertawa. "Cukup senang."Brian memandangnya dan terdiam beberapa sejenak, baru berkata, "Masalah Yasmin sudah selesai. Jangan mengungkitnya lagi."Tidak ada penyembunyian kesalahan dalam kata-kata Brian.Nova tersenyum sedih. "Pak Brian lihat saja, apa aku yang mengungkit hal ini? Apa aku menyalahkan Yasmin? Apa Yasmin perlu bersikap seperti ini di depanku?"Raut wajah Brian tampak sangat suram."Kamu nggak menyalahkannya, tapi bukankah itu yang ada dalam pikiranmu?""Kamu nggak mengizinkanku untuk berpikir yang lainnya?"Brian meliriknya dan tidak berkata apa-apa lagi.Nova merasa tidak nyaman dan sedikit canggung.Sebenarnya sangat sulit baginya untuk berjalan dan kakinya selalu lemas, tapi dia tidak mau meminta bantuan Brian.Brian mengerutkan kening dan menatapnya, lalu akhirnya mengangkatnya."Aku bisa jalan sendiri, kamu temui saja Nona Yasmin. Lagi pula, dia juga terluka karena aku. Aku nggak bisa bertanggung jawab."Brian menatapnya dengan t
Namun, Nova benar-benar tidak bisa memakannya."Aku ingin makan makanan yang rasanya agak ringan.""Oke, aku akan memasaknya dulu."Pelayannya membawa keluar sup itu dan Brian mengerutkan kening."Dia nggak mau makan?""Nona Nova mau makan makanan yang rasanya agak ringan."Brian terdiam beberapa saat. "Masak sesuatu yang lebih ringan untuknya. Sebelum masak, tanya dulu apa maunya.""Baik," jawab pelayan dengan cepat lalu masuk ke dapur.Brian melirik ke pintu kamar tidur yang tertutup, akhirnya berbalik memasuki ruang kerja.Pelayan akhirnya memasak bubur sayur untuk Nova.Meski masih tidak nafsu makan, Nova akhirnya makan.Nova harus mengakui bahwa Brian benar.Yang diberi nutrisi sekarang adalah tubuhnya.Jika diri sendiri tidak menyayanginya, bagaimana bisa mengharapkan orang lain untuk merawatnya?Brian selalu bijaksana dan masuk akal.Mulut Nova terasa pahit.Pelayan memandang Nova sambil tersenyum."Pak Brian baik sekali padamu."Nova menatap pelayan itu lalu tersenyum pahit dan
Hati Nova terasa seperti diukir dengan pisau tajam.Nova tidak ingin memberi tahu pria ini bahwa dirinya mungkin tidak akan hamil lagi.Jika mengatakannya, seolah-olah Nova menyuruhnya untuk bertanggung jawab.Namun, perkataan Brian seperti pisau tajam.Begitu menusuk hatinya hingga terasa seperti sudah berlumuran darah.Sangat menyakitkan hingga Nova sulit bernapas.Nova menarik napas dalam-dalam dan tersenyum pada Brian."Ya, akan aku lakukan."Kerutan di dahi Brian langsung semakin dalam.Jelas dia sendiri yang mengatakan ini.Namun, saat Nova menyanggupinya, akhirnya membuat hatinya tidak nyaman.Apa Nova benar-benar berpikir untuk memiliki bayi dengan orang lain?Tatapan matanya yang tajam tertuju pada Nova."Tapi jangan terlalu banyak berpikir, Bu Nova. Kalau seorang pria mengizinkanmu punya anak, pria itu belum tentu mencintaimu. Nantinya kamu harus lebih berhati-hati memilih pria."Nova tertawa."Setidaknya pria itu mengizinkanku untuk melahirkan anak."Raut wajah Brian langsun
Nova melihat ke atas. "Lumayan, aku hanya merasa tubuhku nggak ada tenaga lagi.""Aneh kalau kamu masih ada kekuatan. Apa kamu tahu seberapa banyak darahmu hilang?"Nova tidak tahu, tapi tahu bahwa pendarahan seharusnya dimulai saat berada di dalam mobil."Apa Brian merawatmu dengan baik?"Nova menjawab, "Baik, bahkan menyewa pelayan untukku.""Wah!" Nabila terkejut. "Ternyata dia nggak sepenuhnya jahat."Nova tertawa.Jika hanya sekadar transaksi, Brian memang bisa dibilang sangat baik hati.Bukan hanya tidak menyalahkan karena Nova menyembunyikan kehamilannya, malah menyewa pelayan untuk merawatnya."Jaga dirimu baik-baik di rumah. Kalau ada waktu luang, aku akan mencarimu.""Ya."Keduanya mengobrol beberapa kata lagi. Sebelum menutup telepon, Nabila menyebutkan sesuatu."Ngomong-ngomong, kamu sudah sehat saat ada reuni SMA kita. Apa kamu mau ikut juga?"Nova samar-samar teringat bahwa grup WhatsApp memang sedang membicarakan reuni kelas beberapa waktu lalu.Dia kesal dengan Yasmin s
Nova mengira Brian tidak akan pulang hari ini.Bagaimanapun, ada Yasmin yang menunggunya.Tanpa diduga, malam harinya Brian pulang."Pak Simon pulang?"Pelayan bertanya, Brian mengangguk, terdiam beberapa saat dan bertanya lagi, "Bagaimana keadaannya? Apa dia sudah makan?""Sudah, Nona Nova makan banyak."Brian mengangguk lagi dan membuka pintu kamar.Di dalam kamar, Nova sedang bersandar di tempat tidur sambil memegang buku berbahasa asing di tangannya.Setelah mendengar gerakan itu, Nova mengangkat kepalanya dan menatap mata Brian.Brian berjalan ke tempat tidur dalam diam dan mengambil buku itu dari tangannya."Sekarang bukan saatnya membaca buku. Akhir-akhir ini jangan baca dulu."Nova terdiam beberapa saat dan menjawab, "Oke."Suaranya sangat tenang, masih menunjukkan rasa tidak peduli dan asing.Brian meliriknya.Namun, tidak berkata apa-apa lagi.Brian perlahan membuka kancing kemejanya dan memasuki kamar mandi dengan memakai piamanya.Setelah mandi, Brian pergi ke ruang kerja.
Brian akan bertanya, "Kenapa kamu masih membuat yang manis?"Nova masih menaruh harapan besar padanya saat itu.Saat Brian bertanya, Nova akan selalu berkata dengan sedikit harapan, "Karena aku suka makan yang manis-manis."Namun, Brian akan tetap bertanya begitu melihat hidangan manis di atas meja.Belakangan, Nova berhenti memasak hidangan manis dan semua hidangan baru yang dia pelajari didasarkan pada selera Brian.Kini, tiga tahun kemudian, Brian justru bertanya lagi.Brian meliriknya."Kalau suka ungkapkan saja, kalau nggak mana mungkin orang lain akan tahu."Nova tersenyum pahit.Mengekspresikan diri hanya berguna bagi orang yang dianggap serius, bahkan orang yang tidak dianggap serius pun tidak memenuhi syarat untuk berekspresi.Nova tidak berkata apa-apa lagi.Dia hanya berkonsentrasi untuk makan.Brian juga tidak mengatakan apa pun lagi.Sepertinya kalimat seperti itu hanya diucapkan dengan santai.Baru setelah Nova selesai makan, Brian berkata, "Aku akan menyuruh seseorang me