Nova terdiam beberapa saat, kemudian tertawa. "Cukup senang."Brian memandangnya dan terdiam beberapa sejenak, baru berkata, "Masalah Yasmin sudah selesai. Jangan mengungkitnya lagi."Tidak ada penyembunyian kesalahan dalam kata-kata Brian.Nova tersenyum sedih. "Pak Brian lihat saja, apa aku yang mengungkit hal ini? Apa aku menyalahkan Yasmin? Apa Yasmin perlu bersikap seperti ini di depanku?"Raut wajah Brian tampak sangat suram."Kamu nggak menyalahkannya, tapi bukankah itu yang ada dalam pikiranmu?""Kamu nggak mengizinkanku untuk berpikir yang lainnya?"Brian meliriknya dan tidak berkata apa-apa lagi.Nova merasa tidak nyaman dan sedikit canggung.Sebenarnya sangat sulit baginya untuk berjalan dan kakinya selalu lemas, tapi dia tidak mau meminta bantuan Brian.Brian mengerutkan kening dan menatapnya, lalu akhirnya mengangkatnya."Aku bisa jalan sendiri, kamu temui saja Nona Yasmin. Lagi pula, dia juga terluka karena aku. Aku nggak bisa bertanggung jawab."Brian menatapnya dengan t
Namun, Nova benar-benar tidak bisa memakannya."Aku ingin makan makanan yang rasanya agak ringan.""Oke, aku akan memasaknya dulu."Pelayannya membawa keluar sup itu dan Brian mengerutkan kening."Dia nggak mau makan?""Nona Nova mau makan makanan yang rasanya agak ringan."Brian terdiam beberapa saat. "Masak sesuatu yang lebih ringan untuknya. Sebelum masak, tanya dulu apa maunya.""Baik," jawab pelayan dengan cepat lalu masuk ke dapur.Brian melirik ke pintu kamar tidur yang tertutup, akhirnya berbalik memasuki ruang kerja.Pelayan akhirnya memasak bubur sayur untuk Nova.Meski masih tidak nafsu makan, Nova akhirnya makan.Nova harus mengakui bahwa Brian benar.Yang diberi nutrisi sekarang adalah tubuhnya.Jika diri sendiri tidak menyayanginya, bagaimana bisa mengharapkan orang lain untuk merawatnya?Brian selalu bijaksana dan masuk akal.Mulut Nova terasa pahit.Pelayan memandang Nova sambil tersenyum."Pak Brian baik sekali padamu."Nova menatap pelayan itu lalu tersenyum pahit dan
Hati Nova terasa seperti diukir dengan pisau tajam.Nova tidak ingin memberi tahu pria ini bahwa dirinya mungkin tidak akan hamil lagi.Jika mengatakannya, seolah-olah Nova menyuruhnya untuk bertanggung jawab.Namun, perkataan Brian seperti pisau tajam.Begitu menusuk hatinya hingga terasa seperti sudah berlumuran darah.Sangat menyakitkan hingga Nova sulit bernapas.Nova menarik napas dalam-dalam dan tersenyum pada Brian."Ya, akan aku lakukan."Kerutan di dahi Brian langsung semakin dalam.Jelas dia sendiri yang mengatakan ini.Namun, saat Nova menyanggupinya, akhirnya membuat hatinya tidak nyaman.Apa Nova benar-benar berpikir untuk memiliki bayi dengan orang lain?Tatapan matanya yang tajam tertuju pada Nova."Tapi jangan terlalu banyak berpikir, Bu Nova. Kalau seorang pria mengizinkanmu punya anak, pria itu belum tentu mencintaimu. Nantinya kamu harus lebih berhati-hati memilih pria."Nova tertawa."Setidaknya pria itu mengizinkanku untuk melahirkan anak."Raut wajah Brian langsun
Nova melihat ke atas. "Lumayan, aku hanya merasa tubuhku nggak ada tenaga lagi.""Aneh kalau kamu masih ada kekuatan. Apa kamu tahu seberapa banyak darahmu hilang?"Nova tidak tahu, tapi tahu bahwa pendarahan seharusnya dimulai saat berada di dalam mobil."Apa Brian merawatmu dengan baik?"Nova menjawab, "Baik, bahkan menyewa pelayan untukku.""Wah!" Nabila terkejut. "Ternyata dia nggak sepenuhnya jahat."Nova tertawa.Jika hanya sekadar transaksi, Brian memang bisa dibilang sangat baik hati.Bukan hanya tidak menyalahkan karena Nova menyembunyikan kehamilannya, malah menyewa pelayan untuk merawatnya."Jaga dirimu baik-baik di rumah. Kalau ada waktu luang, aku akan mencarimu.""Ya."Keduanya mengobrol beberapa kata lagi. Sebelum menutup telepon, Nabila menyebutkan sesuatu."Ngomong-ngomong, kamu sudah sehat saat ada reuni SMA kita. Apa kamu mau ikut juga?"Nova samar-samar teringat bahwa grup WhatsApp memang sedang membicarakan reuni kelas beberapa waktu lalu.Dia kesal dengan Yasmin s
Nova mengira Brian tidak akan pulang hari ini.Bagaimanapun, ada Yasmin yang menunggunya.Tanpa diduga, malam harinya Brian pulang."Pak Simon pulang?"Pelayan bertanya, Brian mengangguk, terdiam beberapa saat dan bertanya lagi, "Bagaimana keadaannya? Apa dia sudah makan?""Sudah, Nona Nova makan banyak."Brian mengangguk lagi dan membuka pintu kamar.Di dalam kamar, Nova sedang bersandar di tempat tidur sambil memegang buku berbahasa asing di tangannya.Setelah mendengar gerakan itu, Nova mengangkat kepalanya dan menatap mata Brian.Brian berjalan ke tempat tidur dalam diam dan mengambil buku itu dari tangannya."Sekarang bukan saatnya membaca buku. Akhir-akhir ini jangan baca dulu."Nova terdiam beberapa saat dan menjawab, "Oke."Suaranya sangat tenang, masih menunjukkan rasa tidak peduli dan asing.Brian meliriknya.Namun, tidak berkata apa-apa lagi.Brian perlahan membuka kancing kemejanya dan memasuki kamar mandi dengan memakai piamanya.Setelah mandi, Brian pergi ke ruang kerja.
Brian akan bertanya, "Kenapa kamu masih membuat yang manis?"Nova masih menaruh harapan besar padanya saat itu.Saat Brian bertanya, Nova akan selalu berkata dengan sedikit harapan, "Karena aku suka makan yang manis-manis."Namun, Brian akan tetap bertanya begitu melihat hidangan manis di atas meja.Belakangan, Nova berhenti memasak hidangan manis dan semua hidangan baru yang dia pelajari didasarkan pada selera Brian.Kini, tiga tahun kemudian, Brian justru bertanya lagi.Brian meliriknya."Kalau suka ungkapkan saja, kalau nggak mana mungkin orang lain akan tahu."Nova tersenyum pahit.Mengekspresikan diri hanya berguna bagi orang yang dianggap serius, bahkan orang yang tidak dianggap serius pun tidak memenuhi syarat untuk berekspresi.Nova tidak berkata apa-apa lagi.Dia hanya berkonsentrasi untuk makan.Brian juga tidak mengatakan apa pun lagi.Sepertinya kalimat seperti itu hanya diucapkan dengan santai.Baru setelah Nova selesai makan, Brian berkata, "Aku akan menyuruh seseorang me
Tak perlu dikatakan betapa kuatnya tim hukum di balik Brian.Jika Brian menolak melepaskannya, mungkin tim hukum bisa mengunyahnya habis-habisan.Nova sangat kesal. "Brian, apa yang kamu lakukan?"Dia benar-benar tidak mengerti kenapa Brian ingin dirinya tetap disisinya.Brian sedang duduk di meja makan, ekspresinya suram dan tidak jelas."Aku nggak suka orang membangkang. Apa Bu Nova lupa?"Bibir Nova menegang.Tentu saja Nova tidak melupakannya.Brian adalah pria mendominasi yang tidak pernah peduli dengan perasaan orang lain.Brian tidak suka tidak ditaati, jadi selalu memaksanya untuk tetap tinggal saat Nova mengatakan ingin berpisah.Brian tidak suka tidak ditaati, jadi langsung menolak saat Nova ingin mengundurkan diri.Ternyata seperti itu, Nova tersenyum pahit."Ya, aku mengerti.""Baguslah kalau Bu Nova mengerti."Setelah selesai berbicara, Brian memandangnya lalu berkata lagi, "Kemarilah, ayo makan lagi."Nova benar-benar tidak nafsu makan, tapi juga tahu bahwa penolakan apa
Brian mengangkat alisnya sedikit.Brian melirik Nova.Sudut bibir Nova bergerak, tapi sebelum berbicara, suara Yasmin terdengar dari sana."Brian."Brian berjalan menuju pintu."Kenapa datang ke sini? Nggak takut difoto?" Suaranya begitu lembut hingga sulit dipercaya.Tidak peduli berapa kali mendengarnya, Nova tetap merasa tidak nyaman."Apa aku nggak boleh mengunjungi teman? Lagi pula, aku di sini bukan untuk menemuimu hari ini. Aku di sini khusus untuk menemui Bu Nova."Setelah mengatakan itu, dia pun masuk ke dalam."Bu Nova, apa kamu baik-baik saja? Kemarin aku sudah memikirkannya, aku merasa bahwa aku harus datang sendiri minta maaf padamu, jadi aku datang tanpa diundang, kamu nggak keberatan, 'kan?"Nova mencibir, benar-benar sedang tidak ingin berhubungan dengan Yasmin."Ucapkan saja permintaan maafmu secara langsung, nggak perlu dengan kata-kata yang terdengar muluk-muluk ini."Yasmin langsung merasa sedih.Namun, kali ini, Yasmin tidak berkata apa-apa dan langsung meminta maa
Ucapan singkat itu menghancurkan ketenangan yang dibuat-buat oleh Nova.Seketika, pertahanan Nova runtuh total.Nova turun dari ranjang dengan kaki telanjang, berjalan ke arah pintu, lalu merebahkan diri di pangkuan Brian dan menangis.Tatapan mata Brian penuh rasa sayang, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa, hanya membiarkan Nova menangis.Sampai ketika tangisan Nova mengecil, Brian menariknya ke atas."Kenapa nggak beri tahu aku?"Nova masih merasa keberatan.Nova menatap Brian dengan matanya yang merah. "Aku kira kamu sibuk."Brian mengangkat alisnya. "Sesibuk apa pun, aku pasti bisa luangkan waktu untuk urusanmu."Nova merapatkan bibirnya. Lama kemudian, dia bertanya, "Wanita tadi calon istri yang dipilihkan oleh keluargamu?"Brian tersenyum seraya mengangkat dagu Nova dan bertanya, "Kamu cemburu?"Nova mengelak dari tangan Brian."Buat apa aku cemburu? Memangnya kita ada hubungan apa?"Brian langsung memeluk Nova.Brian menundukkan kepala dan menggigit leher Nova dengan kuat."Sek
Kemudian, terdengar suara Brian."Terserah Kakek, tapi aku juga nggak akan beri ampun lagi.""Brian, kamu benaran pikir kamu sudah dewasa dan Kakek nggak bisa mengontrolmu lagi?"Kemudian, terdengar suara seorang wanita."Kakek Aldo, jangan marah, Kak Brian hanya ngomong begitu saja. Kak Brian, jangan bikin Kakek Aldo marah lagi, oke? Kemarin Kakek Aldo sudah hipertensi karena kamu."Nova tidak kuat lagi mendengar percakapan di dalam.Nova menaruh bubur di ambang jendela depan pintu dan langsung pergi.Sekembalinya ke bangsal, dokter sudah selesai ganti shift.Nova menunggu sebentar di luar ICU. Kemudian, dokter melangkah keluar setelah melakukan pemeriksaan.Dokter tertegun sejenak saat melihat Nova."Bu Nova, kita bicarakan di kantor."Nova menegang.Tangannya yang berada di kedua sisi tubuh juga mengepal.Nova mengikuti dokter ke dalam kantor.Setelah hening sejenak, dokter angkat bicara."Kondisi ibumu nggak terlalu baik."Hati Nova tercekam."Nggak, nggak baik bagaimana?"Dokter m
Brian mengangguk. "Telepon aku kalau ada apa-apa."Nova menyahut, lalu meninggalkan bangsal.Ketika Nova baru sampai di depan lift, pintu lift dibuka.Beberapa pengawal berpakaian hitam berjalan keluar, diikuti seorang pria tua berwibawa.Pria tua itu memakai batik dan memegang tongkat.Pria itu adalah Tuan Besar Keluarga Frank, Aldo.Di sampingnya, berdiri seorang wanita.Wanita itu berumur 25 atau 26 tahun, sangat cantik dan menawan.Wanita itu melirik Nova sekilas."Kakek Aldo, apa mungkin Kak Brian nggak suka aku datang?"Tatapan mata Aldo penuh rasa sayang. "Kalau dia berani bilang nggak suka, Kakek pukul dia!"Wanita itu tersenyum manis, tampak sangat imut. "Jangan, aku nggak tega."Seketika, Nova mengetahui siapa wanita itu.Wanita itu adalah pasangan kencan buta yang dicarikan oleh Keluarga Frank untuk Brian.Nova merapatkan bibir dan berdiri di samping. Hatinya terasa perih.Dia seharusnya menduga hal itu sejak dulu.Sudah lama Keluarga Frank ingin mengaturkan pernikahan untuk
Nova menjadi gelisah dan segera menghampiri Brian."Kenapa? Lukamu sakit banget?"Brian tiba-tiba menarik Nova dengan kuat ke dalam pelukannya."Nova, jangan gerak. Kalau nggak, mungkin akan kena lukaku," kata Brian dengan suara yang dalam di telinga Nova.Nova pun membeku.Brian menatap bibir Nova dan menelan air liur.Nova menyadari niat Brian sehingga ingin berdiri.Seolah-olah menduga hal itu, Brian langsung memegang belakang kepala Nova."Nova." Brian berkata dengan suara yang rendah dan serak, "Jangan ke mana-mana. Temani aku sebentar."Mereka bertatapan satu sama lain, seolah-olah akan timbul percikan asmara.Udara tiba-tiba menjadi kering. Nova dengan panik menghindari tatapan Brian.Detik berikutnya, Brian memegang Nova dan menciumnya.Ketika bibir bersentuhan dengan bibir, api asmara tersulut. Rasanya sungguh sulit ditahan, bagaikan dahaga yang tak terpuaskan.Brian memegang pinggang Nova menggunakan tangan yang lain untuk mendekatkan Nova dengan dirinya.Lidah Brian menerobo
Saat bangun, Nova mendapati dirinya berada di rumah sakit.Melihat Nova sudah siuman, Nabila bergegas bertanya, "Apa ada yang nggak enak badan? Dokter bilang kamu gegar otak ringan. Kamu pusing atau mual nggak?"Nova merasakan sebentar. "Nggak, aku baik-baik saja. Di mana Brian? Di mana ibuku?"Nabila terdiam. Sesaat kemudian, dia menjawab, "Bibi masuk ICU. Brian terluka dan kehilangan banyak darah, belum siuman sampai sekarang."Nova menjadi cemas. "Dia terluka di bagian mana? Di mana dia?"Setelah itu, Nova menyibakkan selimut dan ingin turun dari ranjang.Nabila buru-buru menghentikan Nova. "Jangan banyak gerak dulu. Brian belum siuman, nggak ada gunanya kamu ke sana. Aku suruh dokter ke sini dulu untuk periksa kamu."Selesai bicara, Nabila berjalan ke luar.Dokter melakukan pemeriksaan sederhana dan memastikan Nova sudah baik-baik saja. Baru setelah itu, Nabila membolehkan Nova untuk turun dari ranjang."Kamu tengok Brian dulu saja. Bibi belum boleh dibesuk sekarang. Dokter juga se
Nova langsung mendorong Brian ke luar."Keluar!"Namun, Brian memeluk Nova."Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," bisik Brian di telinga Nova. Lalu, dia berbalik badan dan pergi.Nova dengan bengong menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Sesaat kemudian, dia tercerahkan.Brian sepertinya sengaja.Seketika, hati Nova terasa pilu.Setelah beberapa waktu, Nova memaksa diri untuk tersenyum.Ya, pasti akan baik-baik saja.Ibu pasti akan baik-baik saja.Dia harus percaya.Setelah mandi, Nova melangkah ke luar.Brian sedang duduk di samping dan bertelepon dengan suara kecil.Melihat Nova keluar, Brian buru-buru mengatakan sesuatu di telepon dan menutupnya."Kenapa nggak keringkan rambutmu?"Brian masuk ke kamar untuk mengambil alat pengering rambut, lalu duduk di sofa."Sini."Nova berjalan ke arah Brian.Awalnya, Nova ingin duduk di sofa.Namun, Brian menarik Nova hingga duduk di pangkuannya.Nova membeku seketika.Brian terkekeh-kekeh. "Rileks, aku nggak akan lakukan apa-apa. B
"Nggak usah tanya!" Nabila langsung mengambil sebotol semprotan merica di samping dan menyemprotnya ke Melvin.Melvin tersemprot karena tidak siaga. Matanya tidak bisa dibuka karena pedas.Kemudian, sebelum Melvin sempat bereaksi, sesuatu menodongi selangkangannya."Turun! Kalau nggak, kukebiri kamu!"Melvin berusaha membuka matanya. Ternyata, itu adalah pisau bedah yang mengkilap.Mata Melvin memelotot saat melihat Nabila. "Kamu dokter?"Nabila tersenyum. "Tentu saja, dokter andrologi yang khusus mengebiri pria. Kalau kamu butuh, bisa daftar ke divisiku. Mau tanya namaku? Cari saja sendiri!"Selesai bicara, Nabila membuka pintu mobil dan mendorong Melvin ke luar.Melihat mobil Nabila melaju pergi, Melvin tidak dapat menahan amarah dalam hatinya.Dia, Melvin Luminto, pertama kali disemprot semprotan merica oleh seorang wanita! Bahkan pertama kali ditodongi pisau bedah di bagian selangkangan!Melvin makin marah sehingga langsung menelepon Brian.Brian sedang mengemudikan mobil. Dia meli
Air mata Nova tidak terbendung lagi, tiba-tiba menetes.Brian menghiburnya dengan suara rendah, "Aku sudah suruh orang cari pelatih itu."Nova menyeka air matanya dan mengangguk."Kamu bisa cari dokter, aku sudah nggak apa-apa."Brian hanya menatap Nova. Mata Nova merah padam, tetapi sudah tidak panik seperti tadi.Brian tidak tahu sejak kapan Nova tidak lagi bergantung padanya.Namun, melihat Nova begitu, Brian sama sekali tidak merasa terhibur.Akan tetapi, semua itu sepertinya disebabkan oleh dirinya sendiri.Brian merasa tidak berdaya."Aku baik-baik saja. Tentang Bibi, aku sudah atur semuanya, jangan khawatir."Nova menarik napas dalam-dalam dan mengangguk.Pengaturan Brian sangat cermat.Selain pelatih, petugas kebersihan rumah sakit juga diselidiki.Brian bahkan menyuruh orang untuk memeriksa semua kamera CCTV di kota."Tunggu kabar di rumah atau di sini?"Nova ingin menunggu di rumah sakit, tetapi melihat wajah Brian yang pucat, dia berubah pikiran."Tunggu di rumah saja."Pada
Seketika, tatapan mata Brian menjadi suram.Nova yang berdiri di samping mendengarnya dengan jelas sehingga mengambil ponsel itu. "Apa yang terjadi?"Nabila berkata dengan cemas, "Aku juga nggak tahu detailnya. Perawat hanya bilang dia bawa Bibi ke sesi pemulihan dan tunggu di depan pintu. Yang lain sudah keluar, tapi Bibi belum keluar juga. Jadi, dia langsung masuk. Bibi nggak ada di ruangan pemulihan. Dia sudah tanya semua dokter, tapi nggak ada yang perhatikan."Wajah Nova memucat. Setelah menutup telepon, dia berbalik badan dan berjalan ke luar.Brian bahkan tidak sempat untuk menghentikannya.Brian segera kembali ke kamar untuk berganti pakaian, lalu menyusul Nova.Sesampainya di bawah, Brian melihat Nova sudah duduk di dalam mobilnya sendiri.Brian bergegas berjalan ke sana dan menarik Nova ke luar.Wajah Nova pucat pasi.Brian tidak mengatakan apa-apa. Dia menarik Nova ke mobilnya dan membantu Nova memasangkan sabuk pengaman."Dengan kondisimu sekarang, nggak aman untuk setir mo