Setelah selesai berbicara, Nova merasa sedikit konyol.Bagi Brian, adalah tanggung jawabnya untuk tinggal dan merawatnya.Itu adalah keinginannya untuk menemani Yasmin ke rumah sakit untuk mengganti balutannya.Nova awalnya berpikir bahwa dirinya tidak akan bertanggung jawab pada siapa pun.Sama seperti ketika Nova pertama kali mengetahui bahwa dirinya hamil, Nova tidak ingin mengikat Brian untuk bertanggung jawab.Namun, sekarang Nova menginginkannya.Nova benar-benar tidak ingin melihat Brian pergi bersama Yasmin seperti ini.Mungkin hanya untuk melawan Yasmin.Brian memandangnya dengan mata menyipit dan tertawa beberapa saat."Bukankah Bu Nova sebelumnya nggak ingin aku tinggal? Apa? Kenapa sekarang berubah pikiran?"Nova menatapnya dengan tatapan mengejek.Nova terlihat agak malu. "Pak Brian bilang sudah menjadi tanggung jawabmu untuk menjagaku, 'kan?"Brian terkekeh dan melepaskannya."Jangan khawatir, Bu Nova, aku nggak akan meninggalkanmu sendirian. Aku akan segera pulang setela
Telepon berdering dua kali dan kemudian diangkat."Pak Brian, sekarang aku ....""Bu Nova?" Sebelum Nova selesai berbicara, suara Stephen terdengar. "Brian pergi menjemput Yasmin. Saat pergi, Brian lupa bawa ponselnya. Ada apa, Bu Nova?"Jari-jari Nova yang memegang ponsel terasa agak lemas.Nova langsung menutup telepon dan terus memesan mobil di ponselnya.Sudah satu jam kemudian akhirnya Nova sampai di rumah sakit.Nabila memandang Nova, yang basah kuyup oleh hujan dengan ekspresi suram."Apa kamu nggak tahu kalau kamu nggak boleh basah kuyup seperti ini?"Sudut bibir pucat Nova sedikit terangkat. "Ya, aku mengerti, jangan marah. Sekarang aku sedang sakit. Demi aku yang sedang sakit, mohon jangan marah, oke?"Melihatnya seperti ini, Nabila merasa marah dan tertekan. Nabila memelototinya untuk terakhir kalinya dan membawanya untuk pemeriksaan."Agak terinfeksi, lebih baik infus saja."Nova mengangguk. Nabila mengatur bangsal untuknya dan memberinya infus lalu bertanya."Brian di mana
Sudah lewat jam sepuluh malam setelah Brian kembali dari mengantar Yasmin pergi.Saat masuk, Brian mendengar pelayannya menyebutkan sesuatu."Pak Brian sudah pulang. Nona Nova sedang demam."Brian berhenti sejenak saat mengganti sepatunya, alisnya langsung berkerut."Kok bisa demam?"Brian berkata sambil melangkah menuju kamar tidur.Begitu membuka pintu kamar tidur, Brian melihat tidak ada orang di dalam.Raut wajahnya langsung menjadi gelap."Di mana Nova?""Nona Nova sudah pergi ke rumah sakit."Brian melihat pelayan itu, ekspresinya langsung berubah menjadi suram."Kenapa kamu nggak ikut dengannya?"Pelayan terlihat bimbang. "Nona Nova bilang bisa pergi sendiri, Nona juga melarang aku ikut dengannya."Raut wajah Brian menjadi semakin suram. "Nova melarangmu lalu kamu nggak ikut dengannya? Nova masih sakit, kenapa membiarkannya pergi sendiri?"Brian biasanya berbicara dengan aura yang menekan lawan bicaranya, tapi ketika marah, pelayannya semakin ketakutan dan tidak berani mengucapk
Nova mengangguk.Nabila berdiri di samping tempat tidur dan membantunya melepaskan ikatan kain kasa sedikit demi sedikit.Saat melihat lukanya, Nabila langsung mengerutkan kening."Sakit?"Nova menahan rasa sakitnya, melihatnya sekilas dan segera membuang muka lagi."Lumayan.""Lumayan apanya? Wajahmu sudah pucat sekali."Saat berbicara, Nabila segera mengganti obatnya. "Pasti akan ada bekas luka di balik luka ini. Apa kamu masih punya obat untuk menghilangkan bekas luka?"Nova mengangguk.Dulu, Nova sering dipukuli oleh Gary, saat itu Nova sering menggunakan obat penghilang bekas luka, hingga saat ini masih menyimpan obat penghilang bekas luka di rumah."Bagaimana dengan penggemar itu?" tanya Nabila sambil cemberut."Penuntutan dilakukan sesuai prosedur normal.""Masalah ini akan dibiarkan begitu saja? Nggak ada penyelidikan lebih lanjut?"Nova mencibir. "Lalu bagaimana lagi? Kesimpulan resmi sudah dibuat. Masalah ini nggak ada hubungannya dengan Yasmin."Terlebih lagi, Brian sangat p
Nova menghindari tatapan matanya."Ponselku dalam keadaan senyap, jadi aku nggak tahu ada telepon darimu."Brian mendengus, berjalan ke arahnya dalam beberapa langkah sambil memandangnya. "Kamu benar-benar nggak tahu?"Nova mengangkat kepalanya untuk menatap matanya."Lalu bagaimana lagi? Menurut Pak Brian bagaimana?"Tatapan mata Brian langsung menjadi gelap."Bu Nova, bukankah aku sudah pernah bilang, jangan pernah berbuat hal konyol seperti ini lagi?""Lalu bagaimana seharusnya?" Nova tiba-tiba bertanya, "Benarkah hanya air mata Yasmin yang berguna bagi Pak Brian? Hanya Yasmin yang memenuhi syarat untuk ribut dan aku nggak bisa?"Mata Brian sedikit menyipit, jari-jarinya yang dingin maju untuk mencubit dagunya. "Kenapa Bu Nova selalu merasa dirugikan? Aku sudah mencarikan perawat dan membayar ganti rugi untukmu. Ya, kenapa sekarang kamu merasa dirugikan? Hanya karena aku nggak mengantarkanmu ke rumah sakit?"Nova tertawa, tanpa disadari matanya sedikit lembap.Nova menahan air mata
Sudut bibir Nova menegang. Setelah beberapa saat, Nova tertawa sambil menatap tatapan Brian."Nggak akan. Jangan khawatir, Pak Brian, aku nggak akan marah lagi karena hal seperti ini."Brian memandangnya dengan serius.Brian awalnya ingin memberitahunya bahwa akan mencoba yang terbaik untuk mengangkat teleponnya, tapi sekarang ....Brian mencibir, merasa tidak perlu berpikir begitu.Brian membuka pakaiannya yang basah kuyup dengan marah."Telepon Simon. Simon ada di dekat sini, minta dia mengirim dua set pakaian ke sini."Sudut bibir Nova bergerak sedikit.Nova ingin bilang bahwa Brian tidak perlu berada di sini.Dirinya sudah baik-baik saja, kenapa Brian masih di sini?Namun setelah selesai berbicara, Brian sudah masuk ke kamar mandi.Brian sangat memperhatikan pakaiannya, tidak akan pernah memakai pakaian basah ini lagi.Kalaupun harus pergi nanti, Brian mungkin harus menunggu Simon mengirimkannya pakaian baru bisa pergi dari sini.Setelah memikirkannya beberapa saat, Nova akhirnya m
Simon langsung mengerutkan kening."Bu Nova, aku nggak bercanda. Apa yang aku katakan memang benar.""Kamu sudah lama bersama kakakku, apa kamu benar-benar rela menyerahkannya pada Yasmin? Lagi pula, kalau aku jadi kamu, aku pasti nggak akan mau menyerah."Nova tertawa tanpa suara.Mau bagaimana lagi?Dalam hubungan, tidak menyerah pun belum tentu akan mendapatkan hasil.Terlebih lagi, Nova juga pernah berjuang keras.Selama tiga tahun terakhir, Nova sudah bekerja keras untuk membuat pria ini jatuh cinta padanya.Meski hanya membuatnya sedikit menyukainya.Namun, pada akhirnya Nova tetap saja gagal.Belum pernah melakukannya sebelumnya.Sekarang Yasmin sudah kembali, tentu saja Nova tidak akan bisa melakukannya lagi.Nova tidak menjawab.Tidak tahu bagaimana meresponsnya.Simon sedikit cemas. "Bu Nova, kamu nggak tahu betapa cemasnya kakakku saat kamu nggak angkat teleponnya. Ada kemacetan di jalan saat datang ke sini, jadi kakakku langsung lari ke sini. Apa menurutmu kakakku nggak men
Brian masih merasa emosi.Cara Nova menghadapinya membuatnya merasa sangat tidak nyaman.Nova bisa berbicara dengan Stephen di telepon, jadi sepertinya tidak ada gunanya dirinya datang ke sini untuk menemaninya.Awalnya, dia ingin merokok untuk menenangkan diri.Brian benar-benar tidak mengerti bagaimana dirinya bisa begitu mudah terpengaruh oleh Nova.Namun setelah menghisap rokok, hatinya merasa semakin kesal.Brian mematikan puntung rokoknya, lalu berjalan ke bangsal.Saat masuk, Brian melihat seorang wanita terbaring di tempat tidur.Seperti bola kecil yang meringkuk di tempat tidur.Nova tidak pendek, tingginya 168 cm, termasuk tinggi di kalangan wanita.Hanya saja terlalu kurus.Awalnya Nova memang kurus, pinggangnya sangat tipis hingga bisa dipegang dengan satu telapak tangan, tapi ada beberapa bagian yang lumayan montok.Namun, kini, tampaknya berat badannya turun banyak sejak keguguran.Apalagi memakai baju rumah sakit yang besar membuat orang merasa sangat kurus.Dia seperti
Ucapan singkat itu menghancurkan ketenangan yang dibuat-buat oleh Nova.Seketika, pertahanan Nova runtuh total.Nova turun dari ranjang dengan kaki telanjang, berjalan ke arah pintu, lalu merebahkan diri di pangkuan Brian dan menangis.Tatapan mata Brian penuh rasa sayang, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa, hanya membiarkan Nova menangis.Sampai ketika tangisan Nova mengecil, Brian menariknya ke atas."Kenapa nggak beri tahu aku?"Nova masih merasa keberatan.Nova menatap Brian dengan matanya yang merah. "Aku kira kamu sibuk."Brian mengangkat alisnya. "Sesibuk apa pun, aku pasti bisa luangkan waktu untuk urusanmu."Nova merapatkan bibirnya. Lama kemudian, dia bertanya, "Wanita tadi calon istri yang dipilihkan oleh keluargamu?"Brian tersenyum seraya mengangkat dagu Nova dan bertanya, "Kamu cemburu?"Nova mengelak dari tangan Brian."Buat apa aku cemburu? Memangnya kita ada hubungan apa?"Brian langsung memeluk Nova.Brian menundukkan kepala dan menggigit leher Nova dengan kuat."Sek
Kemudian, terdengar suara Brian."Terserah Kakek, tapi aku juga nggak akan beri ampun lagi.""Brian, kamu benaran pikir kamu sudah dewasa dan Kakek nggak bisa mengontrolmu lagi?"Kemudian, terdengar suara seorang wanita."Kakek Aldo, jangan marah, Kak Brian hanya ngomong begitu saja. Kak Brian, jangan bikin Kakek Aldo marah lagi, oke? Kemarin Kakek Aldo sudah hipertensi karena kamu."Nova tidak kuat lagi mendengar percakapan di dalam.Nova menaruh bubur di ambang jendela depan pintu dan langsung pergi.Sekembalinya ke bangsal, dokter sudah selesai ganti shift.Nova menunggu sebentar di luar ICU. Kemudian, dokter melangkah keluar setelah melakukan pemeriksaan.Dokter tertegun sejenak saat melihat Nova."Bu Nova, kita bicarakan di kantor."Nova menegang.Tangannya yang berada di kedua sisi tubuh juga mengepal.Nova mengikuti dokter ke dalam kantor.Setelah hening sejenak, dokter angkat bicara."Kondisi ibumu nggak terlalu baik."Hati Nova tercekam."Nggak, nggak baik bagaimana?"Dokter m
Brian mengangguk. "Telepon aku kalau ada apa-apa."Nova menyahut, lalu meninggalkan bangsal.Ketika Nova baru sampai di depan lift, pintu lift dibuka.Beberapa pengawal berpakaian hitam berjalan keluar, diikuti seorang pria tua berwibawa.Pria tua itu memakai batik dan memegang tongkat.Pria itu adalah Tuan Besar Keluarga Frank, Aldo.Di sampingnya, berdiri seorang wanita.Wanita itu berumur 25 atau 26 tahun, sangat cantik dan menawan.Wanita itu melirik Nova sekilas."Kakek Aldo, apa mungkin Kak Brian nggak suka aku datang?"Tatapan mata Aldo penuh rasa sayang. "Kalau dia berani bilang nggak suka, Kakek pukul dia!"Wanita itu tersenyum manis, tampak sangat imut. "Jangan, aku nggak tega."Seketika, Nova mengetahui siapa wanita itu.Wanita itu adalah pasangan kencan buta yang dicarikan oleh Keluarga Frank untuk Brian.Nova merapatkan bibir dan berdiri di samping. Hatinya terasa perih.Dia seharusnya menduga hal itu sejak dulu.Sudah lama Keluarga Frank ingin mengaturkan pernikahan untuk
Nova menjadi gelisah dan segera menghampiri Brian."Kenapa? Lukamu sakit banget?"Brian tiba-tiba menarik Nova dengan kuat ke dalam pelukannya."Nova, jangan gerak. Kalau nggak, mungkin akan kena lukaku," kata Brian dengan suara yang dalam di telinga Nova.Nova pun membeku.Brian menatap bibir Nova dan menelan air liur.Nova menyadari niat Brian sehingga ingin berdiri.Seolah-olah menduga hal itu, Brian langsung memegang belakang kepala Nova."Nova." Brian berkata dengan suara yang rendah dan serak, "Jangan ke mana-mana. Temani aku sebentar."Mereka bertatapan satu sama lain, seolah-olah akan timbul percikan asmara.Udara tiba-tiba menjadi kering. Nova dengan panik menghindari tatapan Brian.Detik berikutnya, Brian memegang Nova dan menciumnya.Ketika bibir bersentuhan dengan bibir, api asmara tersulut. Rasanya sungguh sulit ditahan, bagaikan dahaga yang tak terpuaskan.Brian memegang pinggang Nova menggunakan tangan yang lain untuk mendekatkan Nova dengan dirinya.Lidah Brian menerobo
Saat bangun, Nova mendapati dirinya berada di rumah sakit.Melihat Nova sudah siuman, Nabila bergegas bertanya, "Apa ada yang nggak enak badan? Dokter bilang kamu gegar otak ringan. Kamu pusing atau mual nggak?"Nova merasakan sebentar. "Nggak, aku baik-baik saja. Di mana Brian? Di mana ibuku?"Nabila terdiam. Sesaat kemudian, dia menjawab, "Bibi masuk ICU. Brian terluka dan kehilangan banyak darah, belum siuman sampai sekarang."Nova menjadi cemas. "Dia terluka di bagian mana? Di mana dia?"Setelah itu, Nova menyibakkan selimut dan ingin turun dari ranjang.Nabila buru-buru menghentikan Nova. "Jangan banyak gerak dulu. Brian belum siuman, nggak ada gunanya kamu ke sana. Aku suruh dokter ke sini dulu untuk periksa kamu."Selesai bicara, Nabila berjalan ke luar.Dokter melakukan pemeriksaan sederhana dan memastikan Nova sudah baik-baik saja. Baru setelah itu, Nabila membolehkan Nova untuk turun dari ranjang."Kamu tengok Brian dulu saja. Bibi belum boleh dibesuk sekarang. Dokter juga se
Nova langsung mendorong Brian ke luar."Keluar!"Namun, Brian memeluk Nova."Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," bisik Brian di telinga Nova. Lalu, dia berbalik badan dan pergi.Nova dengan bengong menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Sesaat kemudian, dia tercerahkan.Brian sepertinya sengaja.Seketika, hati Nova terasa pilu.Setelah beberapa waktu, Nova memaksa diri untuk tersenyum.Ya, pasti akan baik-baik saja.Ibu pasti akan baik-baik saja.Dia harus percaya.Setelah mandi, Nova melangkah ke luar.Brian sedang duduk di samping dan bertelepon dengan suara kecil.Melihat Nova keluar, Brian buru-buru mengatakan sesuatu di telepon dan menutupnya."Kenapa nggak keringkan rambutmu?"Brian masuk ke kamar untuk mengambil alat pengering rambut, lalu duduk di sofa."Sini."Nova berjalan ke arah Brian.Awalnya, Nova ingin duduk di sofa.Namun, Brian menarik Nova hingga duduk di pangkuannya.Nova membeku seketika.Brian terkekeh-kekeh. "Rileks, aku nggak akan lakukan apa-apa. B
"Nggak usah tanya!" Nabila langsung mengambil sebotol semprotan merica di samping dan menyemprotnya ke Melvin.Melvin tersemprot karena tidak siaga. Matanya tidak bisa dibuka karena pedas.Kemudian, sebelum Melvin sempat bereaksi, sesuatu menodongi selangkangannya."Turun! Kalau nggak, kukebiri kamu!"Melvin berusaha membuka matanya. Ternyata, itu adalah pisau bedah yang mengkilap.Mata Melvin memelotot saat melihat Nabila. "Kamu dokter?"Nabila tersenyum. "Tentu saja, dokter andrologi yang khusus mengebiri pria. Kalau kamu butuh, bisa daftar ke divisiku. Mau tanya namaku? Cari saja sendiri!"Selesai bicara, Nabila membuka pintu mobil dan mendorong Melvin ke luar.Melihat mobil Nabila melaju pergi, Melvin tidak dapat menahan amarah dalam hatinya.Dia, Melvin Luminto, pertama kali disemprot semprotan merica oleh seorang wanita! Bahkan pertama kali ditodongi pisau bedah di bagian selangkangan!Melvin makin marah sehingga langsung menelepon Brian.Brian sedang mengemudikan mobil. Dia meli
Air mata Nova tidak terbendung lagi, tiba-tiba menetes.Brian menghiburnya dengan suara rendah, "Aku sudah suruh orang cari pelatih itu."Nova menyeka air matanya dan mengangguk."Kamu bisa cari dokter, aku sudah nggak apa-apa."Brian hanya menatap Nova. Mata Nova merah padam, tetapi sudah tidak panik seperti tadi.Brian tidak tahu sejak kapan Nova tidak lagi bergantung padanya.Namun, melihat Nova begitu, Brian sama sekali tidak merasa terhibur.Akan tetapi, semua itu sepertinya disebabkan oleh dirinya sendiri.Brian merasa tidak berdaya."Aku baik-baik saja. Tentang Bibi, aku sudah atur semuanya, jangan khawatir."Nova menarik napas dalam-dalam dan mengangguk.Pengaturan Brian sangat cermat.Selain pelatih, petugas kebersihan rumah sakit juga diselidiki.Brian bahkan menyuruh orang untuk memeriksa semua kamera CCTV di kota."Tunggu kabar di rumah atau di sini?"Nova ingin menunggu di rumah sakit, tetapi melihat wajah Brian yang pucat, dia berubah pikiran."Tunggu di rumah saja."Pada
Seketika, tatapan mata Brian menjadi suram.Nova yang berdiri di samping mendengarnya dengan jelas sehingga mengambil ponsel itu. "Apa yang terjadi?"Nabila berkata dengan cemas, "Aku juga nggak tahu detailnya. Perawat hanya bilang dia bawa Bibi ke sesi pemulihan dan tunggu di depan pintu. Yang lain sudah keluar, tapi Bibi belum keluar juga. Jadi, dia langsung masuk. Bibi nggak ada di ruangan pemulihan. Dia sudah tanya semua dokter, tapi nggak ada yang perhatikan."Wajah Nova memucat. Setelah menutup telepon, dia berbalik badan dan berjalan ke luar.Brian bahkan tidak sempat untuk menghentikannya.Brian segera kembali ke kamar untuk berganti pakaian, lalu menyusul Nova.Sesampainya di bawah, Brian melihat Nova sudah duduk di dalam mobilnya sendiri.Brian bergegas berjalan ke sana dan menarik Nova ke luar.Wajah Nova pucat pasi.Brian tidak mengatakan apa-apa. Dia menarik Nova ke mobilnya dan membantu Nova memasangkan sabuk pengaman."Dengan kondisimu sekarang, nggak aman untuk setir mo