Suara kecipak sepasang bibir beradu terdengar riuh bersama sentuhan panas seolah hasrat itu tak tertahankan lagi dan harus segera mendapat pelepasannya. Mereka berhubungan erat dengan seorang gadis yang sedang mengintip dari balik pintu VIP room Heracles Night Club tersebut. Namun, sayangnya pasangan selingkuh itu tak menyadari sedang diperhatikan oleh sepasang mata basah dengan hati remuk redam.
Kepalan tangan gadis itu terkepal hingga memutih buku-buku jemarinya. Tak sabar dia ingin keluar sekarang juga dari persembunyiannya tanpa peduli konsekuensi hubungan pertunangannya dengan Austin Robertson akan kandas.
"BRAKKK!" Pintu kayu mahoni itu terjeplak lebar dan bergedebuk menghantam tembok ruangan.
"Plok plok plok. Bravo, Esme dan Austin. Ckckck ... ternyata desas desus itu bukan sekadar isapan jempol belaka. Jadi sudah berapa lama kalian menyembunyikan hubungan kotor ini di balik punggungku, hahh?!" Celia tertawa kering sembari berdiri bersedekap defensif, dia menatap galak ke sepasang makhluk menjijikkan yang sudah setengah telanjang di sofa.
Esmeralda menyunggingkan senyum kemenangan alih-alih merasa takut terpergok dalam situasi jengah bersama tunangan adiknya. Letak gaun Esmeralda yang tidak pas menutupi sebagian dadanya, mempertontonkan jejak keganasan Austin di kulit seputih susunya. "Hai, Celia. Dengan siapa kau ke mari?" sapa Esmeralda berpura-pura ramah.
"Aku sendiri saja. Jawab pertanyaanku tadi, Esme. Jangan mengalihkan pembicaraan kita!" hardik Celia dengan dada dipenuhi amarah meletup-letup.
Pria yang bermain di dua hati wanita kakak beradik tak seibu itu bangkit dari sofa sembari membetulkan gesper sabuknya yang tadinya terbuka. "Siapa yang memberi tahumu bahwa aku berada di sini, Celia?" tanya Austin tanpa merasa cemas dengan reaksi tunangannya itu.
"Aku tak tahu siapa dan sama sekali tak penting. Hanya saja, aku ... tak sudi menikahimu ... bekas kakak tiriku. Cih, apa karena dia lebih mudah kau ajak melakukan hal semacam ini jadi kau mengkhianatiku, Austin?!" cecar Celia yang berusaha menahan air matanya.
"Hahaha. Oh begitu, kau merelakanku begitu saja untuk Esme? Katamu dulu cintamu setinggi langit dan sedalam palung Mariana!" ejek Austin memandang remeh Celia.
Sekalipun hatinya remuk, Celia tak ingin menikahi pria yang doyan selingkuh bahkan wanita yang menjadi orang ketiga hubungan mereka adalah Esmeralda. Lelucon macam apa ini? Celia pun mendesis penuh kebencian, "Sampah tak ada gunanya bagiku selain dibuang!"
"PLAK!" Tamparan mengenai pipi halus Celia dengan telak.
"Kurang ajar kau. Memangnya siapa kamu, hmm? Nona muda manja yang tak bisa apa-apa selain merepotkan semua orang!" bentak Austin tak terima dirinya disamakan dengan sampah.
Celia memegangi pipinya yang perih dan panas. Dia berteriak, "Fuck! Ini akhir hubungan kita, Austin." Langkah-langkah cepat kakinya membawa Celia melalui lorong di antara pintu-pintu ruang VIP night club hingga bermuara ke lantai dansa yang berisik dengan lampu sorot warna-warni di atas ruangan seluas lapangan basket itu.
Semua pengunjung night club berpesta dan berdansa seolah-olah mereka hidup hanya untuk mereguk kesenangan sesaat yang ditawarkan tempat hiburan malam itu secara instan. Mata Celia memindai seisi ruangan dan mencari meja bartender. Dia ingin merayakan putusnya hubungan barusan dengan Austin Robertson.
"Berikan aku minuman yang enak, Mister Bartender! Buat aku mabuk malam ini," ujar Celia dengan seringai lebar tanpa kebahagiaan yang terpancar dari sepasang mata ungunya.
"Tequila Sunset mungkin cocok untuk nona manis seperti Anda, Miss—"
"Celia. Panggil saja aku dengan nama itu. Okay, buatkan aku segelas Tequila Sunset, Sir!" sahut Celia seraya melihat ke sekelilingnya. Night club penuh dengan kumpulan muda-mudi yang berjoget diiringi derai tawa menikmati suasana malam yang indah.
Segelas minuman berwarna jingga kemerahan tersaji dengan buah nanas dan ceri dekoratif dan payung kertas mini di hadapan Celia. Gadis itu tersenyum puas lalu menenggaknya seperti unta padang pasir yang kehausan. "Buatkan aku minuman lainnya yang enak seperti ini, Sir!" pinta Celia. Sedikit pening karena efek alkohol membanjiri aliran darahnya tak menghentikannya.
Esmeralda yang mengintai dari satu sudut night club ramai pengunjung itu pun memanggil waiter yang lewat dan menyelipkan lembaran dolar pecahan 50$ ke tangan waiter itu. Dia berbisik sesuatu ke telinga pria muda berseragam night club tersebut.
"Beres, Miss. Kebetulan ada rombongan yang sedang berpesta dan mencari wanita penghibur. Akan kubawa perempuan itu ke sana!" jawab Damian, waiter licik itu setelah mengantongi uang pemberian Esmeralda.
"Pastikan perempuan itu tidur dengan salah satu tamu acak tempat ini, Dude. Aku akan berikan lagi seratus dolar setelahnya!" tegas Esmeralda sebelum kembali ke VIP room tempat Austin sedang bermuram durja karena putus dengan Celia beberapa saat lalu.
Kepala Celia terkulai di meja bartender karena minum bergelas-gelas entah minuman jenis apa yang diracik oleh si bartender. Sepasang tangan merangkulnya untuk berdiri lalu berjalan sempoyongan menuju ke sebuah VIP room di mana sekelompok orang sedang merayakan sesuatu hal.
"Ohh, inikah wanita pramuria yang kupesan tadi untuk Master Morgan? Ckk ... kenapa dia mabuk berat?!" ujar Alfons Boudin keberatan, dia adalah asisten pribadi Morgan Bradburry yang menjadi leader rombongan itu.
Waiter tadi mengendikkan bahunya. "Mungkin nona ini hanya minum minuman agak keras tadi di bar, Sir. Bukankah penampilannya menarik?" jawab pria muda berseragam hitam putih berdasi kupu-kupu itu dengan gugup sambil menyangga tubuh Celia yang nyaris terjerembap ke lantai karena mabuk berat.
Alfons sudah siap melancarkan protesnya lagi. Namun, Morgan menghentikannya, "Aku menginginkan wanita itu. Dia cantik dan sexy, tipe kesukaanku. Hmm ... bawa dia ke kamar yang kusewa, Waiter!" Dia mengulurkan kartu akses kamar ke pegawai night club itu.
Dengan kelegaan yang menyeruak di dadanya, Damian menerima kartu akses kamar klien VVIP dan menggelandang Celia meninggalkan ruangan berisi selusin orang itu. Dia bergumam kepada Celia, "Kau beruntung karena klien tadi tampan dan kaya. Dari pada kuberikan kau ke sembarang pemabuk di night club ini!"
Celia sama sekali tak paham satu pun perkataan Damian. Otaknya terlalu berkabut efek alkohol yang banyak diminum tadi. Dia terbaring bergerak-gerak gelisah di tengah ranjang dan masih mengenakan sepatu high heelsnya yang berujung runcing berwarna merah.
Sosok bertubuh tegap itu memasuki kamar dengan setengah mabuk, tetapi dia masih sanggup mengenali partner aktivitas panasnya malam ini. Morgan menatap wajah Celia yang menawan hati, dia melucuti pakaiannya dan melemparkan ke lantai dengan sembarangan.
"Hello, Dear. Siapa namamu?" tanya Morgan penasaran, tangannya mencopot sepasang high heels merah itu dengan terampil dari kaki jenjang Celia. Dia nyaris tak percaya bahwa wanita yang menemaninya malam ini berprofesi sebagai PSK. Agak luar biasa penampilannya seperti putri konglomerat melihat barang-barang yang menempel di tubuh wanita itu.
Pertanyaannya tak mendapat respon yang berarti hanya gumaman tidak jelas. "Gosh, nampaknya kau terlalu mabuk. Baiklah, aku akan lebih aktif di ranjang, tenang saja!" ujar Morgan sendirian. Dia berpikir wanita di ranjangnya itu telah dibayar tarifnya jadi tak mau rugi.
Gaun setengah paha berwarna merah hati itu dilucuti oleh Morgan dan pemandangan yang ada di balik kain penutup tersebut membuat napasnya memburu dengan tatapan liar. "Beautiful ... seperti penilaian awalku tadi!" puji Morgan lalu dia merundukkan kepalanya mulai menyusuri kulit mulus beraroma parfum lembut yang membuat dia semakin tak sabar mereguk kenikmatan sesaat malam ini.
Sentuhan penuh hasrat dari partner ranjangnya membuat tubuh Celia bergetar pelan, matanya masih terpejam karena kelopak itu terasa berat. Namun, suara deru napas yang melingkupinya terdengar begitu jelas. Lambat, tapi yakin gerakan pria itu membimbingnya menuju ke sebuah penyatuan."Aargh!" pekik Celia saat selaput daranya terkoyak karena liangnya yang masih suci diterobos oleh seorang laki-laki. "Shit! Kau masih perawan?" rutuk Morgan setengah tak percaya bercampur panik. Dia merasa bersalah telah merenggut kegadisan wanita yang disangkanya seorang pramuria. Matanya memicing penuh selidik, sejenak kemudian dia berkata, "Nona, aku ... ehm ... aku akan memberikan kompensasi yang besar untuk malam ini!"Bukannya berhenti melampiaskan gairah, Morgan malah semakin larut dalam permainan panasnya bersama Celia. Dia senang mulut manis wanita itu mendesahkan panggilan sayang untuknya, My Honey Bee. Memang cocok, pikir Morgan jenaka. Dia laksana lebah jantan penghisap madu dari bunga yang sed
"Ouch ... kepalaku pening sekali!" gerutu Morgan Bradburry yang baru saja bangun selepas tengah hari. Dia terlalu banyak bercinta semalam.Seiring kesadarannya muncul dia mencari-cari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Morgan bangkit dan melenggang ke kamar mandi, tetapi sosok yang dicarinya tak nampak di mana pun. Setelah mencuci wajah, dia kembali ke tempat tidur dan menyibak selimut tebal yang menutupi kasur. Noda darah yang kontras dengan seprai putih menjadi bukti nyata bahwa wanita yang melayaninya semalam adalah perawan. Sebentuk gelang emas berhiaskan permata hijau berkilau tertimpa sinar matahari dari jendela kamar VIP night club itu. Tangan Morgan bergerak mengambil perhiasan yang terlihat mahal di atas kasur berseprai kusut. Dia memeriksa dengan seksama benda tersebut. "CR, inisialnya? Lambang ini mungkin bisa dilacak. Hmm ... bagaimana bisa aku tak menyadari kepergiannya pagi ini? Bodoh sekali!" Morgan mengomeli dirinya sendiri. Dia segera meraih ponsel di nakas. No
"Tidak. Buat apa aku menyesali keputusanku meninggalkanmu, Austin?" balas Celia, berusaha untuk tegar. Pernikahan yang seharusnya menjadi miliknya justru kandas dan mempelai wanita digantikan oleh Esmeralda.Namun, Austin yang berpikir bahwa Celia hanya bersandiwara tak menyesal telah membiarkan dia menikahi Esmeralda segera menangkap pergelangan tangan mantan tunangannya itu. "Pembohong!" desisnya.Senyum sinis dengan tatapan jijik itu tertuju ke wajah Austin. Dia menepiskan tangan yang mencengkeram erat dirinya hingga terasa sakit. "Jangan menyentuhku lagi. Kau tak layak!" hardik Celia bernada tajam. "Kau masih mencintaiku, bukan? Mana mungkin hanya karena masalah sepele lantas perasaan cinta yang dalam itu lenyap begitu saja, Celia!" cecar Austin yang masih menginginkan wanita bermata ungu di hadapannya. "Apa kau tuli? Kisah kita telah usai sejak aku memergokimu bersama Esme di night club—" Kata-kata selanjutnya tercekat di tenggorokannya karena ingatan bahwa pada malam yang sama
"Hey, Celia. Seharusnya aku dan suamiku yang pergi berbulan madu, kenapa kau yang justru buru-buru terbang ke Bahama?" protes Esmeralda dengan nada meliuk-liuk. "Sudahlah, Esme Sayang. Kita pergi bulan madu kapan pun kau mau? Biarkan Celia memilih yang ingin dia lakukan," bela Austin. Dan istrinya langsung mendelik menatap dia.Celia pun angkat bicara. "Bagian terpentingnya, aku tak akan mengganggu kalian, bukan? Sudah waktunya aku berangkat ke bandara. Sampai jumpa ketika aku pulang jalan-jalan di Carribean Island!" Dia bangkit dari kursi makan lalu berpelukan dengan papa mamanya. Celia hanya melambaikan tangan sekilas ke arah pasangan pengantin baru itu sebelum menenteng tas tangannya menuju teras depan.Hari masih pagi sekali ketika Celia bertolak menuju ke Bahamas Island, pilihan pertamanya untuk bertamasya di Carribean Island. Fabio Hernandez mengawalnya selama berada di luar Kansas. Iklim tropis yang kaya akan sinar matahari membuat Celia serasa lahir baru setelah menghadapi b
Private jet yang membawa Carlos Peron bersama selusin pengawal berbadan tegap mendarat di Bandara Internasional Owen Roberts (ORIA) yang terletak di Grand Cayman. Mereka segera menaiki beberapa taksi bandara menuju resort tempat nona muda Richero menginap. Pesawat sewaan itu tetap terparkir di bandara karena mereka akan langsung kembali ke Kansas City."Apa kau yakin, Nona Celia akan menuruti keinginan papanya, Carlos?" tanya George yang duduk di bangku sebelah sopir taksi."Hmm ... mustahil. Gadis itu terlalu bengal untuk patuh dijodohkan dengan pria pilihan Mister Arnold. Pokoknya jaga jangan sampai dia kabur. Aku sendiri yang akan memanggulnya di bahu bila dia menolak dan berusaha melarikan diri!" jawab Carlos Peron. Penampilan Celia yang lemah gemulai nan anggun hanya kamuflase dan dia tahu itu karena Celia penggemar olahraga atletik sejak kecil, tubuh gadis itu sangatlah lentur dan lincah.Empat taksi bercat kuning itu berderet berhenti di depan lobi resort mewah. Pria-pria bertu
Suara denting peralatan makan di meja panjang bertaplak putih itu terdengar di sela-sela obrolan yang didominasi para orang tua. Celia yang duduk berseberangan dengan Harry Livingstone nampak cuek dan memilih mengisi perut dengan hidangan lezat di hadapannya.Dengan terang-terangan Harry menatap calon mempelainya dengan penuh minat. Dia pun memberi kode dengan suara berdesis agar Celia memperhatikannya alih-alih terus mengunyah makanan ini dan itu. "Sstt ... Celia, apa besok kita bisa bertemu di cafe? Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, Sweetheart!" ucapnya."Hmm ... boleh. Jam sepuluh pagi di Riverside Cafe dekat rumahku, apa kau bisa, Harry?" jawab Celia yang ingin tahu sifat asli calon suaminya. Pembicaraan orang tua mereka sepertinya sudah pasti akan terjadi pernikahan kilat beberapa hari ke depan. Itu sedikit membuat Celia tak nyaman. Dia tidak ingin memilih suami seperti membeli kucing dalam karung. "Okay, aku pasti akan menemuimu di sana besok pagi, Celia. Ngomong-ngomong,
"Master Morgan, ini berita yang sangat gawat!" Alfons Boudin berlari masuk tanpa mengetuk pintu kantor bosnya lebih dahulu."Ada apa, Alfons?" tanya Morgan dengan dahi berkerut.Alfons menata napasnya yang tersengal-sengal di kursi seberang Morgan lalu menjawab, "Sir, wanita incaran Anda akan menikah besok di The Catedral of Saint Peter The Apostle!""WHAT?!" Morgan sontak bengong. "Yeah, ini bukan hoaks. Nona Celia Richero akan menikah dengan Harry Livingstone karena dijodohkan oleh papanya, Sir!" tutur Alfons.Morgan menghela napas. Sebenarnya dia ingin mengamuk. Berbulan-bulan dia menunggu Celia kembali ke Kansas. Namun, justru wanita itu akan dipersunting menjadi istri pria lain."Apa Celia setuju dinikahkan dengan pria pilihan papanya?" tanya Morgan tenang sekalipun penasaran. Dia kuatir calon suami Celia tidak menikahi wanita itu karena cinta melainkan terpaksa atau lebih buruknya hanya demi harta.Alfons mengendikkan bahunya, dia hanya mengetahui highlight berita itu dari Matt
"Adikmu sungguh punya nyali, Esme. Dia kabur sebelum berjalan ke altar. Aku penasaran seandainya dulu yang kunikahi bukan kau melainkan Celia. Apakah dia akan kabur dari pernikahan juga?" canda Austin Robertson di perjalanan pulang ke rumah keluarga Richero. Esmeralda mendengkus sinis seraya melirik suaminya yang duduk di bangku belakang mobil bersebelahan dengannya. "Aku malas membicarakan adik yang tak tahu diri dan kontroversial itu. Dia mempermalukan keluarga Richero. Entah siapa pria yang masih mau menikahinya?" sahut kakak tiri Celia dengan dada dipenuhi kebencian."Sepertinya Mama dan papa tak berhasil mendidik Celia. Sungguh disayangkan setelah dewasa kelakuan putri kandungku buruk sekali!" ujar Nyonya Emilia dari bangku depan samping sopir.Sedari dahulu memang mama kandung Celia lebih menyayangi Esmeralda, putri sambungnya. Dia selalu memandang Celia dengan kaca mata negatif seolah-olah anaknya adalah beban keluarga Richero."Biarkan saja Celia melanglang buana berpetualang
"Wah, tampan sekali bayimu, Ellen!" puji Nyonya Lupe Perez, ibu Gustavo saat menjenguk keponakan dan bayi barunya di rumah sakit."Terima kasih, Bibi Lupe. Aku beruntung karena Señor Andre mau mengantarkan aku jam satu pagi ke rumah sakit. Bagaimana liburan akhir pekan kalian berkaravan?" balas Ellen santai. Dia ingin membuka lembaran baru kehidupannya tanpa bayang-bayang Austin. Gustavo menyahut, "Liburan beramai-ramai selalu asyik, Ellen. Oya, apa kau tidak punya rasa ketertarikan kepada Andrew Vinson, Adikku yang Cantik?" "Ohh ... kau ini aneh-aneh saja, Gustav! Aku baru saja melahirkan mana bisa mengejar pria bujangan. Rasanya seperti wanita tak tahu malu saja!" Ellen merona wajahnya. Dia memang menyukai pribadi tetangga stand berjualannya yang berseberangan jalan itu. Namun, menggaet pria single dengan kondisinya baru beranak, absurd pastinya!"Kalian cocok bisa bersanding dan Sergio butuh bapak juga kalau kau mendaftarkan akte kelahirannya nanti. Kasihan bila dia tumbuh besar
"Ouch ... tidak! Sepertinya aku pecah ketuban, Gustavo dan keluarganya sedang ke kota sebelah berakhir pekan. Bagaimana ini?" ujar Ellen Aquila Perez di dalam kamar tidur kontrakannya. Jam di dinding menunjukkan pukul 01.15 dini hari, dia tak yakin ada taksi yang mau mengantarkannya ke rumah sakit bersalin. Terpaksa Ellen mencoba menelepon Andrew Vinson yang menyewa kontrakan tak jauh dari tempat tinggalnya.Beberapa kali nada sambung terdengar dan suara pria yang masih mengantuk menjawab panggilan telepon Ellen, "Halo, yes Senorita Ellen. Ada apa?" "Halo, Señor Andre. Apa aku bisa merepotkanmu? Air ketubanku pecah, aku akan segera melahirkan. Gustavo sedang pergi sekeluarga ke luar kota, apa bisa mengantarkan aku ke rumah sakit?" ujar Ellen penuh harap. Dia memilin-milin tepi gaun tidurnya yang basah oleh cairan ketuban."Hmm ... bisa, hanya saja kita naik skuter karena tak ada mobil, bagaimana? Taksi sulit dicari dini hari meskipun mungkin saja ada entah di mana!" Andrew Vinson me
"Tamu sudah tinggal sedikit, kalian berdua naiklah ke kamar pengantin yang sudah dipersiapkan spesial oleh pihak wedding organizer!" ujar Tuan Arnold Richero kepada putri sulung dan menantu barunya di meja khusus keluarga yang ada di tepi kolam renang tempat pesta.Awalnya Esmeralda ingin membuka mulut akan menunggu tamu pulang semua saja, tetapi Jeff segera mendahuluinya. "Baiklah, Papa Mertua. Kami pamit naik kalau begitu. Terima kasih atas semua bantuannya. Sampai jumpa besok!" jawab dokter tampan yang menjadi raja pesta tersebut.Dia bangkit dari kursi dan membantu Esmeralda juga dengan menarikkan kursi ke belakang. Tangannya menggenggam telapak tangan yang dingin karena grogi itu. "Apa kau kedinginan di luar ruangan karena cuaca jelang musim dingin, Esme?" tanya Jeff seraya merangkul bahu istrinya yang terbuka dengan protektif.Dalam ingatan Esmeralda, perlakuan Austin dahulu kepadanya penuh kepura-puraan berbeda jauh dengan Jeff yang memperhatikan hal-hal kecil tentang dirinya.
"Selamat untuk pernikahan kalian, Esme, Jeff. Apa kita langsung pulang ke kediaman Richero?" ujar Carlos Peron di balik kemudi mobil pengantin.Jeff pun menjawab, "Iya, Uncle Carlos. Terima kasih sudah mau menjadi sopir mobil pengantin kami hari ini. Pesta resepsi akan dimulai dua jam lagi, mungkin riasan Esmeralda masih bisa dibetulkan di rumah sembari beristirahat."Baiklah. Tamu-tamu kalian tidak terlalu banyak, santai saja karena sebagian besar dari kalangan keluarga dan kolega terdekat!" Carlos Peron merasa lega karena sebagian acara pernikahan putri sulung big bossnya telah dilalui dengan lancar. Di mata Carlos, memang Jeffrey Norton adalah pria yang baik wataknya.Iring-iringan mobil dua keluarga besar mengikuti mobil pengantin dari katedral menuju ke kediaman Richero. Jembatan layang yang sedang mereka lewati menuju area Brookside memiliki kenangan buruk dalam memori Carlos. Dahulu ibu kandung Esmeralda bunuh diri dengan menabrakkan mobil yang dia kendarai ke pagar pembatas je
"Halo, Dokter Jeff. Maaf menghubungi di waktu cuti Anda. Namun, Dokter Ryan Finder tidak dapat dihubungi padahal ada seorang wanita hamil yang harus dioperasi cesar segera. Apa mungkin Anda menyempatkan diri melakukan tindakan di ruang operasi?" kata Suster Anabelle di telepon jam lima pagi."Halo, Suster Anabelle. Baik, minta tim medis menyiapkan epidural anestesi untuk pasien, saya akan sampai dalam setengah jam ke rumah sakit!" jawab Dokter Jeffrey Norton. Dia tetap memaksa melakukan operasi emergency itu beberapa jam sebelum acara pernikahannya.Tuxedo sewaan telah dia bawa dari bridal karena tak ingin mendapat riasan yang terkesan tidak natural di wajahnya. Lelaki sejati tak perlu didempul atau diberi lipstick dan sejenisnya, menurut pendapat konservatif si dokter tampan.Jeff menenteng kostum pengantin pria meninggalkan unit apartemen mewahnya. Dia turun ke parkiran mobil penghuni tower di basement. Dia mengenakan sepatu fantofel juga agar tidak ketinggalan. Sesuai janjinya, da
Sederet agenda telah tersusun sejak pagi untuk Esmeralda dan Jeffrey. Setelah sarapan bersama keluarga Richero, mereka melesat ke salon dan bridal di tengah kota.Kedatangan mereka disambut ramah oleh manager salon khusus pengantin itu. "Selamat datang, ada yang bisa kami bantu, Sir, Miss?""Selamat pagi, Miss. Saya Jeff dan ini calon istri saya Esme. Kami ingin berkonsultasi mengenai kostum pengantin yang disewakan di bridal Anda dan juga riasan pengantin," jawab Jeff."Untuk tanggal berapa acara pernikahan kalian?" tanya Colleen MacKay, manager bridal dan salon itu."Tanggal 20 bulan ini, Miss!" jawab Esmeralda."Itu tiga hari dari sekarang? Mendadak sekali. Tenang, kami siap melayani klien kapan pun. Mari kita ke ruang pajang gaun pengantin dan tuxedo!" sahut Colleen terkejut. Dia segera mengajak pasangan calon mempelai itu menuju ke sebuah ruangan besar yang dikelilingi
"Jeff, kalau boleh tahu apa yang diderita Esmeralda sampai-sampai dia harus menjadi pasienmu? Bukankah kamu dokter spesialis kandungan?" tanya Bibi Daisy yang duduk di bangku tengah mobil mini van yang membawa rombongan itu pulang ke hotel. Dia hanya mewakili keluarga Norton yang penasaran terhadap kondisi kesehatan Esmeralda.Dokter Jeffrey Norton menghela napas bimbang antara ingin menjawab atau menolak memberikan penjelasan atas pertanyaan bibinya itu. Namun, Nyonya Evelyn mendesak putranya juga untuk menjawab. Akhirnya, Jeff menceritakan tentang gangguan pada indung telur Esmeralda yang tidak subur dan sulit hamil."Astaga, kenapa kamu tidak menceritakan hal sepenting ini kepada kami sebelumnya, Jeff? Kasihan mama kamu bila mendapat menantu mandul!" seru Tuan Conrad Norton yang tadi menjadi wali Jeff saat melamar."Tolong, jangan berpikiran negatif tentang Esmeralda. Dia sudah menjalani terapi penyembuhan kondisi tidak subur itu. Semua tenang dulu, dengarkan penjelasanku!" bantah
Tuan Arnold Richero sudah siap menyambut tamu kehormatannya dari Indianapolis dengan berdiri di teras depan kediamannya. Sudah pukul 10.10 di jam tangan Rolex limited colection yang dikenakannya di pergelangan tangan kiri."Apa mereka terjebak macet di jalan raya, Carlos? Aku jadi ikut gelisah, padahal Esme yang akan dilamar!" decak tak sabar meluncur dari bibir papa Esmeralda.Carlos Peron yang berdiri mendampingi big bossnya pun menenangkan dengan berkata, "Bisa jadi begitu, Sir karena mereka berasal dari luar Kansas. Mungkin sebentar lagi—nah itu dia, ada mini van memasuki pintu gerbang!"Jantung Tuan Arnold berdebar kencang melihat sebuah kendaraan berpenumpang banyak itu meluncur dan berhenti tepat di hadapannya. Calon menantunya membuka pintu mobil dan turun paling awal. Dokter Jeffrey Norton membantu neneknya turun lalu ibundanya juga disusul paman bersama bibinya empat pasangan semua.&nb
"Nona Esme, Anda tampak memukau. Pasti calon mertua Anda akan setuju menikahkan putranya denganmu!" puji make up artist yang dipanggil ke kediaman Richero pagi-pagi sekali untuk merias Esmeralda."Terima kasih, Madam Malique. Berkat bantuan tangan ajaib Anda, penampilanku jadi luar biasa!" balas Esmeralda rendah hati. Sepasang mata hijau zamrud warisan genetik mendiang Viona Sherrington itu nampak berbinar-binar indah di bawah naungan sederet bulu mata lentik.Dari ambang pintu kamar kakaknya, Celia memandangi dengan takjub. Dia berseru, "You're stunning, Esme!" Kemudian dia menghampiri Esmeralda di kursi rias yang menghadap ke cermin lebar. "Jam berapa keluarga Norton akan datang ke rumah kita?" tanya Celia. Dia sebenarnya telah bersiap-siap berangkat ke kantor seusai sarapan sebentar lagi."Kata Jeff pukul 10.00, dia sedang menunggu keluarga Norton di bandara karena mereka berangkat dengan pesawat penerbangan pertama dari Indianapolis. Apa nanti kau bisa pulang makan siang di rumah,