"Tidak. Buat apa aku menyesali keputusanku meninggalkanmu, Austin?" balas Celia, berusaha untuk tegar. Pernikahan yang seharusnya menjadi miliknya justru kandas dan mempelai wanita digantikan oleh Esmeralda.
Namun, Austin yang berpikir bahwa Celia hanya bersandiwara tak menyesal telah membiarkan dia menikahi Esmeralda segera menangkap pergelangan tangan mantan tunangannya itu. "Pembohong!" desisnya.
Senyum sinis dengan tatapan jijik itu tertuju ke wajah Austin. Dia menepiskan tangan yang mencengkeram erat dirinya hingga terasa sakit. "Jangan menyentuhku lagi. Kau tak layak!" hardik Celia bernada tajam.
"Kau masih mencintaiku, bukan? Mana mungkin hanya karena masalah sepele lantas perasaan cinta yang dalam itu lenyap begitu saja, Celia!" cecar Austin yang masih menginginkan wanita bermata ungu di hadapannya.
"Apa kau tuli? Kisah kita telah usai sejak aku memergokimu bersama Esme di night club—" Kata-kata selanjutnya tercekat di tenggorokannya karena ingatan bahwa pada malam yang sama dia kehilangan kehormatannya bersama pria asing mengaburkan pandangan Celia dengan air mata.
Austin menarik Celia ke pelukannya. Dia salah memahami bahwa alasan Celia menangis karena dirinya. Segera wanita muda itu memberontak dari pelukannya. "Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan, Austin?!" serunya panik karena itu bukan pemandangan yang pantas di mata publik. Austin adalah kakak iparnya yang akan merayakan pesta pernikahan siang ini.
"CELIA!" Teriakan gusar Esmeralda menyentakkan kesadaran Austin dan Celia. Mereka langsung menjaga jarak satu sama lain dengan jengah.
Esmeralda dengan gaun pengantin putihnya yang mekar heboh menghampiri Austin dan Celia dengan langkah menghentak-hentak penuh kecemburuan.
"Ini hanya salah paham, Esme!" bela Celia dengan wajah diliputi kekuatiran.
"PLAK!" Tamparan keras Esmeralda mendarat telak di pipi Celia dengan suara yang kencang. "Baru saja kami diumumkan sah menjadi suami istri, kau sudah gatal ingin merebut Austin kembali? Dasar murahan!" teriak Esmeralda kalap memaki-maki Celia.
Air mata menganak sungai membasahi wajah Celia yang make up-nya berantakan. "Aku tidak begitu—" bisiknya lirih. Emosi kakak tirinya seolah menghanguskan Celia. Sementara para tamu tertarik mengerumuni kehebohan di pesta yang bahkan belum dimulai itu.
Tak cukup di situ saja, Esmeralda mendorong tubuh Celia hingga tercebur ke kolam renang.
"BYUURR!"
Gaun bermodel maxi dress yang dikenakan Celia membuatnya kesulitan berenang dan kakinya kram karena mendadak tenggelam di kolam renang.
"Tolong! Tolong aku!" teriaknya seraya berusaha menyembulkan wajahnya ke permukaan air.
Orang-orang di tepi kolam renang enggan untuk berbasah-basah karena menolongnya. Sebagian besar juga tak mengenal Celia. Sedangkan, Austin bergeming di tempatnya berdiri digandeng oleh Esmeralda, dia hanya diam menyaksikan mantan tunangannya tenggelam.
Morgan yang baru saja sampai di tempat acara pesta pernikahan CEO muda grup Richero, penyuplai minyak goreng sawit dan produk olahan susu perusahaannya mengerutkan kening melihat kerumunan tak wajar di tepi kolam renang. Suara wanita yang menjerit putus asa memohon pertolongan disertai kecipak heboh air mengisyaratkan bahwa ada yang nyaris tenggelam.
Dia segera menerobos kerumunan dan melihat siapa yang berada di kolam renang. "Wanita pemilik gelang emas itu!" gumam Morgan sembari mencopot jas dan sepatunya. Tanpa menunda lagi dia menceburkan diri untuk menolong Celia.
"Jangan panik, Nona. Aku akan menolongmu!" ujar Morgan sambil merengkuh tubuh Celia. Dia berenang menuju tepi kolam.
"Terima kasih, Tuan. Maaf merepotkanmu—kakiku kram dan gaun pesta ini membuatku sulit berenang!" jawab Celia lega. Dia dinaikkan ke ubin tepi kolam. Lengan kekar berbulu gelap itu membuatnya teringat sesuatu yang samar-samar.
"Apa kamu punya pakaian ganti, Nona? Atau perlu kuantar pulang bersama sopirku?" tawar Morgan dengan debaran jantung lebih kencang saat menatap sepasang mata ungu yang menghantui mimpi-mimpi indahnya belakangan ini.
"Umm ... aku bisa naik ke kamarku di hotel ini. Ada pakaian bersih. Bagaimana dengan Anda?" sahut Celia yang masih belum mengenali Morgan. Dia terlalu panik pagi itu saat kabur dari kamar VIP night club.
"Jangan kuatir, aku bisa pulang ke rumah!" jawab Morgan dengan jemari mengusap pipi Celia yang basah. Dia tak mampu menahan keinginan untuk merengkuh wanita yang basah kuyup itu ke dekapannya.
Celia membiarkan Morgan membantu menghilangkan kram di telapak kaki hingga ke betisnya. Mereka berdua tak menghiraukan para tamu yang sibuk berpesta merayakan pernikahan Austin dan Esmeralda di sisi lain kolam renang.
Tuan Arnold Richero tergopoh-gopoh menghampiri Celia yang duduk di tepi kolam dalam kondisi mengenaskan. "Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu malah basah kuyup begini?" serunya panik memeriksa kondisi putri bungsu hasil pernikahan keduanya.
"Aku baik-baik saja, Pa. Ehh ... mungkin kehadiran Papa lebih diperlukan di pelaminan. Acara sudah dimulai—" Celia tak enak hati karena justru papanya lebih memilih memperhatikan dia yang jelas-jelas bukan bintang pesta siang ini.
"Biarkan mereka berpesta, kamu membuat Papa cemas setengah mati. Apa kamu baik-baik saja? Atau Papa antar ke rumah sakit?" ujar Tuan Arnold Richero memindai tubuh Celia yang menggigil kedinginan dan juga bersin-bersin. Dia pun menoleh ke pria yang nampaknya basah kuyup juga karena menolong Celia tadi.
"Ahh ... kalau tidak salah, Anda Mister Morgan Bradburry?!" seru papa Celia yang mengenal Morgan sebagai salah satu kolega bisnisnya.
Morgan menghela napas dan tersenyum tipis. "Ya. Saya Morgan, Sir. Permisi, sepertinya saya harus meninggalkan pesta lebih cepat!" pamit Morgan karena dirinya basah kuyup. Dia juga belum siap untuk menjelaskan tentang 'malam itu' ke Tuan Arnold Richero.
"Terima kasih sudah menolong Celia. Anda pasti kedinginan, jangan ditunda lagi untuk berganti pakaian!" sahut papa Celia sungkan.
Celia dan Morgan berpisah dengan sebuah tatapan penasaran di antara mereka berdua. Bahu Celia dirangkul oleh papanya sebelum dipanggilkan Hilda, kepala pelayan keluarga Richero untuk membantunya berganti pakaian.
Ketika Alfons Boudin melihat bosnya basah kuyup tanpa ada tanda-tanda cuaca hujan, dia terkejut. "Baju Anda basah, Sir?" tukasnya.
"Accident. Antar aku pulang, si cantik memang putri keluarga Richero seperti laporanmu kemarin, Alfons. Kita bicarakan rencana selanjutnya di jalan ke penthouse!" jawab Morgan praktis. Dia naik ke bangku belakang mobilnya lalu diantar pulang oleh sopir dan ditemani Alfons.
Seusai mandi dan mengeringkan diri, Celia mengenakan gaun pesta yang dikirim langsung dari butik. Papanya menelepon kolega pemilik butik di mall untuk mengirimkan sebuah gaun cantik berwarna biru muda selutut untuk Celia.
"Papa memang yang paling sayang kepadaku!" ucap Celia dipenuhi rasa haru di dadanya. Dia pun segera mengenakan gaun tersebut dibantu oleh Hilda.
"Apa Nona Muda ingin turun lagi ke pesta sekarang?" tanya wanita berusia awal tiga puluh tahun itu ragu-ragu. Esmeralda dan Celia berkonflik sengit karena memperebutkan seorang pria, pikirnya.
"Hmm ... tentunya, perutku kembung karena menahan lapar!" sahut Celia ringan lalu melangkah ringan meninggalkan kamar Hotel Westin Kansas City.
Pesta perayaan pernikahan Austin dan Esmeralda sudah tak seramai tadi karena puncak acara telah terlewati. Beberapa tamu bergerombol sibuk bergosip dan mereka melirik Celia dengan tatapan tak bersahabat. Namun, Celia tak ambil pusing. Dia terus melewati mereka dan langsung mengambil menu makanan prasmanan ke piring bersih.
Tuan Arnold Richero menghampiri meja Celia dan menemani putrinya makan sekalipun agak terlambat. Mereka mengobrol santai berdua tanpa mempedulikan Emilia yang masih setia mendampingi Esmeralda dan Austin bersama pasangan Robertson di meja lain.
"Papa, izinkan aku menenangkan diri dengan bertamasya ke Carribean Island, boleh ya?" pinta Celia dengan hati-hati.
"Berapa lama kamu akan pergi dari Kansas, Sayang?" tanya Tuan Arnold dengan berat hati.
Celia menjawab sambil mengunyah daging bebek panggang yang lezat, "Aku belum tahu pastinya, Pa. Namun, aku akan berangkat besok pagi karena tiket pesawat sudah kupesan dengan pembayaran lunas kemarin."
Tuan Arnold menghela napas, dia pun mengangguk setuju. "Bawa Hernandez untuk menjagamu. Bila perlu ajak beberapa pengawal tambahan!" pesannya.
"Hernandez saja cukup, Pa. Dia bisa menjagaku!" jawab Celia seraya tersenyum lega, akhirnya dia bisa meninggalkan Esmeralda dan Austin jauh-jauh tanpa drama yang tak perlu.
"Hey, Celia. Seharusnya aku dan suamiku yang pergi berbulan madu, kenapa kau yang justru buru-buru terbang ke Bahama?" protes Esmeralda dengan nada meliuk-liuk. "Sudahlah, Esme Sayang. Kita pergi bulan madu kapan pun kau mau? Biarkan Celia memilih yang ingin dia lakukan," bela Austin. Dan istrinya langsung mendelik menatap dia.Celia pun angkat bicara. "Bagian terpentingnya, aku tak akan mengganggu kalian, bukan? Sudah waktunya aku berangkat ke bandara. Sampai jumpa ketika aku pulang jalan-jalan di Carribean Island!" Dia bangkit dari kursi makan lalu berpelukan dengan papa mamanya. Celia hanya melambaikan tangan sekilas ke arah pasangan pengantin baru itu sebelum menenteng tas tangannya menuju teras depan.Hari masih pagi sekali ketika Celia bertolak menuju ke Bahamas Island, pilihan pertamanya untuk bertamasya di Carribean Island. Fabio Hernandez mengawalnya selama berada di luar Kansas. Iklim tropis yang kaya akan sinar matahari membuat Celia serasa lahir baru setelah menghadapi b
Private jet yang membawa Carlos Peron bersama selusin pengawal berbadan tegap mendarat di Bandara Internasional Owen Roberts (ORIA) yang terletak di Grand Cayman. Mereka segera menaiki beberapa taksi bandara menuju resort tempat nona muda Richero menginap. Pesawat sewaan itu tetap terparkir di bandara karena mereka akan langsung kembali ke Kansas City."Apa kau yakin, Nona Celia akan menuruti keinginan papanya, Carlos?" tanya George yang duduk di bangku sebelah sopir taksi."Hmm ... mustahil. Gadis itu terlalu bengal untuk patuh dijodohkan dengan pria pilihan Mister Arnold. Pokoknya jaga jangan sampai dia kabur. Aku sendiri yang akan memanggulnya di bahu bila dia menolak dan berusaha melarikan diri!" jawab Carlos Peron. Penampilan Celia yang lemah gemulai nan anggun hanya kamuflase dan dia tahu itu karena Celia penggemar olahraga atletik sejak kecil, tubuh gadis itu sangatlah lentur dan lincah.Empat taksi bercat kuning itu berderet berhenti di depan lobi resort mewah. Pria-pria bertu
Suara denting peralatan makan di meja panjang bertaplak putih itu terdengar di sela-sela obrolan yang didominasi para orang tua. Celia yang duduk berseberangan dengan Harry Livingstone nampak cuek dan memilih mengisi perut dengan hidangan lezat di hadapannya.Dengan terang-terangan Harry menatap calon mempelainya dengan penuh minat. Dia pun memberi kode dengan suara berdesis agar Celia memperhatikannya alih-alih terus mengunyah makanan ini dan itu. "Sstt ... Celia, apa besok kita bisa bertemu di cafe? Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, Sweetheart!" ucapnya."Hmm ... boleh. Jam sepuluh pagi di Riverside Cafe dekat rumahku, apa kau bisa, Harry?" jawab Celia yang ingin tahu sifat asli calon suaminya. Pembicaraan orang tua mereka sepertinya sudah pasti akan terjadi pernikahan kilat beberapa hari ke depan. Itu sedikit membuat Celia tak nyaman. Dia tidak ingin memilih suami seperti membeli kucing dalam karung. "Okay, aku pasti akan menemuimu di sana besok pagi, Celia. Ngomong-ngomong,
"Master Morgan, ini berita yang sangat gawat!" Alfons Boudin berlari masuk tanpa mengetuk pintu kantor bosnya lebih dahulu."Ada apa, Alfons?" tanya Morgan dengan dahi berkerut.Alfons menata napasnya yang tersengal-sengal di kursi seberang Morgan lalu menjawab, "Sir, wanita incaran Anda akan menikah besok di The Catedral of Saint Peter The Apostle!""WHAT?!" Morgan sontak bengong. "Yeah, ini bukan hoaks. Nona Celia Richero akan menikah dengan Harry Livingstone karena dijodohkan oleh papanya, Sir!" tutur Alfons.Morgan menghela napas. Sebenarnya dia ingin mengamuk. Berbulan-bulan dia menunggu Celia kembali ke Kansas. Namun, justru wanita itu akan dipersunting menjadi istri pria lain."Apa Celia setuju dinikahkan dengan pria pilihan papanya?" tanya Morgan tenang sekalipun penasaran. Dia kuatir calon suami Celia tidak menikahi wanita itu karena cinta melainkan terpaksa atau lebih buruknya hanya demi harta.Alfons mengendikkan bahunya, dia hanya mengetahui highlight berita itu dari Matt
"Adikmu sungguh punya nyali, Esme. Dia kabur sebelum berjalan ke altar. Aku penasaran seandainya dulu yang kunikahi bukan kau melainkan Celia. Apakah dia akan kabur dari pernikahan juga?" canda Austin Robertson di perjalanan pulang ke rumah keluarga Richero. Esmeralda mendengkus sinis seraya melirik suaminya yang duduk di bangku belakang mobil bersebelahan dengannya. "Aku malas membicarakan adik yang tak tahu diri dan kontroversial itu. Dia mempermalukan keluarga Richero. Entah siapa pria yang masih mau menikahinya?" sahut kakak tiri Celia dengan dada dipenuhi kebencian."Sepertinya Mama dan papa tak berhasil mendidik Celia. Sungguh disayangkan setelah dewasa kelakuan putri kandungku buruk sekali!" ujar Nyonya Emilia dari bangku depan samping sopir.Sedari dahulu memang mama kandung Celia lebih menyayangi Esmeralda, putri sambungnya. Dia selalu memandang Celia dengan kaca mata negatif seolah-olah anaknya adalah beban keluarga Richero."Biarkan saja Celia melanglang buana berpetualang
"Chef Morgan, tamu spesial kita malam ini ingin bertemu dengan Anda. Bagaimana?" Madeline memberi tahu big bossnya sesuai arahan Chef Eugene Botswa.Melihat big bossnya salah tingkah, Madeline berusaha menahan tawa. Dia tak menyangka Chef Morgan yang menjadi penguasa restoran waralaba tersebar di berbagai negara bagian Amerika Serikat nampak begitu menggemaskan."Ohh, benarkah?" Pria tampan itu menyisir rambut dengan jemari tangannya agar nampak lebih rapi."Anda terlihat mempesona begitu saja, Chef. Jangan kuatir!" ujar Madeline meyakinkan atasannya dengan seringai lebar."Princesstårta siap, Eugene?" seru Chef Morgan seraya menghela napas.Chef yang baru saja menghias bagian luar dari kue berlapis gula krim warna hijau itu menjawab, "Kue Anda siap dihidangkan, Sir!"Jantung Chef Morgan berdetak lebih kencang dari biasanya. Dia berdehem sambil me
"Hai, Celia Sayang. Senang sekali melihatmu kembali ke rumah. Kau makin kurus saja, pasti makanmu tak teratur ya?" sambut Tuan Arnold Richero di teras depan rumahnya. Dia memeluk putri bungsu kesayangannya penuh kerinduan.Celia pun tahu pria dengan rambut beruban yang sedang memeluknya itu yang paling peduli dan menyayanginya. Hanya saja dia waswas akan dijodohkan lagi dengan pria sok baik lainnya seperti Harry Livingstone yang aslinya brengsek."Papa, aku juga kangen padamu. Ayo kita masuk dan mengobrol di ruang keluarga saja. Musim dingin sudah mulai menunjukkan tanda-tanda turun salju pertama tak lama lagi, udara mulai turun suhunya ke nol derajat Celcius!" ajak Celia sembari menggandeng lengan papanya masuk ke dalam rumah."Syukurlah kamu sudah pulang hari ini. Papa akan jauh lebih kuatir bila kamu berada jauh dari keluarga sendirian di luar sana. Celia, tolong dengarkan Papa kali ini. Menikahlah. Ada seorang
"Hentikan pertengkaran kalian!" Suara Tuan Arnold yang penuh wibawa menggelegar di ruang makan. Kakak beradik beda ibu itu harus dilerai.Mark merangkul bahu Celia yang dalam kondisi basah wajahnya oleh wine, sedangkan Austin menenangkan Esmeralda yang menatap kejam ke arah adik tirinya.Emilia pun berkata, "Celia, dengarkan nasihat kakakmu. Mama malu kalau sampai kamu menggoda kakak iparmu agar kembali lagi bersamamu. Dia suami Esme sekarang. Lebih baik segera menikah saja dengan Mark. Kau akan mudah melepaskan masa lalumu bersama Austin!"Mendengar mamanya membela Esmeralda lagi, Celia rasanya tak tahan ingin mengamuk. "Ohh yeah, bela terus anak kesayanganmu itu, Ma. Dia yang menikungku dari belakang. Lantas kini aku seperti orang sakit jiwa obsesif yang berusaha menggoda mantan tunanganku lagi. Maaf saja, kalian salah mengira. Segalanya di antara kami berdua telah usai!""Celia, jaga mulutmu
"Wah, tampan sekali bayimu, Ellen!" puji Nyonya Lupe Perez, ibu Gustavo saat menjenguk keponakan dan bayi barunya di rumah sakit."Terima kasih, Bibi Lupe. Aku beruntung karena Señor Andre mau mengantarkan aku jam satu pagi ke rumah sakit. Bagaimana liburan akhir pekan kalian berkaravan?" balas Ellen santai. Dia ingin membuka lembaran baru kehidupannya tanpa bayang-bayang Austin. Gustavo menyahut, "Liburan beramai-ramai selalu asyik, Ellen. Oya, apa kau tidak punya rasa ketertarikan kepada Andrew Vinson, Adikku yang Cantik?" "Ohh ... kau ini aneh-aneh saja, Gustav! Aku baru saja melahirkan mana bisa mengejar pria bujangan. Rasanya seperti wanita tak tahu malu saja!" Ellen merona wajahnya. Dia memang menyukai pribadi tetangga stand berjualannya yang berseberangan jalan itu. Namun, menggaet pria single dengan kondisinya baru beranak, absurd pastinya!"Kalian cocok bisa bersanding dan Sergio butuh bapak juga kalau kau mendaftarkan akte kelahirannya nanti. Kasihan bila dia tumbuh besar
"Ouch ... tidak! Sepertinya aku pecah ketuban, Gustavo dan keluarganya sedang ke kota sebelah berakhir pekan. Bagaimana ini?" ujar Ellen Aquila Perez di dalam kamar tidur kontrakannya. Jam di dinding menunjukkan pukul 01.15 dini hari, dia tak yakin ada taksi yang mau mengantarkannya ke rumah sakit bersalin. Terpaksa Ellen mencoba menelepon Andrew Vinson yang menyewa kontrakan tak jauh dari tempat tinggalnya.Beberapa kali nada sambung terdengar dan suara pria yang masih mengantuk menjawab panggilan telepon Ellen, "Halo, yes Senorita Ellen. Ada apa?" "Halo, Señor Andre. Apa aku bisa merepotkanmu? Air ketubanku pecah, aku akan segera melahirkan. Gustavo sedang pergi sekeluarga ke luar kota, apa bisa mengantarkan aku ke rumah sakit?" ujar Ellen penuh harap. Dia memilin-milin tepi gaun tidurnya yang basah oleh cairan ketuban."Hmm ... bisa, hanya saja kita naik skuter karena tak ada mobil, bagaimana? Taksi sulit dicari dini hari meskipun mungkin saja ada entah di mana!" Andrew Vinson me
"Tamu sudah tinggal sedikit, kalian berdua naiklah ke kamar pengantin yang sudah dipersiapkan spesial oleh pihak wedding organizer!" ujar Tuan Arnold Richero kepada putri sulung dan menantu barunya di meja khusus keluarga yang ada di tepi kolam renang tempat pesta.Awalnya Esmeralda ingin membuka mulut akan menunggu tamu pulang semua saja, tetapi Jeff segera mendahuluinya. "Baiklah, Papa Mertua. Kami pamit naik kalau begitu. Terima kasih atas semua bantuannya. Sampai jumpa besok!" jawab dokter tampan yang menjadi raja pesta tersebut.Dia bangkit dari kursi dan membantu Esmeralda juga dengan menarikkan kursi ke belakang. Tangannya menggenggam telapak tangan yang dingin karena grogi itu. "Apa kau kedinginan di luar ruangan karena cuaca jelang musim dingin, Esme?" tanya Jeff seraya merangkul bahu istrinya yang terbuka dengan protektif.Dalam ingatan Esmeralda, perlakuan Austin dahulu kepadanya penuh kepura-puraan berbeda jauh dengan Jeff yang memperhatikan hal-hal kecil tentang dirinya.
"Selamat untuk pernikahan kalian, Esme, Jeff. Apa kita langsung pulang ke kediaman Richero?" ujar Carlos Peron di balik kemudi mobil pengantin.Jeff pun menjawab, "Iya, Uncle Carlos. Terima kasih sudah mau menjadi sopir mobil pengantin kami hari ini. Pesta resepsi akan dimulai dua jam lagi, mungkin riasan Esmeralda masih bisa dibetulkan di rumah sembari beristirahat."Baiklah. Tamu-tamu kalian tidak terlalu banyak, santai saja karena sebagian besar dari kalangan keluarga dan kolega terdekat!" Carlos Peron merasa lega karena sebagian acara pernikahan putri sulung big bossnya telah dilalui dengan lancar. Di mata Carlos, memang Jeffrey Norton adalah pria yang baik wataknya.Iring-iringan mobil dua keluarga besar mengikuti mobil pengantin dari katedral menuju ke kediaman Richero. Jembatan layang yang sedang mereka lewati menuju area Brookside memiliki kenangan buruk dalam memori Carlos. Dahulu ibu kandung Esmeralda bunuh diri dengan menabrakkan mobil yang dia kendarai ke pagar pembatas je
"Halo, Dokter Jeff. Maaf menghubungi di waktu cuti Anda. Namun, Dokter Ryan Finder tidak dapat dihubungi padahal ada seorang wanita hamil yang harus dioperasi cesar segera. Apa mungkin Anda menyempatkan diri melakukan tindakan di ruang operasi?" kata Suster Anabelle di telepon jam lima pagi."Halo, Suster Anabelle. Baik, minta tim medis menyiapkan epidural anestesi untuk pasien, saya akan sampai dalam setengah jam ke rumah sakit!" jawab Dokter Jeffrey Norton. Dia tetap memaksa melakukan operasi emergency itu beberapa jam sebelum acara pernikahannya.Tuxedo sewaan telah dia bawa dari bridal karena tak ingin mendapat riasan yang terkesan tidak natural di wajahnya. Lelaki sejati tak perlu didempul atau diberi lipstick dan sejenisnya, menurut pendapat konservatif si dokter tampan.Jeff menenteng kostum pengantin pria meninggalkan unit apartemen mewahnya. Dia turun ke parkiran mobil penghuni tower di basement. Dia mengenakan sepatu fantofel juga agar tidak ketinggalan. Sesuai janjinya, da
Sederet agenda telah tersusun sejak pagi untuk Esmeralda dan Jeffrey. Setelah sarapan bersama keluarga Richero, mereka melesat ke salon dan bridal di tengah kota.Kedatangan mereka disambut ramah oleh manager salon khusus pengantin itu. "Selamat datang, ada yang bisa kami bantu, Sir, Miss?""Selamat pagi, Miss. Saya Jeff dan ini calon istri saya Esme. Kami ingin berkonsultasi mengenai kostum pengantin yang disewakan di bridal Anda dan juga riasan pengantin," jawab Jeff."Untuk tanggal berapa acara pernikahan kalian?" tanya Colleen MacKay, manager bridal dan salon itu."Tanggal 20 bulan ini, Miss!" jawab Esmeralda."Itu tiga hari dari sekarang? Mendadak sekali. Tenang, kami siap melayani klien kapan pun. Mari kita ke ruang pajang gaun pengantin dan tuxedo!" sahut Colleen terkejut. Dia segera mengajak pasangan calon mempelai itu menuju ke sebuah ruangan besar yang dikelilingi
"Jeff, kalau boleh tahu apa yang diderita Esmeralda sampai-sampai dia harus menjadi pasienmu? Bukankah kamu dokter spesialis kandungan?" tanya Bibi Daisy yang duduk di bangku tengah mobil mini van yang membawa rombongan itu pulang ke hotel. Dia hanya mewakili keluarga Norton yang penasaran terhadap kondisi kesehatan Esmeralda.Dokter Jeffrey Norton menghela napas bimbang antara ingin menjawab atau menolak memberikan penjelasan atas pertanyaan bibinya itu. Namun, Nyonya Evelyn mendesak putranya juga untuk menjawab. Akhirnya, Jeff menceritakan tentang gangguan pada indung telur Esmeralda yang tidak subur dan sulit hamil."Astaga, kenapa kamu tidak menceritakan hal sepenting ini kepada kami sebelumnya, Jeff? Kasihan mama kamu bila mendapat menantu mandul!" seru Tuan Conrad Norton yang tadi menjadi wali Jeff saat melamar."Tolong, jangan berpikiran negatif tentang Esmeralda. Dia sudah menjalani terapi penyembuhan kondisi tidak subur itu. Semua tenang dulu, dengarkan penjelasanku!" bantah
Tuan Arnold Richero sudah siap menyambut tamu kehormatannya dari Indianapolis dengan berdiri di teras depan kediamannya. Sudah pukul 10.10 di jam tangan Rolex limited colection yang dikenakannya di pergelangan tangan kiri."Apa mereka terjebak macet di jalan raya, Carlos? Aku jadi ikut gelisah, padahal Esme yang akan dilamar!" decak tak sabar meluncur dari bibir papa Esmeralda.Carlos Peron yang berdiri mendampingi big bossnya pun menenangkan dengan berkata, "Bisa jadi begitu, Sir karena mereka berasal dari luar Kansas. Mungkin sebentar lagi—nah itu dia, ada mini van memasuki pintu gerbang!"Jantung Tuan Arnold berdebar kencang melihat sebuah kendaraan berpenumpang banyak itu meluncur dan berhenti tepat di hadapannya. Calon menantunya membuka pintu mobil dan turun paling awal. Dokter Jeffrey Norton membantu neneknya turun lalu ibundanya juga disusul paman bersama bibinya empat pasangan semua.&nb
"Nona Esme, Anda tampak memukau. Pasti calon mertua Anda akan setuju menikahkan putranya denganmu!" puji make up artist yang dipanggil ke kediaman Richero pagi-pagi sekali untuk merias Esmeralda."Terima kasih, Madam Malique. Berkat bantuan tangan ajaib Anda, penampilanku jadi luar biasa!" balas Esmeralda rendah hati. Sepasang mata hijau zamrud warisan genetik mendiang Viona Sherrington itu nampak berbinar-binar indah di bawah naungan sederet bulu mata lentik.Dari ambang pintu kamar kakaknya, Celia memandangi dengan takjub. Dia berseru, "You're stunning, Esme!" Kemudian dia menghampiri Esmeralda di kursi rias yang menghadap ke cermin lebar. "Jam berapa keluarga Norton akan datang ke rumah kita?" tanya Celia. Dia sebenarnya telah bersiap-siap berangkat ke kantor seusai sarapan sebentar lagi."Kata Jeff pukul 10.00, dia sedang menunggu keluarga Norton di bandara karena mereka berangkat dengan pesawat penerbangan pertama dari Indianapolis. Apa nanti kau bisa pulang makan siang di rumah,