"Tidak. Buat apa aku menyesali keputusanku meninggalkanmu, Austin?" balas Celia, berusaha untuk tegar. Pernikahan yang seharusnya menjadi miliknya justru kandas dan mempelai wanita digantikan oleh Esmeralda.
Namun, Austin yang berpikir bahwa Celia hanya bersandiwara tak menyesal telah membiarkan dia menikahi Esmeralda segera menangkap pergelangan tangan mantan tunangannya itu. "Pembohong!" desisnya.
Senyum sinis dengan tatapan jijik itu tertuju ke wajah Austin. Dia menepiskan tangan yang mencengkeram erat dirinya hingga terasa sakit. "Jangan menyentuhku lagi. Kau tak layak!" hardik Celia bernada tajam.
"Kau masih mencintaiku, bukan? Mana mungkin hanya karena masalah sepele lantas perasaan cinta yang dalam itu lenyap begitu saja, Celia!" cecar Austin yang masih menginginkan wanita bermata ungu di hadapannya.
"Apa kau tuli? Kisah kita telah usai sejak aku memergokimu bersama Esme di night club—" Kata-kata selanjutnya tercekat di tenggorokannya karena ingatan bahwa pada malam yang sama dia kehilangan kehormatannya bersama pria asing mengaburkan pandangan Celia dengan air mata.
Austin menarik Celia ke pelukannya. Dia salah memahami bahwa alasan Celia menangis karena dirinya. Segera wanita muda itu memberontak dari pelukannya. "Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan, Austin?!" serunya panik karena itu bukan pemandangan yang pantas di mata publik. Austin adalah kakak iparnya yang akan merayakan pesta pernikahan siang ini.
"CELIA!" Teriakan gusar Esmeralda menyentakkan kesadaran Austin dan Celia. Mereka langsung menjaga jarak satu sama lain dengan jengah.
Esmeralda dengan gaun pengantin putihnya yang mekar heboh menghampiri Austin dan Celia dengan langkah menghentak-hentak penuh kecemburuan.
"Ini hanya salah paham, Esme!" bela Celia dengan wajah diliputi kekuatiran.
"PLAK!" Tamparan keras Esmeralda mendarat telak di pipi Celia dengan suara yang kencang. "Baru saja kami diumumkan sah menjadi suami istri, kau sudah gatal ingin merebut Austin kembali? Dasar murahan!" teriak Esmeralda kalap memaki-maki Celia.
Air mata menganak sungai membasahi wajah Celia yang make up-nya berantakan. "Aku tidak begitu—" bisiknya lirih. Emosi kakak tirinya seolah menghanguskan Celia. Sementara para tamu tertarik mengerumuni kehebohan di pesta yang bahkan belum dimulai itu.
Tak cukup di situ saja, Esmeralda mendorong tubuh Celia hingga tercebur ke kolam renang.
"BYUURR!"
Gaun bermodel maxi dress yang dikenakan Celia membuatnya kesulitan berenang dan kakinya kram karena mendadak tenggelam di kolam renang.
"Tolong! Tolong aku!" teriaknya seraya berusaha menyembulkan wajahnya ke permukaan air.
Orang-orang di tepi kolam renang enggan untuk berbasah-basah karena menolongnya. Sebagian besar juga tak mengenal Celia. Sedangkan, Austin bergeming di tempatnya berdiri digandeng oleh Esmeralda, dia hanya diam menyaksikan mantan tunangannya tenggelam.
Morgan yang baru saja sampai di tempat acara pesta pernikahan CEO muda grup Richero, penyuplai minyak goreng sawit dan produk olahan susu perusahaannya mengerutkan kening melihat kerumunan tak wajar di tepi kolam renang. Suara wanita yang menjerit putus asa memohon pertolongan disertai kecipak heboh air mengisyaratkan bahwa ada yang nyaris tenggelam.
Dia segera menerobos kerumunan dan melihat siapa yang berada di kolam renang. "Wanita pemilik gelang emas itu!" gumam Morgan sembari mencopot jas dan sepatunya. Tanpa menunda lagi dia menceburkan diri untuk menolong Celia.
"Jangan panik, Nona. Aku akan menolongmu!" ujar Morgan sambil merengkuh tubuh Celia. Dia berenang menuju tepi kolam.
"Terima kasih, Tuan. Maaf merepotkanmu—kakiku kram dan gaun pesta ini membuatku sulit berenang!" jawab Celia lega. Dia dinaikkan ke ubin tepi kolam. Lengan kekar berbulu gelap itu membuatnya teringat sesuatu yang samar-samar.
"Apa kamu punya pakaian ganti, Nona? Atau perlu kuantar pulang bersama sopirku?" tawar Morgan dengan debaran jantung lebih kencang saat menatap sepasang mata ungu yang menghantui mimpi-mimpi indahnya belakangan ini.
"Umm ... aku bisa naik ke kamarku di hotel ini. Ada pakaian bersih. Bagaimana dengan Anda?" sahut Celia yang masih belum mengenali Morgan. Dia terlalu panik pagi itu saat kabur dari kamar VIP night club.
"Jangan kuatir, aku bisa pulang ke rumah!" jawab Morgan dengan jemari mengusap pipi Celia yang basah. Dia tak mampu menahan keinginan untuk merengkuh wanita yang basah kuyup itu ke dekapannya.
Celia membiarkan Morgan membantu menghilangkan kram di telapak kaki hingga ke betisnya. Mereka berdua tak menghiraukan para tamu yang sibuk berpesta merayakan pernikahan Austin dan Esmeralda di sisi lain kolam renang.
Tuan Arnold Richero tergopoh-gopoh menghampiri Celia yang duduk di tepi kolam dalam kondisi mengenaskan. "Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu malah basah kuyup begini?" serunya panik memeriksa kondisi putri bungsu hasil pernikahan keduanya.
"Aku baik-baik saja, Pa. Ehh ... mungkin kehadiran Papa lebih diperlukan di pelaminan. Acara sudah dimulai—" Celia tak enak hati karena justru papanya lebih memilih memperhatikan dia yang jelas-jelas bukan bintang pesta siang ini.
"Biarkan mereka berpesta, kamu membuat Papa cemas setengah mati. Apa kamu baik-baik saja? Atau Papa antar ke rumah sakit?" ujar Tuan Arnold Richero memindai tubuh Celia yang menggigil kedinginan dan juga bersin-bersin. Dia pun menoleh ke pria yang nampaknya basah kuyup juga karena menolong Celia tadi.
"Ahh ... kalau tidak salah, Anda Mister Morgan Bradburry?!" seru papa Celia yang mengenal Morgan sebagai salah satu kolega bisnisnya.
Morgan menghela napas dan tersenyum tipis. "Ya. Saya Morgan, Sir. Permisi, sepertinya saya harus meninggalkan pesta lebih cepat!" pamit Morgan karena dirinya basah kuyup. Dia juga belum siap untuk menjelaskan tentang 'malam itu' ke Tuan Arnold Richero.
"Terima kasih sudah menolong Celia. Anda pasti kedinginan, jangan ditunda lagi untuk berganti pakaian!" sahut papa Celia sungkan.
Celia dan Morgan berpisah dengan sebuah tatapan penasaran di antara mereka berdua. Bahu Celia dirangkul oleh papanya sebelum dipanggilkan Hilda, kepala pelayan keluarga Richero untuk membantunya berganti pakaian.
Ketika Alfons Boudin melihat bosnya basah kuyup tanpa ada tanda-tanda cuaca hujan, dia terkejut. "Baju Anda basah, Sir?" tukasnya.
"Accident. Antar aku pulang, si cantik memang putri keluarga Richero seperti laporanmu kemarin, Alfons. Kita bicarakan rencana selanjutnya di jalan ke penthouse!" jawab Morgan praktis. Dia naik ke bangku belakang mobilnya lalu diantar pulang oleh sopir dan ditemani Alfons.
Seusai mandi dan mengeringkan diri, Celia mengenakan gaun pesta yang dikirim langsung dari butik. Papanya menelepon kolega pemilik butik di mall untuk mengirimkan sebuah gaun cantik berwarna biru muda selutut untuk Celia.
"Papa memang yang paling sayang kepadaku!" ucap Celia dipenuhi rasa haru di dadanya. Dia pun segera mengenakan gaun tersebut dibantu oleh Hilda.
"Apa Nona Muda ingin turun lagi ke pesta sekarang?" tanya wanita berusia awal tiga puluh tahun itu ragu-ragu. Esmeralda dan Celia berkonflik sengit karena memperebutkan seorang pria, pikirnya.
"Hmm ... tentunya, perutku kembung karena menahan lapar!" sahut Celia ringan lalu melangkah ringan meninggalkan kamar Hotel Westin Kansas City.
Pesta perayaan pernikahan Austin dan Esmeralda sudah tak seramai tadi karena puncak acara telah terlewati. Beberapa tamu bergerombol sibuk bergosip dan mereka melirik Celia dengan tatapan tak bersahabat. Namun, Celia tak ambil pusing. Dia terus melewati mereka dan langsung mengambil menu makanan prasmanan ke piring bersih.
Tuan Arnold Richero menghampiri meja Celia dan menemani putrinya makan sekalipun agak terlambat. Mereka mengobrol santai berdua tanpa mempedulikan Emilia yang masih setia mendampingi Esmeralda dan Austin bersama pasangan Robertson di meja lain.
"Papa, izinkan aku menenangkan diri dengan bertamasya ke Carribean Island, boleh ya?" pinta Celia dengan hati-hati.
"Berapa lama kamu akan pergi dari Kansas, Sayang?" tanya Tuan Arnold dengan berat hati.
Celia menjawab sambil mengunyah daging bebek panggang yang lezat, "Aku belum tahu pastinya, Pa. Namun, aku akan berangkat besok pagi karena tiket pesawat sudah kupesan dengan pembayaran lunas kemarin."
Tuan Arnold menghela napas, dia pun mengangguk setuju. "Bawa Hernandez untuk menjagamu. Bila perlu ajak beberapa pengawal tambahan!" pesannya.
"Hernandez saja cukup, Pa. Dia bisa menjagaku!" jawab Celia seraya tersenyum lega, akhirnya dia bisa meninggalkan Esmeralda dan Austin jauh-jauh tanpa drama yang tak perlu.
"Hey, Celia. Seharusnya aku dan suamiku yang pergi berbulan madu, kenapa kau yang justru buru-buru terbang ke Bahama?" protes Esmeralda dengan nada meliuk-liuk. "Sudahlah, Esme Sayang. Kita pergi bulan madu kapan pun kau mau? Biarkan Celia memilih yang ingin dia lakukan," bela Austin. Dan istrinya langsung mendelik menatap dia.Celia pun angkat bicara. "Bagian terpentingnya, aku tak akan mengganggu kalian, bukan? Sudah waktunya aku berangkat ke bandara. Sampai jumpa ketika aku pulang jalan-jalan di Carribean Island!" Dia bangkit dari kursi makan lalu berpelukan dengan papa mamanya. Celia hanya melambaikan tangan sekilas ke arah pasangan pengantin baru itu sebelum menenteng tas tangannya menuju teras depan.Hari masih pagi sekali ketika Celia bertolak menuju ke Bahamas Island, pilihan pertamanya untuk bertamasya di Carribean Island. Fabio Hernandez mengawalnya selama berada di luar Kansas. Iklim tropis yang kaya akan sinar matahari membuat Celia serasa lahir baru setelah menghadapi b
Private jet yang membawa Carlos Peron bersama selusin pengawal berbadan tegap mendarat di Bandara Internasional Owen Roberts (ORIA) yang terletak di Grand Cayman. Mereka segera menaiki beberapa taksi bandara menuju resort tempat nona muda Richero menginap. Pesawat sewaan itu tetap terparkir di bandara karena mereka akan langsung kembali ke Kansas City."Apa kau yakin, Nona Celia akan menuruti keinginan papanya, Carlos?" tanya George yang duduk di bangku sebelah sopir taksi."Hmm ... mustahil. Gadis itu terlalu bengal untuk patuh dijodohkan dengan pria pilihan Mister Arnold. Pokoknya jaga jangan sampai dia kabur. Aku sendiri yang akan memanggulnya di bahu bila dia menolak dan berusaha melarikan diri!" jawab Carlos Peron. Penampilan Celia yang lemah gemulai nan anggun hanya kamuflase dan dia tahu itu karena Celia penggemar olahraga atletik sejak kecil, tubuh gadis itu sangatlah lentur dan lincah.Empat taksi bercat kuning itu berderet berhenti di depan lobi resort mewah. Pria-pria bertu
Suara denting peralatan makan di meja panjang bertaplak putih itu terdengar di sela-sela obrolan yang didominasi para orang tua. Celia yang duduk berseberangan dengan Harry Livingstone nampak cuek dan memilih mengisi perut dengan hidangan lezat di hadapannya.Dengan terang-terangan Harry menatap calon mempelainya dengan penuh minat. Dia pun memberi kode dengan suara berdesis agar Celia memperhatikannya alih-alih terus mengunyah makanan ini dan itu. "Sstt ... Celia, apa besok kita bisa bertemu di cafe? Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, Sweetheart!" ucapnya."Hmm ... boleh. Jam sepuluh pagi di Riverside Cafe dekat rumahku, apa kau bisa, Harry?" jawab Celia yang ingin tahu sifat asli calon suaminya. Pembicaraan orang tua mereka sepertinya sudah pasti akan terjadi pernikahan kilat beberapa hari ke depan. Itu sedikit membuat Celia tak nyaman. Dia tidak ingin memilih suami seperti membeli kucing dalam karung. "Okay, aku pasti akan menemuimu di sana besok pagi, Celia. Ngomong-ngomong,
"Master Morgan, ini berita yang sangat gawat!" Alfons Boudin berlari masuk tanpa mengetuk pintu kantor bosnya lebih dahulu."Ada apa, Alfons?" tanya Morgan dengan dahi berkerut.Alfons menata napasnya yang tersengal-sengal di kursi seberang Morgan lalu menjawab, "Sir, wanita incaran Anda akan menikah besok di The Catedral of Saint Peter The Apostle!""WHAT?!" Morgan sontak bengong. "Yeah, ini bukan hoaks. Nona Celia Richero akan menikah dengan Harry Livingstone karena dijodohkan oleh papanya, Sir!" tutur Alfons.Morgan menghela napas. Sebenarnya dia ingin mengamuk. Berbulan-bulan dia menunggu Celia kembali ke Kansas. Namun, justru wanita itu akan dipersunting menjadi istri pria lain."Apa Celia setuju dinikahkan dengan pria pilihan papanya?" tanya Morgan tenang sekalipun penasaran. Dia kuatir calon suami Celia tidak menikahi wanita itu karena cinta melainkan terpaksa atau lebih buruknya hanya demi harta.Alfons mengendikkan bahunya, dia hanya mengetahui highlight berita itu dari Matt
"Adikmu sungguh punya nyali, Esme. Dia kabur sebelum berjalan ke altar. Aku penasaran seandainya dulu yang kunikahi bukan kau melainkan Celia. Apakah dia akan kabur dari pernikahan juga?" canda Austin Robertson di perjalanan pulang ke rumah keluarga Richero. Esmeralda mendengkus sinis seraya melirik suaminya yang duduk di bangku belakang mobil bersebelahan dengannya. "Aku malas membicarakan adik yang tak tahu diri dan kontroversial itu. Dia mempermalukan keluarga Richero. Entah siapa pria yang masih mau menikahinya?" sahut kakak tiri Celia dengan dada dipenuhi kebencian."Sepertinya Mama dan papa tak berhasil mendidik Celia. Sungguh disayangkan setelah dewasa kelakuan putri kandungku buruk sekali!" ujar Nyonya Emilia dari bangku depan samping sopir.Sedari dahulu memang mama kandung Celia lebih menyayangi Esmeralda, putri sambungnya. Dia selalu memandang Celia dengan kaca mata negatif seolah-olah anaknya adalah beban keluarga Richero."Biarkan saja Celia melanglang buana berpetualang
"Chef Morgan, tamu spesial kita malam ini ingin bertemu dengan Anda. Bagaimana?" Madeline memberi tahu big bossnya sesuai arahan Chef Eugene Botswa.Melihat big bossnya salah tingkah, Madeline berusaha menahan tawa. Dia tak menyangka Chef Morgan yang menjadi penguasa restoran waralaba tersebar di berbagai negara bagian Amerika Serikat nampak begitu menggemaskan."Ohh, benarkah?" Pria tampan itu menyisir rambut dengan jemari tangannya agar nampak lebih rapi."Anda terlihat mempesona begitu saja, Chef. Jangan kuatir!" ujar Madeline meyakinkan atasannya dengan seringai lebar."Princesstårta siap, Eugene?" seru Chef Morgan seraya menghela napas.Chef yang baru saja menghias bagian luar dari kue berlapis gula krim warna hijau itu menjawab, "Kue Anda siap dihidangkan, Sir!"Jantung Chef Morgan berdetak lebih kencang dari biasanya. Dia berdehem sambil me
"Hai, Celia Sayang. Senang sekali melihatmu kembali ke rumah. Kau makin kurus saja, pasti makanmu tak teratur ya?" sambut Tuan Arnold Richero di teras depan rumahnya. Dia memeluk putri bungsu kesayangannya penuh kerinduan.Celia pun tahu pria dengan rambut beruban yang sedang memeluknya itu yang paling peduli dan menyayanginya. Hanya saja dia waswas akan dijodohkan lagi dengan pria sok baik lainnya seperti Harry Livingstone yang aslinya brengsek."Papa, aku juga kangen padamu. Ayo kita masuk dan mengobrol di ruang keluarga saja. Musim dingin sudah mulai menunjukkan tanda-tanda turun salju pertama tak lama lagi, udara mulai turun suhunya ke nol derajat Celcius!" ajak Celia sembari menggandeng lengan papanya masuk ke dalam rumah."Syukurlah kamu sudah pulang hari ini. Papa akan jauh lebih kuatir bila kamu berada jauh dari keluarga sendirian di luar sana. Celia, tolong dengarkan Papa kali ini. Menikahlah. Ada seorang
"Hentikan pertengkaran kalian!" Suara Tuan Arnold yang penuh wibawa menggelegar di ruang makan. Kakak beradik beda ibu itu harus dilerai.Mark merangkul bahu Celia yang dalam kondisi basah wajahnya oleh wine, sedangkan Austin menenangkan Esmeralda yang menatap kejam ke arah adik tirinya.Emilia pun berkata, "Celia, dengarkan nasihat kakakmu. Mama malu kalau sampai kamu menggoda kakak iparmu agar kembali lagi bersamamu. Dia suami Esme sekarang. Lebih baik segera menikah saja dengan Mark. Kau akan mudah melepaskan masa lalumu bersama Austin!"Mendengar mamanya membela Esmeralda lagi, Celia rasanya tak tahan ingin mengamuk. "Ohh yeah, bela terus anak kesayanganmu itu, Ma. Dia yang menikungku dari belakang. Lantas kini aku seperti orang sakit jiwa obsesif yang berusaha menggoda mantan tunanganku lagi. Maaf saja, kalian salah mengira. Segalanya di antara kami berdua telah usai!""Celia, jaga mulutmu
'Mister Carlos, target sudah mulai melancarkan aksinya. Dua pengawal berhasil dia hasut untuk meninggalkan pos jaga!' ketik Fabio Hernandes di layar ponselnya.Di dalam mobil yang melaju, Carlos membalas pesan anak buahnya, 'Berpura-puralah kalian semua sibuk ke toilet dan tempat lainnya atau tertidur saat berjaga. Setelah penjahat itu beraksi kejutkan dia lalu ringkus. Pastikan barang bukti berupa video agar kuat diserahkan ke pihak kepolisian. Aku sebentar lagi sampai di rumah sakit.'Fabio mengirim pesan ke rekan-rekan pengawal satu regu dengannya. Dia menjelaskan adanya pembunuh bayaran yang menyusup ke skuad pengawal pagi ini dan memberi instruksi sesuai saran Carlos. Selepas kepergian Timothy dan Leonard dari lorong poli ICU depan kamar Tuan Arnold Richero, para pengawal lainnya meminta izin untuk ke toilet dan kantin rumah sakit. Hanya Fabio Hernandes dan Aaron MacKay yang duduk sambil bersedekap mengantuk di bangku tunggu.Hugo Clarke menyeringai puas dengan kesempatan emas y
Setelah pengacara Oliver Darwin berhasil melepaskan kliennya dan Emilia Pilscher dari sel tahanan sementara dengan uang jaminan. Mereka berpisah di depan pintu keluar kantor polisi Kansas City. "Oliver, kuharap istrimu tak akan menganggap peristiwa hari sebagai sesuatu yang serius!" ucap Emilia seraya mengecup pipi notaris tampan itu. "Hmm ..., tak perlu kau pikirkan. Pulang dan beristirahatlah, ini sudah malam!" sahut Oliver dengan senyum tipis lalu dia masuk ke mobil pengacaranya. Sedangkan, Emilia naik taksi ke kediaman Richero.Langit telah menjadi gelap ketika dia sampai di tujuan, Emilia memasuki rumah megah yang menjadi tempat tinggalnya selama 28 tahun terakhir ini. Hubungannya dengan Arnold Richero dan kedua putri beda ibu itu telah melewati banyak cerita. "Madam, Anda sudah pulang!" sapa Hilda dengan sopan sekalipun dia melihat berita Emilia digelandang polisi dari sebuah hotel bersama pasangan selingkuhnya siang jelang sore tadi."Iya, Hilda. Tolong suruh pelayan mengiri
"Aku ada di kamar 8008, Oliver. Apa kau sudah sampai di hotel?" Emilia berganti pakaian dengan bathrobe yang disediakan untuk tamu hotel sambil menelepon.Notaris hidung belang itu menyeberangi lantai lobi hotel yang luas sembari menempelkan ponsel di telinganya. Kaca mata hitam dikenakan oleh Oliver Darwin agar tak ada yang mengenali dia dan menjadi penasaran dengan urusannya."Yes, aku akan naik lift ke lantai delapan. Tunggu aku membunyikan bel, Madam Sayang!" jawab Oliver dengan seringai lebar di wajahnya.Tak lama kemudian bel kamar 8008 berdenting, "TING TONG!" Segera Emilia berlari-lari kecil tanpa alas kaki untuk membukakan pintu. Dia tak hanya butuh bantuan Oliver, tetapi dia juga suka aksi pria perkasa itu di balik pintu kamar hotel yang tertutup.Ketika pintu terayun membuka, Oliver segera menyergap tubuh Emilia seperti layaknya pasangan gelap yang bertemu melepas rindu. Dia menendang pintu hingga menutup rapat kembali dan menciumi bibir, leher, dan dada wanita itu dengan g
"Halo, aku mengerti. Ikuti mereka dulu, Louis. Aku akan meminta beberapa pihak melakukan penggerebekan di hotel!" ujar Carlos Peron. Dia berjalan menuju ke poli ICU karena Tuan Arnold Richero telah dipindahkan dari ruang operasi."Baik, Sir. Akan saya pantau terus Emilia!" jawab Louis. Dia mengendarai sepeda motor pria lalu mengikuti taksi yang membawa Emilia Pilscher menuju ke Hotel Balmont Royal Kansas.Sementara itu Esmeralda yang tadi diusir dari rumah sakit ingin mengadu kepada Austin di kantor suaminya tersebut. Dia berharap pria yang dicintainya akan menghibur kekesalannya. Akan tetapi, Esmeralda justru harus menelan pil pahit siang itu.Langkah ringannya terhenti beberapa meter dari pintu ruang presdir Ultima Exim Technology Company. Logo huruf besar UE itu terukir di kayu Ek berpelitur cokelat tua. Pintu berat tersebut tak sepenuhnya menutup rapat."Aahh ... Austin!" Desahan diikuti su
"Mama, syukurlah Tuan Davidson bisa membebaskan Mama dengan jaminan!" seru Esmeralda menyambut kebebasan Emilia dari sel tahanan sementara.Kasus itu mudah saja ditangani pengacara kawakan sekelas Arthur Davidson karena memang tak ada korban jiwa maupun kerugian secara materi. Pengacara itu langsung berpamitan ke dua wanita tersebut setelah pekerjaannya selesai di kantor polisi.Emilia merasa di atas angin, dia berhasil meracuni pikiran Esmeralda dengan mengadu domba dua bersaudari beda ibu itu. Di dalam mobil yang dikemudikan sopir, Emilia berkata ke Esme, "Papamu sedang menjalani operasi cangkok ginjal saat ini. Celia itu malah sengaja berbuat ulah agar kita terlihat buruk di mata Arnold!" "Huhh, awas saja kalau aku bertemu dengan Celia. Akan kuhajar tanpa ampun dia. Anak haram dari pelakor yang mencelakakan mama kandungku itu tak boleh hidup bahagia!" geram Esmeralda penuh kedengkian. Hatinya telah teracuni semua cerita bohong karangan Emilia sedari kecil."Kita lihat saja nanti,
"TING!" Pintu lift terbuka di lantai tiga di mana ruang operasi berada. Celia melangkah keluar dari lift bersama Carlos Peron. Mereka berbincang ringan mengenai rencana mengadakan pesta penyambutan kepulangan Tuan Arnold Richero pasca operasi. Memang masih lama karena kata Dokter Jarvis untuk monitoring akurat kondisi pemulihan ginjal pasien butuh sekitar sebulan. Beliau menginginkan risiko minimal setelah transplantasi ginjal, terkadang ada efek samping yang tak terduga jikalau pasien tidak mendapat perawatan intensif tim medis di rumah sakit."Aku senang sudah tak ada lagi pernikahan yang dipaksakan kepadaku. Jujur, Uncle Carlos ... aku agak phobia dengan laki-laki. Terutama setelah bertemu yang semacam Joel Falcon dan Davidoff Van Siege, mereka diktator pemaksa!" ujar Celia di lorong menuju bangku tunggu depan ruang operasi."Celia, menikah itu saling melengkapi dengan pasangan yang kita cintai. Dengarkan kata hatimu saja. Tak ada gunanya ketakutan terhadap pernikahan. Uncle tida
"Hey, bangun ... bangun kau, Putri Tidur!" Emilia menepuk-nepuk kasar wajah Celia yang telah dirias cantik."Tante Emmy, jangan terlalu kasar membangunkan Celia. Kasihan dia kesakitan!" sergah Joaqin. Dia memang tak pernah memukul perempuan.Emilia bukannya mendengarkan keponakannya justru semakin keras mencubit lengan Celia. "Jangan tidur terus, Celia. Ckk ... dasar nona muda pemalas!" hardiknya galak."Ukh ... sakit! Hentikan Maa ... ada apa ini? Di mana kita? Kenapa aku memakai gaun pengantin? Serentetan pertanyaan meluncur dari bibir Celia yang dipoles lipstick merah muda glossy."Akhirnya, sadar juga kau, Celia. Pagi ini, aku ingin kau menikah dengan Joaqin. Jangan membantah maupun ingin kabur. Aku tidak segan-segan menyakitimu!" ancam Emilia masih di ruang rias.Kedua wanita perias pengantin itu mengerutkan kening tak senang melihat perlakuan Emilia ke putrinya. Merek
"Klik!" Suara pengunci yang tergeser terdengar pelan dan akhirnya pintu kamar tidur Celia pun terbuka. "Cepat ... gendong dia, Joaqin!" desis Emilia tak bisa bersabar lagi kepada keponakannya yang otaknya lama loading. "Ohh, okay. Langsung di bawa turun ya, Tante Emmy?" tanya Joaqin lagi yang membuat tatapan mata Emilia tajam bak sebilah pedang."Iyaa!!" jawab wanita berhati iblis itu, dongkol.Segera Joaqin mengangkat tubuh ringan Celia ke dadanya lalu membawanya keluar kamar dan menuruni tangga ke lantai bawah. Namun, mereka memang sudah terlambat beraksi sekalipun masih agak gelap."Ada apa dengan nona muda, Joaqin?" tanya Hilda yang baru saja keluar dari kamar tidurnya di kediaman Richero. Karena Joaqin tak dapat menjawab pertanyaan Hilda, maka sang tante segera turun tangan. Emilia pun beralasan, "Kami akan membawanya ke rumah sakit ... ehh ... jadi Celia terserang demam tinggi. Maaf, kami terburu-buru!" Dia segera mendorong punggung Joaqin menuju ke garasi samping rumah dan m
"Uncle Carlos, aku ingin tahu ada kisah apa di balik kebencian Esme kepadaku sedari kecil?!" tuntut Celia dengan mata berkaca-kaca. Dia bagaikan gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah dalam situasi ini. Justru dia yang tak bersalah terkait sengketa besar keluarga Richero yang jadi korbannya. Asisten kepercayaan Arnold Richero itu menghela napas sembari menyugar rambutnya lalu menatap iba kepada Celia. Dia pun berkata, "Celia Dear, bisakah kamu menahan sejenak rasa ingin tahu itu sampai papamu sembuh pasca operasi?""Ayolah, Uncle ... tak ada seorang pun yang tahu mengenai kisah masa lalu mama kandungku selain papa, Uncle Carlos, dan Esme, bukan? Mereka enggan memberi tahuku!" desak Celia memegangi lengan Carlos seperti anak kecil."Aku perlu bertanya terlebih dahulu kepadamu, seandainya pun kamu tahu ... apakah bisa merubah keadaan? Semua itu telah berlalu 25 tahun lampau!" kelit Carlos. Kebenaran yang terkuak akan menyeret Celia dalam pusaran konflik besar lainnya, sa