Private jet yang membawa Carlos Peron bersama selusin pengawal berbadan tegap mendarat di Bandara Internasional Owen Roberts (ORIA) yang terletak di Grand Cayman. Mereka segera menaiki beberapa taksi bandara menuju resort tempat nona muda Richero menginap. Pesawat sewaan itu tetap terparkir di bandara karena mereka akan langsung kembali ke Kansas City.
"Apa kau yakin, Nona Celia akan menuruti keinginan papanya, Carlos?" tanya George yang duduk di bangku sebelah sopir taksi.
"Hmm ... mustahil. Gadis itu terlalu bengal untuk patuh dijodohkan dengan pria pilihan Mister Arnold. Pokoknya jaga jangan sampai dia kabur. Aku sendiri yang akan memanggulnya di bahu bila dia menolak dan berusaha melarikan diri!" jawab Carlos Peron. Penampilan Celia yang lemah gemulai nan anggun hanya kamuflase dan dia tahu itu karena Celia penggemar olahraga atletik sejak kecil, tubuh gadis itu sangatlah lentur dan lincah.
Empat taksi bercat kuning itu berderet berhenti di depan lobi resort mewah. Pria-pria bertubuh tegap dengan setelan jas hitam necis turun serentak dari mobil. Carlos Peron melangkah paling depan menuju ke meja resepsionis lalu mencopot kaca mata hitamnya. "Hai, Miss. Kami mencari Nona Celia Richero. Bisa Anda beri tahu di kamar nomor berapa dia menginap?" ujarnya dengan penuh karisma.
"Ohh, Nona Celia menginap di kamar nomor 3003. Namun, dia sedang berada di area kolam renang sejak pagi tadi. Mungkin Anda bisa mencarinya ke sana!" jawab resepsionis wanita itu.
"Terima kasih." Carlos menjawab singkat lalu beranjak menuju ke area barat bangunan resort mewah itu. Selusin pengawal mengikutinya sehingga membuat tamu-tamu resort menatap mereka dengan penasaran.
Dengan kaca mata hitam bertenger di atas kepalanya Carlos mengedarkan pandangan mencari-cari Celia. Setelah beberapa menit dia menemukan nona muda cantik itu berbalut bikini motif floral warna pink keluar dari dalam air. Beberapa pengawal menelan ludah menatap betapa moleknya tubuh putri majikan mereka.
"Celia!" panggil Carlos yang sudah seperti paman gadis itu. Dia sudah mengenalnya sejak Celia masih balita.
"Uncle Carlos? Kenapa kamu ada di sini?" sahut Celia curiga. Tangan kanan papanya tak mungkin muncul tanpa alasan di Cayman Island.
Pria jangkung berambut pendek warna cokelat pirang itu mengajak Celia duduk di bangku berjemur yang kosong sembari gadis tersebut mengeringkan badan dengan handuk. "Kulitmu semakin cokelat seperti karamel saja, Celia Sayang. Ehm ... papamu menyuruh untuk menjemput kamu pulang ke rumah!" ujar Carlos Peron.
"Untuk apa? Bukankah aku hanya beban di rumah? Aku tak paham menjalankan bisnis keluarga Richero. Esme sudah mengambil tanggung jawab sebagai penerus papa!" sahut Celia defensif. Dia seenggan itu berkumpul bersama keluarganya.
"Please, Celia. Jangan membuatku harus memaksamu patuh. Ada hal yang jauh lebih penting dibanding mengurusi bisnis keluarga Richero. Papamu ingin kau menikah dengan Harry Livingstone!" bujuk Carlos yang justru membuat Celia semakin defensif.
"No. Apa-apaan ini? Aku tak ingin diatur harus menikah dengan siapa. Pria yang Uncle Carlos sebut namanya pun aku tak mengenalnya. Ini hidupku, jangan ada yang memaksakan takdirku semaunya!" seru Celia dengan tatapan tajam.
Carlos sudah tahu usahanya akan percuma. Dia pun berkata dengan suara pelan, "Tolong ... setidaknya temui dahulu Harry Livingstone. Pilihan papamu pasti bukan pria sembarangan, Celia!"
"Sekali tidak, tetap tidak, Uncle. Maafkan aku. Pulanglah ke Kansas. Aku masih ingin melanjutkan travelling ke Virgin Island setelah dari sini!" balas Celia dengan senyuman tipis sekadarnya.
"George, Peter, bukakan jalan untukku! Gareth, bantu Fabio untuk mengurus proses check out kamar nona muda sekarang juga!" titah Carlos Peron. Dia membuka jasnya untuk dipakaikan ke Celia yang hanya mengenakan bikini two pieces lalu memanggul tubuh ramping itu di bahunya tanpa keraguan menuju ke depan pintu keluar lobi resort.
Celia berteriak-teriak histeris sembari memukuli punggung Carlos, "TURUNKAN AKU! KUPERINTAHKAN, CEPAT TURUNKAN AKU SEKARANG JUGA!"
"Tidak sebelum kita naik ke taksi menuju bandara, Celia!" jawab Carlos dengan seringai lebar. Dia tak mempedulikan pukulan kepalan tangan kecil itu di punggungnya.
George dan Peter membukakan jalan hingga ke taksi. Mereka ikut dengan mobil itu juga. Sedangkan, Fabio Hernandez kalang kabut mengurusi check out mendadak di resepsionis setelah dia melemparkan semua barang milik nona mudanya ke dalam koper. Gareth yang membantunya menyeret koper itu masuk ke lift lalu turun ke lantai lobi.
Rombongan heboh itu segera berangkat menuju ke bandara di Cayman Island. Di perjalanan, Celia mengamuk kepada Carlos. Dia merepet tanpa henti sehingga membuat seisi taksi lelah mendengarkan ocehannya yang pedas.
"Aku benci kamu, Uncle Carlos! Lain kali aku tak akan mempercayaimu. Ini pemaksaan, aku tidak ingin pulang ke rumah!" Serentetan kata makian meluncur lancar dari bibir tipis Celia.
"Cukup, Celia Darling. Nanti kau sakit tenggorokan karena berteriak-teriak terus sedari tadi!" ucap Carlos seraya memijit pelipisnya yang nyeri. Putri majikannya itu sungguh keras kepala.
"Karena aku tak ingin dinikahkan paksa dengan lelaki yang tak kukenalā"
"Kau bisa berkenalan dengan Harry sesampai di Kansas, okay? Nah, kita tiba di bandara. Ayo ... jalan sendiri atau kugendong lagi?" potong Carlos dengan teguh hati tak tergoyahkan oleh rengekan dan protes Celia.
Terpaksa Celia turun dari taksi dan berjalan sendiri dikelilingi selusin pengawal menuju landasan bandara di mana private jet terparkir menunggu mereka. Gadis itu merasa terlalu sulit untuk kabur karena semua barang pribadinya dalam koper dipegang oleh Fabio Hernandez yang pastinya patuh pada perintah Carlos mewakili big boss mereka.
Pesawat itu terbang langsung menuju ke Kansas City. Celia yang merajuk memilih untuk diam selama penerbangan. Dia hanya bereaksi bila pramugari melayani makan dan menyajikan hidangan untuknya. Memang Carlos mengatur demikian, Celia tidak boleh sampai terlantar dan kelaparan atau kehausan.
Sesampainya di tujuan, rombongan itu dijemput oleh mobil dari kediaman Richero. Dengan pasrah Celia ikut mereka dengan wajah mencebik dan bungkam.
"Kau bisa tanyakan langsung ke Mister Arnold mengenai rencana perjodohan itu, Celia. Sepertinya itu sudah menjadi agenda yang pasti dalam waktu dekat!" nasihat Carlos. Dia kasihan juga kepada nona mudanya. Namun, Celia menatapnya tajam tanpa bicara sepatah kata pun.
Setibanya di kediaman Richero, papa Celia sendiri yang menyambut kepulangan putri bungsunya. Arnold Richero merentangkan tangannya untuk memeluk Celia. Sedikit enggan, tetapi gadis itu membalas pelukan papanya.
"Celia Darling, kamu lama sekali berada di Carribean Islands. Papa pikir akan lebih baik kalau kamu berada di sini menemaniku saja. Kebetulan Papa menemukan seorang pemuda yang cocok untukmu. Besok kita bisa menemuinya saat makan malam, bagaimana?" tutur Tuan Arnold sambil mempelajari raut wajah putrinya yang masam.
"Papa, seandainya kami tak menyukai satu sama lain. Bolehkah aku menolak perjodohan ini?" balas Celia tanpa basa-basi. Dadanya dipenuhi rasa amarah yang teredam oleh hormat kepada papanya.
"Lihat saja besok. Dia pemuda tampan yang menyenangkan untuk diajak berbincang, Sayang!" bujuk Tuan Arnold pantang menyerah. Sifat keturunan Richero yang keras kepala memang sudah terkenal dan mendarah daging.
Celia pun mengangguk dengan terpaksa lalu pamit untuk naik ke kamar tidurnya yang telah hampir setahun ditinggalkan. Dia mulai merindukan iklim tropis di Carribean Islands. Kansas sudah memasuki musim gugur di mana dedaunan berwarna merah dan jingga, sebagian daun juga rontok karena meranggas. Dari jendela kamar tidurnya yang dia buka, Celia melayangkan pandangan jauh menjelajah kawasan elit yang didominasi mansion dan town house itu di sekitar Sungai Missouri.
"Aku tak akan mengalah ... bila bukan karena cinta, aku tidak ingin menikah dengan pria mana pun!" ucap Celia sendu. Dia menghela napas dalam-dalam karena teringat bahwa Esmeralda dan Austin tinggal seatap dengannya. Luka itu selama apa pun masih membekas di hatinya.
Suara denting peralatan makan di meja panjang bertaplak putih itu terdengar di sela-sela obrolan yang didominasi para orang tua. Celia yang duduk berseberangan dengan Harry Livingstone nampak cuek dan memilih mengisi perut dengan hidangan lezat di hadapannya.Dengan terang-terangan Harry menatap calon mempelainya dengan penuh minat. Dia pun memberi kode dengan suara berdesis agar Celia memperhatikannya alih-alih terus mengunyah makanan ini dan itu. "Sstt ... Celia, apa besok kita bisa bertemu di cafe? Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, Sweetheart!" ucapnya."Hmm ... boleh. Jam sepuluh pagi di Riverside Cafe dekat rumahku, apa kau bisa, Harry?" jawab Celia yang ingin tahu sifat asli calon suaminya. Pembicaraan orang tua mereka sepertinya sudah pasti akan terjadi pernikahan kilat beberapa hari ke depan. Itu sedikit membuat Celia tak nyaman. Dia tidak ingin memilih suami seperti membeli kucing dalam karung. "Okay, aku pasti akan menemuimu di sana besok pagi, Celia. Ngomong-ngomong,
"Master Morgan, ini berita yang sangat gawat!" Alfons Boudin berlari masuk tanpa mengetuk pintu kantor bosnya lebih dahulu."Ada apa, Alfons?" tanya Morgan dengan dahi berkerut.Alfons menata napasnya yang tersengal-sengal di kursi seberang Morgan lalu menjawab, "Sir, wanita incaran Anda akan menikah besok di The Catedral of Saint Peter The Apostle!""WHAT?!" Morgan sontak bengong. "Yeah, ini bukan hoaks. Nona Celia Richero akan menikah dengan Harry Livingstone karena dijodohkan oleh papanya, Sir!" tutur Alfons.Morgan menghela napas. Sebenarnya dia ingin mengamuk. Berbulan-bulan dia menunggu Celia kembali ke Kansas. Namun, justru wanita itu akan dipersunting menjadi istri pria lain."Apa Celia setuju dinikahkan dengan pria pilihan papanya?" tanya Morgan tenang sekalipun penasaran. Dia kuatir calon suami Celia tidak menikahi wanita itu karena cinta melainkan terpaksa atau lebih buruknya hanya demi harta.Alfons mengendikkan bahunya, dia hanya mengetahui highlight berita itu dari Matt
"Adikmu sungguh punya nyali, Esme. Dia kabur sebelum berjalan ke altar. Aku penasaran seandainya dulu yang kunikahi bukan kau melainkan Celia. Apakah dia akan kabur dari pernikahan juga?" canda Austin Robertson di perjalanan pulang ke rumah keluarga Richero. Esmeralda mendengkus sinis seraya melirik suaminya yang duduk di bangku belakang mobil bersebelahan dengannya. "Aku malas membicarakan adik yang tak tahu diri dan kontroversial itu. Dia mempermalukan keluarga Richero. Entah siapa pria yang masih mau menikahinya?" sahut kakak tiri Celia dengan dada dipenuhi kebencian."Sepertinya Mama dan papa tak berhasil mendidik Celia. Sungguh disayangkan setelah dewasa kelakuan putri kandungku buruk sekali!" ujar Nyonya Emilia dari bangku depan samping sopir.Sedari dahulu memang mama kandung Celia lebih menyayangi Esmeralda, putri sambungnya. Dia selalu memandang Celia dengan kaca mata negatif seolah-olah anaknya adalah beban keluarga Richero."Biarkan saja Celia melanglang buana berpetualang
"Chef Morgan, tamu spesial kita malam ini ingin bertemu dengan Anda. Bagaimana?" Madeline memberi tahu big bossnya sesuai arahan Chef Eugene Botswa.Melihat big bossnya salah tingkah, Madeline berusaha menahan tawa. Dia tak menyangka Chef Morgan yang menjadi penguasa restoran waralaba tersebar di berbagai negara bagian Amerika Serikat nampak begitu menggemaskan."Ohh, benarkah?" Pria tampan itu menyisir rambut dengan jemari tangannya agar nampak lebih rapi."Anda terlihat mempesona begitu saja, Chef. Jangan kuatir!" ujar Madeline meyakinkan atasannya dengan seringai lebar."Princesstårta siap, Eugene?" seru Chef Morgan seraya menghela napas.Chef yang baru saja menghias bagian luar dari kue berlapis gula krim warna hijau itu menjawab, "Kue Anda siap dihidangkan, Sir!"Jantung Chef Morgan berdetak lebih kencang dari biasanya. Dia berdehem sambil me
"Hai, Celia Sayang. Senang sekali melihatmu kembali ke rumah. Kau makin kurus saja, pasti makanmu tak teratur ya?" sambut Tuan Arnold Richero di teras depan rumahnya. Dia memeluk putri bungsu kesayangannya penuh kerinduan.Celia pun tahu pria dengan rambut beruban yang sedang memeluknya itu yang paling peduli dan menyayanginya. Hanya saja dia waswas akan dijodohkan lagi dengan pria sok baik lainnya seperti Harry Livingstone yang aslinya brengsek."Papa, aku juga kangen padamu. Ayo kita masuk dan mengobrol di ruang keluarga saja. Musim dingin sudah mulai menunjukkan tanda-tanda turun salju pertama tak lama lagi, udara mulai turun suhunya ke nol derajat Celcius!" ajak Celia sembari menggandeng lengan papanya masuk ke dalam rumah."Syukurlah kamu sudah pulang hari ini. Papa akan jauh lebih kuatir bila kamu berada jauh dari keluarga sendirian di luar sana. Celia, tolong dengarkan Papa kali ini. Menikahlah. Ada seorang
"Hentikan pertengkaran kalian!" Suara Tuan Arnold yang penuh wibawa menggelegar di ruang makan. Kakak beradik beda ibu itu harus dilerai.Mark merangkul bahu Celia yang dalam kondisi basah wajahnya oleh wine, sedangkan Austin menenangkan Esmeralda yang menatap kejam ke arah adik tirinya.Emilia pun berkata, "Celia, dengarkan nasihat kakakmu. Mama malu kalau sampai kamu menggoda kakak iparmu agar kembali lagi bersamamu. Dia suami Esme sekarang. Lebih baik segera menikah saja dengan Mark. Kau akan mudah melepaskan masa lalumu bersama Austin!"Mendengar mamanya membela Esmeralda lagi, Celia rasanya tak tahan ingin mengamuk. "Ohh yeah, bela terus anak kesayanganmu itu, Ma. Dia yang menikungku dari belakang. Lantas kini aku seperti orang sakit jiwa obsesif yang berusaha menggoda mantan tunanganku lagi. Maaf saja, kalian salah mengira. Segalanya di antara kami berdua telah usai!""Celia, jaga mulutmu
"Kau ingin mengajakku bercinta atau apa, Morgan?" tanya Celia sembari tertawa ringan menatap sepasang mata biru yang tak berkedip memperhatikan dirinya."Yeah, itu maksudku, Celia. Cara terbaik menghilangkan stres. Aku berjanji akan menggunakan pengaman. Ayolah ikut bersamaku ke penthouse!" bujuk Morgan masih mengungkung tubuh Celia di sofa night club.Para pengawalnya berjaga di sekeliling sofa agar tak ada yang mengganggu kemesraan Morgan dan Celia. Dalam benaknya Celia menilai sosok misterius chef tampan itu, tak wajar seorang chef memiliki banyak pengawal. Untuk apa pria berbadan kekar seperti Morgan dikawal ketat?"Jawab dulu pertanyaanku, Morgan. Kenapa kau dikawal begitu banyak bodyguard seperti ini?" Celia belum terlalu mabuk untuk bercakap-cakap normal.Morgan tak menduga akan ditanyai sesuatu yang akan membuat identitasnya terungkap. Namun, wanita cantik yang berada di bawah badan kekarnya
Aroma pizza yang baru saja dikeluarkan dari panggangan tercium sedap dan membuat air liur menitik. Celia yang sedari tadi menemani Chef Morgan memasak, bertepuk tangan meriah menyambut satu loyang besar pizza terhidang di hadapannya."Wah, sepertinya lezat. Aku tak sabar ingin mencicipinya!" ucap Celia.Morgan memotong-motong pizza dengan pisau lalu menaruhnya di piring sebelum memberikannya ke Celia. "Makan yang banyak ya, Cantik!"Satu gigitan pertama membuat Celia makin penasaran. "Pizza buatanmu berbeda rasanya. Ini enak sekali!""Tentu. Karena aku membuatnya dengan cinta!" jawab Morgan dengan seringai lebar."Gombal sekali! Kalau aku menjadi pacarmu, apa kau akan memasak untukku setiap hari?" tantang Celia."Boleh saja, kamu menemaniku setiap malam di sini. Deal?" Morgan mengulurkan tangan kanannya.Namun, Celia eng
'Mister Carlos, target sudah mulai melancarkan aksinya. Dua pengawal berhasil dia hasut untuk meninggalkan pos jaga!' ketik Fabio Hernandes di layar ponselnya.Di dalam mobil yang melaju, Carlos membalas pesan anak buahnya, 'Berpura-puralah kalian semua sibuk ke toilet dan tempat lainnya atau tertidur saat berjaga. Setelah penjahat itu beraksi kejutkan dia lalu ringkus. Pastikan barang bukti berupa video agar kuat diserahkan ke pihak kepolisian. Aku sebentar lagi sampai di rumah sakit.'Fabio mengirim pesan ke rekan-rekan pengawal satu regu dengannya. Dia menjelaskan adanya pembunuh bayaran yang menyusup ke skuad pengawal pagi ini dan memberi instruksi sesuai saran Carlos. Selepas kepergian Timothy dan Leonard dari lorong poli ICU depan kamar Tuan Arnold Richero, para pengawal lainnya meminta izin untuk ke toilet dan kantin rumah sakit. Hanya Fabio Hernandes dan Aaron MacKay yang duduk sambil bersedekap mengantuk di bangku tunggu.Hugo Clarke menyeringai puas dengan kesempatan emas y
Setelah pengacara Oliver Darwin berhasil melepaskan kliennya dan Emilia Pilscher dari sel tahanan sementara dengan uang jaminan. Mereka berpisah di depan pintu keluar kantor polisi Kansas City. "Oliver, kuharap istrimu tak akan menganggap peristiwa hari sebagai sesuatu yang serius!" ucap Emilia seraya mengecup pipi notaris tampan itu. "Hmm ..., tak perlu kau pikirkan. Pulang dan beristirahatlah, ini sudah malam!" sahut Oliver dengan senyum tipis lalu dia masuk ke mobil pengacaranya. Sedangkan, Emilia naik taksi ke kediaman Richero.Langit telah menjadi gelap ketika dia sampai di tujuan, Emilia memasuki rumah megah yang menjadi tempat tinggalnya selama 28 tahun terakhir ini. Hubungannya dengan Arnold Richero dan kedua putri beda ibu itu telah melewati banyak cerita. "Madam, Anda sudah pulang!" sapa Hilda dengan sopan sekalipun dia melihat berita Emilia digelandang polisi dari sebuah hotel bersama pasangan selingkuhnya siang jelang sore tadi."Iya, Hilda. Tolong suruh pelayan mengiri
"Aku ada di kamar 8008, Oliver. Apa kau sudah sampai di hotel?" Emilia berganti pakaian dengan bathrobe yang disediakan untuk tamu hotel sambil menelepon.Notaris hidung belang itu menyeberangi lantai lobi hotel yang luas sembari menempelkan ponsel di telinganya. Kaca mata hitam dikenakan oleh Oliver Darwin agar tak ada yang mengenali dia dan menjadi penasaran dengan urusannya."Yes, aku akan naik lift ke lantai delapan. Tunggu aku membunyikan bel, Madam Sayang!" jawab Oliver dengan seringai lebar di wajahnya.Tak lama kemudian bel kamar 8008 berdenting, "TING TONG!" Segera Emilia berlari-lari kecil tanpa alas kaki untuk membukakan pintu. Dia tak hanya butuh bantuan Oliver, tetapi dia juga suka aksi pria perkasa itu di balik pintu kamar hotel yang tertutup.Ketika pintu terayun membuka, Oliver segera menyergap tubuh Emilia seperti layaknya pasangan gelap yang bertemu melepas rindu. Dia menendang pintu hingga menutup rapat kembali dan menciumi bibir, leher, dan dada wanita itu dengan g
"Halo, aku mengerti. Ikuti mereka dulu, Louis. Aku akan meminta beberapa pihak melakukan penggerebekan di hotel!" ujar Carlos Peron. Dia berjalan menuju ke poli ICU karena Tuan Arnold Richero telah dipindahkan dari ruang operasi."Baik, Sir. Akan saya pantau terus Emilia!" jawab Louis. Dia mengendarai sepeda motor pria lalu mengikuti taksi yang membawa Emilia Pilscher menuju ke Hotel Balmont Royal Kansas.Sementara itu Esmeralda yang tadi diusir dari rumah sakit ingin mengadu kepada Austin di kantor suaminya tersebut. Dia berharap pria yang dicintainya akan menghibur kekesalannya. Akan tetapi, Esmeralda justru harus menelan pil pahit siang itu.Langkah ringannya terhenti beberapa meter dari pintu ruang presdir Ultima Exim Technology Company. Logo huruf besar UE itu terukir di kayu Ek berpelitur cokelat tua. Pintu berat tersebut tak sepenuhnya menutup rapat."Aahh ... Austin!" Desahan diikuti su
"Mama, syukurlah Tuan Davidson bisa membebaskan Mama dengan jaminan!" seru Esmeralda menyambut kebebasan Emilia dari sel tahanan sementara.Kasus itu mudah saja ditangani pengacara kawakan sekelas Arthur Davidson karena memang tak ada korban jiwa maupun kerugian secara materi. Pengacara itu langsung berpamitan ke dua wanita tersebut setelah pekerjaannya selesai di kantor polisi.Emilia merasa di atas angin, dia berhasil meracuni pikiran Esmeralda dengan mengadu domba dua bersaudari beda ibu itu. Di dalam mobil yang dikemudikan sopir, Emilia berkata ke Esme, "Papamu sedang menjalani operasi cangkok ginjal saat ini. Celia itu malah sengaja berbuat ulah agar kita terlihat buruk di mata Arnold!" "Huhh, awas saja kalau aku bertemu dengan Celia. Akan kuhajar tanpa ampun dia. Anak haram dari pelakor yang mencelakakan mama kandungku itu tak boleh hidup bahagia!" geram Esmeralda penuh kedengkian. Hatinya telah teracuni semua cerita bohong karangan Emilia sedari kecil."Kita lihat saja nanti,
"TING!" Pintu lift terbuka di lantai tiga di mana ruang operasi berada. Celia melangkah keluar dari lift bersama Carlos Peron. Mereka berbincang ringan mengenai rencana mengadakan pesta penyambutan kepulangan Tuan Arnold Richero pasca operasi. Memang masih lama karena kata Dokter Jarvis untuk monitoring akurat kondisi pemulihan ginjal pasien butuh sekitar sebulan. Beliau menginginkan risiko minimal setelah transplantasi ginjal, terkadang ada efek samping yang tak terduga jikalau pasien tidak mendapat perawatan intensif tim medis di rumah sakit."Aku senang sudah tak ada lagi pernikahan yang dipaksakan kepadaku. Jujur, Uncle Carlos ... aku agak phobia dengan laki-laki. Terutama setelah bertemu yang semacam Joel Falcon dan Davidoff Van Siege, mereka diktator pemaksa!" ujar Celia di lorong menuju bangku tunggu depan ruang operasi."Celia, menikah itu saling melengkapi dengan pasangan yang kita cintai. Dengarkan kata hatimu saja. Tak ada gunanya ketakutan terhadap pernikahan. Uncle tida
"Hey, bangun ... bangun kau, Putri Tidur!" Emilia menepuk-nepuk kasar wajah Celia yang telah dirias cantik."Tante Emmy, jangan terlalu kasar membangunkan Celia. Kasihan dia kesakitan!" sergah Joaqin. Dia memang tak pernah memukul perempuan.Emilia bukannya mendengarkan keponakannya justru semakin keras mencubit lengan Celia. "Jangan tidur terus, Celia. Ckk ... dasar nona muda pemalas!" hardiknya galak."Ukh ... sakit! Hentikan Maa ... ada apa ini? Di mana kita? Kenapa aku memakai gaun pengantin? Serentetan pertanyaan meluncur dari bibir Celia yang dipoles lipstick merah muda glossy."Akhirnya, sadar juga kau, Celia. Pagi ini, aku ingin kau menikah dengan Joaqin. Jangan membantah maupun ingin kabur. Aku tidak segan-segan menyakitimu!" ancam Emilia masih di ruang rias.Kedua wanita perias pengantin itu mengerutkan kening tak senang melihat perlakuan Emilia ke putrinya. Merek
"Klik!" Suara pengunci yang tergeser terdengar pelan dan akhirnya pintu kamar tidur Celia pun terbuka. "Cepat ... gendong dia, Joaqin!" desis Emilia tak bisa bersabar lagi kepada keponakannya yang otaknya lama loading. "Ohh, okay. Langsung di bawa turun ya, Tante Emmy?" tanya Joaqin lagi yang membuat tatapan mata Emilia tajam bak sebilah pedang."Iyaa!!" jawab wanita berhati iblis itu, dongkol.Segera Joaqin mengangkat tubuh ringan Celia ke dadanya lalu membawanya keluar kamar dan menuruni tangga ke lantai bawah. Namun, mereka memang sudah terlambat beraksi sekalipun masih agak gelap."Ada apa dengan nona muda, Joaqin?" tanya Hilda yang baru saja keluar dari kamar tidurnya di kediaman Richero. Karena Joaqin tak dapat menjawab pertanyaan Hilda, maka sang tante segera turun tangan. Emilia pun beralasan, "Kami akan membawanya ke rumah sakit ... ehh ... jadi Celia terserang demam tinggi. Maaf, kami terburu-buru!" Dia segera mendorong punggung Joaqin menuju ke garasi samping rumah dan m
"Uncle Carlos, aku ingin tahu ada kisah apa di balik kebencian Esme kepadaku sedari kecil?!" tuntut Celia dengan mata berkaca-kaca. Dia bagaikan gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah dalam situasi ini. Justru dia yang tak bersalah terkait sengketa besar keluarga Richero yang jadi korbannya. Asisten kepercayaan Arnold Richero itu menghela napas sembari menyugar rambutnya lalu menatap iba kepada Celia. Dia pun berkata, "Celia Dear, bisakah kamu menahan sejenak rasa ingin tahu itu sampai papamu sembuh pasca operasi?""Ayolah, Uncle ... tak ada seorang pun yang tahu mengenai kisah masa lalu mama kandungku selain papa, Uncle Carlos, dan Esme, bukan? Mereka enggan memberi tahuku!" desak Celia memegangi lengan Carlos seperti anak kecil."Aku perlu bertanya terlebih dahulu kepadamu, seandainya pun kamu tahu ... apakah bisa merubah keadaan? Semua itu telah berlalu 25 tahun lampau!" kelit Carlos. Kebenaran yang terkuak akan menyeret Celia dalam pusaran konflik besar lainnya, sa