“Mau pesan apa, Mister?”Asher tidak fokus dengan pertanyaan kasir. Masih saja matanya memandang Isyana yang sudah memilih tempat duduk.“Halo Mas Bule?”Kasir yang ada di depan Asher senang saja memandang wajah pria bule di depannya. Begitu tampan dan menyenangkan. Hanya saja antrian di belakang sana, juga harus diperhatikan. “Mister?”“Pesan paha dan dada dua yang original. Sama minumannya sekalian. Semuanya berapa?”Asher teringat masih berada di kasir. Tentu saja dia tidak ingin merepotkan antrian di belakang.“Baik, ada lagi?”“Tidak.”Asher menyerahkan kartu debit. Dengan tangan sedikit gemetar, kasir tadi menerima dan menggesek di mesin EDC.“Silakan PINnya.”Asher tanpa melihat ke arah perempuan yang sejak tadi tetap tersenyum. Pandangan tetap fokus pada Isyana. Takut kalau gadis itu dihampiri pemuda tidak jelas.“Terima kasih. Mohon ditunggu.”Asher segera bergeser. Memberikan ruang untuk antrian di belakang. Dengan tetap mengawasi Isyana. “Duh sudah seperti bodyguard saja.
Asher sesekali melirik Isyana yang sejak masuk mobil hanya diam. Pikirannya juga menjadi gelisah. Takut jika Isyana berpikir macam-macam mengenai mengenai perkataan Cakra tadi. “Nona, maaf tadi hanya bisa traktir di restoran fast food. Jika ada rejeki lebih, saya traktir di restoran yang elite ya.” Isyana yang sejak tadi melamun entah apa. Menoleh ke arah Asher. Pria bule itu juga kebetulan menoleh ke arah Isyana. Dalam beberapa detik, mereka saling pandang. Di antara mereka seperti ada angin yang membelai. “Eh, lo tidak perlu pikirkan pernyataan Cakra. Anak itu sering membual. Lagi pula, gue juga bisa makan tanpa harus nunggu traktir. Gue bukan perempuan yang jalan sama cowok terus harus ditraktir kali, Ash.” Isyana mengakhiri kata dengan senyuman. Memaksa Asher mempercayainya. “Iya Nona. Maaf ya, anda jadi tidak nyaman. Tadinya saya akan mencegah Nona. Tapi Nona sudah keburu pergi mengambil tempat duduk,” ucap Asher yang merasa bersalah dengan kejadian ini. “Oh jadi lo udah t
Hanya tinggal tiga orang yang ada di ruang tamu. Mereka hanya diam. Terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.Terdengar suara embusan napas kakek Jalu yang kencang. Usianya juga sudah tua. Namun tidak ada riwayat penyakit pernapasan. Hingga saat napas berat seperti ini, Isyana curiga kakeknya sedang stress.“Kek, maafin Isyana. Jangan sakit ya. Ikut nenek aja istirahat di kamar yuk,” ajak Isyana yang sadar kakeknya juga tidak baik-baik saja.“Gak lah Isyana. Kakek baik-baik aja kok. Maafin kakek dan nenek ya. Kau jangan pikirin hal tadi. Nenekmu kadang berlebihan emang,” sahut Kakek Jalu yang sangat iba pada cucunya.“Oh itu. Kakek tenang aja, Isyana gak masalahin kok. Nenek kan biasa begitu.”Isyana sudah tersenyum lebar. Dia tidak begitu kepikiran tentang neneknya yang memaksa menikah dengan Asher. Baginya, pernikahan tidak bisa semudah itu. Apa lagi hanya karena salah paham semata.“Syukurlah kalau kau biasa saja. Sana istirahat. Pasti capek habis perjalanan jauh.”Isyana terseny
Nenek Asma yang sejak awal mendukung hubungan Isyana—Asher, tampak tidak rela saat cucunya itu mengabarkan mereka tidak akan menikah.Sudah akting sesak napas pun percuma saja. Keputusan Isyana sudah bulat.Isyana berkata mereka hanya cocok sebagai teman dan patner kerja. Bukan untuk menikah. Karena itu pula, bibir Nenek yang biasanya cerewet bak petasan dibakar, mendadak tertutup saja.“Sudah to Nek. Isyana udah gede. Jalan hidupnya memang penuh liku. Tapi ya gak bisa maksa buat dia nikah sama Ash. Jangan jadi nenek yang zolim seperti pihak sebelah.”Pihak sebelah yang dimaksud tentu saja Ibu mertua dari anak mereka, besannya nenek Asma sendiri. Orang yang secara terang-terangan menghina mereka, tapi paling utama memakan uang hasil kerja keras Isyana dan Sukma.Kakek Jalu tidak ingin cucunya ditekan sana-sini. Dia ingin Isyana menemukan jodoh yang Soleh, baik dan bisa bekerja keras.Secocok apa pun mereka, belum tentu jodohnya. Jadi seharusnya sebagai orang yang lebih tua. Harus bisa
“Wih Asher, sudah gandeng cewek aja nih.”“Dia Isyana bukan sih? Cucunya Nek Asma.”“Iya Isyana itu. Kapan pulang sih Syan?” Gerombolan ibu-ibu gosip yang sedang menunggu tukang sayur, dibuat terkejut dengan kedatangan Isyana dan Asher yang jalan bersama. Mereka tampak serasi yang mana perempuannya glowing seperti artis ibu kota, sementara prianya merupakan blasteran.Siapa saja yang melihatnya, seperti sedang menonton syuting film, yang aktornya berjalan di jalan kampung.“Sudah satu Minggu ini Bu,” jawab Isyana sambil menyunggingkan senyum.“Oh, tapi gak pernah keliatan ya. Main sih Syan, biar kulitnya sedikit kebakar gitu.”“Hus ngaco. Cewek-cewek perawatan mahal biar putih, glowing, malah ini disuruh item.”Isyana hanya tersenyum kecil untuk menanggapi celotehan ibu-ibu tadi. Dia sudah terbiasa dengan tidak mengambil hati setiap perkataan yang mampir untuk dirinya.Bisa dikatakan, Isyana sudah kebal. Sejak dulu, dia juga selalu dipandang seperti itu. “Iya Bu. Kalau libur juga m
“Kurang ajar memang Asher. Bukannya bantu cari toko bahan bangunan, malah ninggalin gitu aja.”Isyana bersungut-sungut jalan ke rumah. Memang dia tadi jalan lebih dulu. Tapi tidak menyangka, akan kehilangan jejak Asher.Lagi pula, toko yang dimaksud Asher juga tidak dia temukan. Isyana hanya melihat bengkel Bagas yang begitu ramai pasien.Untung saja tidak ada yang mengajak Isyana bicara di jalan. Jika saja ada, dengan ekspresi yang menunjukkan kekesalan, tentu saja tabiatnya sedang tidak baik.“Eh Nona. Sedang apa di sini?”Bagas yang kebetulan lewat melihat Isyana jalan sendiri, menepikan motor dan berhenti.Beruntung sekali dia bisa bertemu dengan Nona cantik yang sedang diincar.“Kalau tidak keberatan, naik lah Nona. Saya bisa antar ke mana saja kau inginkan.”Bagas mengedipkan mata. Terasa sekali pria ini sedang menggoda Isyana. Tentu saja, tidak ada yang tidak mungkin bagi Bagas. Bisa jadi lewat hal sekecil ini, Isyana akan merasa nyaman dan tidak akan bisa lepas darinya. Kese
Makan siang di rumah Cakra terasa canggung. Apa lagi sejak kejadian Cakra yang membuat kesal Mamanya dengan memotong perkataan Isyana. Mereka seperti enggan duduk dalam memakai satu meja yang sama. Rasa masakan yang bisanya nikmat, mendadak hambar. Tidak ada yang benar-benar menikmatinya.“Cakra,” panggil Suci pada anak keduanya.“Ya.”“Kau ambilkan obat Mama di kamar.”Cakra terlihat enggan. Dia justru memanggil asisten rumah tangga dengan berteriak.“Mama taruh di laci rias. Kau tahu kan, itu tempat terlarang,” ujar Suci yang menegur anaknya.“Ya kalau tempat terlarang, Mama ambil sendiri dong. Masa minta Cakra.”Suci langsung melotot. Tangannya sudah gemas mencubit lengan Cakra.“Kau ini disuruh orang tua, tinggal jalan bentar aja.”Dengan malas, Cakra bangkit berdiri. Dia melirik ke arah Isyana yang seperti tidak acuh padanya. Merasa dipelototi mamanya, Cakra bergegas pergi, dari pada terkena omelan panjang lebar.“Syan, ayahmu kerja apa?”Suci yang sudah bebas karena tidak ada
Kembali ke tempat semula, Asher tidak menemukan Isyana. Dia harus berkeliling kampung, dan tetap tidak menemukan gadis tersebut.Jika saja, dia tidak merasa mulas perutnya. Sudah pasti saat ini, masih akan bersama dengan Isyana.“Woy Asher. Kau tampak bingung sekali kutengok.”Dari arah bengkel, Bagas meneriaki Asher. Dia baru selesai menggantikan oli pelanggan, merasa aneh dengan Asher yang seperti oleng saat berdiri.“Bagas, apa kau lihat Nona Isyana? Tadi kami berpisah di sana.”Asher menunjuk tiang listrik yang di mana dia pergi setelah Isyana beberapa langkah darinya. “Wah Nona cantik tadi naik mobil. Kalau kutengok mungkin pacarnya.”“Apa!”Panik langsung datang ke dalam diri Asher. Tidak siap rasanya mendengar ini. “Apa anda tahu ciri-ciri orang tersebut?” tanya Asher yang tidak sadar mendekat ke arah Bagas dan mengguncang-guncang tubuhnya.“Tidak tahu. Pria itu tidak turun. Memangnya kenapa sih? Wajahmu kayak kepiting rebus gitu. Cemburu memang?”Bukan niat meledek, tapi ras
Suara gemericik air seperti soundtrack alami dalam hubungan asmara kedua insan yang baru saja bergejolak. Tetesan demi tetesan yang memercik, menambah rasa hangat dalam setiap keadaan. Permulaan yang tidak bagus, namun berakhir dengan baik. Di sini Asher yang menjadi pemimpin. Tidak hanya mampu membuat Isyana bergetar hebat. Dia sanggup membuat gadis itu seperti kehilangan kesadaran. Puncaknya saat keduanya menyatu dalam gairah yang sama. Asher buru-buru memboyong Isyana untuk berpindah ke kamar mereka. "Eh kenapa?" Isyana sedikit terkejut dengan gerakan Asher yang membopongnya tiba-tiba. Ada rasa kecewa, berpikir Asher tidak menginginkan lebih lanjut. "Jangan di kamar mandi. Banyak yang mengintip." Asher mengatakan singkat. Tanpa sungkan membanting tubuh Isyana di atas ranjang. Kemudian disusul olehnya yang naik dengan tergesa-gesa. "Ck, santai saja. Tergesa-gesa juga tidak bagus. Itu kelakuan setan." Wajah Asher yang sudah sampai dada Isyana terpaksa menunduk. Senyumnya ter
"Kompensasi apa yang kau maksud?"Tadinya Asher tidak ingin menceritakan pada Isyana. Biar bagaimanapun, ini juga diluar dari peranannya sebagai menantu. Tapi wajah memelas istrinya, membuat Asher tidak ingin membuatnya kecewa."Mama Sukma, memberikan setengah saham yang dimiliki untuk Bapak.""Apa!"Sudah diduga, Isyana akan syok mendengar hal seperti ini. Ada rasa kecewa yang sangat dalam. Dia tidak tahu menahu perkara ini. Jika dirunut, ini semua juga ada salahnya."Mama Sukma menyelamatkan Nona. Seorang ibu akan melakukan apa pun demi buah hatinya. Tadinya aku juga tidak tahu. Tapi Grandmom membocorkannya tadi.""Grandmom?""Grandmom mewakili Granddad membeli saham hotel ini. Jadi total keseluruhan, saham yang keluarga Miller miliki sebanyak sepuluh persen."Isyana mendadak linglung. Menatap ke arah Asher yang begitu tenang, tiba-tiba hatinya merasa miris. Ternyata Isyana sama sekali tidak paham apa-apa dengan suaminya. Apa lagi keluarganya. Asher datang sebagai sopir, tidak tahu
"Jadi kalian yang udah nyuruh pria itu buat nikah sama gue?"Siapa yang tidak kesal jika dalang dari penghancur kehidupan ada di depan mata. Kalau saja dia tidak melihat CCTV di area depan, ingin sekali menerjunkan Helen dan juga Cakra ke kolam renang paling dalam."Eh gak gitu ya. Kita aja baru tahu tadi pas rapat. Pak Manto kesal banget karena gak bisa nikah sama Lo."Helen membela diri. Dia saja baru tahu kalau investor papinya mendadak menarik diri dari rencana ini. Siapa juga yang ingin kehilangan uang banyak. Alasan mereka menemui Isyana, untuk meminta penjelasan. Menjadi anggota dewan membutuhkan uang yang banyak untuk proses kampanye. Orang tua Cakra dan juga Helen, memilih membuka usaha juga, andai di periode berikutnya tidak terpilih, keuangan mereka masih aman."Lah terus Lo tahu dari mana, gua gagal dinikahi sama pria tua itu.""Jadi kan kita rapat. Terus Pak Manto tanya kita foto Lo."Helen memilih menjawab jujur. "Lagian Syan, ngapa Lo nolak sih. Duit si Pak Manto itu g
Isyana tidak bisa ikut masuk. Hanya Asher yang diijinkan, lantaran dia termasuk pembeli saham. Menyikapi ini, hal yang bisa dilakukan Isyana agar tidak bosan, adalah berjalan di sekitar hotel. Area pertemuan, satu lantai dengan kolam renang pertama di hotel ini. Memang dari segi bintang, hotel ini masih di bawah yang ada di ibu kota atau kota besar lain. Tapi di kota ini, hotel milik keluarga Basel yang paling terbesar dengan segala fasilitas yang ada.Baru menginjakkan kaki di area kolam, pemandangan di dalam begitu membuat kesal. Terlihat orang seusianya yang paling dihindari selama hidupnya."Wah ada Nona dari Jakarta nih."Tampang Helen begitu mengejek. Dia menurunkan kacamata sampai di pangkal hidung. Memperlihatkan matanya yang sedang mengamati Isyana."Syan, kok kau di sini? Lagi sama siapa?"Cakra sudah menerobos tubuh Helen, bahkan sampai menyenggol bahunya. Hal ini membuat gadis itu tidak nyaman. "Eh Cakra."Cakra tidak peduli. Menurutnya melihat Isyana sudah cukup membuat
"Abdul."Asher menyalami pria berhidung mancung di depannya. Di sampingnya masih ada Isyana yang setia dia seret. Tidak pergi atau pun banyak protes."Langsung saja. Oh ya, selamat atas pernikahan kalian. Ditunggu undangannya."Abdul melirik ke arah Isyana. Tersenyum kecil sebagai bentuk kesopanan. Isyana juga melakukan hal yang sama. Tidak menyangka akan bertemu kenalan Asher di sini."Ya tentu. Setelah ini beres, kita akan urus pesta. Kami pergi dulu, sebelumnya kenalkan ini Isyana, istriku.""Ah salam kenal."Abdul mengangguk. Dengan sopan menyatukan tangan di depan dada. Berkenalan tanpa ingin bersentuhan. Seketika Isyana tampak sungkan. Untung saja dia tidak sembarang menyodorkan tangan seperti biasanya."Katakan apa yang kalian inginkan sebagai hadiah." "Ck, terserah kau saja. Kami permisi dulu."Abdul mengangguk, tidak menghalangi langkah kaki mereka. Masalah hadiah, dia juga akan memikirkan nanti. Setelahnya, dia berbalik badan menjauh."Kau kenal dengan pengusaha Indonesia.
Meja makan sudah penuh dengan anggota keluarga Isyana dan juga Asher. Ini juga termasuk Danu yang saat ini lahap memakan masakan ala rumahan tersebut. Dia tidak pernah sungkan dalam melahap setiap masakan yang disendok ke dalam mulutnya. Orang ini memang berjiwa bebal tanpa kenal rasa malu.Pandangan Isyana langsung menyapu ke sekitar. Perlu bertanya langsung kepada ibunya, mengapa peristiwa semalam dan juga pagi ini terjadi. Bapaknya bukan pria yang mudah untuk dibujuk. Terlebih pagi ini dia begitu lahap tidak memudulikan apapun lagi."Isyana, kata Asher dia sudah membeli rumah untuk kalian tinggal. Apa itu berarti kau akan tinggal di kota ini?"Isyana menoleh ke arah suaminya. Mereka belum sempat membicarakan hal ini. Semalam dilalui dengan sangat canggung, masing-masing terlelap tanpa membahas lebih jauh mengenai apa rencana ke depan.Jadi untuk pertanyaan Sukma kali ini, belum memiliki jawaban."Belum tahu, Ma. Kalau sudah suami istri kan memang harus ikut suami. Jadi tergantung
Menghadapi malam pertama dengan suami sendiri, tentu saja ada rasa tidak nyaman di hati Isyana. Bukan karena dia tidak ingin, hanya saja masih belum percaya dengan kenyataan ini.Sementara itu Asher terlihat mendekat. Memang lebih dulu Isyana yang masuk kamar. Pria itu telah menekan kunci sebanyak dua kali. Membuat Isyana gugup saja."Kok dikunci?" tanya Isyana gugup. Ludahnya bahkan dicerna dengan cepat. Seperti tahu tidak ada waktu lagi untuk mencerna segala yang terjadi."Kita sama-sama lelah, butuh waktu untuk istirahat."Tentu saja sangat lelah. Isyana saja mengakui hal ini. Niatnya hanya kabur dari Bapaknya tanpa menikah dulu. Tapi justru dia dinikahkan saat itu juga."Kau mau apa?"Isyana gugup saat Asher sudah satu langkah di depannya. Tangannya terulur menyentuh kepala Isyana. Dengan suara lirih yang masih bisa didengar, Asher kembali melantunkan doa."Ya Allah, kepada-Mu aku memohon kebaikan istriku dan kebaikan sifat yang Engkau ciptakan untuknya. Aku berlindung kepada-Mu d
"Nah ini dia calonnya sudah datang."Hanya tiga orang yang tahu, apa yang terjadi di dalam rumah. Semua pergi selain Kakek Jalu yang menjadi penengah. Setelah kembali, justru kondisi telah ramai.Bapak tua memakai sorban dengan baju koko putih dan sarung seperti hendak beribadah. Datang ke rumah Asher dengan membawa tas dokumen."Jadi yang akan dinikahkan, Gadis ini yang bernama Isyana dengan kekasihnya. Berbuat mesum ya?" ucap pria tua itu dengan senyum mengejek."Eh enak aja. Bukan dengan bule kampung ini. Melainkan keponakanku dengan calon suaminya. Pak Manto."Sari berkata dengan lantang. Mana mungkin dia menyerahkan keponakannya dengan pria bule yang tidak matang ini. Habis sudah dulu dia ditipu dengan Isyana yang berpura-pura berkekasih Asher. Padahal setelah di selidiki Asher hanyalah sopirnya."Loh calonnya sudah …."Pria tua yang ternyata penghulu itu tidak melanjutkan ejekannya. Padahal sudah jelas sekali kalau Isyana tidak cocok dengan pria tua yang berperut buncit itu"Su
Pondok kecil di belakang rumah Nenek Asma, menjadi tempat yang pas untuk melarikan Isyana yang terluka hatinya.Sengaja dibangun karena ide dari Asher. Dia seringkali memergoki Isyana yang memegangi kepala karena pekerjaannya yang berat. Tidak heran membuat sebuah pondokan, menjadi tempat yang baik untuk gadis itu melepas stres.Ternyata berguna juga untuk hari ini. Ditemani lampu kuning yang memancar menggantikan sinar rembulan yang hari ini tidak ada. "Apa aku tampak menyedihkan?" tanya Isyana yang menunduk dalam. Menunjukkan wajahnya di hadapan Asher saja dia tidak mampu."Tidak. Kau justru sangat hebat."Asher tidak berbohong hanya untuk menyenangkan hati perempuan ini. Selama mengenal Isyana Gadis itu selalu memukau. Memberikan Dia potongan-potongan indah dalam hidup. Sifatnya yang tegas, bisa juga lembut. Menjadikan dia tidak bosan untuk berinteraksi dengan Isyana."Hebat dari mana. Aku bahkan mendoakan bapakku sendiri mati."Ucapan Isyana begitu merana. Seorang anak yang harus