Dengan mengendap-endap, Lintang keluar dari kamarnya. Melihat sekeliling dan segera pergi. Tujuannya adalah ingin mencari tahu tentang keberadaan Aris.
Dia ingat beberapa teman kakaknya itu, dan mulai dihubungi satu persatu setelah terlebih dahulu mencari tahu kontak mereka.
Tapi satupun tidak ada yang tahu keberadaan Aris.
"Kira-kira teman yang paling dekat sama kak Aris siapa, ya?" tanya Laila pada orang terakhir yang dia hubungi setelah sebelumnya gagal mendapat informasi dari beberapa teman Aris.
"Eum, kalau tidak salah dia deket sama Fanno. Kamu udah hubungi dia?"
"Belum, kak."
"Coba hubungi dia, sebab aku lihat di kampus juga mereka selalu bersama."
"Oke, aku minta alamat rumahnya saja, kak."
"Alamat persisnya aku nggak tahu. Tapi Fanno itu tinggal di perumahan elite di pusat kota kalau aku denger. Dan perumahan elite di pusat kota itu cuma ada dua, coba kamu cari tahu ke satpam komplek saja!"
"Terimakasih, kak."
Di rumah Lintang, malam itu tiba-tiba Fanno menghubungi gadis itu."Ada apa, kak Fanno malam-malam telepon?" Lintang merasa heran karena pemuda itu menghubunginya."Aris tidak ada di sini, apa dia pulang ke rumah?" Suara Fanno terdengar panik."Apa? Kak Aris pergi diam-diam? Tapi dia tidak ada di sini, kak!" jawab Lintang tak kalah panik."Aku tinggal sebentar ke belakang pas kembali dia sudah tidak ada. Aku kira dia ada di balkon tapi tidak ada juga. Sudah aku hubungi tapi tidak aktif.""Ya ampun, aku heran sama kak Aris, kenapa sih hobby banget bikin panik orang. Bukannya menyelesaikan masalah malah nambahin rumit." Lintang merasa geram kepada kakaknya."Ya udah aku mau coba hubungi teman-teman.""Makasih, ya Kak. Nanti aku juga coba hubungi dia .Kak Aris nggak ada kapoknya bikin masalah," geram Lintang sambil berjalan mondar mandir.Panggilan pun berakhir.Lintang menjauhkan ponsel dari telinganya."Dari siapa?
Aris pasrah ketika polisi membawanya ke kantor. Apapun yang akan terjadi ia sudah siap. Yang penting Aris sudah puas, tinju tangan kanannya mendarat sempurna di wajah Heru."Jadi benar kamu menyusup ke ruang rawat Heru?" tanya polisi yang memeriksa."Benar, Pak.""Apa tujuannya?""Saya dendam sama dia, karena perbuatan Heru yang menyebabkan saya dan Laila mendapat banyak masalah," jawab Aris jujur."Tapi kamu tahu caramu itu salah?""Ya, saya tahu.""Orang tuamu masih ada?""Masih, Pa.""Sekarang hubungi dia, biar saya yang bicara?" titah polisi kepada Aris.Pemuda itu lalu menghubungi Papanya, karena kalau dia menghubungi Mama, urusannya akan semakin ribet."Papa akan segera ke sana, kamu tenang saja, ya," kata Papa setelah ponsel Aris diberikan lagi padanya oleh polisi.Selanjutnya Aris kembali diberondong oleh beberapa pertanyaan terakhir aksinya di rumah sakit. Semuanya Aris jawab dengan jujur, k
Rani yang sedang berada di rumah bersama Laila terkejut mendengar suara riuh di luar. Laila mengintip dari balik kaca. Wajahnya seketika pucat melihat warga berkumpul di luat sambil berteriak.Aksi mereka sempat terhenti ketika sebuah mobil berhenti di depan rumah Rani. Dua orang dengan baju yang sama turun dari mobil dan salah salah satunya menenteng kamera.Laila terbelalak melihat mereka yang yang baru saja datang."Wartawan," gumamnya panik."Apa?" tanya Rani tak kalah panik."Ada wartawan di luar, Bun. Sepertinya mereka mau kepo dengan masalah kita. Dan mereka datang disaat para warga sedang berkumpul di sini? Makin viral lah kita, Bun," Laila menatap Bundanya khawatir."Kita diam saja, tidak usah keluar dulu!" titah Rani pada anaknya."Seandainya kak Aris ada disini, ya, Bun. Tentu kita ada yang belain, ada yang bisa kita ajak berdiskusi bagaimana seharusnya kita bertindak." Laila menahan sesak di dadanya mengingat ia sangat mem
"Tapi kita harus pergi kemana?" Rani nampak bingung."Sekarang kalian berkemas! Biar nanti saya yang pikirkan," ucap Papanya Fanno."Maksud Bapak?" Rani menautkan alisnya."Papa saya ingin membantu kalian dari amukan warga." Fanno menjelaskan.Rani dan Laila kembali berpandangan."Baiklah, kami ikuti saran kalian. Terima kasih sebelumnya."Keduanya tak menunda lagi, segera mempersiapkan beberapa baju dan barang-barang lainnya.Begitu mereka keluar rumah, warga yang masih berkerumun segera mencemooh. Mengeluarkan kata-kata yang tak pantas di dengar. Rani berusaha untuk tenang dan seakan tidak mendengar ucapan mereka.Wajah Laila nampak merah menahan amarah. Disaat dia merasa terpuruk, para tetangganya bukannya menguatkan malah sebaliknya. Mereka menambah beban di hati dan cenderung menekan.Laila dan Rani duduk di jok belakang. Sedangkan Papanya Fanno duduk di samping anaknya yang fokus menyetir.Rani terus m
Fanno melajukan mobilnya menuju rumah yang mereka tinggali. Ia merasa lega telah berbuat sesuatu untuk membantu keluarga Laila. Setidaknya Aris akan senang mendengar kabar ini."Eum, Papa boleh minta tolong sama kamu Fann?" Papa berucap ragu."Papa ada apa sih, serius amat?" Fanno tersenyum kecil mendengar ucapan Papanya."Papa serius.""Hmm.""Papa tahu kamu dan Aris, kalian ... sahabat dekat .... ""Ya, terus?""Tapi untuk saat ini, kamu bisa 'kan untuk sementara jaga jarak dulu dengan Aris?"Fanno menatap Papanya tidak percaya."Maksud Papa apa? Aris sedang dalam masalah, sudah seharusnya aku ada buat dia, Pa.""Iya, justru itu. Justru karena Aris sedang dalam masalah. Bukannya Papa benci atau bagaimana pada Aris, tapi kamu tahu posisi Papa 'kan. Bahaya kalau ketahuan Papa melindungi dia, bisa-bisa nama baik Papa sebagai pejabat ikut tercemar.""Enggak bisa, Pa. Aku enggak bisa lepas tangan pada Aris. Pa
Sedetik kemudian, Heru tersenyum miring dan terlihat bahagia melihat pemuda tempo hari menghajarnya di rumah sakit."Bagus, akhirnya kamu merasakan dinginnya jeruji besi, anak kecil.""Dasar bajingan!"Aris menegang kuat jeruji besi. Tubuhnya seperti ingin keluar dan menghajar Heru tapi tertahan jeruji."Jangan sok-sokan melawan orang tua. Anak kecil saja sombong banget!" cibir Heru sambil melirik sinis."Orang tua tidak tahu malu!" Emosi Aris semakin tak terkendali. Nafasnya tersengal dan mata menatap tajam ke arah Heru.Tak lama terdengar gelak tawa Heru, sebelum dua orang sipir meraih tangannya dan segera membawa Heru pergi."Huuuhh .... " Terdengar cemoohan dari napi lain dari sel yang dilewati oleh Heru.Namun pria itu nampak biasa saja, seakan kesalahan yang telah ia lakukan itu adalah hal yang wajar.Beberapa temannya memegangi tangan Aris, ada yang mengusap punggungnya juga menepuk pundaknya. Aris sudah bercerita
"Kak Fanno tahu enggak kabar kak Aris?" tanya Laila di seberang telepon."Aris? Kemarin aku ketemu dia di lapas, Aris baik-baik saja ... "Fanno belum selesai berbicara, Lintang langsung merebut ponselnya dan tanpa basa-basi lagi dia berbicara pada Laila."Jadi masih berani nanyain Kak Aris? Enggak tahu malu, ya. Udah bikin aib, bikin Kak Aris masuk penjara karena belain kamu, masih sok-sok-an perhatian lagi.""Lin-tang .... " Laila kaget karena tiba-tiba suara di ujung telepon berubah."Iya. Ini aku, Lintang. Kamu mau ngomong apa, Laila? Mau bela diri? Udah jelas-jelas kamu salah. Karena aib kamu Kak Aris dan juga keluarganya termasuk aku jadi ikut viral. Kalau viral yang bagus-bagus sih, enggak apa-apa. Ini viral kok aib. Enggak banget!" Lintang terus berbicara tanpa jeda. Seakan ingin meluapkan kekesalannya pada Laila."Aku tidak pernah menginginkan jadi korban perkosaan. Tidak juga ingin viral karena aib seperti ini. Siapa sih, yang mau
"Kak Fanno?" desis Lintang."Kamu kenal?" tanya yang lain."Kenal dong, sepertinya dia bikin kejutan buat jemput aku," seru Lintang girang, "Dah, semua .... " Lintang melambaikan tangan kepada teman-temannya lalu pergi.Sementara teman-temannya melongo dan nampak kecewa. Pangeran ganteng yang sedari tadi jadi incaran mereka rupanya sedang menunggu Lintang."Kirain lagi nyari cewek, enggak tahunya nungguin si Lintang," salah satunya menggerutu."Itu pacarnya Lintang apa bukan, ya?""Beruntung banget, ya, kalau cowok itu pacarnya Lintang.""Mungkin saja sodaranya.""Sepupunya misalkan.""Ah, semoga saja, ya.""Aku daftar, deh, jadi pacarnya."Riuh suara teman-teman Lintang berkomentar tentang Fanno.Sementara Lintang dengan langkah ringan terus berjalan mendekati Fanno yang kini sudah menyadari kehadiran gadis itu.Pemuda itu berdiri tegak setelah Lintang kian mendekat."Kak Fanno?" sapa