Di dalam penjara, setelah dibawa kembali ke dalam sel, Heru memegangi pipinya yang lebam karena pukulan Aji. Lalu duduk bersandar pada dinding.
"Kenapa, lu?" tanya seorang lelaki yang menjadi teman satu selnya.
Heru melirik sekilas, ke arah pria dengan banyak tatto itu.
"Heh! Lu denger nggak! Ditanya nggak jawab! Lu budek, ya?!" Teman yang lainnya menambahkan.
Heru tetap diam, ia masih kesal dengan Aji yang tiba-tiba memukulnya. Dan sekarang teman-temannya malahan kepo.
"Lu punya kuping kaga?" Pria bertatto tadi mendekati Heru.
"Lu kaga liat kuping gue dua nih?!" Heru memperlihatkan kedua telinganya.
"Terus kenapa nggak jawab?!" Pria berambut gondrong itu mendekat dan meraih krah baju Heru.
"Gue dipukul, " jawab Heru singkat.
"Dipukul siapa?"
"Bokapnya gadis yang gue perkosa, " jawab Heru datar.
"Apa? Jadi lu tukang perkosa gadis?"
"Ya, anak tiri gue."
"Anak
Pria itu melihat bayangan wajahnya pada cermin sekali lagi karena belum yakin rambutnya telah tersisir dengan benar. Setelah memastikan, baru dia letakkan sisir di tempat semula. Ia mengambil jaket dan helm, tak lupa kunci motor yang tergeletak di atas meja.Duduk di atas jok motor dan memakai helm. Percuma saja tadi dia bercermin beberapa kali memastikan rambutnya rapi kalau ujung-ujungnya ditimpa helm."Mas, tunggu!" Aji menghentikan aktivitasnya memakai helm ketika Adrian memanggilnya."Ya, kenapa?" Aji menoleh ke arah adiknya."Mas Aji mau ke mana?""Ke rumah Rani, ada hal yang harus aku bicarakan dengannya.""Sendirian?""Iya," jawab Aji heran. Kenapa Adrian jadi se-kepo itu."Mas Aji tidak kapok ya, pergi ke rumah Mbak Rani sendirian? Nanti kena fitnah lagi bagaimana?"Aji nampak berpikir sejenak."Iya juga, ya. Kok aku sampai lupa.""Kalau begitu aku ikut!" Tanpa menunggu persetujuan dari kakaknya, A
aila ViralMelihat keadaan Laila yang sangat terpuruk, Aji merasa kasihan. Dia tidak tega kalau Laila terus menangis. Mata gadis itu sudah bengkak, Rani juga sudah berusaha menenangkan dengan berbagai cara. Tapi Laila tetap tidak mau makan ataupun bicara. Ia hanya duduk memeluk lutut di atas kasur sambil sesekali terisak.Aji bingung harus berbuat apa, sebagai laki-laki dia tidak begitu paham apa yang harus dilakukan ketika hati seorang gadis sedang bersedih.Dia berpikir mungkin kehadiran orang yang disayang akan banyak membantu.'Oh iya, bukankah Laila menangis karena Aris pergi!' batin Aji.Pria itupun pergi ke ruang tamu dimana Ardian adiknya sedang duduk. Lalu Aji mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Aris. Namun nomor Aris tidak aktif.Melihat Aji mencebik, Ardian yang sejak tadi hanya memperhatikan kini bersuara."Siapa, Mas?""Aris.""Tidak diangkat?""Tidak aktif," jawab Aji sam
Ajeng duduk di tepi ranjang mencoba untuk mencari tahu, tapi Lintang tetap tak mau menjawab.Akhirnya ia membiarkan anak gadisnya itu menangis sampai puas.Selang beberapa menit tangis Laila mereda, gadis itu bangkit lalu memeluk Mamanya. Air matanya kembali keluar meski dia terlihat lebih tenang."Katakan saja, Nak! Ada apa? Kalau kamu nggak ngomong Mama 'kan jadi bingung." Ajeng mengusap punggung anaknya pelan."Aku malu, Ma," ucap Lintang lirih."Malu kenapa?""Berita tentang kasus pemerkosaan Heru terhadap anak tirinya sudah menyebar, Ma. Dan teman-teman Lintang di sekolah 'kan tahu kalau Heru itu adalah Ayah tiri Laila. Jadi otomatis mereka terpikir kalau Laila adalah korban Heru. Parahnya, teman-teman Laila tahu kalau dia itu pacarnya kak Aris." Lintang kembali terisak.Sementara Mama nampak geram mendengar penuturan Lintang. Itu artinya aib keluarganya karena Aris menikahi korban pemerkosaan tidak bisa ditutupi lagi.Lal
Dengan mengendap-endap, Lintang keluar dari kamarnya. Melihat sekeliling dan segera pergi. Tujuannya adalah ingin mencari tahu tentang keberadaan Aris.Dia ingat beberapa teman kakaknya itu, dan mulai dihubungi satu persatu setelah terlebih dahulu mencari tahu kontak mereka.Tapi satupun tidak ada yang tahu keberadaan Aris."Kira-kira teman yang paling dekat sama kak Aris siapa, ya?" tanya Laila pada orang terakhir yang dia hubungi setelah sebelumnya gagal mendapat informasi dari beberapa teman Aris."Eum, kalau tidak salah dia deket sama Fanno. Kamu udah hubungi dia?""Belum, kak.""Coba hubungi dia, sebab aku lihat di kampus juga mereka selalu bersama.""Oke, aku minta alamat rumahnya saja, kak.""Alamat persisnya aku nggak tahu. Tapi Fanno itu tinggal di perumahan elite di pusat kota kalau aku denger. Dan perumahan elite di pusat kota itu cuma ada dua, coba kamu cari tahu ke satpam komplek saja!""Terimakasih, kak."
Di rumah Lintang, malam itu tiba-tiba Fanno menghubungi gadis itu."Ada apa, kak Fanno malam-malam telepon?" Lintang merasa heran karena pemuda itu menghubunginya."Aris tidak ada di sini, apa dia pulang ke rumah?" Suara Fanno terdengar panik."Apa? Kak Aris pergi diam-diam? Tapi dia tidak ada di sini, kak!" jawab Lintang tak kalah panik."Aku tinggal sebentar ke belakang pas kembali dia sudah tidak ada. Aku kira dia ada di balkon tapi tidak ada juga. Sudah aku hubungi tapi tidak aktif.""Ya ampun, aku heran sama kak Aris, kenapa sih hobby banget bikin panik orang. Bukannya menyelesaikan masalah malah nambahin rumit." Lintang merasa geram kepada kakaknya."Ya udah aku mau coba hubungi teman-teman.""Makasih, ya Kak. Nanti aku juga coba hubungi dia .Kak Aris nggak ada kapoknya bikin masalah," geram Lintang sambil berjalan mondar mandir.Panggilan pun berakhir.Lintang menjauhkan ponsel dari telinganya."Dari siapa?
Aris pasrah ketika polisi membawanya ke kantor. Apapun yang akan terjadi ia sudah siap. Yang penting Aris sudah puas, tinju tangan kanannya mendarat sempurna di wajah Heru."Jadi benar kamu menyusup ke ruang rawat Heru?" tanya polisi yang memeriksa."Benar, Pak.""Apa tujuannya?""Saya dendam sama dia, karena perbuatan Heru yang menyebabkan saya dan Laila mendapat banyak masalah," jawab Aris jujur."Tapi kamu tahu caramu itu salah?""Ya, saya tahu.""Orang tuamu masih ada?""Masih, Pa.""Sekarang hubungi dia, biar saya yang bicara?" titah polisi kepada Aris.Pemuda itu lalu menghubungi Papanya, karena kalau dia menghubungi Mama, urusannya akan semakin ribet."Papa akan segera ke sana, kamu tenang saja, ya," kata Papa setelah ponsel Aris diberikan lagi padanya oleh polisi.Selanjutnya Aris kembali diberondong oleh beberapa pertanyaan terakhir aksinya di rumah sakit. Semuanya Aris jawab dengan jujur, k
Rani yang sedang berada di rumah bersama Laila terkejut mendengar suara riuh di luar. Laila mengintip dari balik kaca. Wajahnya seketika pucat melihat warga berkumpul di luat sambil berteriak.Aksi mereka sempat terhenti ketika sebuah mobil berhenti di depan rumah Rani. Dua orang dengan baju yang sama turun dari mobil dan salah salah satunya menenteng kamera.Laila terbelalak melihat mereka yang yang baru saja datang."Wartawan," gumamnya panik."Apa?" tanya Rani tak kalah panik."Ada wartawan di luar, Bun. Sepertinya mereka mau kepo dengan masalah kita. Dan mereka datang disaat para warga sedang berkumpul di sini? Makin viral lah kita, Bun," Laila menatap Bundanya khawatir."Kita diam saja, tidak usah keluar dulu!" titah Rani pada anaknya."Seandainya kak Aris ada disini, ya, Bun. Tentu kita ada yang belain, ada yang bisa kita ajak berdiskusi bagaimana seharusnya kita bertindak." Laila menahan sesak di dadanya mengingat ia sangat mem
"Tapi kita harus pergi kemana?" Rani nampak bingung."Sekarang kalian berkemas! Biar nanti saya yang pikirkan," ucap Papanya Fanno."Maksud Bapak?" Rani menautkan alisnya."Papa saya ingin membantu kalian dari amukan warga." Fanno menjelaskan.Rani dan Laila kembali berpandangan."Baiklah, kami ikuti saran kalian. Terima kasih sebelumnya."Keduanya tak menunda lagi, segera mempersiapkan beberapa baju dan barang-barang lainnya.Begitu mereka keluar rumah, warga yang masih berkerumun segera mencemooh. Mengeluarkan kata-kata yang tak pantas di dengar. Rani berusaha untuk tenang dan seakan tidak mendengar ucapan mereka.Wajah Laila nampak merah menahan amarah. Disaat dia merasa terpuruk, para tetangganya bukannya menguatkan malah sebaliknya. Mereka menambah beban di hati dan cenderung menekan.Laila dan Rani duduk di jok belakang. Sedangkan Papanya Fanno duduk di samping anaknya yang fokus menyetir.Rani terus m
Acara lamaran Lintang berlangsung sangat khidmat. Senyum tak lepas dari bibir gadis itu. Akhirnya pemuda yang selama hampir tiga tahun dekat dengannya ini, membuktikan keseriusannya.Begitu juga dengan Aris, kedua sahabat ini pernah berkelakar bahwa mereka akan jadi sodara ipar. Fanno berkali-kali pernah menawarkan diri untuk jadi adik ipar sahabatnya ini.Ternyata benar, ucapan itu adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik agar menjadi doa yang baik-baik pula.Selesai acara lamaran, semua yang hadir menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Ajeng.Fanno mendekati sahabat sekaligus calon Abangnya itu."Gimana kerjaan lu?""Sopan dikit kek, sekarang gue udah jadi calon Abang lu. Masa masih manggil seperti itu?" Aris protes."Oke, Bang, gue ralat. Gimana sekarang kerjaan lu, Bang?""Tetap aja, ya, tapi gapapa lah gue maklum.""Lagian, begitu aja jadi masalah. Pertanyaan gue kagak dijawab juga.""Lu kepo aja uru
Ekstra Part 19Menuju AkhirAris berusaha untuk menikmati pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Meski bayaran yang dia terima tidak sebanyak ketika bekerja di kantor Papanya David. Tetap saja ia syukuri.Dua hari sudah waktu yang David janjikan untuk membawa Zara kepada keluarga Aris. Tapi belum ada tanda-tanda pria itu akan menepati janjinya."Gue cuma mau ngingetin, ini sudah hampir 2 x 24 jam, Dav," kata Aris lewat sambungan telepon."Gue usahain nanti malam, Ris.""Bener, ya?""Bener. Entar gue kirim alamatnya.""Lu datang ke rumah gue saja.""Enggak bisa, Ris. Lu tahu Zara seperti apa? Ini juga gue enggak yakin.""Lah, gue pikir udah deal.""Tadi 'kan gue bilang mau usahain.""Oke, gue tunggu kabar selanjutnya."Aris memutus sambungan telepon. Ia berharap David bisa membuktikan ucapannya.***Selepas magrib David mengirimkan alamat pad
Malam itu juga Aris pergi ke rumah David. Tidak sulit baginya untuk menemukan alamat orang kaya dan terkenal seperti keluarga David.Sebelumnya Aris mengirim pesan terlebih dahulu pada pria berambut klimis itu kalau dia sedang dalam perjalanan ke rumahnya.[Gue lagi di luar, Ris. Besok aja, ya, kita ketemu di kantor.]David beralasan.[Tanggung gue udah di jalan. Enggak apa-apa kalau lu enggak ada, gue ketemu Bokap lu aja.]Tulis Aris sambil tersenyum.[Oke, gue balik. Lu tunggu gue, jangan ngadu macem-macem sama bokap gue!]Aris tersenyum membaca balasan dari David. Pria itu ternyata sangat sayang dengan jabatannya, sehingga dia sangat takut kehilangan.Ternyata Aris sampai terlebih dahulu dari tuan rumah. Dia menunggu di dekat pos satpam. Kata Pak satpam barusan, David belum sampai ke rumah.Berselang lima belas menit, mobil David memasukkan pintu gerbang. Ia langsung mengajak Aris masuk melalui pintu samping dan duduk
"Mama tidak menyangka kamu tega mencoreng muka Mama dan Papa. Memberikan kesan buruk pada keluarga kita, Ris. Maksudnya apa ini?" Ajeng mengetuk-ngetuk layar ponselnya."Itu fitnah, Ma. Aris dijebak, Mama tahu 'kan wanita itu yang mengacau di acara wisudaku beberapa bulan ke belakang.""Iya, Mama tahu. Tapi ini tidak bisa dikatakan fitnah. Sedangkan jelas orang di dalam poto ini adalah kamu. Mama tidak bisa membayangkan kalau Papa sampai tahu." Ajeng merasa terpukul.Lagipula, Aris tak habis pikir, dari mana wanita itu mendapat nomor Ajeng."Aku bisa jelaskan, Ma.""Apa lagi yang mau dijelaskan? Semuanya sudah jelas, kamu tidak bisa beralasan." Ajeng berpaling."Adegan dalam poto ini rekayasa, Ma.""Tidak mungkin, kamu tidak bisa membodohi Mama. Kalau kamu tidak mau harusnya berontak dan menolak. Dari segi mana itu dibilang rekayasa. Atau kamu mau bilang itu adegan poto untuk kepentingan komersial? Kalaupun ia, Mama tidak setuju!"
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Laila maupun Aris tidak banyak bicara. Keduanya bingung harus bersikap, secara dari semalam Laila masih belum bersikap manis pada suaminya.Aris ingin segera menunjukkan video itu pada Laila. Tapi sepertinya waktunya tidak tepat jika sekarang.Laila pun tak tahu harus bagaimana memulai untuk minta maaf pada Aris. Ia merasa canggung karena dari semalam dia tidak bersikap baik pada suaminya.Keduanya hanya bersikap biasa ketika berbicara dengan Ariel. Selebihnya seperti dua orang asing yang baru saja bertemu.Kaku.Di rumah sakit, untung saja Laila segera datang, karena ternyata Rani sendirian. Beberapa menit yang lalu, Aji pamit pulang dulu untuk mengambil sesuatu di rumah. Itu kata Rani, wanita itu tidak mau berterus terang bahwa Aji sedang mencari pinjaman uang untuk melunasi biaya rumah sakit.Tabungan mereka belum cukup untuk melunasi semua biaya. Aji sedang menemui beberapa teman kerjanya siapa tahu
"Ini surat pengunduran diri saya." Aris meletakkan surat itu dihadapan Pak Jani, pria yang dulu menerimanya bekerja."Saya perlu tahu, kenapa kamu ingin berhenti bekerja di sini. Padahal kamu termasuk karyawan terbaik meski baru dua bulan bergabung bersama kami. Apa kamu ada masalah dengan salah satu karyawan di sini?" Pak Jani bersandar pada kursinya sambil memperhatikan Aris."Saya tidak ada masalah, Pak. Selama bekerja di sini saya sangat senang. Tapi saat ini, saya ingin mencoba mengembangkan usaha sendiri meski kecil-kecilan." Aris beralasan."Saya sangat menyayangkan saja, Ris. Harus kehilangan karyawan baik seperti kamu. Next kalau kamu ingin bergabung kembali dengan kami, jangan sungkan, ya. Pintu selalu terbuka buat kamu.""Baik, Pak. Terima kasih telah memberikan kesempatan buat saya bekerja di sini. Saya permisi." Aris bangkit dan mengulurkan tangannya."Terima kasih juga sudah pernah bergabung bersama kami," jawab Pak Jani sambil meneri
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, Aris seperti kesetanan mengemudikan mobilnya. Ia terus merutuki kebodohannya, kenapa harus menuruti David. Bukankah ia sudah punya janji dengan Laila dan Ariel.Kenapa pula ia harus terus menerus merasa tidak enak pada David, bukankah ia juga punya hak untuk menolak."Sial. Seharusnya aku sudah berhenti kerja setelah tahu David itu sepupuan dengan Zara. Sebab aku tahu Zara itu licik dan nekad." Aris memukul setir.Berkali-kali ia menekan klakson karena ada yang menghalangi jalannya. Hingga satu ketika mobilnya oleng dan hampir saja menabrak pembatas jalan."Astaghfirullah," ucapan sambil memelankan mobilnya.Ia usap wajahnya berkali-kali, lalu membuang nafas perlahan. Ini salah, melampiaskan kekesalan dengan cara ugal-ugalan saat menyetir, memang tidak dibenarkan. Bisa membahayakan dirinya juga pengendara lain. Bukannya mengurangi masalah malah akan manambah masalah jadinya."Papa?!" Matanya membola keti
Ekstra Part 13Hati WanitaLaila mondar mandir sambil terus mengotak-atik ponselnya. Dari tadi ia menghubungi Aris tapi tidak diangkat. Akhir pekan ini, pria halalnya itu berjanji akan pulang cepat demi mengajak Ariel jalan-jalan."Habis ashar kamu dan Ariel langsung siap-siap, ya. Supaya aku tidak nunggu lama dan kita punya banyak waktu untuk mengajak Ariel jalan-jalan." Itu pesan Aris beberapa jam yang lalu lewat telepon.Tapi sampai saat ini suaminya itu belum juga datang. Laila mencoba menghubunginya, tapi tak satupun panggilan darinya diangkat."Mungkin Kak Aris terjebak macet, maklum ini sudah masuk akhir pekan jadi banyak yang ke luar untuk liburan," guman Laila menghibur diri.Matanya tak lepas dari layar ponsel yang masih menyala."Tapi ... kalau memang iya terjebak macet, kenapa sampai tidak bisa menjawab telepon?"Laila bangkit dari duduknya lalu melihat ke luar rumah melalui kac
"Lepaskan aku! Kalian tidak punya hak menangkapku!"Helen terus meronta ketika dua orang sipir memegangi tangannya. Kedua pria itu membawa Helen ke luar sel tersebut."Lepaskan!!" Helen mencoba mengayunkan tangannya agar terlepas, tapi sia-sia karena tenaga dua orang pria itu tentu saja lebih kuat.Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia berusaha mundur ketika dua orang berseragam itu menariknya."Aku bilang lepaskan! Kalian akan membawa aku kemana?""Tindakanmu barusan itu membahayakan penghuni lain. Kamu harus dipisahkan," ujar salah satunya."Tidak mau! Aku tidak mau sendirian! Aku mau bersama dengan yang lain. Lepas, aku bilang lepas!!"Lama-lama tenaga Helen terkuras sia-sia karena terus meronta. Wanita yang dulu selalu berpenampilan bak artis ibu kota itu akhirnya harus pasrah ketika dirinya dimasukkan ke sel terpisah tanpa teman."Heeyy! Lepaskan aku!! Kalian tidak tahu pacarku kaya, banyak duitnya. Sebentar lagi dia akan data