Bab 74"Bagaimana, Ravin?" tegur tuan Elvan saat melihat kedua sejoli itu terdiam. Semua mata tertuju kepada Ravin dan Rayna yang terlihat salah tingkah. Rayna bahkan tak memiliki keberanian untuk sekedar berkata iya. "Kami saling menyukai, Mommy." Pernyataan itu akhirnya meluncur dari mulut Ravin. "Nah, kalau begitu, tunggu apa lagi? Segera saja kita resmikan," ucap tuan Elvan antusias. Nada suaranya menggebu-gebu. "Lagi pula tidak ada alasan buat kami untuk menunda-nunda. Ravin ini duda dan sudah seharusnya dia kembali memiliki seorang pendamping. Bukankah begitu, Dik Aida?" Nafisa mengangguk ragu. Ekor matanya melirik Rayna yang terlihat pucat pasi. "Kamu kenapa, Sayang? Kok seperti tidak semangat? Apakah kamu sedang tidak enak badan?" Mata Nyonya Amyta yang jeli menangkap perubahan kentara di wajah perempuan muda itu. "Tidak, Mom. Rayna baik-baik saja." Perempuan itu menjawab gugup sembari mencengkeram ujung jilbabnya. Hatinya sangat gelisah. "Terus kenapa?" Lagi-lagi nyony
Bab 75"Ziyad tidak bisa menerima kekurangan Rayna, karena Rayna tidak bisa mempersembahkan mahkotanya di saat malam pertama." Suara Ravin terbata-bata penuh penyesalan. "Apa?!" teriak nyonya Amyta. Wajahnya seketika merah padam dan itu terlihat menyeramkan di mata Rayna. "Apa yang sudah kamu lakukan, Rayna? Kamu...." Perempuan itu memegang dadanya. "Mommy mengenalmu sebagai wanita baik-baik. Tolong jelaskan semuanya kepada Mommy!" Pandangan nyonya Amyta seketika menghujam ulu hati Rayna. Terasa sangat sakit dan nyeri. Ekspresi dan kata-kata nyonya Amyta mengingatkannya pada reaksi Ziyad saat malam pertama mereka dulu. Tubuhnya serasa lemas seketika. "Jelaskan kepada Mommy, Rayna. Kenapa kamu sampai kehilangan semua itu sebelum waktunya? Mommy mengenalmu sebagai wanita baik-baik." Setitik air bening meluncur dari sudut mata perempuan itu. Lidahnya mendadak kelu. Nafisa hanya bisa memeluk putrinya, menepuk pundak perempuan itu. Sementara Nyonya Amyta masih saja memandang Rayna deng
Bab 76Saking asyiknya bermain ponsel, Rayna tak menyadari jikalau mobil sudah berhenti di depan gedung apartemen tempat tinggalnya. Sang sopir membukakan pintu mobil. Rayna dan Nafisa keluar dari mobil dan berjalan kaki menuju lift."Ma, tadi Ziyad mengirim pesan untukku. Dia ingin aku hadir di acara pernikahannya dengan Ghina. Apakah aku harus hadir ya?"Saat ini mereka tengah berada di dalam lift. Rayna menatap ibunya yang terlihat santai dengan pertanyaan putrinya."Kamu sudah tidak memiliki ikatan apapun dengan lelaki itu. Terserah kamu mau hadir atau tidak....""Tetapi bagaimana tanggapan Mama Widya, jikalau nanti Rayna hadir?""Jangan pernah berprasangka buruk kepada orang lain, karena prasangka bisa menjadi doa, Nak." Nafisa mengingatkan."Aku hanya sekedar menebak-nebak, Ma.""Iya." Tangan Nafisa terulur merangkul tubuh putrinya. Mereka berbarengan keluar dari lift menuju unit tempat tinggal mereka selama ini."Memangnya hari apa akad nikahnya?" tanya Nafisa penasaran."Hari
Bab 77"Ghina," tegur Ziyad."Ya." Gina tergagap, seketika tersadar, kemudian segera menyambut kembali uluran tangan pada tamu.Hari ini dia resmi menjadi ratu sehari dalam sebuah resepsi yang mewah, bahkan lebih megah daripada pernikahan Ziyad dan Rayna tempo hari. Ghina tidak peduli, entah dari mana Ziyad mendapatkan uang 100 juta untuk membiayai resepsi Ini. Sementara sisanya dia harus menanggung sendiri, Akan tetapi tidak mengapa. Impiannya untuk menjadi istri Ziyad akhirnya terwujud hari ini.Tanpa sadar Ghina mengelus perutnya. Kehamilan ini benar-benar membawa keberuntungan. Dia terus tersenyum dan menyambut uluran tangan para tamu yang memberi selamat kepadanya.*****"Selamat ya, Bu Widya. Semoga pernikahan Ziyad dengan Ghina membawa berkah dan mereka selalu berbahagia," doa Nafisa sembari menyalami mantan besannya itu."Ya, pastilah mereka akan berbahagia, karena dari awal aku sangat menginginkan Ghina sebagai menantu, bukan putrimu itu," tunjuk Widya kepada Rayna yang berdi
Bab 78Rayna mengurungkan niatnya dan kembali memasukkan ponsel ke dalam tas. Sementara itu, pintu mobil terbuka dan memunculkan sesosok tubuh tegap yang masih berada di balik kemudi."Ravin," seru Rayna yang seketika memundurkan langkahnya."Naiklah, Rayna, Mama. Mari kita pulang," ajaknya.Tak ingin mereka menjadi bahan tontonan para tamu undangan yang lain, apalagi sebagian dari mereka mendengar ucapan mantan ibu mertuanya, Rayna memutuskan segera masuk ke mobil. Perempuan itu memilih duduk di jok belakang bersama ibunya."Kenapa kamu menjemputku? Bukankah sudah ada Adam dan Demian?" tegur Rayna."Justru karena mereka, jadi aku tahu bahwa hari ini aku harus menjemputmu," tukasnya santai."Memangnya ada apa dengan mereka?" telisik Rayna.Ravin tidak lagi menanggapi. Matanya terus menatap jalanan. Siang ini dia memang sengaja bolos dari kantor dan menyuruh Bram untuk menghandle semuanya.Laporan Adam yang mengatakan jika Rayna sedang dihina oleh mantan ibu mertuanya di tengah orang ba
Bab 79Perempuan tua itu segera membuka amplop. Dia terkejut setelah berhasil menarik lima lembar uang berwarna merah dari dalam amplop tersebut."Cuma segini?!" Widya mengacungkan lembaran uang itu ke hadapan Selvi."Emang cuma segini, Ma?" tanya Selvi. Dia pun juga merasa heran. Masa iya, Rayna yang katanya punya cowok seorang bos besar Al-Fatih Mart, tetapi hanya menyumbangkan lima ratus ribu rupiah saat menghadiri resepsi pernikahan mantan suaminya?"Ada apa, Ma?" tanya Ziyad menoleh kepada sepasang ibu dan anak itu.Widya memperlihatkan lima lembar uang berwarna merah itu. "Nih, lihat mantan istrimu! Cuma ngasih amplop sebesar lima ratus ribu. Kere banget dia! Katanya punya cowok bos besar, sekali ngamplop cuma kasih lima ratus ribu!""Lah, apa salahnya, Ma?" Ghina ikut-ikutan bicara."Bukan seperti itu, Ghina. Mama hanya heran, dikit banget dia ngasih amplop? Tetapi emang bener sih, dari dulu Rayna memang pelit!""Pelit?" Gina menatap Widya dan Selvi bergantian. "Maksud Mama, apa
Bab 80"Ziyad!" protes Ghina saat lelaki itu mengunci pintu kamarnya.Namun lelaki itu tidak peduli. Setelah mengunci pintu kamar, dia melangkah dan duduk di tepi pembaringan."Sini, Ghina," ujarnya sembari menepuk kasur di sampingnya."Asal kamu tahu, itulah sifat asli Mama dan sekarang kamu sudah tahu, kan?" Ziyad menepuk pundak Ghina dengan lembut."Tapi uang itu adalah hak kita, Ziyad. Akan kita gunakan sebagai modal buat kita hidup berumah tangga." Ghina berdecak kesal."Aku tahu, tapi tolong maafkan Mama ya," ucap jihad merendah."Tapi ini nggak benar. Kamu harus tegas sama Mama. Aku nggak suka ya punya ibu mertua serakah seperti itu!" umpat Ghina."Aku akan berusaha berbicara dengan Mama. Tapi aku tidak berjanji beliau mau mengembalikan uang itu kepada kita. Untuk sementara, simpanlah dulu uang ini." Ziyad menyerahkan uang 15 juta itu ke tangan istri barunya."Tapi kita sudah mengeluarkan uang ratusan juta untuk biaya pernikahan ini dan yang lebih memalukan, uang 100 juta yang
Bab 81Setelah mengamati bahan-bahan yang tersedia di dalam kulkas, Ghina memutuskan untuk membuat nasi goreng dan omelet ayam. Ghina mencincang daging ayam fillet sedikit kasar kemudian mencampurnya dengan kocokan telur yang sudah diberi bumbu, lalu mendadarnya. Sementara itu ia menumis bawang putih di wajan yang cukup besar, memasukkan potongan sawi, mengaduknya hingga sedikit layu, lalu menumpahkan nasi putih ke dalam wajan.Hanya butuh waktu 15 menit buat Ghina untuk memasak. Semua hidangan telah tersaji di meja makan. Sebenarnya Ghina cukup mahir memasak. Namun karena kesibukannya sehari-hari, ia lebih suka membeli makanan jadi. Kecuali jika Ziyad menginap di rumahnya, barulah ia memasak.Aslinya Ghina adalah gadis yang baik, hanya saja ia tersesat jalan. Ambisi yang menyelimuti dirinya demi pencapaian tinggi di dalam karirnya dengan menumbalkan kehormatannya sebagai seorang wanita."Wah, enak banget sepertinya nih. Ternyata kamu pintar masak ya, Ghin?" tegur Widya saat mengendu