Papa Ameer hanya mengusap puncak kepala Zahra kemudian berbalik menuju sofa dan mengacuhkan Ridwan. Sedangkan Ridwan memegang tangan Zahra, "Benar Feron mengejarmu, Ra?" Zahra tersenyum, "Hanya bercanda, Mas!" "Tapi setiap hari pergi ke toko menemuimu?" tanya Ridwan dengan ekspresi tak sukanya. Zahra mengangguk, "Aku selalu bersama Mamah dan Papah, Mas! Dan hanya menemui beberapa kali saja!" "Dia berbahaya, Ra!" kata Ridwan kemudian memeluk lengan Zahra. Zahra tersipu karena ulah Ridwan, pasalnya di ruangan itu juga ada Papa dan Mamah mengawasi mereka. "Aku juga tidak berencana mengganti posisimu, Mas!" jawab Zahra. Ridwan terlihat lega walau sedikit terpengaruh dengan ucapan Papa Ameer. Setelah drama merajuk Ridwan, Mama Sofiya datang dengan membawa kain lab dan persiapan untuk sholat. Papa Ameer telah lebih dulu keluar kamar dan menuju mushola rumah sakit. Mama Sofiya meng
Ridwan yang ada di depan menatap Delena dengan tajam. "Kau sungguh membuatku marah, Del!" kata Ridwan penuh penekanan. Matanya merah, dadanya naik turun membayangkan keadaan Zahra. Dan beberapa saat setelah berkata demikian, ada dokter yang mendekat dan memasuki ruangan Zahra.Kepanikan semakin merasuki dada Ridwan. "Kamu hampir membunuh anak-anakku kemarin! Beraninya kamu, Del!" pekik Ridwan. Ridwan mencengkeram rahang Delena dengan cepat dan erat, membuat Delena meringis kesakitan. Namun tidak menyurutkan keberanian Delena, karena rasa sakit itu tidak sebanding dengan hatinya.Ditinggalkan Ridwan begitu saja setelah dirinya memberikan pelepasan pada Ridwan sangat menggores harga dirinya. "Kau juga hampir membunuhku, baby Arey dan janinmu ini!" tantang Delena. Ridwan menyeringai menakutkan dengan aura menyeramkan membuat Delena sedikit gentar. "Bahkan jika harus membunuhmu, A
Karena tanpa Ridwan sadari, Ridwan meremas tangan Zahra hingga memerah. "Tidak apa! Jangan panik!" lirih Zahra. Sedangkan Papa Ameer dan Mama Sofiya menatap Ridwan dengan tajam karena menyakiti menantunya. Ridwan tidak menggubris tatapan itu, justru Ridwan menciumi Zahra di balik cadarnya, "Maaf istri cantikku!" Zahra mengangguk. Kemudian mata Ridwan menatap Feron dengan tajam. "Woy, kenapa matamu seperti mau lepas melihatku, Ridwan!" canda Feron. Ridwan menyeringai malas, "Tentu saja, Untuk orang yang mau merebut istriku, tidak perlu berbaik hati!" Feron kemudian terkekeh dan duduk di Sofa mendekati Mama Sofiya. "Tante! Anak tante menyebalkan!" canda Feron santai. Mama Sofiya terkekeh, "Biasa, Bucin! Sana kamu menikah biar tau rasanya!" Feron kemudian menyandarkan kepalanya di sofa sambil tertawa. "Tante tau kan, Feron hanya tergoda dengan Zahra! Feron mau menikah
Feron terus memacu tubuh wanita di depannya tanpa ampun sambil terus meneriaki nama Zahra. Laki-laki yang tidak mempercayai cinta dan rumah tangga itu, kini sangat ingin membangun rumah tangga dengan Zahra. Istri dari teman kecilnya. "Ahhh, Ra! Nikmati, Sayang! Menikahlah denganku!" racau Feron. Sedang wanita dibawahnya itu sudah tak berbentuk, merintih, memelas karena Feron melakukannya dengan brutal. "Ayo, menikah denganku, Sayang!" racaunya. Hingga Feron mempercepat gerakannnya. "Arghhhhhhh, Zahraku!" erang Feron di puncak pepelasannya. Setelah itu menarik begitu saja adeknya dan pergi menuju kamar mandi untuk berendam.Meninggalkan wanita itu dengan kondisi mengenaskan, tidak ada kata indah saling memuja dan tidak ada ciuman after sex. Sedangkan wanita itu menatap nanar Feron yang masuk ke dalam kamar mandi dengan mencengkeram erat selimut di sampingnya. Perempuan mana ya
Ridwan yang mengetahui Zahra sudah mencapai puncaknya pun berhenti dan malah menghirup aroma kesegaran itu. Membiarkan Zahra menghimpit lehernya. Hingga akhirnya Ridwan merasakan paha Zahra melemah dan dia muncul dengan tersenyum. Sedang Zahra tersipu malu karena ulahnya sendiri. Ridwan kemudian mendekat dan mencium Zahra dengan lembut, melumat dan menyesap bibir yang sangat dia rindukan. Dan Ridwan langsung memposisikan posisi ternyaman untuk melakukan pergerakan konstannya. Dan siang itu dua insan itu bergumul dalam kehangatan berbalut kerinduan yang membuncah. Gairah yang dibalut dengan cinta dan kerinduan membuat dua insan itu melebur dalam ketinggian. "Arghhh, Ra!""Arghhhh, Mas Ridwan!" pekikan dan erangan dua insan saling meneriaki nama lawan pergumulan mereka. Seolah mereka menumpahkan seluruh hasrat yang tersisa. Ridwan memeluk tubuh Zahra yang berkeringat
Ridwan yang masih menghajar beberapa preman itu tidak menyadari istrinya telah dilumpuhkan. Brumm! Hingga Ridwan yang juga mulai kuwalahan dengan beberapa preman itu mendengar suara kasar pedal gass mobil. Mereka semua menoleh termasuk Ridwan dan Ridwan terkejut mendapati istrinya dibawa oleh mobil itu. Dan itu menjadi kesempatan untuk para preman itu dan memukul tengkuk Ridwan dengan keras. Bruk! Ridwan yang lengah tersungkur dan pingsan di jalan. Kemudian para preman itu pergi meninggalkan Ridwan seorang diri. Sedangkan Papa Ameer yang tengah duduk di sofa, merasakan jamnya bergetar. Iya, Jam yang terhubung dengan Ridwan untuk megantisipasi sesuatu. "Mah, Papa pergi!" serunya kemudian berdiri dan berlari.Mama Sofiya hanya mengangguk dan melihat suaminya berlari sudah paham jika ada masalah penting. Papa Ameer mengendarai mobilnya dengan cepat sambil menelpon anak
Dan terjadi lagi, semua kejadian itu, suara itu, dan racauan laki-laki itu menggema di depan baby Arey. Hal yang semua orang tua waras hindari kini malah dilakukan di hadapan bayi kecil tak berdosa itu. Dan Baby Arey kenyang Delena menahan ringisan dari perilaku biadab laki-laki dibelakangnya. Hingga Clara masuk dan mengambil baby Arey yang selesai meminum ASI nya. Meninggalkan Delena yang terkapar. Setelah mereka selesai bermain, laki-laki itu pergi karena memiliki sesuatu yang penting. *****Papa Ameer saat ini masuk ke dalam UGD dan melihat putranya masih tak sadarkan diri. Melihat wajah tampan putranya yang berubah menjadi merah dan ungu. Mengusap pelan wajah itu, "Ayo bangun, Nak! Istrimu dalam bahaya! Ayo kita hukum mereka berdua bersama-sama!" Tak lama Ridwan mulai menunjukkan tanda-tanda membuka mata. Papa Ameer kemudian mendekat, "Kamu sudah bangun?" R
Ferom terkejut melihat Ridwan membuka matanya. "Kau memang masih luar biasa seperti dulu, Ridwan! Aku tidak menyangka melihat lukamu yang parah dan kamu masih bisa mengelabuhi musuhmu!" jawab Feron. Feron kemudian duduk di kursinya sambil menyulut rokok di tangannya. Yah, Ridwan pura-pura pingsan agar bisa tau rute masuk ke markas utama musuhnya. Ridwan tau dan sadar betul jika melawan puluhan preman seorang diri itu tidak mungkin. "Zahraaa! Mas disini! Kamu tenang ya disebelah!" teriak Ridwan berusaha menenangkan istrinya. Walaupun Ridwan tak yakin Zahra mendengarnya, setidaknya Ridwan sudah berusaha. Kemudian Feron terkekeh mendengar teriakan Ridwan, "Kamu ini lucu sekali, Ridwan! Ruangan ini tentu saja kedap suara!" "Setidaknya aku berusaha sekuat tenagaku," jawab Ridwan ketus. Ridwan mulai mengatur nafasnya dan mencoba mencerna keinginan Feron menculik Zahra. "Sebenarnya apa maumu