Karena tanpa Ridwan sadari, Ridwan meremas tangan Zahra hingga memerah.
"Tidak apa! Jangan panik!" lirih Zahra.Sedangkan Papa Ameer dan Mama Sofiya menatap Ridwan dengan tajam karena menyakiti menantunya.Ridwan tidak menggubris tatapan itu, justru Ridwan menciumi Zahra di balik cadarnya, "Maaf istri cantikku!"Zahra mengangguk.Kemudian mata Ridwan menatap Feron dengan tajam."Woy, kenapa matamu seperti mau lepas melihatku, Ridwan!" canda Feron.Ridwan menyeringai malas, "Tentu saja, Untuk orang yang mau merebut istriku, tidak perlu berbaik hati!"Feron kemudian terkekeh dan duduk di Sofa mendekati Mama Sofiya."Tante! Anak tante menyebalkan!" canda Feron santai.Mama Sofiya terkekeh, "Biasa, Bucin! Sana kamu menikah biar tau rasanya!"Feron kemudian menyandarkan kepalanya di sofa sambil tertawa."Tante tau kan, Feron hanya tergoda dengan Zahra! Feron mau menikahFeron terus memacu tubuh wanita di depannya tanpa ampun sambil terus meneriaki nama Zahra. Laki-laki yang tidak mempercayai cinta dan rumah tangga itu, kini sangat ingin membangun rumah tangga dengan Zahra. Istri dari teman kecilnya. "Ahhh, Ra! Nikmati, Sayang! Menikahlah denganku!" racau Feron. Sedang wanita dibawahnya itu sudah tak berbentuk, merintih, memelas karena Feron melakukannya dengan brutal. "Ayo, menikah denganku, Sayang!" racaunya. Hingga Feron mempercepat gerakannnya. "Arghhhhhhh, Zahraku!" erang Feron di puncak pepelasannya. Setelah itu menarik begitu saja adeknya dan pergi menuju kamar mandi untuk berendam.Meninggalkan wanita itu dengan kondisi mengenaskan, tidak ada kata indah saling memuja dan tidak ada ciuman after sex. Sedangkan wanita itu menatap nanar Feron yang masuk ke dalam kamar mandi dengan mencengkeram erat selimut di sampingnya. Perempuan mana ya
Ridwan yang mengetahui Zahra sudah mencapai puncaknya pun berhenti dan malah menghirup aroma kesegaran itu. Membiarkan Zahra menghimpit lehernya. Hingga akhirnya Ridwan merasakan paha Zahra melemah dan dia muncul dengan tersenyum. Sedang Zahra tersipu malu karena ulahnya sendiri. Ridwan kemudian mendekat dan mencium Zahra dengan lembut, melumat dan menyesap bibir yang sangat dia rindukan. Dan Ridwan langsung memposisikan posisi ternyaman untuk melakukan pergerakan konstannya. Dan siang itu dua insan itu bergumul dalam kehangatan berbalut kerinduan yang membuncah. Gairah yang dibalut dengan cinta dan kerinduan membuat dua insan itu melebur dalam ketinggian. "Arghhh, Ra!""Arghhhh, Mas Ridwan!" pekikan dan erangan dua insan saling meneriaki nama lawan pergumulan mereka. Seolah mereka menumpahkan seluruh hasrat yang tersisa. Ridwan memeluk tubuh Zahra yang berkeringat
Ridwan yang masih menghajar beberapa preman itu tidak menyadari istrinya telah dilumpuhkan. Brumm! Hingga Ridwan yang juga mulai kuwalahan dengan beberapa preman itu mendengar suara kasar pedal gass mobil. Mereka semua menoleh termasuk Ridwan dan Ridwan terkejut mendapati istrinya dibawa oleh mobil itu. Dan itu menjadi kesempatan untuk para preman itu dan memukul tengkuk Ridwan dengan keras. Bruk! Ridwan yang lengah tersungkur dan pingsan di jalan. Kemudian para preman itu pergi meninggalkan Ridwan seorang diri. Sedangkan Papa Ameer yang tengah duduk di sofa, merasakan jamnya bergetar. Iya, Jam yang terhubung dengan Ridwan untuk megantisipasi sesuatu. "Mah, Papa pergi!" serunya kemudian berdiri dan berlari.Mama Sofiya hanya mengangguk dan melihat suaminya berlari sudah paham jika ada masalah penting. Papa Ameer mengendarai mobilnya dengan cepat sambil menelpon anak
Dan terjadi lagi, semua kejadian itu, suara itu, dan racauan laki-laki itu menggema di depan baby Arey. Hal yang semua orang tua waras hindari kini malah dilakukan di hadapan bayi kecil tak berdosa itu. Dan Baby Arey kenyang Delena menahan ringisan dari perilaku biadab laki-laki dibelakangnya. Hingga Clara masuk dan mengambil baby Arey yang selesai meminum ASI nya. Meninggalkan Delena yang terkapar. Setelah mereka selesai bermain, laki-laki itu pergi karena memiliki sesuatu yang penting. *****Papa Ameer saat ini masuk ke dalam UGD dan melihat putranya masih tak sadarkan diri. Melihat wajah tampan putranya yang berubah menjadi merah dan ungu. Mengusap pelan wajah itu, "Ayo bangun, Nak! Istrimu dalam bahaya! Ayo kita hukum mereka berdua bersama-sama!" Tak lama Ridwan mulai menunjukkan tanda-tanda membuka mata. Papa Ameer kemudian mendekat, "Kamu sudah bangun?" R
Ferom terkejut melihat Ridwan membuka matanya. "Kau memang masih luar biasa seperti dulu, Ridwan! Aku tidak menyangka melihat lukamu yang parah dan kamu masih bisa mengelabuhi musuhmu!" jawab Feron. Feron kemudian duduk di kursinya sambil menyulut rokok di tangannya. Yah, Ridwan pura-pura pingsan agar bisa tau rute masuk ke markas utama musuhnya. Ridwan tau dan sadar betul jika melawan puluhan preman seorang diri itu tidak mungkin. "Zahraaa! Mas disini! Kamu tenang ya disebelah!" teriak Ridwan berusaha menenangkan istrinya. Walaupun Ridwan tak yakin Zahra mendengarnya, setidaknya Ridwan sudah berusaha. Kemudian Feron terkekeh mendengar teriakan Ridwan, "Kamu ini lucu sekali, Ridwan! Ruangan ini tentu saja kedap suara!" "Setidaknya aku berusaha sekuat tenagaku," jawab Ridwan ketus. Ridwan mulai mengatur nafasnya dan mencoba mencerna keinginan Feron menculik Zahra. "Sebenarnya apa maumu
Pekikan Ridwan terdengar nyaring di telinga Zahra, Feron dan Lidya, bersamaan dengan Ridwan yang tumbang. "Mas!" pekik Zahra duduk sambil memegang suaminya. "Ayo, Mas bisa! Kita harus bergegas!" kata Ridwan. Ridwan yang terkena tembakan di lengan mulai menggerakkan tangannya untuk memastikan tangannya patah atau hanya cidera peluru. Feron menatap ke depan. "Stop sampai di sini! Jangan menyakiti banyak orang lagi, Del!" kata Feron. Delena menyeringai sambil melipat tangannya di depan seperti tengah meremehkan orang yang ada di depannya. "Hahahah, Kamu lucu, Feron! Bukankah kamu menginginkan Zahra?" jawab Delena sambil terkekeh. "Iya, kemudian aku sadar jika itu tidak mungkin! Mari kita sadar, Del!" jawab Feron mulai mendekat. "Karena jalang itu!" pekik Delena sambil menunjuk Lidya. Feron memejamkan matanya meredam marah karena wanita miliknya dikatakan jalang oleh orang lain.
"Papa durhaka!" jawab Feron tak kalah ketusnya."Jaga mulutmu, Anak tak tau diri!" kesal laki-laki itu karena melihat markasnya sudah diringkus oleh polisi. "Papah yang gak tau diri, udah tua masih saja suka lubang daun muda sampai menghalalkan segala cara! Kasihan Ibu Tasha!" pekik Feron. "Tau apa kamu, Diam! Mamamu tidak becus mendidikmu!" pekik Laki-laki itu.Feron meradang saat Mamanya dihina dan itu membuat perdebatan semakin panjang dan sakit hati semakin dalam dihati Feron. Sedangkan Delena, Lidya, Zahra, Ridwan hanya diam di mobil yang melaju kencang itu. Ridwan mendudukkan Zahra dengan aman dan memeluknya. "Ada yang sakit, tidak?" bisik Ridwan pada Zahra ditengah perdebatan dua orang itu. Zahra menggeleng karena memang tak merasakan sakit. "Papa sudah berhasil meringkus mereka, percayalah kita akan selamat setelah ini!" bisik Ridwan lagi. Zahra mengangguk untuk kesekian kalinya
Tembakan Papa Ameer mengenai betis Emir. "Aaarrkkhhhhh!" teriakan Emir menggema di ruangan itu. Papa Ameer dan para anak buahnya sudah benar-benar melumpuhkan semua sinyal. Dan meringkus beberapa markas di Sozopol, Ankara dan banyak lagi. Polisi gabungan telah meringkus ratusan anak buah dan juga beberapa Ton narkoba dan ribuan perempuan yang berada dalam kapal penjualan. Semua sinyal yang ada di rumah Emir telah lumpuh sehingga Emir tak mendengar kabar apapun dari anak buahnya.Papa Ameer datang seorang diri karena dia ingin menghukum mantan sahabatnya itu seorang diri. "Tangkap wanita gila dan laki-laki iblis itu!" titah Papa Ameer sambil berjongkok didepan menantunya. Menyobek kemeja miliknya dan dia talikan sebagai pengganti cadar untuk sang menantu."Maafkan Papa datang terlambat, Nak!" lirih Papa Ameer. Zahra mengangguk sambil melelehkan air matanya menjawab perkataan Pa