Home / Pernikahan / Nikahi Mamaku, Om! / Om Datang untuk Makan Malam?

Share

Om Datang untuk Makan Malam?

Author: Jamilah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Om Arshaka datang kesini untuk makan malam?"

Namun sebelum itu terjawab, Wilona sudah menarik lengan sang anak lebih dulu. “Mendekat ke mama, Arjuna.”

Arjuna langsung menurut. Sementara di hadapan mereka, Arshaka menatap dengan mata ragu, seolah tengah mengingat siapa anak yang menyapanya dengan akrab barusan.

Saat pria itu masih mencoba menebak, Wilona sudah lebih dulu menyela. Ia bertanya, “Di mana kamu bertemu dengan pria ini, Arjuna?”

“Maksud Mama Om Arshaka?” Arjuna menoleh. Melihat sang ibu mengangguk, anak kecil itu melanjutkan, “Mama ingat om-om yang sedih hari itu di taman? Yang aku tolong itu~”

Sang ibu tampak berpikir. 

Arjuna kemudian melanjutkan, “Itu Om Arshaka, Ma. Dan Mama bilang aku boleh mengundangnya makan malam. Tapi aku tidak tahu kalau Om datang sekarang.”

Mengingat hal tersebut, Wilona membeku. Ia ingat anaknya menceritakan tentang lelaki yang menangis di taman beberapa waktu lalu dan benar Wilona mengatakan untuk mengundang pria itu ke rumah.

Namun … ternyata itu adalah si rentenir!? Apakah masuk akal?

Sepertinya bukan hanya Wilona saja yang ingat, sebab di detik berikutnya Arshaka juga terlihat menganga dengan alis terangkat. 

“Ah,” gumam pria itu. “Kau bocah waktu itu.”

Dahi Arjuna mengerut mendengarnya. “Namaku Arjuna, Om. Bukan bocah itu,” ucapnya sedikit cemberut.

Arshaka mengangguk. “Arjuna,” ucapnya. “Jadi, dia mamamu?”

“Em! Ini mamaku yang Om bilang masakannya sangat enak!” Arjuna tampak riang. “Om datang kesini untuk makan malam bersama kami, kan?”

Sesaat Arshaka tak langsung menjawab. Ia beralih menatap wanita yang terlihat mendelik seolah-olah berkata ‘jangan macam-macam’ padanya.

Arshaka tersenyum miring. Seakan menantang, pria itu tersenyum dan kembali menatap putra Wilona dan berkata, “Benar. Om datang ke sini untuk makan malam.”

Saat itu juga, bibir Wilona menganga.. 

“T-tunggu—”

“Yay! Om Arshaka akan makan malam di sini!” Tak menunggu persetujuan sang ibu, Arjuna langsung berlari masuk kegirangan.

Sementara masih di tempat yang sama, Arshaka mendekati Wilona. 

Pria itu berbisik, “Anggap saja aku sedang berbaik hati. Jadi masaklah yang enak dan aku akan mempertimbangkan potongan untuk bunga hutangmu.” Ia tersenyum, lalu bergegas menyusul bocah yang sudah lebih dulu masuk. “Hei, Bocah! Apa yang akan kita makan malam ini?”

Wilona terdiam menatap udara dengan linglung. Adakah kesialan yang lebih parah dari memberi makan rentenir yang hampir mengambil rumah mereka?

Hanya dalam waktu kurang dari satu hari, dunia berasa terbalik bagi Wilona.

Kemudian setelah perapian mulai padam, di sinilah mereka sekarang. Saling berhadapan di depan meja makan yang sudah penuh dengan beberapa hidangan.

“Mama malam ini masak banyak banget,” ucap Arjuna yang terlihat sangat ingin menyantap ayam goreng di depannya.

Wilona tersenyum dan mengangguk. “Cuci tanganmu lebih dulu.”

“Oke, Ma.” Arjuna turun dari kursi dan bergegas ke belakang untuk mencuci tangan.

Sedangkan di hadapan Arshaka, ekspresi Wilona mendadak berubah. Ia menatap tajam dan kesal.

“Aku memasak semua ini tidak gratis. Jadi pegang ucapanmu dan potong bunga utang pria keparat itu,” ujar wanita itu dengan tegas.

Alis Arshaka terangkat. Pandangannya mengedar pada hidangan yang terlihat sangat lezat. Barulah setelah beberapa saat ia beralih memandang Wilona seraya mengangguk. “Sudah kubilang akan aku pertimbangkan jika rasanya enak.”

“Ck!” Bola mata Wilona berputar, seolah-olah perkataan Arshaka tidak ada yang bisa dipegang.

Namun saat wanita itu baru mau membalas ucapan Arshaka, Arjuna sudah lebih dulu datang setelah selesai mencuci tangan.

“Sekarang boleh aku makan?” tanya anak itu dengan polos.

Lagi-lagi raut wajah judes Wilona seketika berubah. Ia menatap sang anak dengan lembut. 

“Makan, Sayang. Makan yang banyak, habiskan kalau bisa. Om Arshaka bisa mengalah. Iya, kan?” Ia sengaja menekan kata terakhir sembari mendelik ke arah Arshaka.

“Tidak boleh begitu, Ma.” Sayangnya Arjuna tak bisa diajak bekerja sama. “Kata Mama kita harus bersikap baik ke tamu. Mama lupa, ya?”

Mata Wilona melebar. “Mama pernah bilang begitu?” ucapnya mengelak.

Arjuna langsung mengiyakan, “Emm! Jadi, aku akan memberikan makanan yang banyak ke Om Arshaka.” Lalu ia mengambil ayam goreng dan meletakkan ke atas piring pria di depannya.

Sontak bibir Wilona menganga mendengar ucapan anaknya. Ia tidak percaya akan langsung diulti seperti ini.

Sementara di hadapan mereka, hidung Arshaka melebar, berusaha keras agar tidak tertawa. Melihat sikap kekanak-kanakkan Wilona cukup menyenangkan ternyata.

“Buat Om,” ucap Arjuna.

“Terima kasih, Bocah.” Arshaka menerima dengan senang ayam pemberian anak itu. Di detik berikutnya ia kembali menatap Wilona. Dengan senyum mengejek, ia berkata, “Kau tidak mau makan?”

Terlanjur kesal, Wilona enggan menjawab. Ia langsung mengambil nasi dan lauk tanpa peduli dengan perkataan pria di sana.

Tak lama setelah itu, mereka akhirnya mengawali makan malam dengan tenang.

Aroma sedap mengepul memenuhi udara. Potongan ayam berbalut kecap terlihat begitu menarik, mie goreng dengan irisan bawang di atasnya juga menggugah selera. Jangan lupakan padatnya isian sup begitu mereka mengaduknya.

Benar-benar membuat Arshaka menelan ludah, tak sabar ingin menyantap semua hidangan yang ada.

Dengan jakun yang sudah naik-turun, satu suapan pertama akhirnya masuk ke dalam mulut pria itu. Hanya butuh waktu satu detik untuk membuat bibirnya berhenti mengunyah seketika. “Wah! Apa ini?” Mata Arshaka terbelalak.

Dahi Wilona mengerut. Akan tetapi, sebenarnya di dalam hati ia sangat ingin mendengar komentar Arshaka tentang masakannya secara langsung.

“Wah, aku tidak percaya.” Masih dengan ekspresi tak percaya, Arshaka kembali berucap, “apa yang kamu masukkan ke dalam sup ini?”

Kalimat barusan berhasil membuat alis Wilona menyatu. Sedangkan di samping wanita itu, Arjuna langsung mengorek sup miliknya, mencari sesuatu.

“Ini enak sekali!” ucap Arshaka setelahnya, “sudah sangat lama lidahku tidak merasa terpuaskan seperti sekarang.”

Arjuna menoleh. “Apa itu berarti Om suka dengan masakan mamaku?”

Tanpa ragu Arshaka mengangguk. “Tentu saja. Om sangat menyukainya. Kamu sangat beruntung bisa makan seperti ini setiap hari, Bocah.”

“Hihi ….” Arjuna terkekeh kecil. “Aku juga menyukainya. Masakan mama adalah yang paling enak di dunia.”

“Em, em. Kamu benar.”

Mendengar percakapan putranya dan Arshaka, wajah Wilona mendadak terasa panas. Itu adalah respon terbaik yang pernah ia dengar tentang masakannya. Tanpa sadar, bibirnya melengkung ke atas. Tetapi di detik selanjutnya kembali ditarik turun, ia tidak boleh tersenyum.

“Ekhem.” Wilona sedikit salah tingkah. “Kalian makan saja, jangan banyak komentar.” Padahal dalam hati, wanita ini bersorak kegirangan.

Terlanjur disihir oleh rasa masakan Wilona, Arshaka langsung menurut, makan malam berakhir dengan tenang.

Ketika hampir semua hidangan hanya menyisakan piring kotor, bulan semakin menaiki langit.

“Ah, aku kenyang sekali malam ini,” ujar Arshaka seraya mengelus perutnya yang membuncit.

Wilona hanya menatap dengan wajah datar. Ia sedang sibuk membereskan sisa piring kotor, tapi pria itu justru bersantai sambil berpuas diri.

“Oh, benar.” Arshaka tiba-tiba teringat sesuatu. Tak lama ia kembali berkata, “Masakanmu aku approved! Jadi sesuai perjanjian, aku akan memotong bunga hutang kalian.”

Itu adalah kalimat yang Wilona tunggu-tunggu. Benar, ia harus memanfaatkan semua kesempatan.

“Berapa yang akan kamu potong?”

Arshaka terlihat berpikir sejenak. “Mmm … bagaimana kalau 20% dari sisa bunga setiap kali aku makan.”

“Hanya 20%?” Wilona mendelik tak terima.

“Loh, apa kamu tahu berapa sisa bunga hutang mantan suamimu? 20% itu banyak. Aku sudah sangat berbaik hati padamu.”

Sesaat Wilona terdiam menimbang. Namun setelah dipikir-pikir, 20% itu lumayan daripada tidak sama sekali.

Akhirnya dengan setengah hati ia mengangguk setuju. “Baiklah. Ingat untuk memotongnya setiap kali kamu makan.”

Deal!”

Kemudian, kesepakatan besar kembali terjalin.

Arshaka berjalan ke arah pintu ditemani oleh Arjuna. Seperti sudah paham, bocah itu mendongak seraya melebarkan pintu.

“Kapan-kapan mampir untuk makan malam lagi, Om,” ucap Arjuna.

Anggukan diberikan. “Siap. Bilang ke mamamu untuk masak daging yang kayak waktu itu,” bisik Arshaka, takut Wilona mendengar.

Seperti teman, Arjuna langsung setuju. Ia juga mendekatkan bibir ke telinga Arshaka untuk berbisik, “Aku akan meminta mama memasak yang lebih enak lain kali.”

Puas dengan jawaban anak itu, Arshaka mengacungkan dua jempol. “Kalau begitu om pergi dulu.”

“Dadah, Om Arshaka. Hati-hati di jalan.”

Sementara di belakang pencucian, Wilona berkali-kali menghela. Entah karena gerabah kotor yang lebih banyak dari biasanya, atau karena bahan makanan di dalam kulkas kosong sudah habis hanya untuk satu kali makan.

Tetapi yang jelas, ia masih syok dengan kejadian tadi siang. Fakta bahwa mantan suaminya meninggalkan hutang yang sangat besar tidak bisa diterima begitu saja.

“Awas kalau aku ketemu dengan pria brengsek itu,” ucapnya seraya meremas spons dengan geram.

Lalu sekarang, ia juga harus berurusan dengan rentenir seperti Arshaka untuk melunasi hutang. Memasak untuk pria itu? Mau tidak mau harus dilakukan.

Yah, nasib kadang berlaku tidak adil.

Related chapters

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sihir Masakan Wilona

    Sudah empat hari berlalu sejak malam itu, dan Arshaka masih belum mampir ke tempat Wilona lagi untuk makan malam. “Bukannya aku berharap lintah itu datang. Hanya saja, bukankah akan lebih baik jika dia sering makan dan memotong sisa bunganya?” keluh Wilona di tengah waktu senggang menjaga rumah makan. Beberapa hari ini pelanggan cukup sepi, padahal ia harus bekerja keras untuk melunasi hutang. “Hah ….” Ia hanya bisa menghela. Lagipula tidak ada yang bisa dilakukan sekarang. Ketika Wilona masih sibuk menghitung sisa hutang dan cara melunasinya, seseorang terlihat datang untuk makan. Suara langkah kaki yang berjalan mendekati pintu masuk membuat mata Wilona melebar senang. Setelah hampir dua jam tak ada pelanggan, itu membuatnya sedikit lega. Wanita itu segera bangkit dan bersiap menyapa. “Selamat datang. Ap—” Namun, nada semangat Wilona mendadak berubah jutek saat melihat yang masuk adalah Arshaka. “Mau apa ke sini?” “Mau makan, lah. Memang ada layanan apalagi selain rumah makan

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

Latest chapter

  • Nikahi Mamaku, Om!   Anda Bisa Memakai Perempuan Ini

    “Bos!” Empat pria langsung menunduk menyambut kedatangan bos mereka.Arshaka melirik sekilas. “Di mana?” tanyanya dengan ekspresi datar, tapi setiap katanya penuh penekanan.“Mereka membawanya masuk.”Tanpa basa-basi, Arshaka langsung berjalan masuk dengan postur tegas. Dada bidang yang tidak sengaja dibusungkan terlihat jelas. Tangan yang mengepal juga menambah kesan garang dari wajah bos besar Grup Gamala –yang paling disegani di kota itu.Melihatnya berjalan mendekati pintu masuk, beberapa lelaki di sana terlihat saling melirik sambil berbisik-bisik. Seakan mempertanyakan kenapa Grup Gamala langsung mengirimkan bos besar mereka.“Aku ingin bertemu dengan bos kalian,” ucap Arshaka sebagai sapaan.Lelaki di depan pintu bergeming. Kebimbangan tampak jelas di wajah mereka.“Bos kalian mengundangku datang. Apa aku perlu menelponnya untuk kalian?”“Maaf. Tapi kami perlu—”“Apa kalian tidak percaya?” Suara Arshaka meninggi, membuat beberapa lelaki yang sedang menghadapinya sedikit mengker

  • Nikahi Mamaku, Om!   Apa yang Terjadi pada Wilona?

    “Mpphh! Mpphh!”Kedua mata Wilona mendelik, selain panik dia juga terkejut dengan kain yang membekap mulut tiba-tiba. Tidak perlu ditanya siapa pelakunya, sudah jelas pria brengsek di belakang –mantan suaminya.Wanita itu melirik ke belakang, mengutuk Randi lewat tatapan. Sayangnya, kalimat ‘sialan kau!’ dan ‘lepaskan aku!’ tidak bisa keluar dengan baik.“Tenanglah, Wilona,” ucap Randi sambil menahan tubuh sang mantan istri yang terus bergerak. “Cuma sekali ini saja, tolong bantu aku, ya.”Bajingan! Persetan dengan suami dan ayah yang baik, Randi benar-benar sudah menjadi iblis sekarang. Siapa orang gila yang akan meminta bantuan sambil membekap mulut orang lain seperti itu?Wilona belum menyerah. Jika dia tidak bisa melepas kain yang menekan mulut dan hidungnya, setidaknya ia bisa berusaha menggerakkan siku untuk menyerang pria keparat itu.Dhuak! Sepertinya berhasil. Wilona bisa merasakan bekapan di mulutnya mengendur sedikit. Jika dia melakukannya berulang, mungkin saja ia bisa mel

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

DMCA.com Protection Status