Beranda / Pernikahan / Nikahi Mamaku, Om! / Terjerat Utang Mantan Suami

Share

Nikahi Mamaku, Om!
Nikahi Mamaku, Om!
Penulis: Jamilah

Terjerat Utang Mantan Suami

Penulis: Jamilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 "Tunggu! Kalian pikir apa yang kalian lakukan di rumahku?" pekik Wilona sembari berusaha menghalang-halangi empat pria yang terus sibuk mengambil barang-barang di rumahnya.

"Kami hanya melakukan pekerjaan. Jadi tolong menyingkirlah sebelum Anda terluka."

"Tidak!" Wilona masih berusaha menghalangi. Kedua tangan merentang, kaki bergerak sesuai dengan perpindahan pria di hadapannya. "Kau pikir bisa mengambil barang-barang di sini? Semuanya milikku! Aku yang membelinya."

Salah seorang pria di sana menghela napas kesal, merasakan kesabarannya hampir habis karena ulah Wilona. Pria itu kemudian menunjukkan selembar kertas pada Wilona. “Baca ini.”

“Apa ini?” Wilona mengernyit, tapi ia mengambil kertas itu dan melihat tulisan di sana sepintas. Lalu, dengan nada marah, ia kembali menatap pria di hadapannya. “Kalian mencoba menipuku ya? Tidak bisa!”

"Mohon periksa dengan saksama, lalu Anda akan mengerti."

Wilona kembali menekuri kertas di tangan, membaca kertas yang dibubuhi tanda tangan lengkap dan disertai materai itu selama beberapa saat.

Seketika, kedua mata wanita itu terbelalak, padahal ia baru membaca setengahnya. 

"Apa maksudnya ini? Aku tidak pernah menandatangani perjanjian ini!”  ucap Wilona. “Kalian pergi dari rumahku sekarang."

Ia tidak melihat nama yang bertanda tangan di bawah.

Sementara itu, pria di depan Wilona masih mencoba menahan kesabaran, meskipun matanya sudah mendelik dengan urat leher terlihat.

"Suami Anda berhutang pada kami dan menjadikan rumah ini sebagai jaminan.” Pada akhirnya, ia menjelaskan. Wanita di hadapannya ini benar-benar menyusahkan! “Lalu sekarang sudah tiga kali melewatkan pembayaran. Bukankah sudah jelas kami harus menyita rumah ini?"

Mendengar itu, mata lebar Wilona semakin membesar. 

“Suami?” beonya. Wilona kembali membaca surat perjanjian di tangannya. Betapa terkejutnya ia saat mendapati nama mantan suaminya di sana.

Wilona mendongak. "Dia bukan lagi suamiku!” katanya. “Aku tidak ada urusan lagi dengannya dan aku tidak akan membiarkan kalian bertindak seenaknya di rumahku!"

Pria di hadapan Wilona menarik napas dalam. Tidak menjawab, justru memberikan instruksi pada yang lain untuk terus bergerak.

Tak terima, Wilona kembali mencegah. "Berhenti! Siapa bosnya di sini? Sudah kubilang ini tidak ada hubungannya denganku! Lelaki itu yang berutang, kenapa rumahku yang kalian rampok?"

Malang sekali, ucapan dan teriakan wanita itu sama sekali tidak dipedulikan. Dengan cepat, satu persatu barang mulai dikeluarkan. Sofa, televisi, bahkan vas kecil di sudut ruangan satu persatu mulai berpindah tangan.

"Aku bilang berhenti!"

Wilona menarik kursi kecil yang biasa diduduki oleh putranya. Dengan sekuat tenaga mencegah kursi agar tidak dikeluarkan. Namun sayang, tenaganya tidak sebanding dengan pria yang dengan mudah menarik kursi beserta Wilona.

"Berhenti atau aku akan—ah!"

Tiba-tiba seorang pria lain muncul di ambang pintu. Rupanya tanpa sengaja Wilona menabrak dada bidang kekar pria itu.

"Kenapa kalian lama sekali? Bukankah aku sudah menyuruh membawa semuanya?" ucap pria yang baru datang, sama sekali tidak peduli dengan wanita yang ditabraknya.  Penampilannya tampak gagah dan mengintimidasi. Sepertinya ia adalah bos dari para lelaki yang sedang mengobrak-abrik rumah Wilona.

Sementara itu, melihat bosnya datang, pria yang tadi memimpin segera mendekat. Menunduk sopan sembari melapor, "Kami sedang mengeluarkan semuanya, Bos."

"Bagus. Kalau bisa hari ini rumah ini akan dibongkar."

Mendengar itu, kedua mata Wilona semakin membulat. 

"Kamu bosnya?" tanya Wilona seraya menatap pria yang baru saja datang itu. Wajahnya mendongak, berusaha memberikan tatapan tajam pada pria di hadapan. "Bagus. Kalau begitu aku akan menyelesaikan urusan ini sekarang."

Seolah baru sadar dengan keberadaan Wilona, pria yang baru tiba segera menoleh. 

Tatapannya seperti bertanya, “Apa lagi sekarang?”

"Bilang pada anak buahmu untuk segera mengembalikan barang-barang milikku ke tempatnya. Atau aku akan melaporkan kalian ke polisi!"

Bukannya takut mendengar ancaman, pria gagah di sana justru tersenyum meremehkan. Dagunya yang terangkat dan memberikan kesan angkuh akhirnya diturunkan agar ia bisa menatap Wilona yang jauh lebih pendek.

Namun, hal itu entah kenapa malah terlihat semakin menyebalkan.

"Atas tuduhan apa kamu akan melaporkanku? Perjanjian antara aku dan suamimu sah.” Pria itu tersenyum miring. “Kecuali jika kamu bersedia membayar lunas hutangnya. Dengan demikian,  aku tidak akan menyentuh apa pun di sini."

Dada Wilona naik turun. Ia merasa semakin marah. 

Mantan suami keparat! Bisa-bisanya ia menjadikan rumah Wilona sebagai jaminan.

Namun, Wilona tidak punya waktu untuk sekadar mengumpat. Ia harus segera memilih. Tidak mungkin ia membiarkan dirinya dan putra kesayangannya diusir ke jalanan.

"Berapa yang harus aku bayar?" Akhirnya Wilona menyerah. Ia memilih mempertahankan rumah walau harus membayar hutang yang tidak pernah ia lakukan.

Mendengar pertanyaan penuh percaya diri dari Wilona, satu alis pria itu diangkat. "Kamu yakin? Baiklah. Lihat ini, karena suamimu—"

"Dia bukan lagi suamiku!"

"Astaga. Wanita yang merepotkan," gumam pria itu. Namun, ia masih mencoba menahan diri. "Baiklah. Karena mantan suamimu sudah terlambat membayar sebanyak tiga kali, maka aku juga harus menghitung bunga. Jadi setelah ditotal, dalam sebulan kamu harus membayar sebanyak Rp12.255.000,-."

Wilona mengambil kertas berisi detail utang mantan suaminya. Kepercayaan diri yang tadi masih tinggi kini perlahan tenggelam seperti didorong ke dasar laut. Ia tidak percaya dengan nominal yang sangat banyak.

"Kenapa bunganya besar sekali? Kalian rentenir?" tanya Wilona dengan mata mendelik.

Dengan ekspresi datar, pria di hadapannya mengangguk. "Memang. Dan apa yang aku lakukan memang sudah menjadi kesepakatan di awal."

Tak bisa lagi membantah, Wilona hanya bisa terdiam beberapa saat. Ia bimbang, tak mungkin ia sanggup membayar sebanyak itu setiap bulan. 

Kalaupun bisa, dapat dipastikan mereka akan makan dan minum udara untuk ke depannya.

"Tidak bisa?” Pria itu bertanya dengan nada meremehkan. Kemudian, pada anak buahnya, ia menambahkan, “Bawa semuanya keluar!"

"Tunggu!" Tanpa sadar, tangan Wilona meraih ujung jas yang dikenakan pria di hadapannya. Dengan suara bergetar, wanita ini akhirnya melanjutkan. "A-aku akan membayarnya."

"Ha? Kamu bilang apa?"

Wilona mengepalkan tangannya. "Aku bilang aku akan membayarnya! Apa sekarang telingamu ikut bermasalah?"

Bukannya marah, pria di sana justru terkekeh. "Yakin?" Ia tidak percaya, tapi saat melihat keyakinan di mata Wilona, akhirnya ia memutuskan untuk mengalah.

Helaan napas keluar sebelum akhirnya berujar, "Baiklah. Kali ini aku akan berbaik hati. Tapi jika bulan depan kau tidak bisa membayar, aku tidak akan lagi berkompromi. Mengerti?"

Wilona tak menjawab, diamnya sudah dianggap menjadi persetujuan meski dengan hati yang tidak terima.

Setelahnya, pria itu menyuruh anak buahnya mengembalikan barang-barang ke dalam rumah. Ia juga menyerahkan sebuah kartu nama pada Wilona.

"Ini kartu namaku. Kamu bisa menghubungiku saat uangnya sudah ada, atau jika kamu ingin berubah pikiran," ucap pria itu dengan wajah menyebalkan.

Tak lama setelah mengatakan itu, pria di hadapan Wilona berbalik. "Sudah cukup untuk hari ini,” katanya. “Mari kita pulang dan kembali lagi bulan depan."

Namun, saat ia baru melangkah satu langkah, tiba-tiba kakinya ditabrak sesuatu.

"Maafkan aku." Seorang bocah laki-laki membungkuk, meminta maaf dengan sopan.

Bos rentenir itu mengernyit, tampak seperti mengenali bocah itu. "Kamu?" gumamnya.

Anak berusia enam tahun itu mendongak. Sepasang mata polosnya membulat saat melihat si bos.

“Om Arshaka!” pekiknya senang, “sedang apa Om di sini? Apa Om datang untuk makan malam?”

Tidak hanya si bos rentenir yang terkejut, melainkan juga anak buahnya. 

Apalagi Wilona.

Om? Makan malam? Kepala Wilona tiba-tiba berputar. 

Sejak kapan putranya kenal dengan rentenir seperti mereka? Lalu, ada apa dengan kedekatan yang ia lihat barusan!?

Bab terkait

  • Nikahi Mamaku, Om!   Om Datang untuk Makan Malam?

    "Om Arshaka datang kesini untuk makan malam?" Namun sebelum itu terjawab, Wilona sudah menarik lengan sang anak lebih dulu. “Mendekat ke mama, Arjuna.” Arjuna langsung menurut. Sementara di hadapan mereka, Arshaka menatap dengan mata ragu, seolah tengah mengingat siapa anak yang menyapanya dengan akrab barusan. Saat pria itu masih mencoba menebak, Wilona sudah lebih dulu menyela. Ia bertanya, “Di mana kamu bertemu dengan pria ini, Arjuna?” “Maksud Mama Om Arshaka?” Arjuna menoleh. Melihat sang ibu mengangguk, anak kecil itu melanjutkan, “Mama ingat om-om yang sedih hari itu di taman? Yang aku tolong itu~” Sang ibu tampak berpikir. Arjuna kemudian melanjutkan, “Itu Om Arshaka, Ma. Dan Mama bilang aku boleh mengundangnya makan malam. Tapi aku tidak tahu kalau Om datang sekarang.” Mengingat hal tersebut, Wilona membeku. Ia ingat anaknya menceritakan tentang lelaki yang menangis di taman beberapa waktu lalu dan benar Wilona mengatakan untuk mengundang pria itu ke rumah. Namun … te

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sihir Masakan Wilona

    Sudah empat hari berlalu sejak malam itu, dan Arshaka masih belum mampir ke tempat Wilona lagi untuk makan malam. “Bukannya aku berharap lintah itu datang. Hanya saja, bukankah akan lebih baik jika dia sering makan dan memotong sisa bunganya?” keluh Wilona di tengah waktu senggang menjaga rumah makan. Beberapa hari ini pelanggan cukup sepi, padahal ia harus bekerja keras untuk melunasi hutang. “Hah ….” Ia hanya bisa menghela. Lagipula tidak ada yang bisa dilakukan sekarang. Ketika Wilona masih sibuk menghitung sisa hutang dan cara melunasinya, seseorang terlihat datang untuk makan. Suara langkah kaki yang berjalan mendekati pintu masuk membuat mata Wilona melebar senang. Setelah hampir dua jam tak ada pelanggan, itu membuatnya sedikit lega. Wanita itu segera bangkit dan bersiap menyapa. “Selamat datang. Ap—” Namun, nada semangat Wilona mendadak berubah jutek saat melihat yang masuk adalah Arshaka. “Mau apa ke sini?” “Mau makan, lah. Memang ada layanan apalagi selain rumah makan

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

Bab terbaru

  • Nikahi Mamaku, Om!   Anda Bisa Memakai Perempuan Ini

    “Bos!” Empat pria langsung menunduk menyambut kedatangan bos mereka.Arshaka melirik sekilas. “Di mana?” tanyanya dengan ekspresi datar, tapi setiap katanya penuh penekanan.“Mereka membawanya masuk.”Tanpa basa-basi, Arshaka langsung berjalan masuk dengan postur tegas. Dada bidang yang tidak sengaja dibusungkan terlihat jelas. Tangan yang mengepal juga menambah kesan garang dari wajah bos besar Grup Gamala –yang paling disegani di kota itu.Melihatnya berjalan mendekati pintu masuk, beberapa lelaki di sana terlihat saling melirik sambil berbisik-bisik. Seakan mempertanyakan kenapa Grup Gamala langsung mengirimkan bos besar mereka.“Aku ingin bertemu dengan bos kalian,” ucap Arshaka sebagai sapaan.Lelaki di depan pintu bergeming. Kebimbangan tampak jelas di wajah mereka.“Bos kalian mengundangku datang. Apa aku perlu menelponnya untuk kalian?”“Maaf. Tapi kami perlu—”“Apa kalian tidak percaya?” Suara Arshaka meninggi, membuat beberapa lelaki yang sedang menghadapinya sedikit mengker

  • Nikahi Mamaku, Om!   Apa yang Terjadi pada Wilona?

    “Mpphh! Mpphh!”Kedua mata Wilona mendelik, selain panik dia juga terkejut dengan kain yang membekap mulut tiba-tiba. Tidak perlu ditanya siapa pelakunya, sudah jelas pria brengsek di belakang –mantan suaminya.Wanita itu melirik ke belakang, mengutuk Randi lewat tatapan. Sayangnya, kalimat ‘sialan kau!’ dan ‘lepaskan aku!’ tidak bisa keluar dengan baik.“Tenanglah, Wilona,” ucap Randi sambil menahan tubuh sang mantan istri yang terus bergerak. “Cuma sekali ini saja, tolong bantu aku, ya.”Bajingan! Persetan dengan suami dan ayah yang baik, Randi benar-benar sudah menjadi iblis sekarang. Siapa orang gila yang akan meminta bantuan sambil membekap mulut orang lain seperti itu?Wilona belum menyerah. Jika dia tidak bisa melepas kain yang menekan mulut dan hidungnya, setidaknya ia bisa berusaha menggerakkan siku untuk menyerang pria keparat itu.Dhuak! Sepertinya berhasil. Wilona bisa merasakan bekapan di mulutnya mengendur sedikit. Jika dia melakukannya berulang, mungkin saja ia bisa mel

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

DMCA.com Protection Status