Beranda / Pernikahan / Nikahi Mamaku, Om! / Pindah ke Rumah Rentenir

Share

Pindah ke Rumah Rentenir

Penulis: Jamilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu yakin cuma ini?”

Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?

“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”

Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”

Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.

“Jalan, Pras.”

Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.

Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah ini keputusan yang tepat? Akal sehatnya hampir berhenti bekerja setelah rangkaian kemalangan yang terjadi.

Mata wanita itu terpejam cukup lama. Jika ada yang harus disalahkan dengan nasib buruk ini, itu adalah mantan suaminya. Ya, pria brengsek itu!

Kemudian setelah melalui perdebatan panjang dengan ego dan keadaan, di sinilah akhirnya Wilona berada. Berdiri di sebuah rumah mewah beserta sisi penuh dengan penjaga.

Bibir yang menganga menandakan betapa terkejutnya wanita ini menjumpai rumah yang ukurannya puluhan kali lipat dari tempat tinggal miliknya. Sekarang ia benar-benar meratapi dirinya sebagai orang tak punya.

“Rumahmu sudah sebesar ini tapi kau masih menagih hutang dari orang-orang kecil seperti kami?” gumam Wilona dengan pandangan sama sekali tak dialihkan.

Arshaka menyeringai.  “Justru karena kalian aku bisa membangun rumah sebesar ini.”

Sontak Wilona menoleh, matanya menyipit tidak terima. “Lintah tetaplah lintah. Kalian hanya mengenyangkan perut sendiri.”

“Apa kau yakin berbicara seperti itu?”

Dahi Wilona mengerut. “Kenapa?”

Namun Arshaka malah menggeleng. “Tidak ada, lupakan saja. Sekarang kita masuk, kau perlu memasak untukku.”

Meski kesal, Wilona hanya bisa mengiyakan. Tetapi sebelum itu wanita ini berbalik. “Sebentar. Aku akan memindahkan Arjuna.”

Belum sempat wanita itu kembali ke mobil, Arshaka sudah lebih dulu menghentikan. “Biar Pras yang mengurus itu. Aku juga sudah menyuruh orang di rumah untuk menyiapkan kamar kalian,” ucapnya. Lalu ia berbalik pada Pras dan berkata, “Pindahkan anak itu ke kamar mereka.”

Tak banyak kata Pras langsung mengangguk menuruti perintah Arshaka.

Pemandangan baru itu membuat mata Wilona membola. Sejak Arjuna lahir, ia tidak ingat apakah mantan suaminya pernah menggendong anak itu. Tetapi sekarang, lihat. Putranya dipindahkan oleh pria asing yang baru mereka temui beberapa kali.

Bolehkah ia menerima kemudahan ini begitu saja?

“Apakah aku tidak boleh menemani Arjuna tidur?” tanya Wilona.

Sayangnya jawaban sudah jelas, Arshaka menggeleng. “Tidak sebelum kau membuat perutku kenyang.”

Merasa tak berdaya, pada akhirnya Wilona mengiyakan semua perkataan Arshaka. Helaan napas malas yang berkali-kali keluar tidak menghentikannya untuk melangkah menuju dapur.

“Jadi kau ingin aku memasak apa?” tanya Wilona sembari membuka lemari pendingin.

Arshaka yang sudah duduk di meja makan menjawab, “Bebas. Masak saja makanan yang menurutmu aku akan menyukainya.”

Mendengar jawab tak jelas itu, membuat Wilona menyesal telah bertanya. “Yah, setidaknya aku tidak bingung karena bahan-bahan di sini cukup lengkap. Orang kaya memang beda,” ucapnya pelan tapi masih terdengar.

Tak mau membuang waktu, Wilona segera mengeksekusi bahan-bahan yang sudah disiapkan. Ia hanya mengambil untuk satu porsi, tapi ketika daging sedang dipotong, ia tiba-tiba teringat satu hal.

Pisau segera berhenti, Wilona mengangkat wajah menatap Arshaka. “Tunggu, apa aku perlu memasak untuk orang-orang di sini juga?”

Arshaka menggeleng. “Tidak perlu.”

“Lalu kau akan makan sendiri dan membiarkan mereka hanya melihatmu makan?”

“Oh, bukan begitu. Aku sudah menyediakan juru masak sendiri untuk mereka. Jadi kau hanya boleh memasak untukku. Kecuali kalau kau dan anakmu mau ikut makan, kau bisa membuatnya menjadi tiga porsi.”

Wilona terdiam sebentar, tapi setelah dua detik, ia memutuskan untuk tidak peduli dan melanjutkan memasak. Lagipula semua orang di sini sudah dewasa, ia tidak perlu terlalu khawatir dengan makanan mereka.

Keadaan di dapur perlahan menjadi hening. Hanya ada suara gesekan dari wajan dan sudip, atau kepulan asap yang menuai aroma sedap. Wilona terlihat begitu fokus di depan perapian.

Sedangkan di tepi meja makan, Arshaka hampir tak berkedip menatap wanita yang bisa dipastikan kini beraroma bawang. Entah apa yang menarik, Wilona atau masakannya.

Saking fokusnya dengan pemilik rumah makan itu, Arshaka sampai tidak sadar jika anak buahnya sedari tadi menatap tak kalah heran. Bahkan beberapa di antara mereka terkejut dengan bibir menganga lebar.

“Kau percaya dengan penyihir di dunia ini?” bisik salah satu pria kekar yang berdiri di sudut pintu.

Rekan di sampingnya menoleh. “Apa maksudmu?”

“Lihat bos kita, tidak ada yang bisa membuatnya terpaku seperti itu jika bukan penyihir.”

“Jadi maksudmu wanita yang bos bawa adalah seorang penyihir?”

Pria yang sama mengangguk yakin. Padahal jika dilihat, obrolan seperti itu sangat tidak cocok dengan postur dan tampilan mereka.

Hingga tiba-tiba Pras yang berada tak jauh dari sana menyela, “Jaga bicara kalian.”

“Kau tau sesuatu, Pras?”

Pras menggeleng kecil. “Tidak selain wanita itu punya hutang besar sama bos.”

Mata mereka membulat sempurna. “Jadi, maksudmu bos sengaja menawan wanita itu di sini?”

Ketika para pria garang di belakang sedang sibuk bergosip, Wilona sudah menyelesaikan masakannya.

Ia menghidangkan beberapa menu di depan Arshaka. Mulai dari daging yang dimasak hingga empuk, sampai sayuran yang terlihat segar dengan aroma sedap tak tertahankan.

“Wah, kau menyelesaikannya dengan sangat cepat,” ucap Arshaka seraya menyiapkan sendok dan garpu.

“Itu karena kamu terus menatap, makanan-makanan ini jadi cepat matang,” timpal Wilona seraya menuang segelas air untuk Arshaka, sepertinya wanita ini terlalu menikmati peran.

Kedua mata Arshaka menyipit. “Apa karena aku begitu tampan?”

Bola mata Wilona berputar. “Karena kau menyeramkan, makanan-makanan ini takut dan cepat matang,” ujarnya sembari meletakkan gelas di samping piring Arshaka.

Mendengar itu, sudut bibir Arshaka terangkat. Wilona sedang mengejeknya, tapi entah kenapa kalimat yang sampai di telinga pria itu terdengar seperti pujian.

Tak terlalu peduli dengan seringai aneh dari Arshaka, Wilona bergegas kembali, melepas celemek lalu berniat pergi. “Sekarang boleh aku menemui Arjuna?”

Arshaka yang hampir memasukkan nasi ke dalam mulut seketika berhenti. “Kau tidak mau makan bersamaku?”

“Tidak perlu. Aku tidak begitu lapar,” balas Wilona.

“Setidaknya tunggu komentar dariku.”

“Kau bisa mengulasnya besok,” ucap Wilona, ia sudah terlalu lelah untuk berdebat.

Tak mau menahan meski ingin, Arshaka akhirnya mengiyakan dan membiarkan Wilona pergi menuju kamar. 

Lalu satu suapan akhirnya ia makan. Begitu lidah menyentuh kekayaan rasa, kedua mata Arshaka melotot lebar. Ia tahu Wilona pandai memasak, tapi tidak menyangka akan seenak ini.

Belum selesai dengan suapan pertama, Arshaka kembali mengambil menu yang lain. Ia makan dengan lahap seperti perut yang sudah menahan lapar dari tiga hari lalu. Di samping itu, senyum puas tak tanggal dari wajah pria ini.

Melihat bagaimana lahapnya Arshaka makan, anak buah di sana semakin merasa heran. Akan tetapi di antara mereka, ada satu yang merasa seperti dikhianati. Yakni pria yang bertanggung jawab memasak di sana setiap hari.

Sadar dengan kesedihan rekannya, pria dengan bekas luka di punggung tangan merangkul. “Tenang saja, masakanmu tetap yang paling enak bagi kami.”

Pras setuju dan menyambung, “Benar. Itu karena bos tidak akan membiarkan kita mencicipi masakan wanita itu.” Setelah mengatakannya, ia menoleh menatap juru masak sebelumnya. “Jadi masakanmu tetap yang paling enak karena hanya itu yang bisa kita makan.”

Sempat merasa lebih baik, pria yang hatinya sedih semakin terluka dengan ucapan Pras. Namun tidak ada yang peduli, karena prinsip mereka harus berbicara apa adanya meski itu berarti melukai.

Kehidupan baru Wilona dengan para pria berbadan kekar itu akhirnya dimulai.

Bab terkait

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

  • Nikahi Mamaku, Om!   Apa yang Terjadi pada Wilona?

    “Mpphh! Mpphh!”Kedua mata Wilona mendelik, selain panik dia juga terkejut dengan kain yang membekap mulut tiba-tiba. Tidak perlu ditanya siapa pelakunya, sudah jelas pria brengsek di belakang –mantan suaminya.Wanita itu melirik ke belakang, mengutuk Randi lewat tatapan. Sayangnya, kalimat ‘sialan kau!’ dan ‘lepaskan aku!’ tidak bisa keluar dengan baik.“Tenanglah, Wilona,” ucap Randi sambil menahan tubuh sang mantan istri yang terus bergerak. “Cuma sekali ini saja, tolong bantu aku, ya.”Bajingan! Persetan dengan suami dan ayah yang baik, Randi benar-benar sudah menjadi iblis sekarang. Siapa orang gila yang akan meminta bantuan sambil membekap mulut orang lain seperti itu?Wilona belum menyerah. Jika dia tidak bisa melepas kain yang menekan mulut dan hidungnya, setidaknya ia bisa berusaha menggerakkan siku untuk menyerang pria keparat itu.Dhuak! Sepertinya berhasil. Wilona bisa merasakan bekapan di mulutnya mengendur sedikit. Jika dia melakukannya berulang, mungkin saja ia bisa mel

  • Nikahi Mamaku, Om!   Anda Bisa Memakai Perempuan Ini

    “Bos!” Empat pria langsung menunduk menyambut kedatangan bos mereka.Arshaka melirik sekilas. “Di mana?” tanyanya dengan ekspresi datar, tapi setiap katanya penuh penekanan.“Mereka membawanya masuk.”Tanpa basa-basi, Arshaka langsung berjalan masuk dengan postur tegas. Dada bidang yang tidak sengaja dibusungkan terlihat jelas. Tangan yang mengepal juga menambah kesan garang dari wajah bos besar Grup Gamala –yang paling disegani di kota itu.Melihatnya berjalan mendekati pintu masuk, beberapa lelaki di sana terlihat saling melirik sambil berbisik-bisik. Seakan mempertanyakan kenapa Grup Gamala langsung mengirimkan bos besar mereka.“Aku ingin bertemu dengan bos kalian,” ucap Arshaka sebagai sapaan.Lelaki di depan pintu bergeming. Kebimbangan tampak jelas di wajah mereka.“Bos kalian mengundangku datang. Apa aku perlu menelponnya untuk kalian?”“Maaf. Tapi kami perlu—”“Apa kalian tidak percaya?” Suara Arshaka meninggi, membuat beberapa lelaki yang sedang menghadapinya sedikit mengker

  • Nikahi Mamaku, Om!   Terjerat Utang Mantan Suami

    "Tunggu! Kalian pikir apa yang kalian lakukan di rumahku?" pekik Wilona sembari berusaha menghalang-halangi empat pria yang terus sibuk mengambil barang-barang di rumahnya."Kami hanya melakukan pekerjaan. Jadi tolong menyingkirlah sebelum Anda terluka.""Tidak!" Wilona masih berusaha menghalangi. Kedua tangan merentang, kaki bergerak sesuai dengan perpindahan pria di hadapannya. "Kau pikir bisa mengambil barang-barang di sini? Semuanya milikku! Aku yang membelinya."Salah seorang pria di sana menghela napas kesal, merasakan kesabarannya hampir habis karena ulah Wilona. Pria itu kemudian menunjukkan selembar kertas pada Wilona. “Baca ini.”“Apa ini?” Wilona mengernyit, tapi ia mengambil kertas itu dan melihat tulisan di sana sepintas. Lalu, dengan nada marah, ia kembali menatap pria di hadapannya. “Kalian mencoba menipuku ya? Tidak bisa!”"Mohon periksa dengan saksama, lalu Anda akan mengerti."Wilona kembali menekuri kertas di tangan, membaca kertas yang dibubuhi tanda tangan lengka

Bab terbaru

  • Nikahi Mamaku, Om!   Anda Bisa Memakai Perempuan Ini

    “Bos!” Empat pria langsung menunduk menyambut kedatangan bos mereka.Arshaka melirik sekilas. “Di mana?” tanyanya dengan ekspresi datar, tapi setiap katanya penuh penekanan.“Mereka membawanya masuk.”Tanpa basa-basi, Arshaka langsung berjalan masuk dengan postur tegas. Dada bidang yang tidak sengaja dibusungkan terlihat jelas. Tangan yang mengepal juga menambah kesan garang dari wajah bos besar Grup Gamala –yang paling disegani di kota itu.Melihatnya berjalan mendekati pintu masuk, beberapa lelaki di sana terlihat saling melirik sambil berbisik-bisik. Seakan mempertanyakan kenapa Grup Gamala langsung mengirimkan bos besar mereka.“Aku ingin bertemu dengan bos kalian,” ucap Arshaka sebagai sapaan.Lelaki di depan pintu bergeming. Kebimbangan tampak jelas di wajah mereka.“Bos kalian mengundangku datang. Apa aku perlu menelponnya untuk kalian?”“Maaf. Tapi kami perlu—”“Apa kalian tidak percaya?” Suara Arshaka meninggi, membuat beberapa lelaki yang sedang menghadapinya sedikit mengker

  • Nikahi Mamaku, Om!   Apa yang Terjadi pada Wilona?

    “Mpphh! Mpphh!”Kedua mata Wilona mendelik, selain panik dia juga terkejut dengan kain yang membekap mulut tiba-tiba. Tidak perlu ditanya siapa pelakunya, sudah jelas pria brengsek di belakang –mantan suaminya.Wanita itu melirik ke belakang, mengutuk Randi lewat tatapan. Sayangnya, kalimat ‘sialan kau!’ dan ‘lepaskan aku!’ tidak bisa keluar dengan baik.“Tenanglah, Wilona,” ucap Randi sambil menahan tubuh sang mantan istri yang terus bergerak. “Cuma sekali ini saja, tolong bantu aku, ya.”Bajingan! Persetan dengan suami dan ayah yang baik, Randi benar-benar sudah menjadi iblis sekarang. Siapa orang gila yang akan meminta bantuan sambil membekap mulut orang lain seperti itu?Wilona belum menyerah. Jika dia tidak bisa melepas kain yang menekan mulut dan hidungnya, setidaknya ia bisa berusaha menggerakkan siku untuk menyerang pria keparat itu.Dhuak! Sepertinya berhasil. Wilona bisa merasakan bekapan di mulutnya mengendur sedikit. Jika dia melakukannya berulang, mungkin saja ia bisa mel

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

DMCA.com Protection Status