Beranda / Pernikahan / Nikahi Mamaku, Om! / Sihir Masakan Wilona

Share

Sihir Masakan Wilona

Penulis: Jamilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sudah empat hari berlalu sejak malam itu, dan Arshaka masih belum mampir ke tempat Wilona lagi untuk makan malam.

“Bukannya aku berharap lintah itu datang. Hanya saja, bukankah akan lebih baik jika dia sering makan dan memotong sisa bunganya?” keluh Wilona di tengah waktu senggang menjaga rumah makan.

Beberapa hari ini pelanggan cukup sepi, padahal ia harus bekerja keras untuk melunasi hutang.

“Hah ….” Ia hanya bisa menghela. Lagipula tidak ada yang bisa dilakukan sekarang.

Ketika Wilona masih sibuk menghitung sisa hutang dan cara melunasinya, seseorang terlihat datang untuk makan.

Suara langkah kaki yang berjalan mendekati pintu masuk membuat mata Wilona melebar senang. Setelah hampir dua jam tak ada pelanggan, itu membuatnya sedikit lega.

Wanita itu segera bangkit dan bersiap menyapa. “Selamat datang. Ap—” Namun, nada semangat Wilona mendadak berubah jutek saat melihat yang masuk adalah Arshaka. “Mau apa ke sini?”

“Mau makan, lah. Memang ada layanan apalagi selain rumah makan di sini?” jawab Arshaka, sengaja sedikit menggoda.

Tak langsung menjawab, Wilona justru menuliskan sesuatu di atas kertas. Setelah selesai ia memasangnya di depan Arshaka. “Khusus hari ini harga makanan di sini naik dua kali lipat.”

Dahi Arshaka mengerut. “Bisa begitu?”

“Bisalah.” Wilona mengangguk. “Itu karena aku harus membayar hutang yang sangat besar pada rentenir tak berperasaan. Jadi kalau kamu tidak mau, silakan keluar dan makan di tempat lain.”

Bola mata wanita itu bergeser ke arah lain. Sebal sekali rasanya menghadapi pria seperti Arshaka. Meski tidak bisa dipungkiri jika ia sedikit mengharapkan pria itu memakan masakannya.

Sedangkan di hadapannya, Arshaka terlihat menimbang sebentar. Lalu tak lama mengangguk sambil berujar, “Oke. Tidak masalah. Aku akan bayar dua kali lipat.”

Wilona mengangguk-angguk tak peduli. “Kalau begitu silakan ke— eh?” Matanya membulat, ia tidak salah dengar, kan?

Namun Arshaka mengulang dan berkata, “Aku akan bayar dua kali lipat. Jadi cepat masak sesuatu untukku.”

Eh? Wilona mematung di tempat. Sepertinya memeras pria itu jauh lebih mudah dari yang ia bayangkan. Atau justru ia yang sedang diperas?

Beberapa detik otak Wilona bekerja keras untuk menemukan maksud tersembunyi Arshaka. Rasanya mustahil lintah darat seperti pria itu akan langsung setuju tanpa bernegosiasi lebih dulu.

Mungkinkah ia sedang ditipu?

“Apa?” Arshaka mengernyit menatap Wilona yang memandang dengan mata menyipit. “Cepat buatkan aku makan.”

Meski masih dipenuhi curiga, Wilona akhirnya bergerak mundur secara perlahan menuju perapian. Ia mulai menyiapkan beberapa bahan, tapi … rasanya seperti ada yang terlewat.

Ah, benar. Bibir Wilona terbuka. “Jadi, apa yang ingin kamu makan?” tanyanya.

Tak hanya Wilona, Arshaka juga baru menyadarinya. Mungkin karena sudah yakin dengan rasa masakan wanita itu, ia jadi tidak masalah dengan apapun yang akan dimakan.

“Hmm … aku baik dengan apapun. Masak saja yang paling enak,” ucap Arshaka.

Jawaban tidak jelas seperti itu terdengar sedikit menyebalkan untuk Wilona. “Apa? Semuanya enak kalo aku yang masak.”

“Kalo gitu terserah, deh.”

“Ck!” Wilona mencebik. Namun tangannya langsung meraih spidol dan secarik kertas, lagi-lagi ia menuliskan sesuatu di atasnya. “Jadi, mau pesan terserah?”

“Pesan terserah harga jadi tiga kali lipat,” gumam Arshaka membaca tulisan yang Wilona sodorkan. Ludah ditelan dengan kasar. “Kamu licik juga ternyata.”

“Cepat! Jadi pesan tidak?”

Daripada memperpanjang urusan, pria ini akhirnya mengalah. Ia langsung melihat menu apa saja yang tersedia di sana. “Kalo gitu, aku pesan iga asam manis sama rendang,” ujarnya memesan dua makanan termahal.

“Minumnya?”

“Emm … lemon tea?”

“Oke, tunggu sebentar.”

Setelah memastikan pesanan Arshaka, Wilona kembali berbalik untuk menyiapkan bahan-bahan. Tidak semuanya dimasak sekarang, sebab untuk rendang hanya perlu dihangatkan sedikit.

Di saat ia tengah menyiapkan makanan, lonceng yang terpasang di atas pintu masuk tiba-tiba berbunyi. Seorang pelanggan datang.

“Selamat datang. Silakan duduk,” sapa Wilona dengan ramah.

Namun sesaat setelah masuk, ekspresi orang yang baru datang berubah. Dengan ragu bertanya, “Khusus hari ini harga naik dua kali lipat?”

Bibir Wilona menganga. Dengan sigap ia bergegas mengambil kertas yang tadi ditujukkan untuk Arshaka. “Tidak. Hari ini harga normal seperti biasa,” katanya, “silakan duduk dan tuliskan pesanan Anda.”

Lihatlah, wanita itu seperti bunglon yang bisa menyesuaikan warna sikapnya. Hidung Arshaka mengembang, ia hampir tertawa melihat betapa bagusnya akting Wilona.

Ya, walaupun normalnya ia akan kesal karena harganya dibedakan. Akan tetapi, agaknya tidak masalah, sihir di dalam makanan sepertinya memang benar-benar ada.

***

Setelah lidah dan perutnya merasa puas, Arshaka memutuskan untuk langsung pulang. Di sepanjang perjalanan, wajah senangnya tak bisa disembunyikan. Bahkan saat ia tiba di rumah, bunga-bunga seperti masih bermekaran mengelilinginya.

Pria itu berjalan masuk dengan tegap. Bibirnya tidak tersenyum, tapi dua sudutnya nampak tertarik ke atas.

"Makan malam sudah siap, Bos," sapa salah satu anak buahnya dengan apron yang masih dipakai.

Namun Arshaka menggeleng dan tersenyum. "Aku sudah makan. Kalian habiskan saja."

Sontak seluruh mata di sana terbelalak. Bukan kecewa karena bos sudah makan, tapi sangat terkejut karena pria yang biasanya dingin sekarang terdengar lebih lembut meski hanya nol koma sekian persen.

Masih terlena dengan makan malam yang sangat nikmat, Arshaka hanya berlalu tanpa peduli bagaimana reaksi dari para bawahannya.

"Bos terlihat lebih menyeramkan tersenyum seperti itu," bisik salah satu pria yang masih terpaku di ruang  makan.

Yang lain langsung mengangguk setuju. "Menurutmu ada yang salah dengan makanan yang dimakan bos?"

"Bisa jadi. Bos seharusnya tidak tersenyum seperti itu. Apa itu pertanda kalau hidup bos sudah tidak lama lagi?"

Plak! Kepala botak mendapatkan bonus pukulan atas apa yang dikatakan mulutnya.

"Sembarangan kamu! Bisa-bisa hidupmu yang tidak akan lama kalau bos dengar."

Pria tanpa rambut itu meringis, sayang sekali pukulan langsung mengenai kulit kepalanya tanpa ada yang bisa melindungi. Ia tak lagi menjawab, sepertinya benar, diam lebih baik.

Namun setelah dua atau tiga detik mereka diam, Pras yang baru datang setelah mengurus sesuatu di mobil ikut menyela. Dengan senyum haru ia berkata, “Bos kita sedang terkena sihir.”

“Ha?!” Bibir anak buah di sana menganga bersama.

Pras menoleh dan mengangguk. “Sihir cinta.”

Kepanikan sesaat berubah dengan raut wajah yang … entah, sulit dijelaskan. Sihir cinta? Rasanya rumor jika Ronaldo lahir di Citayam lebih bisa dipercaya.

Namun yang tidak mereka ketahui, sepertinya dugaan Pras ada benarnya.

Arshaka tersenyum semakin lebar setelah memasuki kamar. Ia merasa puas. Entah karena hutang bulan ini dibayar dengan lancar, atau sebab wanita yang bisa membuat perutnya merasa dipuaskan. Keduanya terasa sama saja.

Bab terkait

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

  • Nikahi Mamaku, Om!   Apa yang Terjadi pada Wilona?

    “Mpphh! Mpphh!”Kedua mata Wilona mendelik, selain panik dia juga terkejut dengan kain yang membekap mulut tiba-tiba. Tidak perlu ditanya siapa pelakunya, sudah jelas pria brengsek di belakang –mantan suaminya.Wanita itu melirik ke belakang, mengutuk Randi lewat tatapan. Sayangnya, kalimat ‘sialan kau!’ dan ‘lepaskan aku!’ tidak bisa keluar dengan baik.“Tenanglah, Wilona,” ucap Randi sambil menahan tubuh sang mantan istri yang terus bergerak. “Cuma sekali ini saja, tolong bantu aku, ya.”Bajingan! Persetan dengan suami dan ayah yang baik, Randi benar-benar sudah menjadi iblis sekarang. Siapa orang gila yang akan meminta bantuan sambil membekap mulut orang lain seperti itu?Wilona belum menyerah. Jika dia tidak bisa melepas kain yang menekan mulut dan hidungnya, setidaknya ia bisa berusaha menggerakkan siku untuk menyerang pria keparat itu.Dhuak! Sepertinya berhasil. Wilona bisa merasakan bekapan di mulutnya mengendur sedikit. Jika dia melakukannya berulang, mungkin saja ia bisa mel

Bab terbaru

  • Nikahi Mamaku, Om!   Anda Bisa Memakai Perempuan Ini

    “Bos!” Empat pria langsung menunduk menyambut kedatangan bos mereka.Arshaka melirik sekilas. “Di mana?” tanyanya dengan ekspresi datar, tapi setiap katanya penuh penekanan.“Mereka membawanya masuk.”Tanpa basa-basi, Arshaka langsung berjalan masuk dengan postur tegas. Dada bidang yang tidak sengaja dibusungkan terlihat jelas. Tangan yang mengepal juga menambah kesan garang dari wajah bos besar Grup Gamala –yang paling disegani di kota itu.Melihatnya berjalan mendekati pintu masuk, beberapa lelaki di sana terlihat saling melirik sambil berbisik-bisik. Seakan mempertanyakan kenapa Grup Gamala langsung mengirimkan bos besar mereka.“Aku ingin bertemu dengan bos kalian,” ucap Arshaka sebagai sapaan.Lelaki di depan pintu bergeming. Kebimbangan tampak jelas di wajah mereka.“Bos kalian mengundangku datang. Apa aku perlu menelponnya untuk kalian?”“Maaf. Tapi kami perlu—”“Apa kalian tidak percaya?” Suara Arshaka meninggi, membuat beberapa lelaki yang sedang menghadapinya sedikit mengker

  • Nikahi Mamaku, Om!   Apa yang Terjadi pada Wilona?

    “Mpphh! Mpphh!”Kedua mata Wilona mendelik, selain panik dia juga terkejut dengan kain yang membekap mulut tiba-tiba. Tidak perlu ditanya siapa pelakunya, sudah jelas pria brengsek di belakang –mantan suaminya.Wanita itu melirik ke belakang, mengutuk Randi lewat tatapan. Sayangnya, kalimat ‘sialan kau!’ dan ‘lepaskan aku!’ tidak bisa keluar dengan baik.“Tenanglah, Wilona,” ucap Randi sambil menahan tubuh sang mantan istri yang terus bergerak. “Cuma sekali ini saja, tolong bantu aku, ya.”Bajingan! Persetan dengan suami dan ayah yang baik, Randi benar-benar sudah menjadi iblis sekarang. Siapa orang gila yang akan meminta bantuan sambil membekap mulut orang lain seperti itu?Wilona belum menyerah. Jika dia tidak bisa melepas kain yang menekan mulut dan hidungnya, setidaknya ia bisa berusaha menggerakkan siku untuk menyerang pria keparat itu.Dhuak! Sepertinya berhasil. Wilona bisa merasakan bekapan di mulutnya mengendur sedikit. Jika dia melakukannya berulang, mungkin saja ia bisa mel

  • Nikahi Mamaku, Om!   Wilona Lengah

    Pukul 13.20, ketika Arshaka baru keluar dari salah satu ruangan privat restoran bintang lima, dan menyadari ponselnya bergetar dari tadi.Dia bergegas mengambil benda pipih itu dari dalam saku. Menatapnya sebentar, lalu mengerutkan dahi saat nomor tidak dikenal terlihat memanggil.Tanpa berpikir panjang, Arshaka langsung menggeser layar ke atas, mengangkat panggilan kemudian menunggu pihak lain untuk mengawali.“Halo.” Benar saja, di detik yang sama, suara seorang perempuan terdengar menyapa dengan sopan.“Ya?” timpal Arshaka.“Benar ini dengan salah satu wali siswa bernama Arjuna?”Mendengar itu, dahi Arshaka mengerut. Kebimbangannya menciptakan jeda sebentar. Hingga, seseorang di seberang menyadarinya.“Ah, benar, maafkan saya. Saya adalah guru di sekolah Arjuna. Saya menghubungi Bapak karena Arjuna belum dijemput sampai sekarang dan nomor wali utama tidak bisa dihubungi.”“Maksud Anda, Arjuna masih ada di sekolah?” tanya Arshaka memastikan. Setelah mendapat jawaban iya, pria ini ke

  • Nikahi Mamaku, Om!   Mantan Suami Datang

    “Bagaimana kabar kalian?” Wilona sengaja membuang pandangan ke sembarang arah. Melihat Randi–mantan suaminya tiba-tiba muncul setelah menghilang berbulan-bulan, rasanya seperti menyiramkan garam ke luka yang belum kering. Perih dan menyakitkan. “Aku minta maaf karena pergi begitu saja,” lanjut lelaki di depan Wilona. Cafe di seberang jalan raya menjadi saksi bagaimana Wilona berusaha mati-matian untuk mengendalikan perasaan. Dasar memang perempuan, mendengar satu kata maaf saja sudah hampir menghapus semua derita yang ada. Wilona menarik napas dalam. Dia sengaja memberi jeda, menyeruput es kopi sambil menenangkan hati. Setelah cangkir kembali diletakkan di atas meja, ia berkata, “Cuma itu yang mau kamu omongin?” “.... Tidak,” ucap Randi setelah terdiam sesaat. “Aku juga kangen sama kamu dan Arjuna.” “Terus?” “Terus ….” Bola mata Randi bergerak cepat tanda ia sedang memikirkan alasan yang lain. “Aku masih cinta sama kamu. Wilona—” “Astaga.” Helaan kasar keluar dari bibir Wilona.

  • Nikahi Mamaku, Om!   Keadaan Berubah

    “.....”Makan malam kali ini hanya ditemani oleh gesekkan sendok dan piring. Jika biasanya Arjuna akan banyak mengoceh, kali ini bocah itu terlihat sangat tenang. Atau mungkin … ketakutan?Bayangan tentang Arshaka yang lemah lembut dan menyenangkan, mendadak hilang begitu Arjuna tidak sengaja melihat bagaimana pria itu memukuli salah satu anak buahnya tadi pagi.Namun bukan hanya Arjuna, Wilona juga terlihat lebih banyak diam. Kalau bukan karena hutang yang mengikat leher, ia akan segera mengemasi barang-barang dan hengkang dari rumah mewah itu.Sayangnya akal wanita itu masih bekerja dengan baik. Jika kesalahan kecil seperti tadi pagi saja bisa membuat Arshaka sangat murka, apalagi jika dirinya kabur begitu saja?Tidak ada pilihan lain. Untuk saat ini sampai hutang mantan suaminya lunas, ia akan berusaha menahan diri, dan bersikap sebaik mungkin.Wilona menarik napas panjang sebentar. Kemudian menampilkan senyum untuk membuat putranya merasa tenang.“Mau tambah ayam?” tanyanya.Arjun

  • Nikahi Mamaku, Om!   Jangan Sentuh Apapun

    Jika ada yang lebih cepat dari kedipan mata, itu adalah waktu yang dilalui oleh Wilona. Rasanya baru kemarin mereka menjadi tawanan di rumah rentenir itu, sekarang sudah satu minggu berlalu sejak saat itu.Selain pekerjaannya yang berbeda, kehidupan mereka juga banyak berubah. Salah satunya, ia harus mengurus perpindahan sekolah Arjuna. Kemudian hari ini adalah hari pertama anak itu di sekolah baru. Berterima kasihlah pada Arshaka, sebab atas bantuannya, Arjuna masuk ke sekolah swasta ternama dengan mudah.Pukul setengah enam pagi adalah jadwal Wilona memasak sarapan untuk tuan barunya, Arshaka. Alih-alih bertanya, ia mempunyai cara tersendiri untuk mengetahui makanan apa yang ingin disantap pria itu.Sebuah catatan menu dari sarapan sampai makan malam akan dipajang, lalu Arshaka akan mencoret masakan yang tidak ingin ia makan.Hal itu lebih memudahkan bagi Wilona.“Daging lada hitam, brokoli dan jamur,” gumam wanita itu sambil membaca menu sarapan yang Arshaka tandai.Tak banyak ber

  • Nikahi Mamaku, Om!   Sarapan yang Berisik

    Matahari yang semakin tinggi di luar mengembalikan kesadaran Wilona secara perlahan. Cahaya terang yang menyelinap di balik tirai membuat mata wanita itu mengerjap.Silau dan hangat. Itulah kesan sesaat yang ia rasakan. Sebelum bagian kosong di samping akhirnya menyadarkannya.“Arjuna!” Wilona memekik kaget. Tempat yang semalam masih dipenuhi dengan kehangatan tubuh Arjuna kini kosong, bahkan sudah terasa dingin.Mendadak perasaan cemas menggerayangi hati Wilona. Terlebih saat ia menatap seluruh ruangan, dan batang hidung putranya sama sekali tidak bisa ditemukan. “Jangan-jangan mereka berbuat sesuatu pada putraku.”Tak sempat menunggu detik beralih, Wilona segera menyingkap selimut. Langkah besar diambil, dengan terburu-buru ia membuka pintu sambil meneriakkan nama sang anak.“Arjuna! Arjuna!” panggilnya seraya terus melangkah menyusuri lorong yang terlihat asing.Apakah ke kiri atau ke kanan. Wilona tidak sempat berpikir, kemanapun kakinya pergi, ia hanya berharap segera menemukan A

  • Nikahi Mamaku, Om!   Pindah ke Rumah Rentenir

    “Kamu yakin cuma ini?”Satu tas berukuran tidak terlalu besar yang Wilona bawa setelah mengemasi barang-barang, membuat dahi Arshaka mengerut. Untuk orang yang akan pindahan, bukankah bawaannya terlalu sedikit?“Aku sudah membawa semua yang kami butuhkan,” ucap Wilona, “kenapa? Kamu berharap aku juga membawa perabotan ke rumahmu?”Pertanyaan tidak masuk akal barusan membuat Arshaka terdiam. Tak mau berdebat, pria ini hanya mengangguk sekenanya. “Ya sudah. Bawa barang-barangmu ke mobil.”Jika bukan karena kemampuan memasak Wilona, sepertinya akan lebih mudah bagi Arshaka untuk melenyapkan wanita itu. Sayang sekali, ia tidak ingin keuntungan sekecil apapun hilang begitu saja.“Jalan, Pras.”Mesin mobil yang langsung dinyalakan menandakan kepatuhan dari Pras. Dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil membelah jalanan yang perlahan menggelap.Di kursi belakang, Wilona banyak diam. Pandangan dialihkan ke luar jendela, sedangkan sisi yang lain ia gunakan untuk menyangga tubuh Arjuna. Apakah

  • Nikahi Mamaku, Om!   Rumah Disita, Tawaran Tinggal Bersama

    Setelah semalaman bulan menggantung, kini giliran matahari yang perlahan naik ke peraduan. Kedua mata Arshaka mengerjap ketika mendengar alarm yang tak kunjung berhenti dari tadi. Tak perlu menoleh, ia segera meraih benda pipih di atas nakas dan melihat pukul berapa sekarang. Namun saat ia melihat angka sembilan di layar, kedua mata yang tadi masih berat mendadak terbuka lebar. "Sial! Aku benar-benar tidur seperti orang mati," pekiknya, di detik berikutnya ia segera bangkit dari ranjang. Entah kapan terakhir kali Arshaka tertidur nyenyak. Agaknya perut yang dipuaskan semalam sungguh membuatnya terlena dalam kenyamanan. Tak suka membuang waktu, Arshaka bergegas keluar setelah mengenakan pakaian. Rambut disisir seadanya, wajah yang kusut kini sudah rapi seperti baru disetrika. "Pukul berapa pertemuan dengan Grup Sean?" tanyanya seraya menerima beberapa dokumen dari anak buah. "Pukul sebelas. Masih ada waktu, Bos." Mendengar itu Arshaka mengangguk. Dalam hatinya merasa lega, bagai

DMCA.com Protection Status