Share

Part 71

Author: Puput Pelangi
last update Last Updated: 2024-07-21 17:00:05

Setelah keluar dari kamar sang umi, hal pertama yang Adhim lakukan adalah mencari keberadaan Pelita, sebab Adhim tidak menemukan presensi istrinya itu di ruang tamu ketika Adhim menghampiri ruangan terakhir ia melihat perempuan yang sedang mengandung anaknya itu.

'Pelita kamu di mana?'

Adhim mengirimi Pelita pesan.

Laki-laki itu hampir panik saat pesan yang ia kirim balon chat-nya hanya memiliki centang satu, sampai Ratna, sang kakak ipar, mendatangi Adhim tepat sebelum Adhim mencoba menelepon Pelita dengan nomor biasa.

"Pelita Mbak minta pergi ke kamar kamu. Dia ada di sana, Dek. Tadi Mbak antar," kata Ratna.

Adhim langsung menghembuskan napas lega. "Matur nuwun, Mbak," gumam laki-laki jangkung itu lalu bergegas pergi ke kamarnya.

"Pelita," panggil Adhim begitu ia masuk kamar.

Segera Admin mendapati Pelita berdiri membelakanginya, menatap potret dirinya bersama Zulfa yang tergan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Neng Zulfa   Part 72

    Tidak ada yang berubah dari kamar Adhim. Masih bernuansa biru kehitaman dengan desain ruangan yang serupa luar angkasa. Seseorang seolah-olah akan bisa melihat langit malam yang bertabur bintang ketika berbaring di atas ranjangnya ketika menatap ke langit-langit atap. Sejak dulu memang didesain seperti itu oleh si empunya kamar. Di ruangan itu, Pelita mengelus-elus permukaan perutnya yang besar. Air matanya masih jatuh bercucuran. Semakin ke sini, Pelita merasa bahwa dirinya memang ditakdirkan tidak untuk mencecap bahagia. Pelita merasa semesta benar-benar kejam mempermainkan hidupnya. Sebab bahagia, kata itu tidak akan pernah bertahan lama memeluknya. "Pelita." Suara Adhim tiba-tiba terdengar. Laki-laki itu berdiri di ambang pintu kamar. Menatap Pelita sejenak di posisi itu kemudian menghampiri. Pelita yang semula diam dalam tangis langsung menyeka pipinya yang basah.

    Last Updated : 2024-07-22
  • Neng Zulfa   Part 73

    Tok tok tok! Beberapa menit setelah waktu jemaah salat Subuh dilangsungkan, seseorang mengetuk pintu kamar yang ditempati Adhim dan Pelita. Masih dalam balutan mukena sehabis salat, Pelita bergegas menuju pintu dan membuka papan kayu itu demi menemukan sosok Ratna yang tersenyum lebar ke arahnya. Cepat-cepat, Pelita menunjukkan senyum manisnya meski hal itu tentu tidak bisa menutupi wajah sembabnya dengan kedua belah mata yang memerah dan sedikit bengkak karena semalaman menangis. "Mbak Ratna," lirih perempuan berparas cantik itu. "Pelita," sahut Ratna masih sambil tersenyum. "Ini, ada buah jambu biji merah buat kamu." Ratna menunjukkan kresek hitam berukuran sedang berisikan beberapa butir buah jambu yang besar-besar. "Subuh tadi ada tetangga yang memberi hasil kebunnya ke Umi. Satu keranjang penuh. Abah menyuruh membawakan beberapa buat kamu sebelum sisanya dikasihkan ke mbak-mbak santri. Jam

    Last Updated : 2024-07-23
  • Neng Zulfa   Part 74

    "Oh my God, Pelita! You looks so gorgeous!"Cecilia menyambut Pelita dengan pujian begitu mereka bertemu di salah satu pusat perbelanjaan Kota Bandung itu."Makin cantik aja kamu, Lit!" lanjutnya."Astaga, calon keponakan aku. Udah berapa bulan ini? Kelihatannya perut kamu udah semakin besar daripada terakhir kali kita ketemu, ya," celoteh Cecilia lagi sembari merangkul lengan Pelita lalu menuntunnya ke tempat duduk yang sudah dipesannya untuk mereka.Arina yang sudah bersama Cecilia sebelum Pelita datang mengikuti di belakang keduanya sambil tersenyum."Tujuh bulanan deh, Mbak, kalau nggak salah," sahut Arina. "Iya nggak sih, Lit?"Pelita berusaha tersenyum. "Iya."Ketiganya lantas duduk di meja yang sudah dipesan Cecilia.Beberapa camilan ringan dan minuman tampak sudah tersaji di atas meja itu."Wah, nggak lama lagi launching dong," sahut Cecilia."Minta doanya ya, Mbak." Pelita menyahut.

    Last Updated : 2024-07-24
  • Neng Zulfa   Part 75

    "Pelita, ada apa?" risik Arina kepada Pelita saat Pelita kembali dari toilet. "Terjadi sesuatu? Wajah kamu kayak habis ngelihat hantu gitu?" bisiknya lirih."Nggak pa-pa, Rin. Nanti aku cerita." Pelita mencoba mengusir ketakutan di wajahnya lantas berusaha tersenyum lebar. "Kita selesaiin belanjanya dulu sama Mbak Cecil, ya. Kalau udah nanti aku mau cerita sesuatu sama kamu," lanjutnya pelan."Em, oke, Lit." Arina turut mencoba mengenyahkan kekhawatirannya lantas ikut mengulas senyuman."Pelita ... pergi pipisnya lama banget?" tanya Cecilia dari kejauhan kemudian berjalan menghampiri Pelita dan Arina. "Aku sampek kawatir lho sama kamu," tambahnya ketika sudah sampai di hadapan Pelita."Toiletnya antre, Mbak. Jadi lama." Pelita beralasan."Emm." Cecilia manggut-manggut."Eh, aku tadi di sebelah sana lihat ada dekorasi kamar bayi lucu-lucu lho, Lit. Mau lihat nggak?" celetuk Cecilia lagi."Boleh." Pelita tersenyum lebar.

    Last Updated : 2024-07-25
  • Neng Zulfa   Part 76

    Adhim Zein A. Hisyam: Pelita, sudah pulang? Pelita baru masuk ke dalam apartemennya ketika ia melihat pesan singkat dari Adhim yang baru saja laki-laki itu kirim. Adhim Zein A. Hisyam: Maaf saya belum bisa pulang Ada urusan mendesak di bengkel Pelita menghela napas ketika Adhim mengiriminya pesan lagi. Setelah lulus ujian skripsi, Adhim fokus membuka usahanya. Selain mengembangkan bisnis kerajinan gelang yang sudah dirintisnya, laki-laki tinggi berambut gondrong itu memutuskan untuk membuka bengkel. Teman-temannya klub motor pun dengan senang hati membantu Adhim. Jadi pundi-pundi uang Adhim semakin bertambah. Semula sumber uang Adhim hanya berasal dari tambak ikan pemberian orang tuanya yang ada di Gresik. Semua saudaranya juga memiliki tambak sendiri-sendiri sama dengannya atas pemberian orang tuanya. Selain itu, Abah dan Uminya juga masih selalu memberinya uang s

    Last Updated : 2024-07-26
  • Neng Zulfa   Part 77

    Belum lama setelah Pelita selesai memasak dan menghidangkan masakan olahannya di meja makan, Adhim datang. "Assalamu'alaikum," salam Adhim yang langsung Pelita jawab. "Wa'alaikumussalam." Bibirnya menyunggingkan senyum kecil kemudian menghampiri suaminya itu. "Kak Adhim bersih-bersih dulu, ya. Di kamar mandi sudah saya siapin air hangat," ujarnya setelah menyalami tangan sang suami. Adhim tidak langsung menjawab dan memilih menatap dalam-dalam ke arah Pelita. Ia tentu sadar ada yang berbeda dari sikapnya. "Iya." Laki-laki itu kemudian mengangguk. "Saya mandi dulu." Pelita membalasnya dengan ulasan senyum kecil. Setelah mandi Adhim langsung menyusul Pelita ke meja makan. Laki-laki itu mengenakan celana kain panjang berwarna abu-abu yang dipadukan dengan sweater cokelat. Sudah ada semangkuk sup ikan gurame di atas meja dan sebakul kecil nasi yang masih hangat. Tampak

    Last Updated : 2024-07-27
  • Neng Zulfa   Part 78

    Adhim duduk termenung di sebuah ruangan kecil yang ada di bagian belakang bengkel yang baru dibukanya. Ia seorang diri di sana. Duduk pada sebuah sofa panjang berwarna abu-abu. Pikirannya mengembara, memikirkan masa depan hubungannya dengan Pelita. Mengapa istrinya itu bersikeras ingin mereka bercerai setelah anaknya lahir? Apakah seburuk itu berumah tangga dengan Adhim? Apakah Pelita belum bisa memaafkan perbuatan bejatnya dulu? Apakah Pelita tidak bahagia menikah dengannya? Jika Adhim menarik garis dari seluruh pertanyaannya, ia tahu Pelita akhirnya ingin berpisah dengannya setelah Adhim mengajak Pelita pergi menemui keluarganya di Kediri. Adhim tahu, ia bukan laki-laki yang cukup baik untuk perempuan seperti Pelita. Tapi, apakah salah jika ia ingin memperbaiki segalanya? Ia menyayangi perempuan itu. Dan belakangan Adhim sadar, ia telah jatuh cinta kepada Pelita entah kapan dan bagaimana. Ia mencintainya. D

    Last Updated : 2024-07-28
  • Neng Zulfa   Part 79

    Pelita, Arina, dan Aldo bergegas ke rumah sakit menaiki mobil Pelita yang Aldo sopiri. Ketika datang menjemput Pelita tadi, sehabis dari rumah sakit tempat Adhim dirawat, Aldo datang ke kampus naik taksi karena tidak mungkin dirinya kembali ke rumahnya dulu untuk mengambil mobilnya sebab hari ini ia mengendarai motor. Hal itu tentu akan memakan terlalu banyak waktu. Karenanya Aldo meninggalkan motornya terparkir di rumah sakit dan memesan taksi untuk menjemput Pelita kemudian kembali ke rumah sakit dengan mobil Pelita. Pelita terus menangis sepanjang jalan. Ternyata firasat buruknya mengenai Adhim menjadi kenyataan. Di sisi lain, Aldo menceritakan kronologi kejadian Adhim yang ditusuk di kursi pengemudi depan sedangkan Arina yang duduk di samping Pelita di bangku penumpang belakang mencoba terus menenangkan temannya itu. Setibanya di rumah sakit, Pelita langsung berlari menuju kamar Adhim. Tidak perlu bertany

    Last Updated : 2024-07-29

Latest chapter

  • Neng Zulfa   Part 94

    Setelah melaporkan penculikan Pelita ke kantor polisi, Adhim dan Aldo memutuskan mencari tempat penginapan di Karawang. Mereka memutuskan menginap semalam di sebuah hotel yang ada di kota itu sembari memikirkan langkah yang harus mereka lakukan selanjutnya. Mereka memesan satu kamar untuk berdua. Mengingat kondisi Adhim, Aldo tidak tega jika harus membiarkan Adhim tidur sendirian. Jam menunjukkan pukul 23.17 WIB. Aldo pamit keluar untuk mencari makan malam untuk dirinya dan Adhim. Ketika Aldo kembali, laki-laki berambut cepak itu mendapati Adhim yang terisak di atas hamparan sajadah dalam doanya. Aldo paham Adhim pasti sangat terluka dan cemas akan keadaan Pelita. Aldo menunda melangkahkan tungkainya benar-benar masuk ke dalam kamar itu apalagi membuat suara agar tidak mengganggu Adhim. Ia tetap bergeming di pintu sampai Adhim sendiri yang menyadari keberadaannya.

  • Neng Zulfa   Part 93

    Grup Chat Cowok Soleh 🤟🏻😌 Dibuat oleh Aldoganteng, 05/11/xx AdhimHisyam: Istri gue diculik Arka Jeffreyy_: Hah? Kapan? Gimana bisa bang? Bondan😈: Kobisa bang? Arka kan lagi jadi buron Suta_cowoksunda: Mba Pelitanya udah ketemu? Pcc bang Bondan😈: Dimana diculiknya bang? [@Suta_cowoksunda (Pcc bang)] Otw nyamperin Jeffreyy_: Bang lo yakin mbak Pelita diculik Arka? Udah coba lo hubungi? Aldoganteng: Jangan banyak tanya lu pada. Bantu nyari!!! . Aldo melirik Adhim yang diam tanpa kata di sisinya. Seperti orang melamun dengan ponsel yang masih menyala di pegangan kedua tangannya. Mata cokelat laki-laki berambut gondrong itu tampak menatap kosong layar plasma benda pipih di tangannya itu. . Gru

  • Neng Zulfa   Part 92

    Kedua kelopak mata itu terbuka pelan, mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang diterima oleh retina matanya, hingga tak lama kemudian, netra berwarna cokelat madu yang ada di baliknya terlihat dengan sempurna. Hatinya membatin; Ini di mana? Apa yang terjadi? Sampai ... Cklek! Suara pintu yang terkuak dari sisi sebelah kanannya menarik penuh atensinya. Kepalanya terasa pusing. Dan sosok yang muncul dari balik pintu yang kini berjalan ke arahnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada itu langsung membuat kedua matanya membola. Tak lama kemudian ia pun sadar, sesuatu telah membatasi pergerakannya. Sosok yang lebih dari cukup untuk dikenalinya itu pun tersenyum menyeringai melihat keterkejutannya. **** Setelah kurang lebih satu jam berkendara dengan kecepatan biasa-biasa saja yang tentu saja

  • Neng Zulfa   Part 91

    Bunyi nada sambung telepon itu terdengar beberapa kali tanpa sahutan, membuat subjek yang menelepon mengerutkan kening di awal dan segera didera keresahan setelah berkali-kali mengulang tetap tak mendapat balasan. "Pelita, ayo angkat telepon saya," desis Adhim kemudian berusaha menghubungi Pelita lagi. Tiba-tiba perasaannya menjadi sangat tidak enak kali ini. Mata sewarna kopi Adhim melirik jam di dinding kokoh apartemennya dengan tangan yang tetap sibuk menempelkan segenggam ponsel di telinga. Pukul 16.47 WIB, seharusnya waktu yang lebih dari cukup bagi Pelita untuk mengabarinya jika istrinya itu sudah akan atau bahkan sampai Kota Bandung. Tetapi kenapa belum? Dan mengapa pula Pelita tidak kunjung mengangkat teleponnya? Adhim mengacak-acak surai hitamnya pada percobaan ke sekian kalinya, Pelita tetap tidak menjawab panggilannya.

  • Neng Zulfa   Part 90

    "Bang." Aldo yang baru kembali dari menuntaskan hajatnya di kamar mandi memanggil Adhim. Kini mereka ada di sebuah rest area Kota Bogor, habis beristirahat untuk menunaikan salat Zuhur dan mencari makan siang. Pekerjaan keduanya di Bogor sudah selesai. Lebih cepat dari yang Adhim dan Aldo perkirakan sebelumnya. Perkiraan semula, mereka akan menyelesaikan urusan bisnisnya di Bogor malam nanti, kemudian baru akan kembali ke Bandung keesokan pagi setelah mengistirahatkan diri. Namun ternyata tidak. Pekerjaannya selesai lebih cepat di luar prediksi. "Kita jadi balik Bandung habis ini, Bang?" tanya Aldo santai sembari mendudukkan dirinya kembali di sebuah bangku kayu yang ada di depan Adhim. "Hm," balas Adhim dengan gumaman. Manik cokelatnya mengawasi Aldo yang meraih gelas esnya dan meyesap minuman dingin itu tanpa sisa.

  • Neng Zulfa   Part 89

    "Bang, lo harus lihat ini!" seruan Aldo itu berhasil membuat Adhim menoleh dengan dahi mengernyit begitu menatap apa yang ditunjukkan oleh temannya itu. "Apa ini, Do?" balas Adhim dengan tanya. Ia benar-benar tidak paham apa maksud titik-titik serupa koordinat yang ditampilkan Aldo di layar ponselnya. "Lo lihat titik ini? Ini lokasi kita, Bang, Bogor," terang Aldo. Sebelah alis Adhim terangkat menatap manik mata Aldo. "Iya. Terus?" tanyanya. "Lo lihat titik koordinat yang ada di Jakarta?" Kepala Adhim menggeleng ringan tidak paham apa yang hendak dikatakan temannya. "Ini titik koordinat yang ngasih tunjuk lokasi keberadaan Pelita, Bang." Kedua netra Adhim membola mencoba mencerna apa yang baru saja disampaikan Aldo kepadanya. "Maksud lo apa?" tanya Adhim. "Pelita? Di Jakarta?" "Jadi, lo tahu, Bang?" balas Aldo dengan tanya. "Dan emang bener, kalau Pelita ada di Jakarta?" Ia melempari tanya kepada Adhim lagi. Kepala Adhim menggeleng. "Nggak mungkin, Do.

  • Neng Zulfa   Part 88

    Baru saja pesan itu terkirim, layar ponselnya langsung menampilkan notifikasi panggilan telepon dari Adhim. Pelita pun segera mengangkatnya. "Assalamualaikum, Pelita. Kamu sedang apa? Nggak tahu kenapa saya khawatir sama kamu." Pelita merasa bersalah mendengar nada cemas yang begitu kentara dalam suara Adhim itu. "Halo, Pelita. Ada apa? Kenapa saya tidak bisa menelepon kamu dari bakda Magrib tadi? Pelita? Halo?" Pelita menggigit bibir bawahnya. "H-halo, Kak Adhim. Waalaikumussamalam," jawabnya pada akhirnya setelah beberapa lama membisu dalam jeda waktu. "Maaf, Kak. Saya baru tahu Kakak nelepon." Ganti Adhim yang tidak langsung menjawab. "Pelita. Suara kamu ... kenapa?" sahut Adhim kemudian dengan nada penuh selidik. Kali ini Pelita merasakan tremor di tangannya menyadari suaranya yang pasti terdengar sengau setelah hampir seharian menangis di telinga Adhim. "Pelita?" Suara berat Adhim yang terdengar cemas mengalun lagi. "Halo, Pelita?" Pelita kali ini mencoba mengatu

  • Neng Zulfa   Part 87

    Pelita menatap sendu tubuh papanya yang terbaring di atas bed rumah sakit dari kaca transparan berbentuk persegi panjang yang dipasang di permukaan pintu kamar rawat papanya itu, sejak beberapa menit yang lalu. Masih tidak menyangka, papanya yang bugar dan sehat ketika terakhir kali ditemuinya kini berbaring tak berdaya dengan tubuh yang kehilangan banyak berat badan dan pucat di atas brangkar itu, sedang diperiksa dan ditangani oleh dokter pribadinya. "Papa harus sembuh, Pa. Jangan tinggalkan Pelita kayak Mama." Perempuan itu berbisik lirih sembari menyeka matanya yang basah akan air mata. Pelita sudah terbiasa menangis tanpa suara. Ia hanya perlu mengendalikan isakan agar tidak keluar dari labiumnya. "Aku sayang Papa." Perempuan itu berusaha keras mengeyahkan rasa sesak yang mendera dadanya. "Pelita." Dokter Duta yang semula berada di dalam ruangan bersama beberapa orang perawat keluar menemui Pelita dan langsung dihadiahi pertanyaan olehnya. "Dokter, gimana kondisi Papa sa

  • Neng Zulfa   Part 86

    "Maafin saya, Kak. Saya harus ke Jakarta tanpa bilang Kak Adhim. Papa saya butuh saya sekarang."Pelita bermonolog sendiri setelah memasukkan beberapa potong baju dan pakain ke tas tangannya yang memiliki ukuran sedang."Saya nggak mau ganggu kerja Kak Adhim," gumamnya lagi kemudian mengusap pipinya yang sedari tadi basah oleh air mata.Perempuan itu kini mengusap perut besarnya."Kamu juga yang kuat ya, Dek," katanya beralih mengajak bicara bayi yang ada di dalam kandungannya. "Mama harus ketemu Papanya Mama di Jakarta. Beliau butuh bantuan Mama. Maafin Mama yang bertindak egois karena harus pergi saat kamu udah mau lahir beberapa minggu lagi. Tapi Mama harus lakuin ini untuk kakek kamu. Mama minta tolong, bantu Mama, ya?! Kamu harus kuat, dan jangan rewel selama kita pergi tanpa Ayah kamu. Mama sayang kamu."Senyuman sedikit terukir di bibir cantik itu saat merasakan gerakan-gerakan yang dibuat bayinya yang seolah merespons setiap kata-

DMCA.com Protection Status