Share

Part 78

Penulis: Puput Pelangi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-28 17:00:13

Adhim duduk termenung di sebuah ruangan kecil yang ada di bagian belakang bengkel yang baru dibukanya. Ia seorang diri di sana. Duduk pada sebuah sofa panjang berwarna abu-abu.

Pikirannya mengembara, memikirkan masa depan hubungannya dengan Pelita. Mengapa istrinya itu bersikeras ingin mereka bercerai setelah anaknya lahir? Apakah seburuk itu berumah tangga dengan Adhim? Apakah Pelita belum bisa memaafkan perbuatan bejatnya dulu? Apakah Pelita tidak bahagia menikah dengannya?

Jika Adhim menarik garis dari seluruh pertanyaannya, ia tahu Pelita akhirnya ingin berpisah dengannya setelah Adhim mengajak Pelita pergi menemui keluarganya di Kediri.

Adhim tahu, ia bukan laki-laki yang cukup baik untuk perempuan seperti Pelita. Tapi, apakah salah jika ia ingin memperbaiki segalanya?

Ia menyayangi perempuan itu. Dan belakangan Adhim sadar, ia telah jatuh cinta kepada Pelita entah kapan dan bagaimana. Ia mencintainya.

D
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Neng Zulfa   Part 79

    Pelita, Arina, dan Aldo bergegas ke rumah sakit menaiki mobil Pelita yang Aldo sopiri. Ketika datang menjemput Pelita tadi, sehabis dari rumah sakit tempat Adhim dirawat, Aldo datang ke kampus naik taksi karena tidak mungkin dirinya kembali ke rumahnya dulu untuk mengambil mobilnya sebab hari ini ia mengendarai motor. Hal itu tentu akan memakan terlalu banyak waktu. Karenanya Aldo meninggalkan motornya terparkir di rumah sakit dan memesan taksi untuk menjemput Pelita kemudian kembali ke rumah sakit dengan mobil Pelita. Pelita terus menangis sepanjang jalan. Ternyata firasat buruknya mengenai Adhim menjadi kenyataan. Di sisi lain, Aldo menceritakan kronologi kejadian Adhim yang ditusuk di kursi pengemudi depan sedangkan Arina yang duduk di samping Pelita di bangku penumpang belakang mencoba terus menenangkan temannya itu. Setibanya di rumah sakit, Pelita langsung berlari menuju kamar Adhim. Tidak perlu bertany

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-29
  • Neng Zulfa   Part 80

    Sedetik pun, Pelita tidak membiarkan dirinya meninggalkan Adhim sendiri di kamar rawatnya. Hingga malam hari tiba, Pelita tetap duduk menemani Adhim dengan setia di sisinya. Ia hanya beranjak ketika waktu salat tiba untuk mengerjakan ibadah atau ketika harus pergi ke kamar mandi. Selain itu, Pelita terus berada di samping suaminya itu. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, kejang Adhim ternyata terjadi karena ada sedikit pendarahan di otaknya. Namun, syukurnya, pendarahan itu tidak parah dan bisa diobati dokter tanpa melakukan operasi. Pelita tentu sangat bersyukur mendengar kabar itu. Dokter juga mengatakan jika kondisi Adhim sudah semakin membaik dan mungkin akan segera sadar tidak lama lagi. Pelita tidak menyangka jika Arka akan secepat ini melakukan aksinya. Dia tidak main-main. Laki-laki itu sudah berhasil menyelakai Adhim dan membuatnya terbaring di ranjang rumah sakit seperti ini. "Lit," panggil Arina

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-30
  • Neng Zulfa   Part 81

    "Kak Adhim," lirih Pelita pada Adhim sebelum mendekat ke samping ranjang tempat suaminya itu berbaring. "Maafin saya, karena saya Kakak jadi seperti ini," katanya menahan air matanya agar tidak mengalir lagi. "Kak Adhim masuk ke rumah sakit seperti ini karena saya. Maafin saya." Tes .... Air mata Pelita akhirnya jatuh juga. Adhim pun hanya diam menatap istrinya itu. "Sejak awal Kakak seharusnya nggak pernah berurusan sama saya. Kak Adhim nggak seharusnya menikahi perempuan seperti saya. Kakak harusnya ... Kakak harusnya menuruti permintaan Umi Kakak untuk menikah dengan perempuan pilihannya." Adhim akhirnya mendesah mendengar kata-kata Pelita. "Ke sini, Li," pinta Adhim setelahnya, menyuruh Pelita kembali duduk di sisinya. Pelita menurut sembari mengelap pipinya yang basah. Setelah Pelita kembali duduk, Adhim menghela napas keras kemud

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-31
  • Neng Zulfa   Part 82

    Beberapa minggu kemudian Adhim sudah keluar dari rumah sakit. Meski jahitan luka tusuk di perutnya sudah kering, ia tidak bisa banyak beraktivitas seperti dulu karena luka bagian dalamnya yang belum pulih sepenuhnya. Adhim harus tetap mengistirahatkan tubuhnya dengan tidak melakukan banyak pekerjaan yang berat selama beberapa waktu hingga lukanya benar-benar sembuh. Hari ini Minggu, Pelita tidak memiliki jadwal di kampus dan ia juga tidak memiliki janji lain. Akhirnya perempuan itu pun menghabiskan waktunya di apartemen bersama Adhim. "Kak Adhim hari ini mau dimasakin sarapan apa?" Pelita melempar tanya kepada Adhim yang duduk di sebuah sofa yang ada di kamar mereka. Jam di dinding ruangan masih menunjukkan pukul 06.15 pagi. Pelita baru saja selesai mandi. Bukannya menjawab, Adhim malah tersenyum. "Maunya makan kamu," jawabnya menggoda. Pelita langsung melototkan mata. "Kak!" pekiknya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-01
  • Neng Zulfa   Part 83

    "Ibu Pelita tidak apa-apa. Masih belum waktunya melahirkan. Kontraksi yang terjadi hanyak kontraksi palsu. Jadi tidak perlu cemas," terang seorang dokter setelah memeriksa keadaan Pelita. "Benar, Dok? Istri saya tidak apa-apa?" tanya Adhim tampak belum bisa percaya. Sang dokter pun mengulas senyum. "Benar, Pak," balasnya. "Istri Bapak kemungkinan besar akan melahirkan sesuai HPL." Adhim langsung melirik Pelita yang duduk memegangi perutnya di samping laki-laki itu. Pelita terlihat memakai daster tidur biru muda yang dilapisi kardigan rajut oversize warna hitam dan kerudung senada. Sedangkan Adhim, ia memakai celana kain abu-abu dan jaket cokelat yang melapisi kaus putih lengan pendek yang ada di balik jaket kulit itu. Petunjuk waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam ketika keduanya sampai di rumah sakit karena Pelita yang mengalami kontraksi. "Jadi, untuk selanjutnya bagaimana, Dok? Istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-02
  • Neng Zulfa   Part 84

    "Kak, ini saya buatin bekal, jangan lupa dimakan, ya." Pelita menunjukkan sekotak tupperware berwarna hijau muda berukuran sedang kepada Adhim yang pagi ini akan pergi ke Bogor untuk urusan bisnisnya. "Ciyee yang dibekalin istri ...." Aldo yang masih mengunyah sarapannya di meja makan Adhim menyeloroh. Oleh Adhim, Aldo memang diajak sarapan bersama di apartemennya atas suruhan Pelita. Jadi setelah bersiap dan berdandan rapi, laki-laki itu langsung meluncur ke apartemen Adhim untuk menjemput Adhim dan sarapan. Pagi-pagi sekali Pelita sudah berkutat di dapur memasakkan rica-rica ayam dan sambal terong balado untuk sarapan suaminya dan Aldo. Adhim yang bilang bisa sarapan di luar atau delivery tak dihiraukannya. Soal sate yang kemarin malam ia beli, oleh Pelita sate itu dimakannya seorang diri. Adhim dan Aldo hanya diberinya cicip masing-masing satu tusuk sate yang sebelumnya sudah Pelita hangatkan menggunakan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-03
  • Neng Zulfa   Part 85

    "Pak Adam?"Pelita sangat terkejut melihat sosok laki-laki paruh baya yang begitu dikenalnya berdiri di depan kampusnya selesainya perempuan itu mengikuti kelas terakhirnya di gedung fakultasnya, Fakultas Ilmu Hukum sore ini. Ia mengambil cuti mulai besok.Jam di pergelangan tangan Pelita menunjukkan pukul 16.00 WIB.Sama seperti Pelita, laki-laki setengah baya yang dipanggil Pelita dengan sebutan Pak Adam itu tidak kalah terkejutnya dengan Pelita, mendapati putri bungsu bosnya terlihat di hadapannya dengan perut besar. Nonanya itu tidak sedang hamil bukan?Melihat tatapan kaget Pak Adam yang tertuju ke arah perutnya, Pelita langsung merangkul perut besarnya itu posesif."Pak Adam sedang apa di sini?" tanyanya pada laki-laki paruh baya yang menjadi orang kepercayaan papanya itu.Pak Adam langsung memusatkan atensi lagi kepadanya. "Non Pelita, ada yang mau saya katakan, Non," jawab laki-laki itu pelan. "Hal ini sangat penting."

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Neng Zulfa   Part 86

    "Maafin saya, Kak. Saya harus ke Jakarta tanpa bilang Kak Adhim. Papa saya butuh saya sekarang."Pelita bermonolog sendiri setelah memasukkan beberapa potong baju dan pakain ke tas tangannya yang memiliki ukuran sedang."Saya nggak mau ganggu kerja Kak Adhim," gumamnya lagi kemudian mengusap pipinya yang sedari tadi basah oleh air mata.Perempuan itu kini mengusap perut besarnya."Kamu juga yang kuat ya, Dek," katanya beralih mengajak bicara bayi yang ada di dalam kandungannya. "Mama harus ketemu Papanya Mama di Jakarta. Beliau butuh bantuan Mama. Maafin Mama yang bertindak egois karena harus pergi saat kamu udah mau lahir beberapa minggu lagi. Tapi Mama harus lakuin ini untuk kakek kamu. Mama minta tolong, bantu Mama, ya?! Kamu harus kuat, dan jangan rewel selama kita pergi tanpa Ayah kamu. Mama sayang kamu."Senyuman sedikit terukir di bibir cantik itu saat merasakan gerakan-gerakan yang dibuat bayinya yang seolah merespons setiap kata-

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05

Bab terbaru

  • Neng Zulfa   Part 94

    Setelah melaporkan penculikan Pelita ke kantor polisi, Adhim dan Aldo memutuskan mencari tempat penginapan di Karawang. Mereka memutuskan menginap semalam di sebuah hotel yang ada di kota itu sembari memikirkan langkah yang harus mereka lakukan selanjutnya. Mereka memesan satu kamar untuk berdua. Mengingat kondisi Adhim, Aldo tidak tega jika harus membiarkan Adhim tidur sendirian. Jam menunjukkan pukul 23.17 WIB. Aldo pamit keluar untuk mencari makan malam untuk dirinya dan Adhim. Ketika Aldo kembali, laki-laki berambut cepak itu mendapati Adhim yang terisak di atas hamparan sajadah dalam doanya. Aldo paham Adhim pasti sangat terluka dan cemas akan keadaan Pelita. Aldo menunda melangkahkan tungkainya benar-benar masuk ke dalam kamar itu apalagi membuat suara agar tidak mengganggu Adhim. Ia tetap bergeming di pintu sampai Adhim sendiri yang menyadari keberadaannya.

  • Neng Zulfa   Part 93

    Grup Chat Cowok Soleh 🤟🏻😌 Dibuat oleh Aldoganteng, 05/11/xx AdhimHisyam: Istri gue diculik Arka Jeffreyy_: Hah? Kapan? Gimana bisa bang? Bondan😈: Kobisa bang? Arka kan lagi jadi buron Suta_cowoksunda: Mba Pelitanya udah ketemu? Pcc bang Bondan😈: Dimana diculiknya bang? [@Suta_cowoksunda (Pcc bang)] Otw nyamperin Jeffreyy_: Bang lo yakin mbak Pelita diculik Arka? Udah coba lo hubungi? Aldoganteng: Jangan banyak tanya lu pada. Bantu nyari!!! . Aldo melirik Adhim yang diam tanpa kata di sisinya. Seperti orang melamun dengan ponsel yang masih menyala di pegangan kedua tangannya. Mata cokelat laki-laki berambut gondrong itu tampak menatap kosong layar plasma benda pipih di tangannya itu. . Gru

  • Neng Zulfa   Part 92

    Kedua kelopak mata itu terbuka pelan, mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang diterima oleh retina matanya, hingga tak lama kemudian, netra berwarna cokelat madu yang ada di baliknya terlihat dengan sempurna. Hatinya membatin; Ini di mana? Apa yang terjadi? Sampai ... Cklek! Suara pintu yang terkuak dari sisi sebelah kanannya menarik penuh atensinya. Kepalanya terasa pusing. Dan sosok yang muncul dari balik pintu yang kini berjalan ke arahnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada itu langsung membuat kedua matanya membola. Tak lama kemudian ia pun sadar, sesuatu telah membatasi pergerakannya. Sosok yang lebih dari cukup untuk dikenalinya itu pun tersenyum menyeringai melihat keterkejutannya. **** Setelah kurang lebih satu jam berkendara dengan kecepatan biasa-biasa saja yang tentu saja

  • Neng Zulfa   Part 91

    Bunyi nada sambung telepon itu terdengar beberapa kali tanpa sahutan, membuat subjek yang menelepon mengerutkan kening di awal dan segera didera keresahan setelah berkali-kali mengulang tetap tak mendapat balasan. "Pelita, ayo angkat telepon saya," desis Adhim kemudian berusaha menghubungi Pelita lagi. Tiba-tiba perasaannya menjadi sangat tidak enak kali ini. Mata sewarna kopi Adhim melirik jam di dinding kokoh apartemennya dengan tangan yang tetap sibuk menempelkan segenggam ponsel di telinga. Pukul 16.47 WIB, seharusnya waktu yang lebih dari cukup bagi Pelita untuk mengabarinya jika istrinya itu sudah akan atau bahkan sampai Kota Bandung. Tetapi kenapa belum? Dan mengapa pula Pelita tidak kunjung mengangkat teleponnya? Adhim mengacak-acak surai hitamnya pada percobaan ke sekian kalinya, Pelita tetap tidak menjawab panggilannya.

  • Neng Zulfa   Part 90

    "Bang." Aldo yang baru kembali dari menuntaskan hajatnya di kamar mandi memanggil Adhim. Kini mereka ada di sebuah rest area Kota Bogor, habis beristirahat untuk menunaikan salat Zuhur dan mencari makan siang. Pekerjaan keduanya di Bogor sudah selesai. Lebih cepat dari yang Adhim dan Aldo perkirakan sebelumnya. Perkiraan semula, mereka akan menyelesaikan urusan bisnisnya di Bogor malam nanti, kemudian baru akan kembali ke Bandung keesokan pagi setelah mengistirahatkan diri. Namun ternyata tidak. Pekerjaannya selesai lebih cepat di luar prediksi. "Kita jadi balik Bandung habis ini, Bang?" tanya Aldo santai sembari mendudukkan dirinya kembali di sebuah bangku kayu yang ada di depan Adhim. "Hm," balas Adhim dengan gumaman. Manik cokelatnya mengawasi Aldo yang meraih gelas esnya dan meyesap minuman dingin itu tanpa sisa.

  • Neng Zulfa   Part 89

    "Bang, lo harus lihat ini!" seruan Aldo itu berhasil membuat Adhim menoleh dengan dahi mengernyit begitu menatap apa yang ditunjukkan oleh temannya itu. "Apa ini, Do?" balas Adhim dengan tanya. Ia benar-benar tidak paham apa maksud titik-titik serupa koordinat yang ditampilkan Aldo di layar ponselnya. "Lo lihat titik ini? Ini lokasi kita, Bang, Bogor," terang Aldo. Sebelah alis Adhim terangkat menatap manik mata Aldo. "Iya. Terus?" tanyanya. "Lo lihat titik koordinat yang ada di Jakarta?" Kepala Adhim menggeleng ringan tidak paham apa yang hendak dikatakan temannya. "Ini titik koordinat yang ngasih tunjuk lokasi keberadaan Pelita, Bang." Kedua netra Adhim membola mencoba mencerna apa yang baru saja disampaikan Aldo kepadanya. "Maksud lo apa?" tanya Adhim. "Pelita? Di Jakarta?" "Jadi, lo tahu, Bang?" balas Aldo dengan tanya. "Dan emang bener, kalau Pelita ada di Jakarta?" Ia melempari tanya kepada Adhim lagi. Kepala Adhim menggeleng. "Nggak mungkin, Do.

  • Neng Zulfa   Part 88

    Baru saja pesan itu terkirim, layar ponselnya langsung menampilkan notifikasi panggilan telepon dari Adhim. Pelita pun segera mengangkatnya. "Assalamualaikum, Pelita. Kamu sedang apa? Nggak tahu kenapa saya khawatir sama kamu." Pelita merasa bersalah mendengar nada cemas yang begitu kentara dalam suara Adhim itu. "Halo, Pelita. Ada apa? Kenapa saya tidak bisa menelepon kamu dari bakda Magrib tadi? Pelita? Halo?" Pelita menggigit bibir bawahnya. "H-halo, Kak Adhim. Waalaikumussamalam," jawabnya pada akhirnya setelah beberapa lama membisu dalam jeda waktu. "Maaf, Kak. Saya baru tahu Kakak nelepon." Ganti Adhim yang tidak langsung menjawab. "Pelita. Suara kamu ... kenapa?" sahut Adhim kemudian dengan nada penuh selidik. Kali ini Pelita merasakan tremor di tangannya menyadari suaranya yang pasti terdengar sengau setelah hampir seharian menangis di telinga Adhim. "Pelita?" Suara berat Adhim yang terdengar cemas mengalun lagi. "Halo, Pelita?" Pelita kali ini mencoba mengatu

  • Neng Zulfa   Part 87

    Pelita menatap sendu tubuh papanya yang terbaring di atas bed rumah sakit dari kaca transparan berbentuk persegi panjang yang dipasang di permukaan pintu kamar rawat papanya itu, sejak beberapa menit yang lalu. Masih tidak menyangka, papanya yang bugar dan sehat ketika terakhir kali ditemuinya kini berbaring tak berdaya dengan tubuh yang kehilangan banyak berat badan dan pucat di atas brangkar itu, sedang diperiksa dan ditangani oleh dokter pribadinya. "Papa harus sembuh, Pa. Jangan tinggalkan Pelita kayak Mama." Perempuan itu berbisik lirih sembari menyeka matanya yang basah akan air mata. Pelita sudah terbiasa menangis tanpa suara. Ia hanya perlu mengendalikan isakan agar tidak keluar dari labiumnya. "Aku sayang Papa." Perempuan itu berusaha keras mengeyahkan rasa sesak yang mendera dadanya. "Pelita." Dokter Duta yang semula berada di dalam ruangan bersama beberapa orang perawat keluar menemui Pelita dan langsung dihadiahi pertanyaan olehnya. "Dokter, gimana kondisi Papa sa

  • Neng Zulfa   Part 86

    "Maafin saya, Kak. Saya harus ke Jakarta tanpa bilang Kak Adhim. Papa saya butuh saya sekarang."Pelita bermonolog sendiri setelah memasukkan beberapa potong baju dan pakain ke tas tangannya yang memiliki ukuran sedang."Saya nggak mau ganggu kerja Kak Adhim," gumamnya lagi kemudian mengusap pipinya yang sedari tadi basah oleh air mata.Perempuan itu kini mengusap perut besarnya."Kamu juga yang kuat ya, Dek," katanya beralih mengajak bicara bayi yang ada di dalam kandungannya. "Mama harus ketemu Papanya Mama di Jakarta. Beliau butuh bantuan Mama. Maafin Mama yang bertindak egois karena harus pergi saat kamu udah mau lahir beberapa minggu lagi. Tapi Mama harus lakuin ini untuk kakek kamu. Mama minta tolong, bantu Mama, ya?! Kamu harus kuat, dan jangan rewel selama kita pergi tanpa Ayah kamu. Mama sayang kamu."Senyuman sedikit terukir di bibir cantik itu saat merasakan gerakan-gerakan yang dibuat bayinya yang seolah merespons setiap kata-

DMCA.com Protection Status