Samantha tidak lagi memikirkan langkah apa yang akan dilakukan oleh Felix ketika gadis itu menceburkan diri ke dalam air laut. Dia pun tidak ingin mendengarkan teriakan dari anak buah kapal Angkatan Laut yang menyuruhnya untuk tetap di tempat dan tidak pergi ke mana-mana.Samantha berenang menjauh dari badan kapal. Walaupun dia tidak bisa berenang lebih jauh. "Hei, gadis bodoh!" suara Felix terdengar berteriak dari geladak. Berenang seperti ekor lumba-lumba di permukaan air. Tidak menoleh ke belakang apalagi kembali berputar arah. "Ke mana pun kau berenang, tidak mungkin bisa pergi jauh!"Tidak ada seseorang atau sesuatu yang menghalangi gadis tersebut. Hanya air asin dirasakan oleh lidah serta langit biru tampak di hadapan. Samantha berenang tanpa arah, bahkan dia tidak menyadari ke arah manakah dia berenang. Andaikan ada seekor ikan menyertai, mungkin si ikan akan terheran-heran dengan kelakuan gadis berambut pirang itu. Ketika makhluk laut sering melihat manusia menumpang kapal
Seekor hiu yang berenang di samudera merasa senang ketika ada sesuatu yang bisa dimangsa. Mata bulat yang dimiliki olehnya ternyata mampu mengenali jika manusia tersebut memang lemah. Si manusia tidak mampu berenang dengan gesit, tidak memiliki ekor atau sirip untuk membantunya menyelam hingga ke lautan dalam. Di mata seekor hiu, kaki berkulit terang yang dimiliki Samantha sungguh bisa menjadi santapan yang menyenangkan serta mengenyangkan. Kaki yang bergerak-gerak di bawah permukaan air malah mengundang si hiu untuk lebih mendekat. Hewan air itu tidak langsung memakan kedua kaki yang berenang-renang itu. Dia memilih untuk berputar-putar, memastikan jika calon mangsanya tidak akan pergi menjauh. "Ha, kau sungguh mangsa yang empuk ....," begitulah kalimat yang akan terlontar andaikan si hiu bisa bicara. Pada mulanya, Samantha tidak menyadari jika gerakan tubuhnya di lautan lepas ternyata bisa mengundang si hiu untuk datang. Ketika para kelasi di atas kapal Angkatan Laut saling sahut
"Ki, sepertinya kita lolos dari kejaran kapal Inggris?!" Si Cungkring berteriak dari atas tiang kapal. "Kau yakin?" Ki Badra balik berteriak."Saya yakin, Ki. Kapal mereka tidak tampak lagi," seraya menutup matanya dengan teropong. "Bahkan, bendera mereka pun tidak terlihat, Ki.""Ah, baguslah kalau begitu.""Ternyata kapal Inggris pun mudah menyerah."Si Cungkring diperintahkan untuk turun oleh Ki Badra. Tangan kiri pria paruh baya itu memberi tanda kepada anak buahnya untuk segera kembali pada pekerjaannya masing-masing. Tampak sekali kekecewaan di wajah mereka karena pertarungan yang mereka harapkan tidak jadi digelar. "Ah, padahal ingin sekali rasanya aku memenggal leher mereka ...." seorang lelaki bertubuh tinggi memuntahkan kegusarannya. "Tenang, Kapak. Sebentar lagi tenagamu benar-benar akan berguna." Ki Badra menepuk pundak si Kapak yang meletakkan kembali senjata di pundaknya."Benarkah, Ki?""Ya, aku yakin. Aku yakin akan ada kapal dagang yang melintasi perairan ini. Mere
Ki Badra tahu bagaimana cara menyenangkan anak buahnya. Menunjukkan sebuah objek di tengah kegelapan pun ternyata membuat mereka senang. Objek cahaya sebagai titik di tengah kegelapan. "Sebuah kapal dagang penuh muatan," begitulah para anak buah kapal menyimpulkan. "Bagaimana kau yakin?" Si Cungkring seakan mempertanyakan keyakinan teman-temannya. "Kalau bukan kapal, lantas apa?" Si Tampan memukul kepala kawannya yang bertubuh kurus nan tinggi. "Mungkin saja itu hantu laut."Ki Badra membentak Si Cungkring ketika membicarakan hantu laut," hei, aku sudah katakan kau jangan bicara begitu! Tuan Besar tidak senang pada orang yang percaya takhayul.""Maaf, Ki.""Ah, sudah bertahun-tahun Tuan Besar melaut, dia belum pernah menemukan hantu di laut.""Kalau di darat?""Sama saja, tidak ada!"Kelakuan Si Cungkring menjadi bahan tertawaan kawannya. Tidak terkecuali Si Tampan, begitulah Ki Badra menjuluki orang itu. Dia memang tampan jika dibandingkan dengan semua lelaki yang ada di kapal it
Samantha meniti tangga dengan langkah terhuyung. Di bawah kakinya, air laut yang bergelombang kembali menyapa."Hati-hati, jangan sampai jatuh. Bila kau jatuh, seekor hiu bisa saja menerkam dirimu."Samantha menoleh kepada Felix yang berdiri di geladak kapal Angkatan Laut. Lelaki itu berkacak pinggang sembari menyeringai. "Berdo'a saja agar aku tidak tercebur ke laut." Samantha kembali menghadap ke arah seberang. Tangan dan kakinya yang terikat membuatnya kesulitan meniti jembatan kecil yang menghubungkan kapal Angkatan Laut dengan kapal dagang yang lebih besar. Jembatan tersebut lebih cocok disebut titian karena hanya dibuat dari dua papan kayu yang direkatkan oleh palang kayu. "Ah," Samantha sampai di geladak kapal dagang itu dengan hati lebih lega. Meskipun masih banyak pertanyaan di benaknya. Kaki gadis bergaun putih itu menyentuh papan kayu. Dia tidak bisa memastikan bagaimana warna lantai geladak. Tidak cukup penerangan yang ada di sana. Kesan pertama kali yang dirasakan hany
Si Cungkring kaget bukan kepalang ketika puluhan serdadu tiba-tiba saja keluar berhamburan dari lambung kapal. Kelewang di tangannya pun mengajak dia untuk segera bertarung. "Aaaa!" Kaki telanjang Si Cungkring melayang demi menghadang para lelaki berseragam.Buuk!Mereka yang ditendang terjatuh hingga beradu satu sama lain. Tentu saja senantiasa ada perlawanan ketika ada yang menghadang. Pedang berseliweran nyaris melukai wajah. Untungnya, Si Cungkring cukup gesit. Ada yang berhasrat untuk menusuk dada, namun kelewang mampu menangkis pedang panjang. "Ahh!" Ujung pedang nyaris saja menyentuh kulit andaikan lelaki bertubuh kurus tinggi itu tidak mundur ke tepi geladak. Tang!Tang!Suara pedang beradu tanpa tahu jika ketajamannya bisa saja merenggut nyawa. Dari arah yang tak terduga, sebilah pedang melukai kaki, maka Si Cungkring tak mampu menghindar."Arghh!" lelaki itu mengerang kesakitan. ***Di sisi lain, Si Tambun nyaris saja terjatuh ke laut jika saja si Jabrik tidak memegangi
"Ringkus saja dia!" Felix mengoreksi perintah sebelumnya. "Aku ingin tahu bagaimana reaksi Sultan jika melihat mereka."Lelaki itu tetap pada rencana awal untuk menggelandang komplotan perompak ke hadapan Sultan di Pontianak. Dia harus menunjukkan bukti kinerjanya kepada warga di sepanjang garis pantai pulau Kalimantan. Pemerintah yang memberinya tugas tidak boleh dikecewakan. "Bagaimana dengan pemimpinnya?" "Tentu saja dia yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya."Felix menatap ke arah kapal Kalajengking Hitam di sisi kapal dagang. Dia tertawa sembari berkacak pinggang. Tidak ada hal lucu. Lelaki itu hanya merasa puas atas apa yang telah dicapainya. Kapal Kalajengking Hitam yang ditakuti oleh para pelaut di sekitar Laut Jawa ternyata begitu mudah untuk dilumpuhkan. Para perompak yang terkenal sangar itu sudah bisa dikalahkan dalam satu kali serangan. Jebakan yang telah direncanakan oleh Felix mampu mengelabui komplotan perompak. Padahal, sebelumnya sulit sekali komplotan te
Felix merasa senang ketika dia bertemu orang yang dikenalnya. Lelaki itu tertawa ketika masuk ke dalam lambung kapal dagang. Dia menemui Samantha yang disekap semalaman. "Bagaimana kabarmu, Nak?" Felix bertanya sembari membuka penutup wajah tawanannya."Ah, apa maksudmu? Basa-basi.""Kau tahu, suasana hatiku sedang senang hari ini."Samantha tidak peduli. Dia memasang wajah ketus. "Aku merasa jika kabar baik ini harus disampaikan kepadamu.""Aku tidak mau tahu!"Felix kembali tertawa. Suaranya agak menggema dalam ruangan kosong nan luas. "Kapan kau akan melepaskan aku?""Kau harus bersabar." Felix berbalik badan. "Sekarang, sudah saatnya kau sarapan."Felix berjalan pelan meninggalkan Samantha. "Aaaa! Aku menyesal telah menyelamatkanmu! Seharusnya aku biarkan saja kau dimakan hiu!"Felix hanya tertawa ketika kembali diingatkan akan kejadian hiu yang memangsa seorang anak buahnya hingga tewas. Andaikan kala itu si hiu tidak ditusuk matanya oleh Samantha maka mungkin Felix pun akan