Perkelahian di atas kapal merupakan pengalaman pertama bagi Samantha. Takut, benci, dendam menjadi perasaan yang bercampur aduk ketika harus dihadapkan pada keadaan yang tidak bisa dihindarinya. Ketika kapal para tentara itu semakin dekat, perasaan sebagaimana menghadapi seekor buaya tempo hari muncul kembali. Perkiraan Samantha ternyata benar. Kapal musuh belum siap untuk menembakkan meriam. Mereka tidak berani menembak karena kapal lawan terlalu dekat. Andaikan satu kapal meledak maka beresiko meledakkan kapal lainnya. Drkkk!Sebuah dayung dijadikan alat untuk menahan lambung kapal bertabrakan. Iskandar ditugaskan untuk melakukannya sekaligus menjadi cara untuk meniti menuju kapal musuh. Lukman menjadi orang yang pertama kali menerjang ke arah geladak kapal musuh. Pemuda itu menggila dengan tombak di tangannya. Dia tidak memberi ruang bagi para serdadu itu untuk bersiap menembak. "Serang!" teriakan Muhsin memperjelas apa yang mesti dilakukan.Samantha memperoleh tugas yang pentin
Felix kesulitan untuk menyalakan pemantik. Dia gugup.Kegugupan itu tidak datang tiba-tiba. Didorong oleh rasa kesal yang tak dimuntahkan. Kesal ketika Samantha, sebagai buruannya, tidak kunjung tertangkap. Seharusnya gadis itu menjadi makhluk jinak yang bisa dimangsa dengan mudah oleh Felix. Namun, Samantha malah menjadi buruan yang sulit diterkam. Alih-alih mudah untuk dimangsa, dia malah menjadi makhluk yang berbalik memangsa. Samantha seperti seekor rusa yang berubah menjadi serigala. Mengerahkan kawanannya untuk balik menyerang kawanan singa yang tengah nyaman bersantai. "Aku akan membunuhmu, tidak peduli lagi dengan perintah orang-orang serakah di Singapura," Felix bicara sendiri untuk memperkuat keputusannya. Lambung kapal menjadi lebih terang tatkala dia membuka jendela kecil yang berguna untuk membidik sasaran tembak. Bukan sasaran yang jauh sebagaimana dia pernah dilatih bertempur di tengah lautan lepas. Sasaran itu begitu dekat, terlampau dekat. Tangan kiri Felix menyal
Samantha, James, Muhsin dan Iskandar sanggup melarikan diri dari kemelut yang hampir saja merenggut nyawa mereka. Keempatnya terus mendayung sampan hingga menjauh dari kapal Bintang Timur yang telah hancur.Dengan tenaga yang tersisa, mereka mendayung sampan menyusuri sungai. Sampan tersebut baru saja selesai dibuat oleh Ali dan Luqman tadi pagi. Namun sayang, keduanya tidak bisa menikmati hasil karya mereka karena nyawa telah meninggalkan raga. "Apakah kita tidak menolong Luqman dan Ali?" pertanyaan itu timbul karena rasa bersalah Samantha. Dia terus menoleh ke belakang sembari berharap orang yang dimaksud datang menyusul."Kita jalankan rencana." Muhsin menjawab dengan tegas. "Pantang untuk menoleh ke belakang."Pernyataan dari Kapten Muhsin terdengar seakan pemimpin kapal Bintang Timur itu sebagai raja tega. Mereka yang mendengar akan menganggap jika Muhsin bukan tipe orang yang peduli kepada nyawa orang lain. Namun, tampaknya dia lebih rela disebut demikian dibandingkan melenceng
Samantha kaget ketika menyaksikan Muhsin menodongkan senapan kepada James, sungguh sebuah kejutan lain. "Kapten Muhsin, apa yang ada di pikiranmu?" Samantha membelalakkan mata dengan tangan masih diangkat ke atas. "Ingat akan perjuangan kita hingga sampai di sini."Muhsin hanya menyeringai. Reaksi Iskandar tidak kalah terkaget-kaget. Dayung di tangan terlepas tanpa disadari jika benda itu pun mengapung di permukaan air. "Tuan, mari kita bicara. Semua hal bisa dibicarakan, Tuan."James pun hanya mematung. Matanya menatap tajam ke arah Muhsin yang enggan menurunkan moncong senapan. "Kapten, bukankah anda yang mengatakan jika kita harus melakukan ini bersama. Anda mengatakan itu kepada saya." Samantha hanya bisa menangis tersedu karena sulit menerima peristiwa yang menyentak hati ini. "Jika ada sesuatu yang anda inginkan, mari kita membicarakan baik-baik." Andaikan hewan-hewan liar yang ada di sekitar danau mengerti apa yang tengah terjadi, mungkin mereka akan menikmati adegan di teng
James tersadar dari pingsan. Dia hendak berteriak ketika merasakan sakit akibat luka di tubuhnya. Namun, urung dilakukan karena melihat Samantha sedang dalam kesulitan. James tidak ingin perhatian Muhsin teralihkan. Meskipun dia tampak lemah karena terluka, namun ambisinya untuk "memangsa" Samantha masih begitu tinggi. Muhsin naik ke dahan pohon sebagaimana Samantha yang telah mencapai puncak pohon. Mereka berdua tampak seperti seekor kucing hendak memangsa tupai yang enggan turun ke tanah.Pemuda itu masih belum paham bagaimana bisa dia menyembunyikan identitasnya begitu rapih. Tidak ada seorang pun yang menyadarinya jika apa yang dilakukan oleh Muhsin merupakan bagian dari rencana tersembunyi untuk memperoleh "harta curian". Sesuatu yang sama sebagaimana yang diburu oleh komplotan Felix. "Hentikan!"James pun memilih berjalan pelan di genangan air danau yang mulai berubah warna oleh darah. Ketika dia berteriak, tidak ada yang menggubris. "Kau mau uang? Aku akan memberikannya untuk
"Wah, besar sekali ...!" Samantha berujar ketika melihat seekor kelelawar raksasa yang berhasil ditangkap oleh Iskandar. Tampaknya si kelelawar itu pasrah saja ketika di tangkap oleh Iskandar. Tubuhnya yang besar tidak sanggup melawan kemahiran seorang manusia. Ketika dia tergantung di dahan pohon, kelelawar tersebut hanya melongo melihat makhluk asing yang dianggapnya tidak lebih galak dari seekor orang utan.Hanya dengan bantuan sebuah tali dari tumbuhan rambat, Iskandar mengikat mulut besar si kelelawar serta mengingat tangan dan kakinya agar dia tidak mengepakkan sayap. Sebenarnya, hewan itu tidak bersayap. Untuk terbang, kelelawar menggunakan selaput diantara kaki depannya yang lebar. "Satu ekor lagi!" James memberi perintah dari atas sampan. "Cari kelelawar betina!""Harus menangkap sepasang?" Samantha menanyakan sebuah alasan."Hanya pembanding saja. Orang-orang di museum menginginkannya demikian.""Oh, jadi pemilik museum yang menginginkan makhluk ini?""Ya, siapa lagi. Nanti
Samantha memilih untuk merunduk ketika terdengar suara tembakan. Matanya tidak bisa memastikan dengan jelas, siapa penembak yang hampir saja melukai dirinya, Iskandar dan James."Di mana dia?""Entahlah," James pun tidak tahu siapa penembak misterius tadi dan dia mengajak Samantha untuk segera menjauh. Mereka berdua pun mendayung sampan dengan kecepatan maksimal. Arus yang kuat cukup membantu mereka untuk menghindari tembakan susulan. Sampan yang dinaiki oleh Samantha dan James ternyata mampu menyusul sampan yang dikendarai oleh Iskandar yang membawa tong berisi arak dan spesimen kelelawar. Tangan kiri James meraih sampan Iskandar. "Kau baik-baik saja?""Ya, Tuan.""Sepertinya mereka memang mengincar dirimu," James membuat perkiraan. "Mereka menembak tepat dekat kepalamu.""Saya pun berpikir demikian, Tuan.""Kita bertukar tempat. Jika kau di dekat Samantha, mungkin mereka tidak akan mengincar dirimu. Aku yakin mereka tidak ingin Samantha terluka."Samantha tidak ingin menyela atau
Felix menerapkan strategi menunggu ketika harus kembali berhadapan dengan orang yang tengah diburunya. Dia hanya merasa penasaran, apakah Samantha masih hidup atau sudah mati dimakan buaya. "Jangan sampai lepas," Felix mengingatkan kembali anak buahnya, "atau kalian mati!"Para serdadu itu tahu jika kata-kata dari si komandan bukan sekedar gertakan belaka. Lelaki itu benar-benar tidak menginginkan hal lain kala itu. Hanya dua hal yang dipikirkannya, membunuh Samantha dan memperoleh "harta curian" yang digadang-gadang berjumlah sangat banyak. "Mereka menyelam di bawah lambung kapal, Tuan!""Ah, aku tidak peduli di mana mereka! Andaikan dia terbang ke langit, kalian harus mengejarnya!"Felix tahu jika anak buahnya sudah terluka parah. Banyak diantara mereka tampak kesakitan karena menahan rasa sakit. Kepala, tangan atau kaki mereka dibalut perban. Untungnya, kapal Angkatan Laut dilengkapi dengan perbekalan untuk mengobati prajurit yang terluka. Andaikan tidak demikian, mungkin sekali
Berbulan-bulan kemudian ...***Samantha dan James kembali melakukan perjalanan ke pedalaman hutan Borneo. Bukan tanpa tujuan, justru mereka ke sana untuk dua tujuan. Kali ini, mereka mempersiapkan banyak hal. Menggunakan tiga perahu yang bisa memuat banyak barang, akhirnya rombongan berhasil mencapai danau sebagai habitat kelelawar raksasa. Tujuan utama dari James, menangkap si makhluk eksotis untuk dijadikan koleksi. Dimana misi sebelumnya mereka gagal membawa pulang hewan liar nan langka tersebut. "Ah, aku tidak menyangka jika akan kembali lagi ke tempat ini," Samantha menghela nafas panjang. Kedua tangannya memegang pinggang sambil meringis. "Sungguh tempat yang membuat aku rindu.""Ya, memang tempat yang mengundang kerinduan." James pun turun dari perahu kemudian menginjakkan kaki di atas tanah berumput. "Tapi, kali ini perjalanan terasa melelahkan dibandingkan pertama kali ke sini.""Karena sekarang kau tengah hamil." James masih tetap bicara ketus sambil menyiapkan senapan y
Sekitar satu tahun kemudian ...***Kala itu, akhir pekan nan ramai oleh orang yang melakukan hal sama. Kota Singapura, menjadi tempat persinggahan bagi Samantha dan James setelah melakukan perjalanan bersama mengelilingi pulau Sumatera. Kini, keduanya kembali menuju kota tersebut karena masih ada Nyonya Edmund sebagai orang tua yang biasa dikunjungi. Kedua sejoli menghabiskan waktu bersama di dalam kota sejak pagi. Selain mengunjungi taman kota, mereka pun sempat singgah di sebuah toko barang serba ada yang menyediakan banyak keperluan. "Nah, ini toko langgananku," James turun dari kereta kuda kemudian berdiri tepat di depan sebuah toko yang dijaga oleh seorang lelaki Cina. "Haia, selamat datang, Tuan." Si Pemilik Toko menyambut mereka dengan ramah. "Apa kabar, Tuan?""Lebih baik, dibandingkan terakhir kali aku datang ke sini."Pemilik toko itu tampaknya tidak terlalu ingat kepada James. Mungkin sudah begitu banyak orang yang datang ke sana serta ingatannya pun mulai buruk sehingg
Dalam benak Samantha, "sudah sejauh ini aku melangkah, maka aku harus menyelesaikannya," ketika Martin menodongkan senapan tepat di belakang lehernya. Hanya memiliki waktu beberapa saat saja untuk menentukan apakah bertarung sampai mati atau menyerah sebagaimana yang diinginkan pihak lawan. Kedua tangan gadis itu diangkat ke atas sambil menatap ke dalam ruangan gelap di bawah kabin. Belum bisa melihat bagaimana keadaan sang ibu, tetapi mendengar suara saja sudah bisa dipastikan jika wanita itu tidak baik-baik saja. "Martin, hentikanlah," terdengar suara parau dari Nyonya Edmund. "Kau boleh mengambil apa yang kau inginkan, tapi lepaskan anakku. Jangan kau sakiti dia."Martin tidak menghiraukan perkataan dari kakak iparnya. "Dia tidak tahu apa-apa."Samantha menantikan bagaimana sang paman bereaksi. Tetapi, bisa diduga jika Nyonya Edmund pun tidak tahu jika sang putri sudah tahu kebusukan pamannya tersebut. "Jika kau menginginkan harta itu, ambillah. Aku tidak membutuhkannya." Nyony
Kapal Orion bergoyang-goyang setelah lubang menganga terbentuk di buritan bagian bawah. Dalam keadaan demikian, mistar layar bergoyang-goyang, membuat Samantha kesulitan menjaga keseimbangan. Ditambah, pinggang sebelah kanan gadis itu terluka. Darah membasahi bajunya sehingga berubah warna menjadi merah. Di buritan, ada seseorang yang siap menembak untuk kedua kalinya. Kali ini, dia bisa mengenali wajah orang itu. "Martin," batin Samantha berusaha memastikan jika orang yang akan membunuhnya adalah pamannya sendiri. Dor!Sekali lagi, suara senapan terdengar. Samantha berhasil mengelak dengan cara menggantungkan tubuhnya seperti seekor kelelawar. Kepala di bawah dengan kaki masih mengapit mistar layar. Tapi, tidak ada peluru yang mengenai tubuhnya. "Terima kasih, James." Bola mata Samantha tertuju kepada James yang merebut senapan dari tangan Martin. Mereka berdua pun terlihat bergumul.Bagi Samantha, dia tidak boleh terlihat kesakitan di mata James. Maka dari itu, rasa sakit pada
Setelah berbagai upaya dilakukan, pada akhirnya kapal Orion berhasil didekati oleh kapal Liberty. Posisi keduanya melaju dalam satu garis sehingga berlayar secara beriringan. Posisi yang tidak ideal untuk menembakkan meriam karena meriam-meriam dipasang di sisi lambung kapal. Dan, untuk menembakkan meriam, kedua kapal harus berada dalam posisi menyamping. Kecuali, meriam didorong hingga terpasang di posisi yang dikehendaki. Namun, itu pun bukan ide yang baik karena akan sangat merugikan. "Ah, mereka tahu kekuatan kapal ini," Samantha menyimpulkan keadaan. "Tentu saja, Nona. Kedua kapal berasal dari galangan yang sama."Kapal Orion tidak memulai untuk menembakkan meriam. Begitupula, kapal Liberty. Alasannya, "jaraknya belum cukup, Kapten." Samantha memberikan perkiraan. Apa yang akan dilakukan oleh Samantha dan para awak kapal Liberty bisa dibilang bentuk kenekatan semata. Cukup jelas terlihat awak kapal musuh sudah siap untuk menembak. Andaikan pihak kapal Liberty memulai seranga
Dalam usia yang masih belia, Samantha memiliki musuh besar. Bukan hanya musuh biasa, gadis itu harus berhadapan dengan seorang pejabat Britania Raya yang memiliki kekuasaan. Orang tersebut masih memiliki pertalian kekerabatan dengannya, Paman Martin. "Jadi, dia pamanmu, Nona?" Kapten Sayyid bertanya demi meyakinkan dirinya sendiri tentang siapa yang tengah dihadapi. "Saya pun pernah mendengar namanya. Dia pejabat di Pontianak.""Ya, betul. Dia menikah dengan adik ibu saya.""Oh, adik ipar yang culas."Samantha tersenyum ketika mendengar komentar dari sang kapten. Gadis itu menoleh kepada Sayyid yang bertindak sebagai jurumudi. Sebuah senyuman ironi tersungging dari bibirnya. Mendengar cerita dari Samantha, sepertinya pria keturunan Arab itu punya alasan untuk terus menatap ke depan demi mengejar kapal Orion yang melaju begitu kencang. "Nona," terdengar Iskandar berteriak dari geladak, "semua sudah siap!" Samantha mengacungkan ibu jari. Iskandar pun kembali masuk ke dalam lambung k
Samantha kesal sekaligus kaget karena dia harus dihadapkan pada situasi yang mengejutkan. Untuk sekian kalinya, gadis itu menghadapi keadaan yang selalu membutuhkan kekuatan mental lebih besar dari keadaan biasanya. Menghadapi seekor buaya, diterkam ikan hiu atau dikurung dalam sumur tua, ternyata belum seberapa jika dibandingkan dengan keadaan saat ini. "Hei, bajingan! Lepaskan ibuku!" Samantha berteriak lantang tatkala dua kapal saling mendekat. Suara orang tertawa terdengar dari kapal Orion. Ketika mendengar orang tertawa itu emosi Samantha semakin memuncak. Tangan kanannya memukul tiang layar untuk melampiaskan kekesalan. Lagi, terdengar suara orang tertawa terbahak-bahak dari atas geladak kapal Orion. "Kenapa kau melakukan ini kepada kami?! Apakah kematian ayahku tidak cukup untuk menyiksa kami?!" Tidak ada jawaban yang jelas atas pertanyaan dari Samantha. "Baiklah, apa maumu?"Orang yang diajak bicara itu ternyata menjawab dengan mantap, "kau pergi dari negeri ini bersama
Samantha berdiri di haluan. Di pinggangnya tergantung pedang panjang menjuntai nyaris menyentuh lantai. Tangan kanannya memegang teropong yang digunakan untuk melihat ke depan. Suatu benda yang terapung di permukaan air laut. "Kau yakin?""Sejujurnya aku belum begitu yakin dengan keputusan yang kita ambil." Samantha menjawab pertanyaan dari James dengan suara pelan. "Aku hanya merasa ....""Tenang saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Bagaimanapun, aku harus bisa melakukan ini demi keselamatan kita semua."Pada akhirnya, Samantha dipercaya untuk menjadi juru runding. Meskipun dia seorang gadis muda yang tidak berpengalaman, namun semua awak kapal yakin jika seorang gadis keturunan Inggris memiliki posisi tawar lebih kuat dibandingkan orang-orang Melayu ataupun orang Arab. Mereka berharap jika kapten kapal Inggris yang akan berpapasan nanti memberi mereka izin untuk terus melaju. "Mereka mendekati kapal kita!" suara Iskandar lantang berteriak dari atas tiang layar. Pemuda itu ta
Samantha menatap lautan luas. Dari kejauhan, tampak beberapa pulau kecil. Bisa diperkirakan jika pulau tersebut tidak berpenghuni. Hanya dijadikan tempat berlabuh sementara bagi para pelaut tatkala ada kendala ketika melaut. "Aku berharap tidak ada lagi kendala atau halangan apa pun yang bisa menghambat perjalanan kita.""Ya, aku selalu berharap demikian," James bicara sembari mengangkat alis sedangkan bibirnya ditarik ke bawah. "Hei, aku serius. Kenapa kau berpikir jika tantangan selalu ada. Apakah menurutmu tantangan selalu menyenangkan?"James menganggukkan kepala. "Terkadang begitu. Aku merasa jika kendala dalam perjalanan menjadi hiburan tersendiri ....""Hiburan? Ah, kau ini terluka sedikit saja sudah banyak mengeluh." Samantha memegang bahu James yang terluka. "Seperti anak kecil.""Hei, sakit!" "Tuh, kan."Awak kapal Liberty seakan enggan turut campur pada mereka berdua. Semua orang mengerti bagaimana rasanya kasmaran. Ketika menyaksikan dua sejoli yang sedang jatuh cinta,