Samantha benar-benar panik. Dia tidak bisa melepaskan gigitan yang mencengkram kaki. Andaikan tidak ada sepatu yang melindungi, mungkin pergelangan kakinya akan putus saat itu juga. Dia ditarik hingga tenggelam ke dalam air. Pandangan Samantha kabur untuk sementara. Keberuntungan masih ada di pihaknya. Ah, selalu ada sisi "keberuntungan" meskipun berada dalam masa kesulitan. Bahkan, ketika garis kematian tidak lebih lebar dari garis kehidupan. Tuhan masih menyayanginya. Itu pula yang terbersit dalam pikiran Samantha. Ketika nama Tuhan selalu ada dalam ingatan, maka dia pun masih memiliki alasan untuk tidak mengingkari karunianya."Ya, Tuhan!"Si buaya tidak mau menunda lagi hasratnya untuk segera membunuh si mangsa. Tubuh Samantha diombang-ambing seperti sebuah boneka yang dimainkan gadis itu ketika masih kecil. Tubuh Samantha berputar di udara. Berkali-kali. Arena pergulatan hewan dan manusia itu mendadak jadi sangat keruh. Lumpur terangkat ke permukaan karena ekor si buaya menya
"Mari kita pergi dari tempat terkutuk ini," James berbisik kepada Samantha.Gadis itu mengangguk setuju. Matanya masih memandangi James seakan tidak percaya jika pemuda itu menemukannya. "Ayo, pegi." James meraih tangan Samantha. "Mau sampai kapan kau memandangiku seperti itu?"Samantha hanya tersenyum tipis. Senja bercampur naungan pohon yang lebat menambah kegelapan petang itu. Hujan yang semakin deras malah membuat kegelapan menjadi. Sesekali kilatan cahaya petir menerangi langit serta menampakkan keadaan hutan dengan dedaunan yang bergoyang diterpa angin. "Di mana Faisal?"Samantha menggelengkan kepala."Ah, sudah aku duga."Samantha tidak mau bercerita lebih tentang Faisal. Hal yang ingin dia capai saat itu kembali ke kapal Bintang Timur. Berkumpul bersama orang-orang yang ternyata dirindukan oleh gadis itu.Mereka berdua tidak memegang lentera atau benda apa pun yang bisa membantu menerangi jalan di depannya. Hal yang bisa dirasakan hanyalah arus air yang terus menerpa tubuh.
"Apakah hari ini kita akan menemukan kelelawar raksasa yang kau maksud, Tuan James?" "Aha, kenapa jadi kau yang terlihat bersemangat, Nona?" James menyaksikan Samantha kembali mengenakan stelan berpetualangnya. "Bukankah seharusnya memang demikian?"Pagi yang cerah membuat orang-orang menjadi lebih bersemangat. Mereka yang semula bersedih, tidak bisa terus memelihara kesedihannya. Bukan bermaksud melupakan kesedihan itu, tetapi waktu jualah yang memaksa mereka untuk mengganti kesedihan dengan sebuah dorongan untuk berbuat sesuatu. Menjalankan rencana yang telah disusun, sembari berharap keberhasilan akan diperoleh. "Masih jauhkah tujuan kita?" Samantha bertanya kepada Kapten Muhsin yang memegang kemudi. "Cukup jauh." "Selama perjalanan, apa yang bisa saya lakukan, Tuan?" Samantha meminta tugas untuk dikerjakan."Obati kakimu. Dan duduk di geladak.""Tuan ... saya bisa mati karena bosan.""Ini perintah, ingat di atas kapal, saya yang memimpin."Samantha hanya mengangguk pelan. Mata
Perkelahian di atas kapal merupakan pengalaman pertama bagi Samantha. Takut, benci, dendam menjadi perasaan yang bercampur aduk ketika harus dihadapkan pada keadaan yang tidak bisa dihindarinya. Ketika kapal para tentara itu semakin dekat, perasaan sebagaimana menghadapi seekor buaya tempo hari muncul kembali. Perkiraan Samantha ternyata benar. Kapal musuh belum siap untuk menembakkan meriam. Mereka tidak berani menembak karena kapal lawan terlalu dekat. Andaikan satu kapal meledak maka beresiko meledakkan kapal lainnya. Drkkk!Sebuah dayung dijadikan alat untuk menahan lambung kapal bertabrakan. Iskandar ditugaskan untuk melakukannya sekaligus menjadi cara untuk meniti menuju kapal musuh. Lukman menjadi orang yang pertama kali menerjang ke arah geladak kapal musuh. Pemuda itu menggila dengan tombak di tangannya. Dia tidak memberi ruang bagi para serdadu itu untuk bersiap menembak. "Serang!" teriakan Muhsin memperjelas apa yang mesti dilakukan.Samantha memperoleh tugas yang pentin
Felix kesulitan untuk menyalakan pemantik. Dia gugup.Kegugupan itu tidak datang tiba-tiba. Didorong oleh rasa kesal yang tak dimuntahkan. Kesal ketika Samantha, sebagai buruannya, tidak kunjung tertangkap. Seharusnya gadis itu menjadi makhluk jinak yang bisa dimangsa dengan mudah oleh Felix. Namun, Samantha malah menjadi buruan yang sulit diterkam. Alih-alih mudah untuk dimangsa, dia malah menjadi makhluk yang berbalik memangsa. Samantha seperti seekor rusa yang berubah menjadi serigala. Mengerahkan kawanannya untuk balik menyerang kawanan singa yang tengah nyaman bersantai. "Aku akan membunuhmu, tidak peduli lagi dengan perintah orang-orang serakah di Singapura," Felix bicara sendiri untuk memperkuat keputusannya. Lambung kapal menjadi lebih terang tatkala dia membuka jendela kecil yang berguna untuk membidik sasaran tembak. Bukan sasaran yang jauh sebagaimana dia pernah dilatih bertempur di tengah lautan lepas. Sasaran itu begitu dekat, terlampau dekat. Tangan kiri Felix menyal
Samantha, James, Muhsin dan Iskandar sanggup melarikan diri dari kemelut yang hampir saja merenggut nyawa mereka. Keempatnya terus mendayung sampan hingga menjauh dari kapal Bintang Timur yang telah hancur.Dengan tenaga yang tersisa, mereka mendayung sampan menyusuri sungai. Sampan tersebut baru saja selesai dibuat oleh Ali dan Luqman tadi pagi. Namun sayang, keduanya tidak bisa menikmati hasil karya mereka karena nyawa telah meninggalkan raga. "Apakah kita tidak menolong Luqman dan Ali?" pertanyaan itu timbul karena rasa bersalah Samantha. Dia terus menoleh ke belakang sembari berharap orang yang dimaksud datang menyusul."Kita jalankan rencana." Muhsin menjawab dengan tegas. "Pantang untuk menoleh ke belakang."Pernyataan dari Kapten Muhsin terdengar seakan pemimpin kapal Bintang Timur itu sebagai raja tega. Mereka yang mendengar akan menganggap jika Muhsin bukan tipe orang yang peduli kepada nyawa orang lain. Namun, tampaknya dia lebih rela disebut demikian dibandingkan melenceng
Samantha kaget ketika menyaksikan Muhsin menodongkan senapan kepada James, sungguh sebuah kejutan lain. "Kapten Muhsin, apa yang ada di pikiranmu?" Samantha membelalakkan mata dengan tangan masih diangkat ke atas. "Ingat akan perjuangan kita hingga sampai di sini."Muhsin hanya menyeringai. Reaksi Iskandar tidak kalah terkaget-kaget. Dayung di tangan terlepas tanpa disadari jika benda itu pun mengapung di permukaan air. "Tuan, mari kita bicara. Semua hal bisa dibicarakan, Tuan."James pun hanya mematung. Matanya menatap tajam ke arah Muhsin yang enggan menurunkan moncong senapan. "Kapten, bukankah anda yang mengatakan jika kita harus melakukan ini bersama. Anda mengatakan itu kepada saya." Samantha hanya bisa menangis tersedu karena sulit menerima peristiwa yang menyentak hati ini. "Jika ada sesuatu yang anda inginkan, mari kita membicarakan baik-baik." Andaikan hewan-hewan liar yang ada di sekitar danau mengerti apa yang tengah terjadi, mungkin mereka akan menikmati adegan di teng
James tersadar dari pingsan. Dia hendak berteriak ketika merasakan sakit akibat luka di tubuhnya. Namun, urung dilakukan karena melihat Samantha sedang dalam kesulitan. James tidak ingin perhatian Muhsin teralihkan. Meskipun dia tampak lemah karena terluka, namun ambisinya untuk "memangsa" Samantha masih begitu tinggi. Muhsin naik ke dahan pohon sebagaimana Samantha yang telah mencapai puncak pohon. Mereka berdua tampak seperti seekor kucing hendak memangsa tupai yang enggan turun ke tanah.Pemuda itu masih belum paham bagaimana bisa dia menyembunyikan identitasnya begitu rapih. Tidak ada seorang pun yang menyadarinya jika apa yang dilakukan oleh Muhsin merupakan bagian dari rencana tersembunyi untuk memperoleh "harta curian". Sesuatu yang sama sebagaimana yang diburu oleh komplotan Felix. "Hentikan!"James pun memilih berjalan pelan di genangan air danau yang mulai berubah warna oleh darah. Ketika dia berteriak, tidak ada yang menggubris. "Kau mau uang? Aku akan memberikannya untuk