Umi Syifa melihat Ida yang sedang duduk di ruang tengah sejenak melamun , tanpa menghiraukan kedatangan Umi Syifa dan membuatnya bingung.“Kamu lagi mikirin apa sih Da, serius amat?” tanya Umi Sifa yang sudah duduk di sampingnya.“Eh, Umi nggak apa-apa kok!” jawab Ida tersenyum.“Oh ya Umi, tadi Mas Sulthan telepon katanya dia pulang agak malam soalnya dia mau ke tempat Agnes dulu ada perlu kali sama Mas Iqbal,” jelasnya sembari bermain dengan Baby Salsa dan menulis.“Oh iya, nggak apa yang penting dia ngabarin orang rumah!” ucap Umi Syifa.“Eh tunggu dulu, ini maksudnya dia kasih tahu kamu langsung, berarti Sulthan telepon kamu, bukannya dia nggak punya nomor ponselmu?” Berarti dia mulai mencair, ”ucap Umi bahagia.“Es kali Umi cair!”“Maksud Umi apa sih, nggak ngerti!” ucapnya pura-pura tidak tahu.“Terus dapat dari mana dong nomor ponselmu?”“Dan yang paling mengesankan dia tidak mengabari Umi lagi tetapi langsung ke istrinya,” goda Umi Syifa.“Paling dapat dari Agnes, Umi,” sahu
“Umi!”“Umi ... sadar Umi, maafkan Ida sudah membuat Umi syok!” ucap Ida yang merasa bersalah karena telah membuat Umi Syifa hampir mau pingsan.“Iya, Sayang Umi nggak apa-apa,” ucap Umi pelan.“Mbak minum dulu airnya,” sahut Tante Mayang yang segera mengambilkan segelas air putih untuk Umi Syifa.“Terima kasih, May!” ucap Umi Syifa.“Maaf Umi, jangan sakit lagi Ida jadi takut kalau Umi sakit!” ucapnya sedih.“Nggak Sayang, Umi hanya syok saat kamu bilang tadi kalau Fina sudah berani datang ke rumah sakit, malah pas kamu sakit lagi, apa maunya dia itu!” sahutnya kesal.“Tapi bagaimana kamu tahu kalau dia itu Fina?” tanya Tante Mayang penasaran.“Ya saat dia bilang namanya Fina, dan teman kuliahnya dulu,” jawab Ida.Dia bilang kalau nanti saat Mas Sulthan ulang tahun dia ingin datang ke rumah ini untuk memberikan kejutan, gitu katanya Umi!” jelas Ida tersenyum.“Lah, terus kamu bilang apa, sama wanita itu?” tanya Tante Mayang penasaran.“Ya Ida bilang saja, nggak apa-apa kalau dia mau
Sebelum datangnya salat magrib mereka akan belajar mengaji. Ada dua puluh anak jalanan yang ditampung oleh Igbal.Mereka selain di sekolahkan juga diperkerjakan di sebuah warung makan yang dibuat oleh Iqbal, selain mendapatkan gaji mereka ikut membantu melayani pesanan.Iqbal membuka warung makan seperti nasi campur dan soto ayam, ada juga jajanan pasar. Rata-rata anak jalanan yang di tampung Iqbal adalah mereka yang tidak mempunyai orang tua , atau hanya ada salah satunya yang memang betul-betul membutuhkan pekerjaan untuk kehidupan sehari-harinya.Umi Salma yang juga mertua Iqbal sekaligus Uminya Agnes membantu mengawasi warung dan sesekali turun tangan memasak.Beliau walaupun sudah berusia lanjut, tetapi tenaga dan pikiran masih kuat dan awet muda, sehingga beliau mampu mengurus warung makan yang di dirikan oleh Iqbal.“Om, belajar ngaji juga ya di sini atau ada maksud lain?” tanya salah satu murid Iqbal yang terkenal keponya melebihi emak-emak gang depan kompleks.“Memang nggak
“Kamu lupa sama aku, Than temanmu di Yogya!” “Kita kan satu jurusan tetapi aku balik sebentar ke Jakarta setelah ayahku meninggal, lalu aku memutuskan pindah kuliah ke luar negeri, masih ingat?” tanyanya bersemangat.Sulthan sembari mengingat-ingat teman-teman kuliahnya dulu.“Oh iya kamu Abbas Anggara, ‘kan!” tanya Sulthan memastikan.“Iya betul sekali, apa kabar Bro!” tanya Abbas bersemangat.“Alhamdulillah baik, seperti kamu lihat!” jawabnya tersenyum.“Terus kamu lagi ngapain, dan mereka siapa ini siapa kok kamu ikat begini?” tanya Abbas bingung.“Lagi mainan kejar-kejaran dengan mereka, eh ternyata bawa senjata jadi nggak asyik!” canda Sulthan.“Om, lepaskan kami!”“Kami janji nggak buat ulah lagi, nanti kalau orang tua kami tahu bisa-bisa kami nggak boleh berteman lagi, ucap salah satu rekannya sembari menangis terisak-isak.“Makanya kalian itu masih muda sudah berbuat nekat seperti ini, mau jadi apa kalian nanti, kalau sudah nakal seperti ini?”“Coba kalau orang lain dan kamu
“Oh ya kamu nggak menikah lagi setelah kepergian istri dan anakmu?” selidik Sulthan.“Nah itu aku masih bingung, entahlah!”“Bro, kamu percaya nggak sih kalau cinta itu bisa datang kembali dengan rasa yang sama?” tanya Abbas membuat bingung Sulthan.“Maksudmu?”“Begini Bro, aku baru saja balik ke Indonesia dua hari yang lalu.” “Terus?” “Ya aku melihat wajah itu yang mengingatkan istriku, cara dia tersenyum, tutur katanya, jalannya, suaranya semuanya hampir sama seperti copy paste !” “Kamu percaya nggak sih kalau kita mempunyai kesempatan kedua?” tanya Abbas tersenyum bahagia.“Bro, jika aku tidak percaya mana mungkin sampai setengah mati ingin mendapatkan cinta dari istriku!” sahut Sulthan antusias.“Iya juga sih, hahaha ...” tawa Abbas seketika membuat Sulthan jengkel.“Siapa sih , boleh lihat nggak foto mendiang istrimu dan wanita yang katamu sama dengannya,” tanya Sulthan curiga.“Nantilah Bro, tunggu saja tanggal mainnya, jika memang dia mau juga sama aku, baru aku akan kenala
“Bu-bukan begitu Mas ... ma-maaf Mas nggak sengaja! “jawabnya tambah grogi.“Terus apa dong, itu sama saja mencari kesempatan dalam kesempitan!”“Terus ...apanya yang sempit Mas?”“Buktinya kamu masih menempel di badanku, nggak mau lepas seperti ulat keket nemplok di daun!” “Kan Mas sendiri yang tarik, bukan Ida loh Mas?”“Terus kamu suka juga kan?”“Kalau Mas pasti juga dong, buktinya Mas tarik Ida jatuh deh dipelukan Mas Sulthan!”“Terus kamu mau nya apa sih?”“Aku maunya Mas selalu ada di sisiku baik suka maupun duka, sudah cukup main kucing-kucingannya, nggak capek apa, makan tuh gengsinya gede amat sih!” jawab Ida spontan membuat Sulthan terdiam sesaat.“Jadi menurutmu aku ini kucing garong gitu, wajah tampan nan rupawan, kulit coklat eksotis begini kamu bilang kucing garong!” hardik Sulthan kesal.“Ada kali kucing garong coklat berwujud manusia!” balas Ida tak mau kalah.“Oke, sekarang akan aku tunjukkan kucing garong ini beraksi, sampai di mana kamu bisa membalas seranganku!”
“Ya kaget aja sih, Mas nggak lagi sakit kan?” tanya Ida lagi yang masih tidak percaya dengan ucapan suaminya itu.“Ya Allah istriku lama-lama aku jadi nggak waras, sudah bilang cinta dibilang bohong, nanti kalau nggak nyatakan cinta nggak pekalah, nggak perhatian, dasar wanita!” celetuk kesal.“Ya maaf Mas, cuma kan beda banget dirimu yang dulu sama yang sekarang lebih gimana gitu?” ucapnya manja.“Cuma gitu doang, nggak asyik ah!” sahutnya lagi yang melihat ekspresi Ida yang tidak begitu datar.“Memangnya harus bagaimana, Mas?” tanyanya pura-pura lugu.“Wah ternyata dia nggak peka juga dipeluk kek, dikecup kek, masa gitu harus diomongin dulu!” gerutunya dalam hati.“Pasti kamu mau minta dipeluk kan, kelihatan kok jiwamu meronta-ronta, memang enak siapa suruh kamu cuekkin aku selama ini, baru tahu kan pesonaku Mas?” ucapnya dalam hati tertawa.“Sebenarnya ada yang ingin aku katakan sama kamu!” ucapnya lagi gugup.“Iya Mas, katakan saja!” sahut Ida yang mulai penasaran.“Da, aku mau me
Ida lalu mencoba berdiri, namun rasanya sangat aneh mengapa dirinya sakit dan letih seakan-akan baru melakukan pekerjaan berat.Namun suara ketukan pintu itu berulang-ulang membuat Ida harus memaksakan dirinya untuk bangun dan segera ingin membuka pintu kamar itu.Dengan berjalan tertatih-tatih menghampiri pintu dan membukanya dengan cepat.Umi Syifa terkejut melihat Ida dalam keadaan belum rapi dan berantakan. Biasanya jam tujuh pagi Ida sudah siap menyambut mereka di meja makan walau hari Sabtu dan Minggu.“Sayang, kamu sakit!?” “Kenapa kamu berantakan seperti ini, ada apa Sayang?” tanya Umi Syifa yang sedikit panik dan karena merasa khawatir dia langsung masuk ke dalam kamar mereka.Betapa terkejutnya saat melihat kamar mereka yang selalu rapi, kini terlihat berantakan seperti kapal pecah dan Sulthan tidur dengan tengkurap dengan bertelanjang dada.“Mas, bangun!”“Mas!” ucap Ida sembari mengguncang-guncang badannya agar bangun.“Ada apa sih, Sayang?”“Belum puas yang tadi malam, m