Usia kandungan Jani sudah memasuki empat bulan. Sudah dua bulan lamanya ia berada di Bandung menunggu Rayhan yang belum juga mau membuka matanya. “Saya baru saja memeriksa Rayhan. Kondisinya sudah semakin membaik. Dia hanya perlu membuka matanya dan itu masih membutuhkan proses yang cukup lama. Tapi, jika reaksi otot-otot dalam tubuhnya sudah mulai berfungsi, kemungkinan besar dalam waktu dekat ini Rayhan akan segera membuka matanya.”Jani yang mendengarnya lantas tersenyum bahagia. Siapa pun pasti akan merasakan kebahagiaan jika mendengar kabar seperti ini. “Kira-kira berapa lama ya, Dok?” tanyanya ingin tahu. Dokter Joko menghela napasnya. “Kita tidak bisa memprediksinya. Tapi, perlu saya ingatkan sekali lagi jika Rayhan sudah berhasil keluar dari masa komanya. Hanya tinggal menunggu sabar ia siuman.”Jani manggut-manggut dengan pelan. “Semoga saja secepatnya, Dok. Saya sudah tidak sabar ingin melihat kondisinya setelah siuman nanti. Tapi, kemungkinan dia mengalami amnesia, apaka
Keesokan harinya, tubuh Arga seperti baru saja ditindih oleh batu besar karena terasa remuk. Ia meringis pelan lalu menoleh pada Marisa yang masih menutup matanya. “Hei, bangun. Sudah pagi. Kamu tidak ke kantor, huh?” ucapnya membangunkan perempuan itu. “Aku masih ngantuk, Arga. Ini hari Minggu. Kenapa kamu nyuruh aku ke kantor? Masih mabuk, huh?” tanyanya kemudian membuka matanya. Melihat Arga yang tengah duduk menyandar di sandaran tempat tidur membuatnya menerbitkan senyumnya. “Arga. Kapan kamu menceraikan Jani? Kamu sudah berjanji padaku akan menceraikannya.” Marisa menagih janji Arga yang sempat ia ucapkan kepada perempuan itu. Arga menghela napas kasar. “Nanti. Jani belum pulang dan aku masih belum tahu dia ada di mana. Kenapa kamu ingin sekali kunikahi, huh? Bukankah sudah cukup, aku sering datang ke sini?”Marisa menggeleng. “Aku tidak percaya kalau kamu belum mau menikahiku.”Arga mendengus pelan. Ia kemudian menarik napasnya dalam-dalam dan menatap Marisa kembali. “Jani
Tirta mengerutkan keningnya melihat respon Jani mengenai pertanyaannya tadi. “Apa saja yang kamu dengar darinya dan kapan?” tanyanya ingin tahu lebih jelas. Jani menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Tirta dengan lekat. “Tidak banyak dan hanya bilang kalau Om Fadly ingin menyelesaikan semuanya. Membawa Arga dan Papa ke dalam penjara tanpa harus menunggu Mas Rayhan siuman. Tapi, dia tidak memiliki bukti kuat. Semua bukti disimpan rapi oleh Mas Rayhan.” Tirta menelan saliva dengan pelan kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Lalu, apa yang ingin kamu tanyakan pada Rayhan jika dia sudah siuman?” Jani menggeleng pelan. “Aku hanya ingin minta maaf padanya karena telah menikah dengan Arga. Aku sangat menyesali itu, Tirta. Tentang apa yang sebenarnya terjadi di dua tahun yang lalu, aku rasa biar Mas Rayhan saja yang mengambil keputusan. Ingin diberi tahu kepadaku atau tidak.”Tirta tersenyum tipis. “Nanti juga kamu menemukan jawabannya. Tapi, memang harus menunggu Rayhan si
Tirta menghela napasnya dengan panjang. “Kamu tahu sendiri, berita kematian Rayhan tersebar di mana-mana bahkan saat kecelakaan itu, detik itu juga langsung masuk ke ranah gossip. Dan Meisya mengetahui semuanya.”Jani menghela napasnya. “Lalu, dia tahu dari kamu kalau Mas Rayhan ditemukan?” Tirta menggeleng pelan. “Bukan. Tapi, dari Papa. Dia tidak sengaja menguping pembicaraan Papa dengan pihak rumah sakit untuk menjaga ketat Rayhan di sana. Dan akhirnya dia menuntut pertanyaan padaku.”Jani manggut-manggut dengan pelan. “Ya sudahlah. Dia sudah tahu semuanya dan mungkin ruangan Mas Rayhan—”“Kalau itu, dia tidak tahu. Sudah berkali-kali dia mencoba menyelinap masuk ke sana, tidak pernah dia temukan. Tapi, suatu saat nanti dia pasti akan tahu. Meisya masih belum mau, berpisah dengan Rayhan. Apalagi tahu status kamu sekarang. Semakin semangat untuk kembali lagi pada Rayhan.”Jani tersenyum lirih. “Kalau masih mencintai Mas Rayhan, kenapa dia selingkuh darinya?” Tirta mengendikan bahu
Sesampainya di rumah sakit. Jani melangkah dengan kaki alunan langkah yang cukup berat. Tidak ada yang bisa ia percaya di bumi ini termasuk Rayhan sendiri. Ia lalu masuk ke dalam ruang rawat tersebut dan menatap wajah Rayhan yang masih menutup matanya dengan rapat. “Mas. Kenapa kamu masih bertemu dengan Meisya? Mungkin itu alasan kenapa dia bersikeras ingin kembali pada kamu. Atau sebenarnya kamu sudah tahu, kalau Meisya memang tidak selingkuh di belakang kamu? Siapa yang harus aku percaya?” Jani menelan saliva dengan pelan kemudian menghela napasnya dengan panjang. Menatap wajah Rayhan kembali dengan tatapan sendunya. “Aku bingung. Entah ke mana arah yang harus aku lewati. Aku tidak mau melanjutkan pernikahan ini dengan Arga karena aku tidak mencintainya sama sekali. Hati ini hanya untuk kamu. Tapi, setelah tahu kenyataannya seperti ini, aku rasa hanya aku saja yang mencintai kamu, Mas.” Jani tersenyum getir. Sudah dua bulan lamanya ia bertahan di sana, rupanya hanya membuat di
Rayhan menatap Jani dari atas sampai ke bawah. Masih menatapnya dengan tatapan bingung, datar dan tidak mengenal sama sekali perempuan yang ada di depannya ini. “Kamu … Jani?” tanyanya dengan pelan. Perempuan itu langsung membeku. Menoleh pada Fadly yang dibalas dengan anggukan mengenai pertanyaan tanpa kata yang diucapkan. Namun, Fadlu tahu jika Jani pasti bertanya apakah Rayhan amnesia. Jani menghela napasnya dengan pelan kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya. Aku Jani, Mas Rayhan.”“Kamu siapa? Kenapa suaramu sering aku dengar bahkan ingin rasanya aku membuka mataku tapi tidak bisa. Suaramu, memang suara inilah yang aku dengar sayup-sayup.” Rayhan meminta penjelasan kepada Jani siapa dirinya.Lelaki itu bahkan menatap Jani kembali dari atas sampai bawah. Lalu berhenti pada perutnya yang buncit. Mengerutkan keningnya dan menoleh pada Fadly. “Dia ini, dulu istri kamu. Sebelum kamu mengalami kecelakaan. Dia tidak tahu kalau kamu masih hidup dan terpaksa menikah dengan Arga, karen
Jani menggelengkan kepalanya. “Jangan, Mas. Nanti saja. Jangan sekarang. Kamu masih belum sembuh total, belum ingat apa pun. Masih amnesia. Karena yang buat kamu jadi seperti ini itu dia. Juga, dia masih dendam sama kamu.”Jani melarang Rayhan untuk bertemu dengan Arga di waktu dekat ini. “Aku hanya tidak ingin kamu kenapa-napa, Mas. Selama ini, aku bersembunyi di sini agar Arga tidak menemukan kamu. Dia sangat berbahaya dan bisa jadi dia akan melakukan hal yang sama kepada kamu setelah tahu kamu masih hidup."Jani berharap Rayhan mau mendengarnya. Agar jangan dulu ingin bertemu dengan Arga. Sebab ia takut hal yang sama terulang kembali. Baru saja siuman, Jani baru saja mendapatkan kebahagiaan. Jangan sampai menderita lagi karena ditinggal Rayhan. Rayhan menghela napasnya dengan panjang. Matanya menatap Jani yang tengah menatapnya lalu menganggukkan kepalanya. “Jika memang Arga semembahayakan itu, aku menurut saja. Yang ingatannya masih bagus, aku percaya itu. Tapi, kenapa dia melak
Keesoka harinya, Jani lebih dulu bangun dari Rayhan sebab lelaki itu masih menutup matanya. Tak lama setelahnya, Fadly masuk ke dalam dan duduk di samping bangsal Rayhan. “Om.” Jani menyapa Fadly lalu tersenyum tipis. “Jani. Sebaiknya kamu pulang dulu dan ganti baju juga mandi. Jangan lupa sarapan. Saya yang akan menunggu Rayhan di sini.”Jani mengangguk patuh. “Baik, Om. Kalau begitu aku aku pamit pulang dulu. Nanti ke sini lagi kalau sudah mandi dan sarapan,” ucapnya lalu pergi dari kamar rawat karena ia memang tidak membawa apa-apa ke sana.“Gue antar lo ke apartemen. Lo nggak bawa mobil, kan?” Samuel datang membuat Jani sedikit terkejut. “Kak! Sejak kapan Kakak peduli sama aku?” tanyanya dengan wajah bingungnya. Samuel menaikan alisnya sebelah. “Bukan saat yang tepat buat jawab pertanyaan gak penting dari elo itu.” Jani menghela napas kasar. Samuel, sang kakak memang selalu membuatnya kesal. Namun, karena sudah biasa membuatnya kesal, kali ini pun ia maklumi karena akan diant