Tirta menggedor pintu kamar privasi ruangan Rayhan. “Meisya! Keluar kamu!” pekiknya sembari terus menerus menggedor pintu kamar itu dengan sangat kencang.
Hingga Rayhan yang tertidur pulas itu terbangun kemudian mengucek matanya. Ia tampak kebingungan karena bisa berada di dalam kamar. “Kenapa aku ada di sini?” gumamnya lalu melihat ke bawah. Kemeja yang ia kenakan sudah tidak ada di tubuhnya. Tampak Meisya yang baru saja mengenakan pakainnya bergegas keluar dan membuka pintu kamar tersebut. “Apa sih! Nggak sopan banget gedor pintu kamar orang!” ucapnya kesal. Tirta lantas menyeret keluar adiknya dengan sangat kasar hingga membuat Meisya merintih sakit. “Aww! Kak!” pekiknya sembari menatap kesal wajah sang kakak. “Keterlaluan kamu, Meisya! Apa maksud kamu melakukan hal ini, huh? Kamu sengaja menaburkan obat tidur ke dalam minuman Rayhan untuk menje“Jangan dengerin omongan si kampret Meisya itu. Dia hanya lagi kalah aja karena Rayhan lebih milih elo padahal elo lagi hamil anaknya Arga. Sementara dia, merasa masih single dan gampang baginya buat ambil hati Rayhan lagi.”Mendengar penuturan dari Samuel membuat Jani terdiam sejenak. Apa yang dikatakan oleh kakaknya itu memang benar. Namun, rasa rendah dirinya dan juga tahu dirinya yang bukan siapa-siapa membuatnya selalu malu pada dirinya sendiri. “Kak. Kedatanganku ke sini bukan untuk bahas Mas Rayhan dan Meisya. Mungkin hanya aku saja yang merasa rendah dan tidak punya alasan untuk marah.”Samuel menghela napas kasar. “Terus, mau ngapain?” tanyanya dengan suara datarnya. “Kalau nyuruh gue kawinin Meisya, emangnya elo mau, punya kakak ipar modelan begitu?” Jani menggeleng pelan. “Nggak kok. Aku nggak minta Kakak untuk menikahi Meisya. Aku hanya ingin menanyakan tentang perusahaan Papa yang sengaja Kakak buat bangkrut.”Samuel menaikan kedua alisnya. “Perusahaan Papa yang sengaja
Tiga hari berlalu …. Marisa baru diperbolehkan pulang oleh dokter setelah kondisinya sudah membaik. Bahkan janin yang ada di dalam perutnya sudah kembali membaik padahal sempat mengalami guncangan. “Ma. Kenapa Mama menolak Arga untuk tanggung jawab? Kenapa Mama tega lakuin ini ke aku sih?” ucap Marisa setelah tahu jika Arga pergi dan tidak akan mau bertanggung jawab.“Untuk apa, Marisa? Dia sudah menikah meskipun wanita itu akan menceraikan dia setelah bayi itu lahir. Pria sepertinya yang kamu cintai? Tidak masuk akal! Di mana otak kamu ini, huh?” Nisa sangat marah pada anaknya yang masih saja menginginkan Arga dan menikah dengannya. Marisa menggelengkan kepalanya dengan pelan seraya menitikan air matanya.“Ma. Tapi, aku lagi hamil anak dia.”“Biar saja. Itu salah kamu karena mau-maunya dihamili oleh pria yang sudah menjadi suami orang! Tidak perlu menangis seperti ini, Marisa. Papa kamu sudah mencarikan ayah untuk anak kamu. Jangan menolak! Menikah dengan pilihan orang tuamu sudah
Arga melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh hendak pergi ke Bandung. Ia baru sadar bila Fadly ada mendirikan rumah sakit di Bandung. “Argh! Kenapa gue baru ingat kalau Om Fadly punya rumah sakit juga di Bandung! Sialan! Udah sadar, baru tahu kalau dia ada di sana. Berengsek! Rayhan udah siuman. Pantes aja Jani nggak mau pulang karena Rayhan udah siuman.“Arggh! Nggak bisa dibiarin! Gue nggak akan segan-segan buat elo hancur kedua kalinya. Harusnya elo tahu, Jani lagi hamil anak gue! Berengsek! Kenapa Rayhan malah nerima Jani yang lagi hamil sih. Kenapa?” Arga—seperti orang gila setelah tahu jika Rayhan masih hidup. Ia yang tidak menginginkan hal itu lantas marah karena wanita yang sudah dia incar selama ini harus kembali pada pria yang Jani cintai. Arga terus melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh agar segera sampai ke Bandung. Tidak akan ia biarkan Jani dan Rayhan bersama lagi setelah berhasil ia pisahkan dan kini Jani sudah menjadi miliknya. Arga kemudian tersenyum miring
Ia lalu menoleh pada Rayhan yang tengah menikmati pemandangan indah di sekitaran Bandara Charles de Gaulle, Perancis. “Kamu sudah pernah ke sini, tapi pastinya lupa. Aku masih punya fotonya waktu kita bulan madu ke sini.” Jani kemudian mengambil ponselnya dan mencari foto-foto saat berbulan madu dengan Rayhan di sana. “Nih. Foto di Menara Eiffel. Kamu kelihatan kaku banget kalau difoto,” ucap Jani sembari memperlihatkan betapa kakunya Rayhan kala difoto. Namun, tampak dalam raut wajahnya jika lelaki itu sangat bahagia bisa ke sana Bersama wanita yang sudah menjadi miliknya. “Bagus-bagus fotonya meskipun kelihatan Tegang,” ucap Rayhan sembari menggulir foto-foto kenangan yang masih Jani simpan di dalam ponselnya. “Taksinya sudah datang, Mas. Ayo!” Keduanya lantas masuk ke dalam taksi yang sudah mereka pesan melalui pemesanan online. Lalu melaju menuju apartemen yang akan mereka tempati selama dua minggu di sana. “Aku akan mengajak kamu ke tempat-tempat yang sudah pernah kita ku
Paris, Perancis.Kota tercantik dan romantis yang ada di negara Perancis, di mana kini Jani dan Rayhan tengah menikmati liburan berdua di sana.“Seperti biasa. Kita masih harus tidur terpisah. Kamarku di sini, dan kamar kamu di sana.”Rayhan terkekeh kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Sengaja ya, ambil kamar yang di sana karena biar bisa lihat Menara Eiffel setiap kali bangun tidur?” tebak Rayhan sembari menunjuk gemas wajah Jani.Perempuan itu lantas menerbitkan cengiran kepada Rayhan. “Tahu aja. Padahal aku nggak ngasih tahu.”Rayhan kembali terkekeh. “Tahu, karena melihat dari arahnya ke Menara. Makanya langsung ketebak, kalau kamu lebih memilih melihat Menara setelah bangun dari tidurnya ketimbang melihatku.”Jani mengerucutkan bibirnya. “Kan, kalau melihat kamu masih belum boleh. Makanya untuk saat ini, yang boleh aku lihat hanya Menara saja. Kamu jangan cemburu pada Menara. Karena dia tidak bernyawa dan bukan berjenis kelamin laki-laki.”Rayhan tertawa pelan. “Lucu.”“A
Ia kemudian mengambil sebatang rokok di dalam saku celananya. Sembari menyandarkan punggungnya di kap mobil miliknya, ia mengisap rokok tersebut guna menghilangkan stress yang tengah melanda dirinya.“Noh! Orang gila yang dari kemaren teriak-teriak nggak tahu malu karena gagal nemuin Jani.” Samuel menunjuk ke arah Arga.Tirta kemudian tersenyum miring. “Jadi, kamu belum memberi tahu jika Arga ada di sini kepada Jani atau Arga?”Samuel menggeleng pelan. “Belum. Biarin mereka menikmati masa liburannya dulu. Nanti, kalau udah selesai dan mau pulang ke sini, baru gue tahu. Itu pun kalau tuh orang masih di sini.”Tirta manggut-manggut dengan pelan. “Segitu ambisinya Arga, menginginkan Jani. Padahal orangnya saja sudah tidak mau bahkan dari awal pun Jani tidak mau padanya. Tapi, sepertinya Arga tidak peduli dengan hal itu.”Samuel tersenyum miring. “Orang gila kayak dia mana punya malu. Bahkan masa bodoh dengan perasaan Jani yang dia pun udah tahu kalau Jani nggak akan pernah suka sama dia.
Satu minggu sudah, Jani dan Rayhan menikmati waktu bersama di Paris. Meski tidak banyak yang Rayhan ingat, akan tetapi ia sangat bahagia karena Rayhan bisa menemaninya babymoon meski anak yang tengah ia kandung bukanlah anak Rayhan. Namun, lelaki itu membuktikan jika dirinya menerima Jani dan bayi itu dengan tulus. Tidak peduli dengan status Jani yang masih menjadi istri dari Arga. Sebab perempuan itu tak pernah menginginkan pernikahan itu terjadi. “Sudah dikemas semua, Mas?” tanya Jani setelah keluar dari kamarnya. “Sudah. Sebenarnya aku masih ingin di sini. Tapi, banyak kerjaan yang harus aku selesaikan di Indonesia, sepertinya kita lanjut traveling-nya kalau kamu sudah lahiran, yaa.”Jani mengangguk sembari mengulas senyumnya. “Iya, Mas. Semoga urusanku dengan Arga bisa terselesaikan dengan baik dan lancar.”“Aamiin. Jam berapa kita take off?” tanyanya kemudian. “Jam dua siang ini, Mas. Sekitar jam lima subuh kita sampai di Indonesia.”Rayhan manggut-manggut dengan pelan. Ia ke
Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi. Rayhan bangun lebih dulu dari Jani yang masih terlelap dalam tidurnya di dalam kamar yang tentunya terpisah. Hanya saja, pintu kamar itu tidak dikunci dan akhirnya membuat Rayhan dapat melihat Jani di dalam sana. “Gue udah beliin kalian sarapan. Si Jani belum bangun, yaa?” kata Samuel bertanya kepada Rayhan yang baru saja hendak duduk di sofa ruang tengah. Rayhan mengangguk. “Iya. Barusan aku lihat dia masih tidur. Biarkan saja. Dia pasti lelah.”Samuel mengangguk. “Jadi, gimana? Elo mau ketemu sama nyokap bokap elo sekarang atau kapan?” Rayhan menghela napasnya dengan panjang. “Sebenarnya aku ingin bertemu dengan Arga juga. Tapi, jika memang dia sangat membahayakan untuk keselamatanku, aku urungkan niat itu.” “Jangan dulu. Elo belum ingat apa pun tentang masalah elo dulu sama dia.”Rayhan menganggukkan kepalanya. “Iya. Apa kamu tahu, apa yang sebenarnya terjadi di dua tahun yang lalu itu? Kenapa aku dan Arga bermusuhan bahkan ingin menjeb
Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan
Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni
Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”
Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga
Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh
Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”
Jani membuka sendiri lingerie yang ia kenakan di depan Rayhan yang sudah tak sabar ingin mendekap tubuh perempuan itu.“Eits!” Jani menahan tangan Rayhan yang hendak menyentuh dirinya.Rayhan mengerutkan keningnya bingung. “Kenapa lagi, hm?” tanyanya kemudian.Jani hanya tersenyum. Ia kemudian memiringkan kepalanya lalu duduk di atas paha Rayhan. Melingkarkan tangannya di ceruk leher Rayhan dan memulai lebih dulu ciumannya bersama dengan suaminya itu.Tangan Rayhan mengusap sensual punggung Jani yang sudah telanjang. Membuat perempuan itu menggeliat hangat merasakan sentuhan yang dibuat oleh Rayhan kepadanya.“Eumh ….” Jani mendesah lirih. Ia kemudian melepaskan ciuamannya itu lalu menatap penuh wajah Rayhan dengan mata yang sudah gelap oleh kabut gairah.Rayhan kemudian meraup pucuk merah muda milik perempuan itu dan meremasnya bagian yang menganggur.“Ough
Dua hari kemudian, Rayhan sudah kembali ke Jakarta. Membawakan banyak oleh-oleh untuk anak dan istrinya.Cup!Jani lantas terkejut karena Rayhan datang dengan tiba-tiba lalu mencium pipinya. “Mas Rayhan! Aku pikir siapa tadi, astaga! Bikin aku kaget aja.”Jani memukul pelan lengan suaminya karena kesal dan juga terkejut. Bila ia tengah memegang sesuatu, mungkin benda itu akan melayang ke kepala Rayhan. Beruntung, perempuan itu hanya sedang duduk sembari menonton televisi.Rayhan lantas terkekeh pelan. “Aku pikir kamu lagi tidur. Makanya aku cium biar bangun.”Jani mengerucutkan bibirnya. “Mana ada tidur sambil duduk. Kecuali di dalam kendaraan.”Rayhan kembali terkekeh. Ia kemudian memberikan lima paper bag kepada perempuan itu. “Semua yang aneh-aneh yang belum pernah kamu temui, aku beli.”Jani terperangah kemudian membuka satu persatu paper bag tersebut. “Woah! Banyak b
Dua tahun kemudian …. Tidak terasa, usia Elvan pun sudah memasuki dua tahun. Sudah pintar bicara meski masih tak jelas bicara apa akan tetapi orang-orang terdekatnya paham apa yang dikatakan oleh anak kecil itu. “Elvan sudah besar, sudah pintar. Berhenti ASI pun sangat pintar ya, Nak.” Anak kecil itu memang sudah disapih sebelum usianya dua tahun. Hanya sampai dua puluh bulan saja, Elvan sudah berhenti menyusui. Jani sangat lega, karean Elvan tidak terlalu rewel saat berhenti menyusui. “Morning,” sapa Rayhan kemudian mencium pipi Jani dan menerbitkan senyumnya. “Pagi. Mau berangkat sekarang, Mas?” tanya Jani kepada suaminya itu. Rayhan melihat jam yang melingkar di tangannya lalu mengangguk. “Hanya dua hari kok. Nggak akan lama. Atau mau ikut aja?” Jani menggelengkan kepalanya. “Nggak deh, Mas. Aku sama Elvan nunggu di rumah aja.” Rayhan harus pergi ke Malang selama dua hari di sana untuk menyelesaikan program yang sudah ia selesaikan dan perlu diinstalasi ulang agar bisa bero