Nadira dengan cepat menoleh ketika berhasil mematahkan hidung salah satu lawannya.
Matanya melotot. "My Mafia," ujarnya tak menutupi nada terkejutnya.
Arya berdecak, kemudian kembali fokus ke lawan di depannya. "Fokus, bego. Di belakang lu," katanya menarik Nadira dan dengan tangkas menendang cowok yang akan menghunuskan sebilah pisau pada Nadira.
Nadira tersadar kemudian mengangguk mantab, dengan semangat yang kian membara dia mengahajar cowok-cowok di depannya.
Hanya butuh waktu 15 menit, dua puluh orang tersebut tergeletak di tanah. Nadira tersenyum menang menatap si cowok bertopeng.
"Sial, serang!" Kali ini 30 orang beserta dirinya maju. Nadira kian bersemangat, mambuat Arya yang tak sengaja meliriknya menggeleng. Kemudian, Justin yang sadari tadi bersembunyi, kini menampakkan diri. Ikut membantu Nadira, nekat sekalipun dia tahu bahwa dia tak sehebat cewek itu dalam bertarung.
Hanya butuh 18 menit kawanan cowok bertopeng itu terkal
Dari pertama kali Nadira duduk di boncengan Rey, pikiran gadis itu berkelana. Dari bayangan gibran, orang-orang yang menyerangnya dan tentu saja siapa pria tua yang diikat oleh Rey dan teman-temannya dan apa hubungan Arya dengan pria tua itu."Dir, dah sampe." Rey membuyarkan lamunanannya, cowok itu menoleh hanya untuk melihat Nadira yang terlihat mengerjab kemudian turun dari motor Arya yang dia gunakan mengantar cewek tersebut. "Heh, lu kenapa?" tanya Rey takut Nadira kesurupan.Nadira yang dia ajak bicara tersadar. Dia menatap Rey dengan kepala yang di miringkan. "Bang Re, Dira mau nanya. Bapak-bapak yang diikat di kursi itu siapa?"Rey yang mendengarnya terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangkat bahu pertanda dia tidak tahu."Gue juga enggak tahu, Arya yang nyuruh nyulik, tuh, orang," jawabnya singkat. Nadira mengangguk mengerti meski dia masih penasaran."Ya, udah, makasih udah nganter Dira," ucapnya tersenyum lebar.Rey mengacak ra
Hari ini Nadira beraktivitas seperti biasanya, kembali membuat para guru naik darah dan tentu saja mengejar Arya dengan antusias."Aryaa." Heboh Nadira melihat motor Arya baru saja memasuki gerbang SMA Bina Bakti. Arya yang mendengar itu memutar bola mata malas. Sejak Dea datang di hidupnya, Arya jadi tak tenang. Cewek itu akan dengan senang hati mengacaukan ketenangannya."Hai, My mafia," sapanya ceria. Di tangannya ada sebuah kotak bekal, bunda Alle yang membuatnya. "Nih, bunda yang buatin, katanya buat lu." Dea menyerahkan kotak di tangannya, yang langsung diterima Arion. Cowok itu bukan tipe cowok di novel yang akan membuang pemberian orang lain, dia lebih suka menghargainya, lagian masakan bunda Nadira itu enak."Thanks," balas Arion meninggalkan Dea. Cewek itu berdecak kemudian mengikuti Arya. Rey, Lingga dan Kenzo menggeleng melihat sikap Dea.Keras kepala."My mafia, lu tau, enggak. Bunda ngerestuin hubungan kita, loh." Nadira melompat keci
Nadira Anjani Armaleo.Nama yang bagus, terlalu bagus untuk disematkan padanya. Nama Nadira seharusnya identik gadis anggun, pemalu dan ceria. Namun, tidak dirinya. Aih, kecuali ceria tentunya. Bahkan semua orang akan mengira dirinya kelebihan dosis kecerian.Dia tidak anggun. Dia itu; bar-bar, suka ceplos-ceplos, cerewet dan masih banyak sikapnya yang bisa membuat sang bunda menggeleng tak habis pikir.Kata bunda, namanya diambil dari nama gadis kecil yang datang di mimpi bunda-- Alleira Cahaya Starla-- sesosok gadis cantik dan menggemaskan, mengaku sebagai Nadira dan anak bunda, hanya itu cerita singkat asal muasal namanya.Sedangkan Anjani, nama ibu dari Hanoman di film Sinta dan Rama. Bunda adalah menggemar garis depan film-film india. Itulah sebabnya nama tengahnya nama itu.Nadira punya kembaran; namanya, Nadila Sinta Armaleo dan adik laki-laki bernama Gibran Arnov Armaleo.Dari mana nama-nama itu? Tentu saja dari mim
Coba tanya pada setiap sudut di SMA Bina Bakti tentang siapa Nadira Anjani Armaleo?Maka jawaban hampir seluruh murid, guru, satpam, ibu dan bapak kantin, benda mati, tumbuhan, cicak, kecoa, semut serta udara atau angin yang tak sengaja lewat akan dengan lantang menjawab;Suka melanggar peraturan, sering membuat guru naik darah, suka bolos, ikut tauran, intinya dia gadis bermasalah. Silangganan ruang BK, tapi anehnya orang tuanya tidak pernah dipanggil.Jika ada yang bertanya apa sikap yang bisa dijadikan panutan? Maka jawabannya; kesetiaan gadis itu dalam berteman, keceriaan yang tak pernah pudar sekalipun dia dihukum membersihkan toilet, kebaikan hatinya dalam membela anak-anak yang di bully, otak cerdas turunan sang ayah, dan terakhir ramah.Kata bunda, sikap jelek Nadira adalah turunan dari sang ayah sedangkan sikap baik gadis itu sudah jelas adalah turunan darinya, wah keren sekali.Pagi itu Nadira melangkah santai, tidak peduli
Siang itu kantin sesak akan para murid, suara ibu dan bapak kantin saling bersautan dengan murid-murid yang haus dan lapar.Semua meja nampak penuh. Di SMA Bina Bakti, semua angkatan berkumpul di kantin yang sama. Disediakan pintu untuk setiap angkatan dari kelas 10-12.Nadira tentu saja duduk di meja satu gengnya, bukan dalam artian geng motor atau geng yang ada di otak pintar kalian. Hanya gerombolan anak bermasalah.Erlan, si ketua kelas tentu saja termasuk salah satunya, Nadira dan Nindia adalah murid kelas 11 sedangkan yang lima orang lainnya adalah kakak kelas dan dua adik kelas cowok, dalam empat meja yang disatukan mereka bersembilan duduk bersama."Dir, gua denger lu dihukum sama pak Irwan buat hormat ke pak Rio, gimana rasanya?" Asep bukan Septian ya, namanya Aseprudin, kakak kelas Nadira, bertanya.Nadira yang ditanya seperti itu langsung saja manyun, kesal sekali kalau mengingat guru nyebelin yang kalah ganteng dari ayah Arga. Nam
Pulang sekolah, tentu saja menjadi saat-saat yang ditunggu hampir semua murid, tapi ada juga beberapa murid yang tidak ingin pulang.Namun, tidak dengan Nadira, gadis itu dengan riang dan suka cita melangkah ke arah gerbang, rambutnya sudah diikat tinggi, tas maronnya melekat santai di punggungnya.Sesekali bibir mungilnya bersenandung."Stop."Langkah Nadira berhenti kala mendengar seruan dan seseorang berdiri di depannya. Dengan reflek dia bersenandung."Kau mencuri hatiku, eaaaak," kekehnya ketika mendapati, Lukas, si kakak kelaslah yang menghadangnya."Yeeeee, malah nyanyi." Lukas menoyor kepalanya, lantas dengan kesal Nadira mencekal tangan cowok itu dan memilintirnya ke belakang.Sudah dia bilang, dia paling tidak suka tubuhnya disentuh."Dont touch me!" katanya tajam.Lukas meneguk selvinanya, menyengir disela sakit ditangannya. "Iya-iya, enggak gue ulang, Dir," lirihnya menahan sakit, Na
***Sore itu, jalan anggrek dipenuhi puluhan anak SMA, di kubu kanan ada SMA Jaya sedangkan di kubu kiri ada SMA Bina Bakti.Nadira berdiri di samping Lukas, di belakang mereka lebih dari 15 murid SMA Bina Bakti berjejer. Hal sama juga terjadi di kubu kanan, lebih dari 20 murid SMA Jaya berdiri bersama senjata masing-masing.Nadira berdiri dengan mata berbinar, seakan baru saja melihat idolanya berdiri di depannya. Ditangannya ada sehelai kain basah, teman-temannya bahkan sampai bingung untuk apa kain tersebut saat seharusnya gadis itu membawa senjata seperti balok, besi, atau sejenis senjata mematikan lainnya?Tapi dengan enteng dia menjawab: "Kata nda enggak boleh kasar, enggak boleh bikin anak orang masuk kuburan karena nda si penguasa dunia itu lagi enggak nerima tamu."Tentu saja semua teman-temannya kembali dibuat melongo tak habis pikir, dan akhirnya membiarkan gadis itu berlaku seenaknya, sedangkan Lukas membawa dua pemukul bisb
Happy reading *** "Ndaaaaaaaa," rengek Nadira ketika melihat bunda berdiri di depan pintu utama. Gadis itu berlari, menubruk tubuh berdaster bunda dan menangis layaknya anak kecil. "Eh, kakak kenapa, kok nangis? Mana yang luka? udah nda bilang jangan tauran, kan kalau kalah pulang nangis," omel bunda, tapi, tetap memeluk balik tubuh Nadira yang terisak, tangannya membelai kepala putri sulungnya. "Hiks bukan karena tauran nda, hiks," kata Nadira memberitahu, gadis itu semakin menenggelamkan wajahnya pada dada sang bunda, "Huaaaa Dira kangen kakek." Kening bunda berkerut, menatap suaminya dengan pandangan bertanya, meminta penjelasan, tapi sayangnya ayah hanya mengangkat bahu acuh. Lalu, pandangannya beralih pada sekumpulan anak remaja, bunda tersenyum ramah. "Ya udah kita masuk dulu ya, kita ngobrol di dalam," ajak bunda melepas pelukan Nadira. Namun, bukannya melepaskan bunda sepenuhnya